Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/80

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

berpusat di Bukittinggi. Ia bekerja sebagai juru gambar (arsitek) pada Sumatra Regional Planning Study Project (Proyek Studi Perencanaan Pembangunan Sumatra), sebuah perusahaan yang bermitra dengan pemerintah Jerman Barat.

Setelah habis proyek tersebut, pada tahun 1976 ia menikah dengan Dra. Meitra Aziz. Pernikahan itu membuahkan tiga putra-putri, yaitu M. Isa Gautama S.Pd., M.Si. (sekarang dosen Ilmu Komunikasi FIS UNP); Siti Ine Kemala (pegawai Adira Finance/alumnus Agribisnis Pertanian Universitas Andalas); dan Bayu Ning Larasati (mahasiswa tingkat akhir Sosiologi-Antropologi Universitas Padjajaran).

Setelah kuliah di FKT IKIP, Harris mulai tertarik menulis di koran-koran dan media lain. Harris tidak pernah membayangkan akan menjadi guru, tetapi sudah terlanjur masuk IKIP dan konsekuensinya harus menjadi guru. Sebenarnya, jalan yang terbuka adalah menjadi guru sebab ketika tamat sarjana muda ia harus praktik terlebih dahulu di STM, dan sebelumnya harus praktik lapangan di kontraktor-kontraktor. Ketika itu, Harris sudah menikah dan tidak bisa memilih-milih pekerjaan. Ia harus bekerja, malu kepada mertua jika tidak memiliki pekerjaan. Apa pun jabatan, ia terima. Kemudian, ada tawaran menjadi teknisi pegawai adminisiratif dengan ijazah sarjana muda, Harris pun menerimanya. Karier menulis tetap ia lakukan dan ia kembangkan terus sambil bekerja menjadi pegawai negeri.

Barulah pada tahun 1990 ketika umur Harris sudah 40 tahun, salah seorang dosen muda di FPBS (Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni), sekarang bernama FBSS (Fakultas Bahasa Sastra dan Seni), menawarkan Harris untuk melakukan transfer ke fakultas tersebut. Menurut dosen muda itu, transfer ke jurusan mana pun jika memiliki ijazah sarjana muda dapat dilakukan. Orang yang dikader Mursal Esten untuk menjadi kritikus muda tersebut sangat getol mengajak Harris. Ia bernama Muhardi dan ketua FPBS ketika itu. Harris mulai mengenalnya pada pertemuan sastra di Pulau Penang, Malaysia. Muhardi mengatakan bahwa mumpung ia menjadi ketua jurusan, segeralah Harris pindah ke fakultas itu.

Mubardi mengatakan, “Kamu (Harris) tidak cocok menjadi teknisi, tetapi harus menjadi dosen. Kalau nanti sudah menamatkan S-1, akan menjadi dosen.” Kebetulan, Jurusan Bahasa Indonesia memerlukan dosen baru yang mengerti seluk-beluk jurnalistik karena akan dibuka mata kuliah paket jurnalistik. Program itu dibuka untuk memberikan alternatif bagi lulusan yang akan memilih menjadi guru atau menjadi

68