16.
3. YANG SETINGGI SATU METER, DAN YANG SETINGGI TIGA METER.
- * *
TU' ATIN menyandarkan dirinya disebuah karung sambil mengembuskan asap rokok daun enau yang baru saja dibakarnya. Dilihatnya dengan sudut matanya asap berwarna kelabu yang bergulung-gulung naik keatas. Pikirannya barangkali sama-sama terbang dengan kepulan asap itu,- ngelamun. Ia baru saja selesai makan kenyang. Dengan sambal yang dibawa isterinya dari desa. Biasanya dalam saat seperti itu ia seakan-akan berpesta. Sebab selama itu sambal pemakan nasinya apa yang ada saja. Sambal lada, panggang ikan kering dan ulam daun "riang" dan apa-apanya lagi. ( daun riang sejenis tanaman menjalar yang biasa dijadikan ulam, rasanya keasam-asaman ).
Tetapi makan dalam rimba seperti itu sangatlah nikmatnya. Tubuh sudah letih karena bekerja keras, perut sudah lapar dan makan nasi sedang hangat-hangat. Tidak ada lawannya direstoran manapun makan seenak itu.
Tina isterinya sedang dipancuran membasuh piring dan mengambil udhuk akan sembahyang lohor. Tina isterinya itu sekali seminggu datang mengantarkan perbekalan keladang. Setia benar si isteri itu. Tidak ada takutnya berjalan sendirian dalam hutan ketempat ladang suaminya itu. Karena sudah terbiasa. Di ladang kadang-kadang ia bermalam semalam dua untuk membantu pekerjaan suaminya. Dan ia tak pernah menggugat kenapa suaminya sampai mau tinggal sendirian dalam hutan jauh dari pergaulan ramai. Padahal tanah ulayatnya ada yang dekat dari desa. Namun kata orang tua-tua tanah perladangannya itu termasuk tanah ulayatnya juga.
Bukan tak ada penduduk desa yang menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil hutan. Malahan banyak sekali. Bagi mereka hutan menjadi sahabatnya yang pemurah, ramah, tetapi juge kadang-kadang angker dan memendam misteri yang sulit dipecahkan. Pada umumnya mereka berkongsi tiga atau empat orang dan masuk ketengah hutan. Dicarinya pohon yang baik untuk dijadikan pekayuan rumah. Mereka sudah sangat ahli dalam soal itu. Mana kayu yang baik, dan bagaimana menebang dan