Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Diterawangnya negatif-negatif yang masih cukup besar untuk menunjukkan foto apa itu. Ia terus berharap bahwa bukan foto itu yang tergunting. Tetapi saat mengecek, ia sadar.

"Ini bukan fotonya," ujar Randhi dengan suara kecil.

"Apa?" Pak Yudha tidak memercayai telinganya sendiri.

"Ini semua bukan foto tanah tandus. Ini adalah foto-foto yang kuambil di kota sebelum aku ke sini. Bahkan sudah pernah kupamerkan," Randhi menjelaskan.

"Apa? Jadi untuk apa kelompok penebang merusaknya?" Pak Yudha kebingungan dibuatnya.

"Yang mereka inginkan..." ujar Randhi. Matanya menerawang jauh, memikirkan sesuau.

"Astaga! Kita terjebak! Gawat. Pak, tolong antar saya ke tempat para warga berkumpul. Harus cepat," Randhi terlihat terburu-buru. Dalam hatinya ia terus berharap bahwa semuanya belum terlambat. Pak Yudha yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa menurut. Diantarnya Randhi ke tempat para warga berkumpul beberapa saat yang lalu.

"Yang lain? Mereka sudah berangkat ke tempat kelompok penebang," jawab salah seorang warga yang ditanyai Randhi.

"Astaga, ayo cepat Pak, sebelum semuanya terlambat." Randhi berlari sekuat-kuatnya. Tanpa disadarinya, Diah mengikutinya dari belakang. Tak lama kemudian, tampak olehnya kerumunan warga yang membawa senjata baik tajam maupun tumpul. Di hadapan mereka, berdirilah kelompok penebang dengan alat-alat kerja mereka yang baru. Terasa hawa mengerikan di sekeliling mereka.

"Hentikan!" Teriak Randhi.

"Randhi? Apa maksudmu? Mereka sudah menghancurkan harapan terakhir kita. Tak ada gunanya lagi untuk bersikap baik dengan mereka," maki seorang warga.

"Menghancurkan harapan terakhir? Justru kita sendiri yang hampir menghancurkan harapan kita. Jika kita

37