ayah, sahabat, dan guru. Apabila berada di dekatnya, aku merasa aman dan terlindungi. Pernah dulu ketika anak-anak dari kampung seberang mau mengeroyokku, Mak Umar langsung turun tangan. Kalau tidak salah, itu karena aku bisa menggaet Nirmala, kembang desa di sana. Meskipun cintaku akhirnya kandas di tengah jalan, itu tak masalah karena setidaknya, aku tahu Mak Umar menyayangi aku, seperti anaknya sendiri.
Namun, aku masih menyimpan satu pertanyaan pada Mak Umar. Aku heran meskipun umurnya sudah kepala
empat, ia belum juga menikah. Padahal, kalau kulihat secara jasmani, tak ada yang kurang darinya. Tubuhnya tinggi tegap dengan otot-otot lengan yang kekar. Kulitnya agak hitam karena terbakar matahari. Wajahnya yang lonjong dihiasi oleh hidung yang memang agak bangir. Matanya yang berwarna
cokelat seakan memancarkan wibawa dan sahaja. Meskipun kerut-kerut sudah mulai menjejali wajahnya, itu belum bisa menutupi sisa-sisa kegagahan Mak Umar di masa mudanya. Kata Ibu, dulu sudah banyak orang yang menginginkan Mak Umar menjadi menantu, namun tak satu pun yang menarik perhatiannya. Sampai-sampai dulu sempat berembus isu di kampung, kalau Mak Umar itu tidak tertarik pada wanita.
Namun, seperti biasa ia hanya tersenyum dan tidak menanggapi serius semua itu.
Di belakang rumahku ada sebuah surau kecil, letaknya di belakang kebun ubi yang ditanami Mak Umar. Di depannya mengalir sebuah bandar kecil yang airnya jernih. Keluargaku ataupun tetangga dan petani yang punya sawah di dekat rumahku, biasanya mengambil wudu dan salat di surau itu. Surau itu Juasnya hanya tiga puluh meter persegi. Semua dindingnya ditutupi dengan sasak, sedangkan pintunya yang menghadap ke bandar hanya ditutupi dengan lembaran tripleks. Di surau itulah Mak Umar tidur sehari-harinya. Biasanya, sehabis Magrib Mak Umar mengajari aku dan teman-teman mengaji. Ternyata, Mak Umar itu hebat sekali mengaji. Ditambah lagi, suaranya sangat merdu ketika mengalunkan ayat-ayat suci. Pada malam minggu biasanya Mak Umar akan membuat api unggun. Ia akan mencabut beberapa ubi miliknya. Kemudian, membakarnya untuk kami.
44