dan kuhadapkan pada Mu!
Semoga Thikong memberikan kekuatan pada djiwaku, untuk meneruskan perdjuangan hidup didunia ini. Berikanlah perlindungan atas diriku, sehingga kelak aku dapat berkumpul lagi dengan orang tuaku dan istriku jang terjinta.. . . . . . . . . . . .”
Liem Tjiong tidak dapat lagi menguasai perasaannja karena sedih dan berduka jang amat sangat, ia meneteskan air mata dimalam jang sunji sepi itu. Se-akan² djeritan kalbunja ingin bersaing dengan djatuhnja saldi dibumi, dan desau angin malam jang bergemuruh. . . . . . . . . . . . . .
Setelah selesai berdoa, Liem Tjiong lalu membuka tutup gutji arak, ia menenggak sepuas-puasnja untuk menghilangkan kehampaan hatinja, makin lama terasa penatlah kepalanja sekelilingnja nampak berputar dan akan roboh lajaknja, ja, kini Liem Tjiong telah mabuk dan tak sadar akan dirinja lagi Tubuhja terhujung djatuh kelantai.
Sesaat terdengar gerosnja jang bergema diruangan kuil tua itu, seperti suara siradja hutan jang meraung dirimba raja. Liem Tjong djatuh tertidur dengan lelapnja' habislah sudah segala kerisauannja, lenjaplah segala kesedihan²nja, dan lupalah sudah kenangan²an jang selalu mentjekam hatinja.
Malam makin larut, dingin diluar makin mentjekam, sehingga membuat orang² segan ke luar. rumah. Tetapi masih djuga ada terke-
62