kedai. Setelah mengambil tempat duduk lalu memesan makanan dan arak. Pemilik kedai itu mendjadi tertjengang, katanja;
„Tootiang, kami telah diperintahkan oleh Tiang-loo diwihara kelenteng Buntju untuk tidak mendjual arak kepada para Hwee Sio. Maka harap Tootiang mengerti hal ini.“
Lo Tie Djim agak mengkal hatinja, tjepat² ia meninggalkan warung itu dan melandjutkan djalannja. Pergi agak djauh Lo Tie Djim berfikir, semua warung² didekat kelenteng Buntju ini telah diberi larangan oleh Tiangloo. baik aku pergi agak djauh, barangkali warung jang terpodjok itu belum mengetahui larangan ini. Tjepat-tjepat ia melangkahkan kakinja menudju kesebuah warung jang letaknja diudjung dusun bagian timur kota,
Belum sampai kekedai jang ditudju itu, tiba² telinganja mendengar suara besi² jang ditempa. Lo Tie Djim mengikuti dari mana suara itu datang, ia melangkahkan kakinja kearah datangaja suara itu, tidak antara lama sampailah kesebuah pandai besi.
Tukang pandai besi itu sedang sibuk membuat alat-alat sendjata, maka Lo Tie Djim mendekat dan berbitjara pada salah seorang pandai besi itu;
Hei, tukang pande aku pesan, buatkan sebual, pedang dan sebuah tongkat besi jang beratnja ±100 Kg. Pandai besi itu tertawa :
„Aku belum pernah mendapatkan pesanan jang demikian beratnja. Tooliang, Kwantoo [Golok besar] jang paling tinggi 81 Kg beratnja, seraiknja Tootiang pesan jang beratnja antara 40 sampai 50 Kg“
Lo Tie Djim dengan suara keras menjahut ;
„Itu kurang berat untuk saja, kau suka melajani atau tidak?“
Tukang tukang pandai besi itu ketakutan dan dengan
54