Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/26

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dan masuk. Langsung saja beliau bersimpuh dan bersujud mohon ampun kepada Allah. Ya Allah, beliau menangis, ingin rasanya aku menenangkannya. Padahal, kusadari aku pun sedang menangis. “Ya Allah, tunjukilah hati mereka itu,” doaku berulang kali.

* * *

Pria berdasi itu telah berulang kali datang dan berbicara dengan Haji Amir, Setiap kali Haji Amir berbicara dengan pria berdasi itu, beliau selalu minta penangguhan dan mengatakan alasannya. Dan, seperti biasa pula, aku bisa mendengar pembicaraan mereka.

“Saya mohon, Pak, saya belum mendapatkan uang tebusannya, berilah tambahan waktu kepada saya,” pinta Haji Amir.

“Maaf, Pak, saya hanya menjalankan tugas saya,” tolak si pria berdasi, “Perusahaan Petravex telah menjualnya kepada seseorang, yang Bapak sudah tahu apa yang akan didirikannya, dan satu-satunya cara agar Bapak bisa mencegahnya ialah membayar uang tebusan,” lanjutnya jengkel.

“Baiklah, saya mengerti,” jawab Haji Amir murung.

“Ingat, tinggal dua hari lagi!” kata si pria tegas, yang kemudian langsung pergi dengan mobil berkilapnya. Batas hari yang ditentukan telah tiba, Haji Amir pasrah dan bertawakal kepada Allah, sambil berharap adanya mukjizat. Setelah segala upaya yang telah diusahakannya, beliau menunggu Si pria berdasi yang akan datang bersama pemilik baru tanah. Kepalanya bersandar ke tonggakku. Bisa kudengar ia berzikir.

Tamu yang ditunggu pun tiba dengan mobil sedan berkilap. Tapi, diiringi pula dengan..., Ya Allah, buldozer! Mobil raksasa berwarna kuning dan catnya yang sama nasibnya denganku, sudah mengelupas, ikut pula menghampiri dan parkir di depanku, Tak kukira ajalku telah dekat! Mobil raksasa itu pasti mudah sekali membunuhku hanya

dengan sekali ayunan lembut belalainya atau apalah namanya karena tubuh tuaku yang sudah lapuk. Mobil itu menyeringai angkuh, seangkuh orang yang mengemudikannya. Kurasa

14