Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/62

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Pernikahan Chairul dengan Rosmani hanya berlangsung dua dasawarsa. Pada tahun 1986, Chairul menikahi seorang janda dengan nama Ernilitis. Istri kedua yang dinikahi Chairul itu tinggal dan menetap di Sungayang, Batusangkar. Dari pernikahannya yang kedua ini, Chairul diberkahi oleh Allah Swt seorang putra dengan nama Anggun Nan Cenka. Anggun lahir tahun 1989. Anggun merupakan salah seorang mahasiswa Universitas Indonesia, jurusan komputer. Cenka adalah nama yang diberikan oleh Chairul untuk anak-anaknya. Nan Cenka dalam bahasa Minang dapat diartikan 'yang tampan' dan dapat pula berarti 'orang yang berperasaan', atau 'tangkas'.


Penampilan Chairul sangat khas. Ia amat sederhana, tetapi selalu kameh (‘rapi'). Ia suka menumpang mobil angkutan kota meskipun tujuan perjalanannya adalah untuk menemui pejabat pemerintah. Hal itu menunjukan bahwa seolah-olah hidup ini bagi Chairul tidak ada yang menyusahkan. Baju kemeja yang menjadi tren Chairul selalu penuh berisi lipatan-lipatan kertas catatan, kacamata, rokok, pena, dan korek api. Ada kalanya dari kantong Chairul terdapat minyak angin yang sewaktu-waktu digunakannya untuk menangkal pilek. Oleh karena itu, kantong kemejanya itu selalu terlihat melimpah. Kantong tersebut juga memuat beberapa lembar uang kertas yang lecek karena acap kali terlipat. Beberapa temannya memberikan julukan kantong kemeja Chairul tersebut sebagai "toko kelontong berjalan".


Chairul adalah sosok lelaki berilmu. Apabila dipandang dari segi usia, ia belum terlalu tua, tetapi matang dalam menulis dan berbicara. Kacamata minus sedikit tebal merupakan ciri khasnya. Chairul adalah seorang perokok aktif. Hal itu telihat dari kebiasaannya yang selalu membiarkan rokok tersebut berada di sudut bibirnya untuk beberapa waktu lamanya, bahkan sampai tembakaunya hampir menyerpih. Sering kalı ketika ia berbicara di depan seseorang atau di depan publik, pembicaraan tersebut berbaur dengan batuk-batuk kecil.


Bukan Chairul Harun namanya kalau berjalan melenggang tanpa ada yang dipegangnya. Ia selalu mengepit buku atau koran, ke mana pun ia pergi. Kapan saja, jika bertemu atau berselisih jalan dengan Chairut, dapat dipastikan ia membawa sesuatu, seperti koran baru, majalah baru, atau buku baru di tangannya. Benda-benda tersebut dimasukkannya ke dalam sebuah map menyerupai tas yang isinya selalu kepenuhan Salah satu penanda Chairul akan menempuh perjalanan jauh yang memerlukan waktu dua-tiga hari adalah tas map tersebut akan