Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/51

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat


Beri aku kebutuhan yang sederhana, sayang
Kebutuhan yang wajar, tidak usah berlebih-lebih
Kebutuhan manusiawi, sedikit reliji alam yang ramah
Kebutuhan orang-orang biasa dalam bekerja


Rusli Marzuki Saria menghabiskan hampir sepanjang kehidupannya di Kota Padang. Ia akrab dengan kehidupan di kota itu semenjak kota itu ada, mulai berbenah, berubah, hingga semrawut akibat salah urus dan terpaan bencana. Kecintaannya terhadap “Kota Bingkuang” itu disuarakannya melalui sajak berjudul “Padang Kotaku” yang mungkin saja menginspirasi pemerintah menjadikannya sebagai slogan “Padang Kota Tercinta: Kujaga dan Kubela”. Sajak yang ditulis pada tahun 1975 itu, menurut Rusli, tercipta akibat kegundahannya terhadap rencana pemerintah yang ingin menghapuskan angkutan umum tradisional bendi, yakni kereta kuda yang beroperasi di daerah inti Kota Padang (Pasar Raya dan sekitarnya). Pemerintah Kota Padang pada masa itu berpendapat bahwa bendi menjadi salah satu penyebab kekotoran kota karena kotoran kuda dibiarkan berserakan begitu saja di sepanjang jalan yang dilaluinya.


PADANG KOTAKU (1975)

Padang, kotaku. Suatu waktu nanti takkan lagi dengar ketipak ladam
kuda
Padang kotaku. Suatu hari nanti takkan lagi dengar ringkik kuda
Padang, kotaku.
Takkan tapi bermimpi derak derik, leguh legah pedati dan genta
Padang kotaku. Nanti takkan bagi terisak dari perjalanan yang jauh
dan lama
Gedebur ombak Purus yag menghiba,
kuning air muara-muara dan kapal-kapal kecil di senja
Dan aku tak melupakanku, gunung Padangku, Taman Siti Nurbaya
Meriam Jepang serta kuburan Tionghoa
Panasmu basahkan kemeja, dera badanmu, angin langkisaumu dan
masa lampaumu.
Aka tak bersedih karena semuanya ini
Sebab telah nenggelitik bawah sadarku sampai
Aku jatuh cinta


39