Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/34

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

kucari jejak ulat kucari jejak kumbang! sajakku kuman
kusidik lewat mikroskop mana jejaknya mana jejaknya!
sajak-sajakku kuman tak berjejak gatal
datang! Sajakku suka berikan
gatal-gatal padamu dalam daging...


Rush Marzuki Sarta resah dengan kepongahan masyarakat kelas atas yang dinyatakannya sebagai “ikan besar” yang suka memamerkan rahangnya yang terbuka lebar. Ia juga menyindir manusia-manusia yang sering berlaku munafik hanya untuk menyesuaikan diri dengan keinginan penguasa. Hal itu dituliskannya dengan //kita harus menyiapkar. segala topeng dengan segala ukuran musim//. Rusli Marzuki Saria resah dengan hidup yang penuh kepura-puraan, seperti harus memakai topeng dengan segala bentuk dan setiap musim. Hanya melalui sajaklah Rusli Marzuki Saria menyatakan keresahan dalam bentuk protes yang tidak terlalu disadari orang lain jika tidak menyimak isi sajaknya secara teliti. Bagi Rusli Marzuki Saria protes melalui sajak bagaikan terkena kuman tidak berjejak, namun gatal-gatalnya terasa ke dalam daging.


Dalam puisi Mengurung Burung diungkapkan dua warna kehidupan yang saling paradoksal, vaitu optimisme dan pesimisme. Timbulnya hal itu adalah sebagai akibat keresahannya terhadap masa depan yang belum tentu ujung pangkalnya. Rusli tidak mampu menebak kehidupan yang akan ditempuhnya di masa yang akan datang. Ja tidak percaya kepada keberuntungan yang kelak akan menghampirinya, sekaligus juga berharap banyak dengan ketekunannya ia akan mendapatkan hasil yang cemerlang. Keresahan Rusli Marzuki Saria dalam sajak “Mengurung Burung” adalah ekspresi seorang manusia yang ingin selalu mengubah nasib menjadi lebih baik.

MENGURUNG BURUNG (1986)

Aku menanfi gagak jadi putih kuda
bertanduk minta telor pada kerbau
kami sama berjalan di tengah hari
bayang-bayang tak tampak tapi selalu
saja terasa di kepala merawa terpancang
mengamit-ngamitku kembali dan
angin kemarau bersamamu di tengah padang wah!


22