Halaman:Balerina Antologi Cerpen Remaja Sumatra Barat.pdf/16

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

kronis. Walau kadang kala, tanah yang dimakan adalah tanah pusaka. Tanah yang oleh adat kampung tidak boleh digadai-jualkan.

***

Pulang maklum pada Paman Gindo. Sejujurnya, ia bertekad bangun dari sakit yang diderita. Tapi, setiap ia berhenti makan tanah, kepalanya pasti pusing, pinggangnya sakit. Sandaran hidupnya yang semula tegar berkarang bajamenjelma seketika menjadi jaring laba-laba.


"Pokoknya, apabila kamu berhenti memakan tanah, aku akan mencari orang lain yang lebih hebat," teriak sandaran bergincu murahan pedas.


Kata-kata itu menghunjam saraf hati. Kemudian, mendenyut ke tempurung kecil dalam kepala Paman Gindo sehingga memaksanya untuk terus dan terus memakan tanah. Apalagi, Arifin, juragan pemakan tanah yang sering mempengaruhi warga untuk pesta mabuk selalu memanas-manasi Paman Gindo. Katanya, Gindo itu hanya kaya tanah. Tapi, tidak bisa berjudi memperebutkan tanah. Buktinya, setiap permainan judi, Paman Gindo tak pernah mencicipi kemenangan. Malahan, tanah yang mesti ia lahap, justru dinikmati Arifin.


"Kamu itu belum apa-apa, Gindo. Kalau berani, ayo main lagi. Siapa tahu kamu menang sehingga bisa pula memakan tanahku," ujar Arifin yang juga Kepala Nagari Tiku-Tiku itu, pada suatu ketika.


Rayuan pemakan tanah inilah yang membuat Paman Gindo tak pandai memejamkan mata. Ucapan Arifin selalu terngiang di telinganya hingga ia terus dan terus berjudi dengan tanah.


Cuma saja, setiap perjudian digelar, Arifin selalu meraup kemenangan besar. Di samping licik dalam bermain, lelaki ini juga memberi arak tanah pada lawan-lawannya, termasuk kepada Paman Gindo. Apabila arak itu diminum, dengan seketika orang-orang akan mabuk. Kemudian melayang bersama tanah-tanahnya. Mereka diterbangkan membubung jauh tinggi sekali. Sampai keangan-angan seraya pasti terjadi di alam abadi.