Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/92

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sebenarnya? Padahal, letak kampung ini di pinggir pantai yang lengang, kecuali hari libur. Kuletakkan tas dan lukisanku sembari menunggu azan berlalu. Kucoba mengoreksi apa yang kudapat tadi di pantai. Lalu seorang ibu separuh baya mendekat melihat lukisanku, disertai dengan beberapa orang tua.

"Bagus, ya, gambarnya, tapi sepertinya, Emak pernah lihat...," sembari mengerutkan keningnya, membuatku bingung.

“Ini saudara, Adik, ya?” Tanya seorang nenek sambil menunjuk ke lukisanku. "Ih...dia, kan, yang mati tenggelam kemarin!" sambung seorang wanita mengagetkanku.

"Sama, ya, apa memang dia?"

"Iya, wanita yang kemarin mati, kan?”

"Yang badannya hancur itu, ya?”

"Memang dia, kok! Bajunya saja sama."

"Katanya dibunuh, ya?"

"Bukan. Kata orang-orang dimakan ikan hiu!"

Aku diam terpaku mendengar ocehan mereka. Tiba-tiba saja semua yang ada di masjid mengerubungiku.

"Ini, Adik yang ngelukis sendiri?" tanya seorang ustaz kepadaku.

"lya, baru beberapa jam yang lalu di tepi pantai sana,” jawabku.

"Apa kamu nggak salah lukis, Dik?" tanyanya kembali penasaran.

"Ah tidak, Pak Ustaz! Mata saya masih plus, kok,"

"Astagfirullah al adzim...," kata ustaz itu tak mampu meneruskan lagi.

Dalam hati seakan tak percaya, ternyata yang kulukis sudah wafat sehari sebelumnya. Aku tidak tahu pasti apa yang menyebabkan ia mati begitu megenaskan. Masalahnya sekarang, gambaran dirinya terabadikan olehku.

80