Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/54

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

karena para gadis itu mengidolakan ketangguhannya. Singkat kata, sosok Parewa memiliki beberapa kesamaan dengan jawara di Betawi.


Rusli Marzuki Saria sering menulis esai di Haluan. Salah satu kumpulan esainya yang telah diterbitkan berjudul Monolog dalam Renungan telah diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 2001. Buku ini adalah tulisan Rusli Marzuki Saria berupa renungan mengenai kelahiran setiap puisinya yang telah ditulis sepanjang perjalanan kepenyairannya selama 45 tahun.


Monolog dalam Renungan berisi 320 esai, dengan jumlah halaman sebanyak 439. Kumpulan tulisan ini pernah dimuat di surat kabar Harian Haluan setiap hari Senin, mulai bulan Januari 1958 sampai dengan Desember 1991.


Tanggapan Pengamat terhadap Karya Rusli Marzuki Saria

Karya-karya Rusli Marzuki Saria mendapat tanggapan cukup banyak dari para kritikus sastra. Tidak kurang, H.B. Jassin, kritikus yang disegani, pun memberikan pendapatnya terhadap karya Rusli. Tanggapan para pengamat atas karya Rusli Marzuki Saria diuraikan di bawah ini. Di antara para pengamat itu, selain H. B. Jassin, adalah Sutardji Calzoum Bachri, Taufik Ismail, Korrie Layun Rampan, Idroes, Darman Moenir, dan Ismet Natsir.


H. B. Jassin tidak mengadakan penilaian tertentu terhadap karya Rusli Marzuki Saria. Tentang karya-karya Rusli Marzuki Saria yang sering dimuat dalam berbagai majalah ibukota, Jassin mengajak pembaca agar menerima kepenyairan Rusli. Jassin tidak melihat kehadiran sosok Rusli Marzuki Saria sebagai sesuatu kekurangan. Jassin mengistilahkan impresionistis atas cara pendekatan Rusli terhadap kenyataan hidup yang dilukiskan dalam sajaknya, sebagai satu hal yang berbeda sekali dengan kehendak orang-orang ekspresionistis.


Sutardji berpendapat bahwa Rusli Marzuki Saria adalah seorang penyair yang ganjil. Keganjilan itu terlihat pada karya-karyanya yang hersifat heroik. Rusli Marzuki Saria menyajikan syair-syair legenda yang bersifat epik. Di saaT orang pada zamannya berbeda selera dengan Rusli Marzuki Saria mengenai gaya sajak, ia tidak peduli dengan hal itu. Sutardji berpandangan bahwa untuk berani tampil beda karena masih terikat pada bentuk-bentuk syair lama, Rusli Marzuki Saria mesti bisa menginterpretasikan karya-karyanya yang konvensional itu ke dalam visi pribadi yang kreatif, yang merupakan ekspresi individual yang unik47