Lompat ke isi

Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/17

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Jika arak tanahnya tidak mempan, dengan seketika orang-orang juragan Arifin menggunakan tangan lembut, bertenaga baja. Memaksa setiap lawan untuk kalah dan kembali mempertaruhkan tanahnya. Mereka juga tidak segan mengadu domba para pejudi. Akibatnya, terjadilah perang antara petaruh itu. Kemudian, juragan Arifin, selaku bandar judi tanah, akan meraup keuntungan yang melangit.

Dengan uang judi tanah tadi, Arifin membeli segala yang bisa dibeli, termasuk harga diri dan urat nadi. Penari malam, penegak hukum, pejabat, tokoh adat, ustad berjanggut lebat, dan wartawan tukang catat menjadi milik sang juragan. Semua akan menari, menangkap, memerintah, mengaji, mengatur, dan mencatat, jika disuruh. Sebab, mereka hanyalah secuil tanah bagi Arifin. Bisa diladang, dicincang, diracuni, dikencingi, dan sekali-kali diberi pupuk, itu pun jika sudah terdesak.

***

Sore itu, penyakit Paman Gindo kumat lagi. Kebun kopi depan rumah mulai dikelilingi dijilat sampai air liurnya berserak-serak. Kemudian, jari-jari yang besar, bermain jengkal. Lalu, melahap tanah subur tak terukur.

Nurtihailis, yang melihat kejadian itu, menjerit minta tolong. Tangisnya memecah kampung, air mata membanjiri rumah. Tetangga berdatangan, tetapi hanya diam.

"Gindo, hentikan. Ini tanah kita satu-satunya. Tempat kaun kita hidup dan meneruka. Mulai dari Gunung Merapi sebesar telur itik sampai pucuk zaman nanti," lolong Nurtihailis di keramaian.

Uni tenang saja, tanah ini harus dimakan. Sebab, sandaran di rumah sudah berubah. Lagi pula, uni kan tidak membutuhkan tanah ini," ujar Gindo sedikit menenangkan suasana.

"Tapi, kamu bukan harus makan tanah, Gindo. Kepala, pinggang, dan sandaranmu yang sakit, tidak mesti diobati dengan memakan tanah. Atau, kamu mau membunuh aku," pinta Nurtihailis keras bercampur cemas.

"Bukan, bukan itu maksudku, uni jangan marah dulu. Tanah ini aku makan demi membangkit martabat kaum kita.

5