dari orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Barter menghadirkan segalanya yang alami serta memupuk karakter dan sifat suka menolong (Blikololong, 2010).
Bapanduk adalah jual beli antara pedagang dengan pedagang dengan cara sistem barter. Mekanisme kerja sama antarpedagang melalui sistem barter ternyata menjadi katalis dalam menjaga hubungan di antara mereka. Sistem barter merupakan salah satu cara distribusi barang-barang pada masyarakat tradisional. Cara distribusi tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosial ekonomi suatu masyarakat.
Menurut Damsar (2009 dalam Anisah, 2019: 33) barter merupakan salah satu bentuk perdagangan dengan menggunakan metode pertukaran barang dengan barang ketika manusia belum berhasil menemukan uang. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, di Indonesia sistem barter ini makin jarang dipraktikkan. Walaupun demikian, di sebagian daerah pedalaman yang masyarakatnya masih memegang erat tradisi sistem barter ini masih dijalankan oleh sebagian pedagang di pasar tradisional. Tradisi ini belum sepenuhnya hilang mengingat sistem barter telah ada sejak tahun 6000 SM.
Pasar adalah sebuah tempat sosial ekonomi yang ada di masyarakat yang di dalamnya terdapat transaksi jual beli barang. Pengertian pasar menurut Geertz adalah suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup dan kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek kehidupan masyarakat. Pasar dalam pengertian ini menggabungkan segala aspek kehidupan manusia menjadi satu waktu dan tempat. Pasar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni pasar modern dan pasar tradisional. Perbedaan kedua pasar ini yaitu pasar modern dikelola oleh pihak swasta, sedangkan pasar tradisional dikelola oleh pemerintah atau berdiri dengan sendirinya tanpa adanya pengelola.
Menurut Mufidah (2014: 304), pasar terapung di Desa Lok Baintan ini adalah yang terakhir tersisa di Kalimantan Selatan. Pasar ini dulunya banyak bertebaran tapi sekarang telah punah. Bahkan, Pasar Terapung Kuin yang dulu dimiliki Kota Banjarmasin dipastikan menyusul punah, berganti dengan pasar darat. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Kuin harus menelan kekecewaan karena tidak menjumpai adanya geliat eksotisme pasar di atas air. Kepunahan pasar tradisional di daerah “seribu sungai” ini dipicu oleh kemaruk budaya darat serta ditunjang dengan pembangunan daerah yang