djarang terdapat pada achir kata dalam bahasa² Indonésia sekarang. Hal itu terdapat dalam bahasa Tontémboa. Konsonan langit² dalam bahasa Tontémboa itu terdjadi dari bunji k (lihat keterangan dibawah nomor 103).
201. Tentang vokal dan diftong dalam bahasa Indonésia purba jang berubah dalam bahasa² Indonésia sekarang telah diterangkan di bawah nomor 91 dan selandjutnja dan dibawah nomor 160 dan selandjutnja. Sekarang akan dibitjarakan tentang hal konsonan, jang perlu diperhatikan djuga.
202. Konsonan jang terdapat pada achir kata dalam bahasa Indonésia purba tak berubah dalam bahasa Djawa kuno; begitu djuga hal-nja tentang bunji h. Dalam banjak bahasa di Philipina dengan hanja beberapa ketjuali sadja.
203. Dalam bahasa² Indonésia lain tentang hal konsonan pada achir kata itu tampak tiga kemungkinan: bunji itu mengalami unifikasi, berubah, mempcroléh tambahan vokal-penjangga.
204. Unifikasi. Hal itu dalam sebagian bahasa² Indonésia banjak dan dalam sebagian lagi djarang terdjadi.
I. Dalam bahasa Melaju bunji letus bersuara (média) disatukan dengan bunji letus takbersuara (tenuis). Kata bukid dalam bahasa Indonésia purba mendjadi bukit dalam bahasa Melaju. Diantara bunji² letus (éksplosiva), bunjiletus takbersuara (tenuis) bisa terdapat pada achir kata.
II. Dalam bahasa Masaré bunji p. mendjadi t. Djadi kata atêp dalam bahasa Indonésia purba mendjadi atet dalam bahasa Masaré. Dalam hal itu diantara bunji² letus, dua bunjiletus takbersuara (tenuis), jaitu k dan t bisa terdapat achir kata.
III. Seperti telah diterangkan dalam monografi saja dulu, dalam bahasa Ubrug semua bunjiletus (éksplosiva) mendjadi k. Dengan begitu dalam bahasa Ubrug terdapat kata² lanik (= lanit dalam bahasa Indonésia purb), atêk (= atêp dalam bahasa Indonésia purba). Djadi diantara bunji² letus hanjalah satu bunji letus takbersuara, jaitu k bisa terdapat pada achir kata.
205. Perubahan. Dalam beberapa bahasa Indonésia konsonan pada achir kata tidak bersuara.
I. Dalam bahasa Makasar hanja satu konsonan (pada achir kata)
73