menggoenakan djamoean sekedarnja jang ia soegoehkan, dan berbareng mereka makan serta minoem. Beberapa sa'at kemoedian salah seorang jang berhadlir melihat obor berdjalan menoedjoe ke djoeroesan roemah Amir. Orang melihat ke djoeroesan penerangan di waktoe malam itoe tetapi tidak lekas dapat mengetahoei siapakah pembawa obor itoe. Sesoedah dekat, baroe nampak njata Tati berdjalan didepan dengan Djembloeng membawa obor dibelakangnja. Djembloeng oetjapkan salam alaikoem, tioep mati obornja dan ambil tempat doedoek sebeloem dipersilahkan. Tati seperti tidak memperhatikan adanja orang banjak di sitoe, teroes mendekati kepada Amir jang kebetoelan doedoek di pinggir.
„Amir, benarkah kau akan pergi ke Betawi ?” tanja Tati dengan merengoet.
„Benar Tati”, djawabnja dengan anteng mengingat banjak tetamoe ada di sitoe.
„Apakah jang kau akan kerdjakan disana ?” tanja Tati lagi dengan tidak berobah sikapnja.
„Saja akan mentjari pekerd ja'an dan mengedjar kemadjoean”.
Mendengar djawaban tetap itoe hati Tati nampak sedih dan bingoeng.
„Habis bagaimanakah dengan saja ?”
„Kau ......?” tanja Amir. „Boekankah kau haroes di roemah dan ini waktoe melajani tetamoe madjikan moeda, dokter Pardi ?”
„Boeat rawat tetamoe ada saja poenja iboe”.
„Apakah jang kau maksoedkan, Tati ?”
22