Lompat ke isi

Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/100

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat

sebagai berikut: Kejadian dalam cerita tersebut — tempat seorang tokoh yang dihormati di tanah Minangkabau ternyata seorang yang suka berbuat maksiat, munafik, dan memunyai anak yang amoral, tempat rumah tokoh tersebut mirip terminal burung dara, yang penghuninya hampir tidak pernah bertemu — adalah sangat tidak wajar, dalam arti kejadian tersebut sangat sukar ditemui.

 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:

  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]“Kalaupun ada, seorang penulis yang baik harus memakai

pendekatan yang lain sekali, tidak dengan cara penyebar gosip yang hanya melihat kulit luar seseorang. Penulis harus pandai menggambarkan gejolak jiwa tokoh tersebut di tengah-tengah berbagai kejadian yang dihadapinya, kebingungan-kebingungannya, godaan-godaan, tekanan-tekanan, dan sebagainya. Dengan demikian pembaca melihat tokoh tersebut sebagai seseorang di tengah permasalahan tertentu dan memahami tindakan tokoh. Pendekatan yang digunakan pengarang sangat tidak mendidik masyarakat kita yang belum seluruhnya kritis.

 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:

  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]“Kecerobohan si pengarang bisa membawa dampak sosiologis yang negatif dengan mengambil seorang tokoh yang dihormati masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi adat dan agama. Seorang tokoh yang dihormati yang dijadikan panutan yang baik-yang berarti kehadirannya di tengah masyarakat membawa akibat positif-tidak layak dihancurkan daya tariknya hanya karena dosa yang merugikan dirinya sendiri. Katakanlah, apa guna menceritakan seorang ulama atau pendeta mesum—seandainya kejadian in? benar-benar Anda temui—-selain menimbulkan rasa sinis terhadap orang-orang alim dan kecurigaan terhadap sesuatu yang baik?

 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:

  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]“Masyarakat tetap membutuhkan tokoh anutan. Harapan saya, pada kali yang akan datang Kompas menyeleksi dengan ketat tulisan-tulisan yang akan dimuat. Apakah dengan pengalamannya yang bertahun-tahun, Kompas tidak bisa memikirkan akibat positif dan akibat negatif suatu tulisan?”

 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:

  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Drs. Syaiful Ibrahim dari Padang menyampaikan pula kritikannya, berkaitan dengan hadirnya cerpen “Si Padang” yang dimuat Kompas edisi 23 September 1986. Berikut, kritikan Syaiful.

“Saya perlu memberikan informasi bahwa cerpen “Si Padang” karya Harris Effendi Thahar yang dimuat Kompas 14 Desember 1986, sudah dimuat oleh mingguan Canang yang terbit di Padang tanggal 13 Agustus 1986 dengan judul “Lydia, Paluaklah Denai”. Selama ini saya adalah pengagum karya Harris Effendi Thahar (HET) yang cerpennya

88