Halaman:Graaf de Monte-Cristo Bagian 24.pdf/12

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

1050


hati ketjil? „Ja toewan, ja kenapa toch begini toewan.

„Masakah angkau ini takoet, berkatalah de Villefort dengan napsoe marahnja jang semangkin besar. „Angkau ini jang tabah atinja, aken meliat orang melawan datengnja maoet, sebab ia mati kepaksa dengan ratjoen; angkau ini jang itoeng satoe-satoe menuut dari oemoernja orang jang ampir mati; angkau jang begitoe pandé menjediaken ratjoen jang moestadjap, jang bisa sekali memikirin aken berboewat kadjahatan jang amat boesoek itoe, masalah angkau ini tida fikirin djoega apa jang nanti bole kedjadian, djikaloe perboewatanmoe ketangkep? Itoe soewatoe barang moestahil. Tentoe ada lagi ratjoenmoe, jang terlebi keras, jang terlebi mandjoer aken mendjadi penoeloengmoe, melepasken dirimoe dari tangan pengadilan. Memang ada angkau simpen ja njonja? Akoe berharep sanget, jang njonja tida meloepaken aken singkirin ratjoen itoe aken pakejan sendiri.”

Njonja de Villefort remas-remas tangannja laloe djato berloetoet, seperti orang bersoedjoed di hadepan soewaminja.

Maka kata de Villefort: „Akoe taoe, akoe taoe,” benarlah angkau mengakoe, itoe ada baik, tetapi pengakoewan jang begitoe, jang dateng pada pengabisan, kaloe pesakitan soedah tida taoe lobang, aken melobos boewat bebas dari hoekoemannja, pengakoewan begitoe, tiada membikin enteng hoekoemannja orang jang bersalah itoe.

„Hoekoeman!” bertanja njonja de Villefort, „hoekoeman, toewan? Soedah kadoewa kalinja toewan seboet ini perkata-an hoekoeman.”

„Soeda barang jang tentoe sekali. Apakah dari sebab ampat kali angkau berboewat kadjahaton itoe hingga angkau kira jang angkau nanti loepoet dari


1051


pada hoekoeman? Apakah barangkali angkau kira mentang-mentangnja angkau poenja soewami djadi hakim besar, jang membri hoekoem pada orang jang bersalah, angkau bakalan tida bisa kena kelanggar hoekoeman? Kliroelah angkau njonja, tida begitoe. Bijar siapa poela, nistjaja landesan pedang legodjo, ia itoelah bagiannja si perampoewan peratjoen, apa lagi kaloe perampoewan itoe tida djaga lebi doeloe, aken sediaken boewat dia, ratjoen jang terlebi mandjoer lagi, aken melepasken dirinja dari pada tangannja algodjo.

Njonja Villefort mendjerit keras, seperti katja djato di batoe soewara djeritnja, dan moekanja ternjata sekali kaliatan jang ia teramat takoet dan ngeri.

„Njonja, ach, djanganlah takoet sama pedang legodjo,jang teramat tadjem dan besar,” bertanja de Villefort, soedah, akoe tida maoe bikin maloe sama njonja, sebab akoe poen kena maloe djoega; tida begitoe, akoe barkata-kata tadi sampe terang, hingga njonja misti mengarti, jang njonja tida oesah mati dalem tangan legodjo.”

„Soenggoe akoe tida mengarti katanja toewan, berkata njonja de Villefort dengan terlebi takoetnja.

„Akoe maoe kataken, bahoewa isterinja saorang hakim besar, jang pertama di dalem iboe kota ini, tida haroes menodahken nama soewaminja jang baik, jang poetih bersih, hingga anaknja djoega nanti kena kotoran maloe itoe.”

„Tida sekali-kali! O, tida!”

„Kapan njonja berkata begitoe, sjoekoerlah, perboewatan njonja bole di poedji, akoe bilang banjak trima kasi pada njonja.”

„Toewan bilang trima kasi, boewat apa?

„Boewat apa jang njonja bilang tadi.”