suara jang gugup mendjawab:
„Maaf Totiang diangan tjepat2 naik darah, kami akan membuatkan jang tooliang minta .... oh ... berapa beratnja?
Lo Tie Djimm: Dengar sampai djelas! Buatkan untuk saja sebuah pedang jang tadjam, dan sebuah tongkat besi jang beratnja 62 Kg ... dan ini uang mukanja 500 yen. Berapa hari djadi. ?"
Tukang pande besi itu memikir sebentar kemudian memberikan djawab;
„Totiang. paling tjepat 5 hari baru bisa djadi."
Lo Tie Djim; „Baik, buat jang bagus dan djangan lupa ukuran beratnja !"
Tukang pande besi: „Baik, baik, buatan kami pasti memuaskan hati Tootiang, djangan chawatir . . . ."
Lo Tie Djim lalu meninggalkan tempat itu dan melandjutkan perdjalanannja Belum beberapa langkah sampailah kesebuah rumah makan. Dimuka pintu rumah itu terpanjang sebuah papan daftar makanan jang berisi segala masakan dan ber-matjam² arak jang tersohor.
Lo Tie Djim timbul seleranja untuk minum arak, ia mulai ketagihan maka tjepat? masuk dan dengan suara keras memesan :
„Beri aku 10 tjawan arak jang baik !"
Pemilik warung itu mengawasi Lo Tie Djim dan mendjawab dengan bingung :
„Bukankah Hwee Sio dilarang meminum minuman keras?"
Lo Tie Djim: „Aku bukan Hwee Sio Buntju, aku datang dari kota Kwan See. hajo lekas berikan aku 10 tiawan arak, djangan chawatir. . . . tidak apa²!"
Pemilik warung; „Ja. ja, baiklah saja sediakan".
Segera pemilik warung itu masuk, dan tidak lama keluar lagi sambil membawa beberapa tjawan arak jang
55