„Ia pergi, toean dokter”.
„Tati pergi, ...... kemanakah ?” ......
„Ke Betawi, toean dokter. Pagi-pagi tadi ia berangkat, dengan Amir. Ia maoe ke bibinja dan katanja akan mentjari pekerdja'an di kota”.
„Adakah bibinja di Betawi? Siapa dia ?”
„Saja poenja saudara Ikah ada di Sawah Besar, toean dokter. Katanja ia djadi baboe-tjoetji di gedongan. Kalau nanti toean dokter soedah kembali di Betawi tolonglah melihat bagaimana keada'an Tati disana”.
Dr. Pardí tidak sigera membalas, hanja memanggoetkan kepalanja tanda bersanggoep. Sementara itoe ia telah ambil poetoesan oentoek memendekkan verlofnja.
Amir telah memoetoeskan pergi ke Betawi itoe, karena dalam hatinja menjangka bahwa Tati soedah tidak memperdoelikan lagi kepadanja, berhoeboeng dengan kedatangannja Dr. Pardi jang telah memberikan peniti emas bermata berlian itoe. Kemoedian baroe ketahoean bahwa Tati ta' meloepakan padanja, sehingga biarpoen kemana perginja Amir, Tati poen akan toeroet djoega. Sekali poetoesan soedah diambil haroes didjalankan, apa-lagi ia memang telah berpamitan pada beberapa handai-taulannja. Begitoelah maka di bangkoe klas 3 dalam sneltrein ke Betawi di antara banjak penoempang ada doedoek Amir dan Tati, menempoeh penghidoepan baroe di tempat jang masih asing bagi mereka.
Waktoe kereta berhenti di station Betawi-kota, mereka haroes berhenti. Menoeroet langkahnja lain-lain penoempang kedoea mereka keloear dari perron djoega. Pertama jang dilihat jalah bahwa gedoeng be-
24