Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/57

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Pengaruh warna lokal Minangkabau sebagai juga sering muncul dalam karya Rusli Marzuki Saria, ia suka memakai kata, antara lain: salung, parewa, perian, dan kaba. Kata-kata yang sangat akrab dengan kehidupan keseharian orang Minangkabau. Dalam sajak “Lagu Salung” (1962), Rusli Marzuki Saria menyuarakan perasaan sentimentilnya tentang cinta, keindahan alam, melalui lagu saluang (bait ke 3), yang Iramanya selalu mendayu-dayu. Sajak “Perian” (1963) diciptakan Rusli Marzuki Saria di saat ia merasa gelisah karena kehausannya dalam keruarau. Perjan adalah nama sebatang bambu yang telah dilubangi Tuasnya sebagai tempat pembawa air dari sumber mata air ke rumah. Rusli Marzuki Saria menuliskan, //kusandang juga perian ini naik tebing dan lembahnya/Sebab kemarau berdatangan dengan wajah ungu/ Bawalah daku kepada mata air beningmu di telaga/Dalam keadaan diriku Waspada terhadap lintah-lintahmu//. Dalam Sajak-Sajak Parewa, kita Menemukan sosok idola Rusli Marzuki Saria yang hidup sebagai tokoh-tokoh legendaris dalam kehidupan etnik Minangkabau.

Rusli Marzuki Saria menyukai figur parewa yang dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau lama digambarkan sebagai sosok laki-laki sejati, memegang teguh kebenaran dan keadilan, pemberani, selalu menjadi nomor satu, dan orang bebas. //Beri aku kuda si Gumarang, Beri aku ayam si Kinantan, Beri aku kerbau jantan si Binuang, Beri aku Petir dan guruh tengah hari, Beri aku gabak hitam di hulu, Beri aku Cewang di tangit!, Beri aku darah yang jalang, Beri aku anak si ngiang-ngiang rimba, Beri aku sekeranjang kacang miang, Beri aku hutan penuh Penyamun, Beri aku perompak lanun, Beri aku gergasi dan garuda, Bert dku si mambang dan peri, Beri aku jin baik dan jin buruk, Beri aku Sagak-pagak, Beri aku elang-elang// (bait ke 14) mengisyaratkan siapa parewa sesungguhnya, yaitu pribadi mempunyai keberanian yang kuat Untuk menentang keangkaramurkaan.

Beberapa puisi Rusli Marzuki Saria mengungkapkan persoalan yang ditemukan dalam kaba (cerita rekaan klasik Minangkabau). Ia sering Menulis Puisi yang berstruktur dan berjudul, seperti kaba. Pengaruh kaba dalam sajak-sajak Rusli Marzuki Saria wajar saja terjadi Karena kreativitasnya sebagai seorang penyair. Puisi “Putri Bunga Karang" (Sekodi sajak 1977-—1978) dan “Beri Aku Tambo Jangan Sejarah "berstruktur kaba dan nukilan cerita rakyat rakyat Minangkabau itu. //Aku tak tahu apa nasib Imbang Jaya/setelah pergumulan malam/Sang puteri rait entah ke mana/di abad-abad yang tenggelam (bait ke 1. Beri


45