Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/27

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

napasku mulai tercekat.

Pria berdasi itu turun dari mobilnya bersama pria setengah baya, yang kukira pemilik tanah yang baru. Kudengar suara Haji Amir yang sama tercekat denganku.

“Maaf, Pak, saya kiratak secepat ini perubahannya,” ucap beliau cemas.

“Ha. ..ha... ha..., mana bisa lama-lama, Pak Tua! Membangun diskotek diperlukan waktu yang banyak. Jadi, ya, kita tak perlu berbasa-basi dan bertele-tele!” tukas si pria setengah baya.

Mendengar itu Haji Amir menunduk dan memohon sekali lagi.

“Saya mohon, Pak, jangan sekarang,” pintanya

Tetapi pria berdasi itu malah menyuruh si pengemudi buldoser menjalankan tugasnya menghancurkanku. Penduduk ramai-ramai berdatangan, ingin melihatku dalam menjalani sakaratul maut. Anak-anak berceloteh riang karena mereka senang sekali aku dirubuhkan. Haji Amir terduduk lesu menatapku dan menangis, hampir pingsan saat melihat buldoser itu mendekatiku, tanpa ada seorang pun yang mencegahnya.

Buldoser itu merangkak mendekatiku, mengangkat belalainya tinggi-tinggi. Aku berteriak keras, “Ya Allah, tolonglah aku,!” tubuhku berdiri gemetar saat mobil itu hanya beberapa meter dariku dan langsung menghantamkan belalainya padaku, braak! Tubuhku bergoyang-goyang, penduduk memekik, tapi Haji Amir lebih histeris. Beliau mendekatiku. Namun, berhasil dicegah penduduk. Belalai itu menghantamku lagi dan bagian-bagian tubuhku mulai rontok. Kepalaku yang berbentuk kubah dan memiliki puncak bertuliskan nama “ALLAH” miring dan bergantung lemas Pada kubahku.

Kutatap masing-masing penduduk, mereka tersenyum. Anak-anak bersorak saat menyaksikan bagian-bagian tubuhku yang mulai rapuh dan jatuh menghantam tanah dan berderak keras. Sakit, sakit, Ya Allah! Jeritku, Masih kucoba

berzikir dan membaca tahlil, laa ilaa ha ilailah! Gubrak! Belalai itu menghantamku lagi. Kubahku jatuh. Puncaknya yang bernama Allah mengikuti dan patah ketika jatuh ke

15