Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/73

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Aku melihat Ritu di sisi kananku tengah menahan tangis dan amarah.

"Asna, Kamu tidak bisa menjaganya," ucapnya penuh kecewa.

"Apa? Apa maksudmu Ritu?” Tanyaku, namun segera terjawab setelah kusadari tidak ada lagi malaikat kecil yang ku tunggu selama empat bulan ini.

Ritu memalingkan wajahnya.

"Ritu, maafkan aku," ujarku penuh isak.

"Apa yang tidak kau dapatkan, Asna? Kau begitu kujaga. Kau tidak pernah letih. Aku tidak pernah marah padamu. Hanya untuk satu harapan, malaikat kecil itu," ucapnya.

"Ritu,...aku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya untuk kedua kali, beri aku satu kesempatan," aku memohon.

"Ya, Kau memang tidak akan mengulanginya lagi. Karna memang tidak mungkin. Kau tidak akan pernah lagi menjaga apapun dariku. Aku pergi,"

Ritu beranjak dari sisiku. Bukan hanya dari sisi ragaku, namun juga sisi hatiku.

Luka yang amat mendalam hadir seketika, ditambah percikan air asam.

Pedih. Perih. Ritu tak sebaik yang ku bayangkan. Keadaanku kini berbalik, tidak seberuntung Hanu, June, dan Kirat. Jauh lebih buruk dari mereka. Baru saja malaikat kecil itu terbang meninggalkanku, suami yang selama ini ku baktikan membuangku. Ya tuhan, apa yang telah kusemai hingga ini yang ku tuai?

*** 

Seminggu kulalui sendiri dalam sakit yang tak jua kunjung sembuh. Tubuhku kian melemah, sementara aku harus bisa mencari makan sendiri.

Tidak mungkin untuk kembali ke rumah orang tuaku. Adat amat menentang itu. Menjijikkan. Apakah kepala adat

61