Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/51

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

"Aku tidak apa-apa. Sekarang tenang, Diah. Akan kuantar kau ke rumah sakit," Randhi tetap panik.

"Syukurlah." Setelah itu, Diah pingsan. Darahnya telah banyak yang mengalir keluar. Para warga yang melihat hal itu diliputi kemarahan yang menjadi-jadi. Mereka merasa siap perang saat itu juga.

"Jangan menyerang. Sekarang yang terpenting adalah membawa Diah ke rumah sakit. Kita tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Diah," ucap Randhi. Matanya memancarkan api kemarahan yang membara tak terkendali.

Randhi tetap berusaha tenang, walau gadis yang paling ingin dilindunginya telah terluka. Saat mengantar Diah ke rumah sakit pun, Randhi memaksakan diri untuk tidak ikut. Karena dia tahu, jika dia pergi maka dia tidak akan pulang sampai Diah sadar. Sedangkan banyak tugas yang harus dikerjakannya. Yang jika tidak dikerjakan, maka ia menyia-nyiakan pengorbanan Diah.

Sejak itu, Randi bekerja sangat keras. Ia hampir tidak keluar dari ruang gelap tempat ia mencuci foto. Randhi tidak lagi mengenal waktu. Dia terus bekerja dan bekerja. Diah sudah sadar. Randhi senang mendengar kabar itu. Tetapi ia tetap tidak mau beristirahat dan terus bekerja. Seolah-olah bahwa itulah hukumannya karena tidak bisa melindungi Diah. Tiba-tiba, Diah menelepon dan ingin berbicara dengan Randi. Itulah saat pertama Randhi istirahat setelah sekian lama.

"Halo. Ran," sapa Diah.

"Halo, Diah. Bagaimana kabarmu? Lukamu sudah sembuh?" Tanya Randhi.

"Ah, tidak apa-apa. Lukanya cuma luka kecil, sebentar lagi pasti sembuh," kata Diah menghibur.

"Syukurlah. Hah. Diah, maaf. Aku tidak bisa melindungimu saat itu. Kalau saja bisa, kamu tidak akan..."

"Randhi, ini bukan salahmu. Lagipula, aku senang saat mendengar kabar bahwa kamu tidak terluka. Memang

39