Halaman:Hal Bunyi Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia.pdf/11

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

kan djuga sebagai lambang, misalnja kata mamanah dalam bahasa Djawa kuno dibentuk dari kata dasar panah (memanah); dalam mono­grafi saja jang dulu telah ditundjukkan peranan bunji méchanis dalam hal sematjam itu dan saja jakin, bahwa kaum penjelidik bahasa Indo­-german membenarkan pendapat saja itu.

Hal jang menarik perhatian ialah tjara menduakalikan kata asal dalam bahasa Madura, misalnja dalam kata² los-alos (sangat halus), te-pote (sangat putih). Kata alos (halus) dan kata pote tumbuh dari kata halus dan putih jang terdapat dalam bahasa Indonésia purba, bahasa Melaju, dll. Tetapi disamping kata los-alos dan te-pote terdapat kata lus-alus dan ti-puti jang mengandung vokal seperti dalam kata halus dan putih dalam bahasa Indonesia purba. Lus-alus berarti lebih halus lagi dari pada los-alos dan ti-puti berarti lebih putih lagi dari pada te-pote. Bentuk bunji jang lebih tua menundjukkan tingkat jang lebih tinggi.

Hal me-niru² bunji (Onomatopǒe). Karena hal me-niru2 bunji itu, maka hukum bunji kata² tak dapat dilakukan dengan konsekwén. Hal me-niru² bunji itu terdapat dalam kataseru (interjéksi) jang me-niru² bunji. Huruf-lebur (liquida) dalam bahasa Indonésia purba tak dibunjikan dalam bahasa Minangkabau kalau terdapat pada achir kata dasar; kata lapar dalam bahasa Indonesia purba ditulis djuga lapar dalam bahasa Minangkabau, tetapi diutjapkan lapa. Selandjutnja konsonan letusan (éksplosif) pada achir kata dalam bahasa Indo­nésia purba diutjapkan sebagai hamza dalam bahasa Minangkabau; dengan begitu kata atěp dalam bahasa Indonésia purba mendjadi atoq dalam bahasa Minangkabau-lisan. Djadi pada achir kata² dalam bentuk bahasa Minangkabau-lisan tak terdapat bunji r dan p, ketjuali pada kataseru seperti gar, dapap, dsb. (hal menjatakan bunji). Hal meniru² bunji terdapat djuga dalam kata² lengkap, teruiam a pada nama² binatang, jang terdjadi karena me-niru² bunjinja. Dalam bahasa Tontémboa pada kata dasar jang terdjadi dari akar kata jang diduakalikan, konsonan pada achir separuh kata jang pertama, biasanja mendjadi q. Dengan begitu kata koqkor (menggorés) dalam bahasa Indonésia purba mendjadi koqkor dalam bahasa Tontémboa. Tetapi dalam nama burung kerker jang terdjadi dengan me-niru2 bunji, huruf r tetap ter­dapat pada separuh kata jang pertama.

18. Euphemismus. Berdasarkan alasan euphemismus beberapa kata jang tertentu dalam bahasa² Indonesia, terutama kata² dari dunia

10