Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/52

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Bila aku tiada lagi nanti Padang, janganlah
Bersedih
Bagai mentari tenggelam di balik lautmu

Penyair ini merasa gundah dengan rencana penghapusan bendi yang tentu juga berimbas pada angkutan sebangsanya, yaitu pedati yang merupakan angkutan barang. Ia menyuarakan kehilangannya apabila rencana itu menjadi suatu keputusan resmi pemerintah. Ia merasa akan kehilangan keindahan suara tarompa 'terompa' (ladam) kuda, kekhasan ringkikan kuda, serta derik-derik, laguah-lagah ‘leguh-legah' (suara heboh) pedati dan genta. Kesedihan akan kehilangan bendi dan pedati tidak mutlak dirasakan Rusli Marzuki Saria sendiri. Ia juga menyuarakan kepiluan ombak di Pantai Purus dan air berwarna kuning yang mengaliri Muara Padang. Melalui puisi ini, Rusli menyampaikan pandangannya bahwa bendi dan pedati adalah bagian dari tradisi Kota Padang yang menyatu dengan kekayaan alam berupa pantai, muara sungai, bukit yang bernama Gunung Padang, taman legendaris yang berasal dari roman terkenal Sitti Nurbaja, senjata meriam peninggalan Jepang, serta kompleks perkuburan kelompok etnik Tionghoa. Penyair ini juga menggambarkan cuaca panas Kota Padang yang membuat kemeja jadi lusuh, angin langkisau yang acap menimbulkan bencana, serta masa lampau (sejarah) Kota Padang sebagai kota pelabuhan. Ia menyataan kecintaannya terhadap Kota Padang dan kesadarannya bahwa suatu waktu nanti ia pasti akan meninggalkan kota kecintaan ini apabila ajalnya telah sampai. Ia seperti berbicara pada kotanya itu bahwa apabila ia wafat biarkanlah kecintaannya itu ia bawa serta dan kenanglah ia sebiasanya saja, seperti lumrahnya matahari tenggelam di balik laut ketika hari telah petang.


Dalam "Sajak-Sajak Parewa" kita menemukan sosok idola Rusli Marzuki Saria dalam kehidupan etnik Minangkabau. Rusli Marzuki Saria menyukai kepribadian figur parewa yang dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau lama adalah sosok seorang lelaki sejati, ia memegang teguh kebenaran dan keadilan, pemberani, selalu menjadi nomor satu, dan orang bebas. Parewa sesungguhnya mempunyai keberanian yang kuat untuk menentang keangkaramurkaan meskipun ia hidup sebagai laki-laki bebas dalam kehidupan malam yang liar, seperti berjudi sabung ayam dan meminum tuak.40