Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/105

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Tokoh itu hanya hidup dalam angan-angannya saja. Apakah tokoh itu pernah hidup dalam realitas, itu bukan urusan Harris. Persamaan-persamaan mungkin saja terjadi dalam kehidupan ini, kendati yang satu hanya hidup dalam angan-angan atau imajinasi pengarangnya saja. Lalu apakah kita bisa protes terhadap angan-angan orang lain?


"Begitulah, memang, seorang pengarang selalu ingin mengangkat suatu peristiwa ke dalam tulisan-tulisannya. Tetapi, apakah kemudian karya tersebut persis sama atau malah sangat berbeda dengan peristiwanya, tidak lagi penting, sebab pengarang mengangkatnya dengan emosi, nalar, dan interpretasinya. Sebuah peristiwa tidak akan begitu saja masuk ke dalam suatu karya fiksi seperti cerpen, novel atau puisi sebelum disaring dan diterjemahkan lagi sesuai dengan keinginan pengarang. Karena itu, kecil sekali kemungkinannya bahwa tokoh munafik dalam "Si Padang" itu terdapat pula dalam realitas kehidupan, kendati bukan mustahil. Seorang pengarang yang baik tidak akan memamah begitu saja suatu peristiwa dan memasukannya ke dalam karya fiksinya secara mutlak.


"Kondisi seperti itu pulalah yang terjadi pada cerpen 'Si Padang". Padahal tak ada jaminan yang bisa dipegang bahwa tokoh tersebut memang orang yang bersih. Seolah-olah mustahil ada orang Minangkabau yang bertipe macam tokoh dalam cerpen "Si Padang” itu, yang berbuat tak senonoh dan melanggar norma masyarakat umum. Keberhasilannya dalam hal materi juga tidak begitu saja akan menjadikannya sebagai orang bermoral tinggi. Keberhasilan materi malah bisa menggoyahkan seseorang yang tadinya baik. Contohnya cukup banyak di tengah masyarakat."

Amri Rovella R., seorang pembaca Pelita yang tinggal di Ciputat, Jakarta menulis tanggapannya atas tulisan Dasriel Rasmala. Tanggapan Amri dimuat dalam Pelita edisi 9 Januari 1987. Berikut tanggapan atas tulisan Dasriel Rasmala tersebut.


"Tulisan ini saya peruntukkan kepada Kakanda Dasriel Rasmala, sehubungan dengan tulisannya. Karena ulah Harris Effendi Thahar yang telah menulis sebuah cerpen yang diberi judul "Si Padang" di Kompas Minggu beberapa bulan yang lalu telah menimbulkan reaksi serta kritik dari beberapa orang yang tercoreng arang di keningnya". Dasriel Rasmala kemudian menulis tentang cerpen tersebut, yang lagaknya dimaksudkan sebagai penengah atau "hakim". Sebagai penengah? Betulkah? Uda Dasriel, seorang wartawan yang juga sastrawan, dalam

93