panjang, tiba di kampung guru Dunia, pandang jauh dilayangkannya, tampaklah rumah angku guru, hati di dalam harap cemas, harap rasa akan dapat, cemas akan kehilangan, dinaikinya jenjang beranda, tampaklah engku guru di rumah, berdua dengan kakaknya, baru tampak si Rombok, disuruhnya duduk di kursi, disorongkan sirih dicerana, dibuka pula kampi merah, berkata si Rombok ke si Jimah, saudara guru Dunia, serta kepada angku guru, kunyah sirih saya dulu, di kapur sirih sekapur, habis manis sepah dibuang, kelat tinggal dikerongkongan, bercahaya sampai ke muka, sudah bersirihan berkata, si Rombok ke si Jimah serta angku guru.
Saya tidak sekedar kemari saja, besar maksud hendak dijelang, saya mendengar dari orang, bahwa guru sudah bercerai, dengan orang rumah nan di mudik, kata si Rombok memulai perbincangan, menjawab guru Dunia, seperti kata orang, itulah kata nan sebenarnya, coba pikir oleh kakak, terima gaji tiap bulan, dibagi sama banyak, hukuman adil sama berat, agar tak melanggar rukun dan syarak, tidak gampang beristri dua, nafkah diisi sama berat, kalau tidak begitu, besar dosa kata Tuhan, tetapi perempuan di Mudik, mengemasi sampai habis, memakan sampai kenyang, laku perangai banyak nan salah, kalau lama kami berbaur, maksud hati cita-cita, mengganti rumah nan usang, biar saya tidak memiliki anak, tempat diam elok juga, asal rumah berdecak, miskinpun kita tidak kelihatan, katanya guru Dunia, berkata membanggakan, ia arif tentang itu, kilat beliung sudah ke kaki, mendengar kata guru Dunia, gaji besar guru kapalo, senang hati si Rombok mendengarkan.
Menjawab si Rombok, lorong kepada perbauran, sudah suratan dari dahulu, apakah akan panjang, atau hanya akan singkat, maksud hati kemari, akan menjemput guru, ke rumah Minah, jadi junjungan, anakku sebab itu saya kemari, kita berunding sesama kita, kupas kulit tampak isi, singkap daun ambil buah, usah guru menghindar, kalau dapat anak dengan buah, anak menjadi anak guru, alangkah senang penantian, kata si Rombok mendengar, kata nan
51