Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 3.pdf/38

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

petunjuk-petunjuk yang lain tentang daerahnya, permintaan itu kami penuhi. Oleh beliau kami ditunjukkan ke dua buah tempat yang ada batunya, yang satu disebut "Batu Tumpat' dan yang satu lagi "batu lesung".

Yang kami maksudkan dengan "Batu Tumpat" di atas ialah sebuah batu yang sangat besar dan sekelilingnya terdapat beberapa buah batu yang lebih kecil. Dan di sekitarnya terdapat pemakaman. Untuk mencapainya kami masuk lagi jalan kecil yang akan menuju candi, tetapi beberapa puluh meter dari jalan besar membelok ke kiri. Kami tidak dapat menentukan apakah "Batu Tumpat" itu suatu peninggalan prasejarah dengan arti yang tertentu ataukah batu biasa saja yang tidak mengandung arti sejarah, yang hanya dihormati penduduk karena besarnya. Tetapi yang menarik perhatian ialah letak peninggalan-peninggalan tersebut, ialah tidak jauh dari Danau Ranau, mungkin hanya beberapa ratus meter saja dari tepi danau.

Sayang sekali kami tak dapat melihat "batu lesung" yang ditunjukkan oleh Sdr. Pasirah itu,

Menhir Berukir di Tinggihari, Lahat.

karena hari telah mulai hujan. Beberapa lamanya kami terpaksa berteduh di bawah rumah orang di tengah sawah, dengan agak kedinginan juga oleh angin yang sekali-kali menghembus dari balik bukit di seberang Danau Ranau. Karena kami tunggu-tunggu hujan tidak reda, dan hari sudah pk. 16.00 kami kembali ke rumah Sdr. Pasirah. Kami dijamu dengan meriah oleh beliau, dan dari padanya kami mendapat keterangan bahwa di Kenali masih ada peninggalan peninggalan berupa barang-barang kuno di rumah penduduk dan bahwa di Dusun Sukabumi, Simpang Sender, ada orang yang mempunyai dalung bersurat.

Dalam perjalanan kembali ke Banding kami singgah di Sukabumi, untuk mencari dalung tersebut. Rupanya dalung itu kepunyaan "dalem" Hanafie di Dusun Sukabumi. Kami diperbolehkan membawanya ke Pesanggrahan, untuk dapat menyelidikinya dengan tenang. Hasil penyelidikan itu kami uraikan dalam lampiran tersendiri di belakang.

Rabu, 10 Maret 1954

Pergi ke Liwa untuk menyelidiki batu tulis di Bawang. Sekali ini kami mendapat kehormatan untuk naik bus bersama-sama dengan......beberapa ekor kambing. Jam 12.30 kami tiba di Liwa. Oleh pegawai polisi di sana kami dibawa ke Opseter D.P.U. di Liwa, karena dari padanya kami mungkin dapat meminjam kendaraan. Menurut keterangannya oto tidak dapat sampai ke batu itu karena letaknya di hutan. Hal itu tentulah bukan soal lagi bagi kami. Bermufakatlah kami bahwa siang itu juga kami akan melihat batu tersebut. Setelah mendapat seorang penunjuk jalan dari Sdr. Camat, ialah Sdr. Pasirah di situ, dengan tidak makan terlebih dahulu, jam 13:30 kami berangkat dengan truk dari D.P.U. Truk membawa kami sampai Simpang Sebelat, kl. 13 km dari Liwa. Dari sini kami masuk ke "pedalaman" melalui jalan kecil dalam hutan. Kami berjalan cepat-cepat selama kl. 144 jam. Sampailah kami pada tempat batu tulis tersebut. Tetapi malang bagi kami, baru dua tiga baris saja di sana sini kami baca, hujan telah turun dengan lebatnya. Foto maupun abklatskh tidak dapat kami buat. Mula-mula kami bermaksud untuk menanti hujan reda, tetapi menurut pikiran penunjuk jalan kami hujan akan terus sampai malam. Mau tidak mau kami harus kembali dengan tangan hampa. Jam 16.30 kami berangkat meninggalkan batu tersebut, dalam hu-

33