Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/45

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

“Iya, hati danjantungku menyatu, bagaimana memisahkannya?” Lalu, kami tertawa memecah sunyi yang menempel pada setiap dinding kamar.

“Aku terserang flu,” Mia mulai menceritakan penyakitnya setelah tertawa kami reda. Setelah bercerita panjang lebar, aku melirik jam tanganku.

“Nah, sudah pukul empat sore, tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Aku pulang dulu ya, cepat sembuh,” ujarku sambil melangkah pergi.

Kali ini aku benar-benar kesepian, sudah empat hari Mia sakit. Takada tempat mencurahkan isi hati dan masalah kecil yang sedang kuhadapi. Tapi, waktu kulihat, penyakitnya tidak erat, hanya flu.

“Ada apa dengan Mia? Mungkinkah ada penyakit lain?” hatiku bertanya tanpa ada yang menjawabnya.

Namun, hari ini sosok yang aku impikan itu muncul di pintu kelas. Kusambut hangat kedatangannya itu. Aku memeluknya untuk melepas rindu yang meluap. Kelasku sepi. Saat jam istirahat semua melakukan aksi yang bermacam- macam. Hanya aku dan Mia yang tinggal di kelas.

“Kamu sakit apa, sih, sebenarnya?” tanyaku penuh Penasaran. Mia menatapku agak lama. Entah apa yang tersirat di benaknya, aku tak tahu.

“Aku flu dan pusing, Dokter, beri aku obat yang cocok, dong."

“Ibu juga pusing,” tawa kami meledak, bagai membelah gedung segi empat itu. Tanpa kami sadari, Lisa telah berdiri di ambang pintu.

“Rin, pinjam tugas Fisika, dong,” ia memohon padaku.

Nggak, ah,” aku pura-pura cuek.

“Sekali ini saja. Orang pintar jangan pelit. Nanti jadi bodoh seperti aku,” pujiannya membuatku tersenyum.

“Besok harus dikembalikan,” perintahku dengan nada bercanda.

“Oke, permisi kecoak-kecoak cantik.” Percakapan

terakhir itu membuatku dan Mia tertawa terbahak-bahak. Itulah yang kurasakan jika bersama Mia. Sepi, sedih, takut, dan gelisah akan hilang begitu saja saat Mia berada di sisiku. Selalu ada canda dan tawa menghiasi hari-hari kami. Mia

33