Halaman:Horison 05 1968.pdf/27

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

rasa seperti hatimu dibumbui meritja, dan ikan-ikan ketjil berenang dipembuluh darah tubuhmu. Otilie menggeleng, kalau betul apa jang dikatakan Rosita maka tak pernahlah ia djatuh tjinia selama ini, karena sekalipun ia tak pernah mengalami rasa jang serupa itu terhadap laki-laki jang dilajaninja

Tetapi fikiran ini tetap mengganggunja hingga kemudian ia pergi menemui „houngan” atau dukun adjaib, jang tinggal dibukit diluar kota. Otilie, tidak seperti kawan-kawannja jang lain, tidak suka menggantungkan gambar-gambar keagamaan dibilikaja la tidak pertjaja pada Tuhan jang maha Esa, melainkan pada Tuhan jang bermatiam-matjam. Ada Tuhan untuk hudjan, untuk angin, untuk rezeki, dan sebagainja. Dukun hougan itu dapat berbira langsung kepada Tuhan-Tuhan ini, dapat menjampaikan rahasia-rahasia orang diatas medja pedupaaanja, dan orang dapat mendengar suara Tuhan lewat dukun itu. Dukun itu mendengarkan suara Tuhan lewat angin, air bah, dan sebagainja. Ketika Otilie habis mengutarakan maksudnja pala dukun itu, maka dukun itu mendengarkan suara Tuhan, dan lewat mulutnja Tuhan berkata bahwa Otilie harus menangkap seekor lebah, dan menggenggamnja. Bila lebah itu tidak menjengatnja, berarti jintanja segera tiba. Tjintanja sedjati

Dalam perdjalanan pulang Otilie mengenang Mr. Jamison, seorang Amerika jang berumur limapuluh tahun lebih, kaja dengan objek bahan bangunannja. Gelang-gelang jang bergemerintjing dilengan Otilie itupun pemberian Mr. Jamison djuga, dan ketika Otilie melewati rumpun bunga jang lebat dan dihinggapi beberapa ekor lebah ia bertanja-tanja pada dirinja sendiri apakah ia tjinta pada Mr. Jamison Dengan tjepat ditangkapnja seekor lebah dan digenggamnja, tetapi mendadak sengat lebah itu membuat ia terpekik dan duduk menangis meraung-raung, hingga setelah agak lama tidak djelas lagi apakah tangannja dan matanja jang disengat lebah tadi.

Kemudian datanglah bulan Maret, dan segenap penduduk kota mempersiapkan diri untuk pesta karnaval. Di Champs Elysées pa penghuni sibuk mendjahit pakaian pesta mereka, namun Otilie tetap menganggur karena ia telah memutus kan untuk tidak mengenakan pakaian samaran nanti. Ketika bulan telah naik dan rombongan pemuda pemudi berharis degan tambur sambil menari-nari Otilie tidak turut bergembira, dan hanja memandang dari jendela biliknja. Baby berkata, orang jang tak tahu akan mengira umurmu telah seribu rahun. Dan kata Rosita, hei, mengapa kau tidak turut kami sadja, melihat sabungan ajam?

Sabungan ajam karnaval bukanlah sabangan ajam biasa. Dari segenap pendjuru pulau itu para pemilik ajam djantan berbondong-bondong membandjiri arena dikota untuk menjabung ajam mereka. Otilie berfikir bahwa baik ia turut sadja, dan segera memasing anting-anting mutiaranja. Ketika mereka bertiga tiba ditanah lapang sabungan telah lama berlangsung, dan diluar tanda tempat sabungan itu ratusan orang berteriak untuk memberi semangat kepada ajam sabungan mereka. Sedang didekat pintu masuk berdesak-desak pulalah mereka jang tak dapat masuk karena penuhnja. Tetapi bagi njonja-njonja dari Champs Elysées tak ada kesulitan dan orang memberi termuka dari arena itu. Para penonton dibarisan itu, jang sebagian besar terdiri dari petani dari dusun, merasa tjanggung dan segan duduk didekat njonja-njonja ini. Dengan sembunji-sembunji mereka mengagumi kuku Baby jang dipulas merah, sisir penju jang terselip dirambut Rosita, dan giwang mutiara Otilie. Namun karena sabungan terus berlangsung maka perhatian mereka kembali pula kepada ajam mereka, dan njonja-njonja itupun terlupalah. Baby merasa dihinakan karena ini, dan matanja dilajangkan kesana kemari mentjari pandangan mata laki-laki jang menuju kearahnja. Tiba-tiba ia mentjubit Otilie, lihat, kau mendapat seorang pemudja. Lihat pemuda dusun itu, jang memandang kau ini sebagai segelas minuman dingin jang dapat direguk dengan puas. mereka tempat dibaris

Otilie semula menjangka bahwa pemudjanja itu tentu orang jang telah mengenalnja, karena ia datang dari kampung. Tetapi tak mungkin, karena rasanja Otilie tak pernah melihat wadjah laki-laki setampan itu, dengan kakinja jang kuat dan telinga jang ketjil. Topi laki-laki itu dan badju nja jang kumal membuktikan bahwa dugaan Otilie benar: ia berasal dari pegunungan. Warna kulitnja seperti warna djahe, dan berkilat seperti kulit djeruk, dan kepalanja digelengkan kesana kemari sesuai dengan gelengan kepala ajam sabungannja, jang didukungnja. Otilie jang biasa tersenjum lebar kepada setiap laki-laki, kali ini sangat hemat dengan senjumnja.

Diwaktu istirahat arena, dibawah tenda itu dibersihkan dan orang-orang mulai berdansa ditengahnja diiringi bunji orkes jang memainkan lagu-lagu karnaval. Pada waktu itulah anak muda itu mendekati Osilie. dan dengan tak disengadja Otilie tergelak melihat ajam jang bertengger dibalu anak muda itu. Baby mendjadi gusar. pergi kau, anak dusun, mau menga djak dansa ? Dan Rosita berdiri diantara anak muda itu dan Otilie menghalangi. Tetapi anak muda itu tersenjum sadja, katanja: ma'af njonja, saja ingin berdansa dengan anak njonja. Dan Otilie merasa tubuhnja terangkat keatas kemudian pinggul dan pahanja melekat pada tubuh anak muda itu ketika mereka mulai berdansa. Dan ia tak gusar sama sekali ketika anak jang berdansa. Rosita bersungut-sungut, muda itu menariknja ketengah orang-orang kaudengar Baby? Disangkanja kita ini ibu Otilie? Ah biarlah, budjuk Baby. Kautahu mereka itu keduanja orang kampung, me mang begitulah sifat mereka. Bila Otilie kembali kita tak mau lagi menerimanja, habis perkara.

Kenjataannja Otilie tidak lagi kembali kepada kawan-kawannja. Royal, demikianlah nama anak muda itu, Royal Bonaparte, berkata bahwa sesungguhnja ia bukannja ingin berdansa. Kita harus mentjari tempat jang sunji dan gelap, kita akan bermemperkosamu. Otilie menganggap usul djalan berpegangan tangan dan aku akan ini anch, tetapi kemudian ia dapat mengerti, karena naluri pegunungannja belum lenjap sama sekali, sedang Royal memiliki karakter pegunungan itu sepenuhnja, meluap-luap. Begitulah sambil berpegangan tangan, dan ajam itu bertengger dibahu Royal, mereka berdjalan perlahan disepandjang lorong jang sunji, dimana kitjauan menjinari tjelah-tjelah dahan pohon-pohon burung dan sinar matahari bersatu lembut tjemara.

Aku sedang sedih, kata Royal, walau wadjahnja tidak nampak sedih. Dikampungku Juno, ajamku ini, adalah djuara, sedang disini semua ajam sabungan itu lebih kuat dan lebih tua dari Juno, dan bila Juno kusabung djuga achirnja aku tjuma dapat bangkainja kembali. Lebih baik kubawa pulang sadja ia, hidup-hidup, dan kukatakan pada orang-orang bahwa ia menang. Otilie, maukah kau mentjium obat bersin ?

Otilie bersin keras sekali. Obat bersin mengingatkan dia akan masa kanak-kanaknja dan walaupun ia selalu menderita dimasa itu, kenangannja kini mendjelma dengan indah. Royal, berhenti sebentar. aku akan melepas sepatuku.

Royal sendiri tak pernah bersepatu. Kedua kakinja tampak kuat dan berbentuk indah, sedang tapak kakinja lembut seperti djedjak kaki binatang buas. Ia berbisik: mengapa kau kutemukan disini, tidak ditempat-tempat lain, disini, dimana tak ada kebaikan satupun terdapat, dimana rum tak dapat diminum karena buruknja dan dimana penduduknja semua mendjadi pentjuri? Mengapa kau berada disini, Otilie?

Karena aku harus mentjari nafkah, seperti kau djuga. Dan disini ada tempat untukku, dimana aku bekerdja, ditempat ...... ah ja, sematjam hotel.

Aku punja rumahku sendiri, bisik Royal. Disana dipuntjak bukit ketjil jang mendjulang dibatas desaku, disana berdiri rumah-