Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/67

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Ia senang bisa membantu Hilda. Ada hal-hal yang tidak bisa dilakukannya. Ia tidak bisa matematika dan ia bukan Nomor satu di kelas, seperti Hilda. Selama ini Hilda selalu bisa melakukan apa saja, ternyata ada juga kekurangannya. Maka, ia merasa sangat senang dapat menggantikan Hilda berlari. Begitulah akhirnya, mereka berdua dihukum dan harus mengikuti ulangan susulan. Kemudian, ibu Heni, guru matematika mereka mengusulkan kepada wali kelas agar memisahkan bangku Helen dan Hilda.

Mulai dari situ, cerita mirip-miripan ini tak lagi menyenangkan.

Hilda ditakdirkan lahir dengan perkembangan otak kiri dan kanan yang sempurna. Nilai-nilai akademiknya tidak pernah mengecewakan. Dan ia bisa bermain piano, bermain peran, menulis cerita, dan puisi. Ia pandai berdiplomasi. Saat ia bicara, bahasanya seperti tulisan dalam novel—tersusun dengan diksi yang sempurna. Dan semua keahliannya telah membuat guru menyenanginya. Guru bahasa Inggris mereka menyayanginya karena ia telah berkali-kali memenangi lomba Pidato bahasa Inggris, membawa nama sekolah. Guru bahasa Indonesia menyenanginya karena ia juga pernah memenangi lomba debat bahasa Indonesia, atas nama sekolah. Selain itu, ia juga seorang yang kreatif dan tidak pernah kekeringan ide. Artikelnya yang berjudul “Andai Aku Sepasang Sendal”, juga bernah dimuat di tabloid remaja. Semua itu telah membuat Orang tua mereka bangga.

Jika ia, Hilda, dan ibunya ke pasar dan bertemu dengan salah seorang teman ibunya, inilah yang membuat Helen tersiksa. Orang-orang akan berkata, “Oh, inikah Hilda yang artikelnya dimuat itu? Tidak menyangka masih remaja. Bahasanya sangat bagus, tidak seperti tulisan anak-anak seusianya.” Dan apa pun itu, semuanya hanya untuk Hilda. Helen merasa terlupakan. Serasa tubuhnya menciut menjadi sebesar semut. Dalam keadaan seperti itu, ingin rasanya ia melipat badannya, lalu masuk ke dalam keranjang belanja ibu.

Helen merasa ia hanyalah bayang-bayang Hilda,yang sering tidak dihiraukan. Kadang-kadang, ia Ingin berteriak kepada semua orang. “Hei, ini Helen yang jago lari!

55