Garuda Perdamaian/Bab 1

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BAB I

SENGKETA TERUSAN SUEZ

1. Sedjarah dan kedudukan terusan Suez.

TERUSAN SUEZ dibuat dengan beaja dan pengorbanan manusia jang besar sekali. Presiden Nasser pernah menjatakan, bahwa 120.000 orang Mesir djatuh sebagai korban waktu membuat terusan itu.

Dalam arti sempit terusan ini membentang dari Kota Port Said dilaut Tengah sampai ke terusan Suez dilaut Merah. Tetapi pada hakekatnja ia mendjadi mata-rantai jang menghubungkan dan melantjarkan djalan niaga antara benua disebelah barat dengan benua sebelah timur.

Pada achir abad ke-XV sudah diketemukan djalan ke Hindia melalui Tandjung Pengharapan (Cape of Good Hope) jang terletak diudjung selatan benua Afrika.

Tetapi djarak jang harus ditempuh melalui Tandjung Pengharapan ini sangat lebih djauh apabila dibandingkan dengan melalui terusan Suez. Sebab terusan Suez menggunting gentingan tanah diantara benua Asia dan Afrika, hingga dengan demikian mempersingkat lalu lintas pelajaran.

Pada tahun 1854 Said Pasha, Radja Muda Mesir, memberi izin (konsessi) kepada Ferdinand de Lesseps untuk menggali gentingan tanah Suez.

Djauh sebelum itu telah banjak para ahli dan organisasi internasional mengemukakan rentjana mereka untuk membuka gentingan tanah Suez. Diantara mereka dapat ditjatat, bahwa Harun al Rasjid pernah mengemukakan rentjananja, tetapi terpaksa dilepaskan, karena adanja pendapat lain jang mengatakan, bahwa akan berbahajalah membiarkan pantai Arab terbuka bagi armada Byzantium.

Napoleon Bonaparte, penakluk Eropa jang terkenal itu, ketika pada tahun 1798 ada di Mesir djuga pernah memerintahkan untuk menjelidiki kemungkinan-kemungkinan dibuatnja terusan Suez. Karena kesulitan-kesulitan tehnis, politis maupun pembeajaan, maka usaha mereka tidak dapat dilaksanakan, hingga pada tahun 1854 Said Pasha menganugerahkan konsessinja jang pertama kepada Ferdinand de Lesseps, seorang insinjur Perantjis jang pernah mendjabat konsol di Kairo.

Sedjalan dengan itu, pada tanggal 30 Nopember 1854 Ferdinand de Lesseps mendapat kekuasaan untuk mendirikan Compagnie Universelle du Canal Maritime de Suez, jakni sebuah kongsi jang mengurus pembuatan dan selandjutnja mengusahakan terusan itu.

Untuk dapat memulai pekerdjaan menggali gentingan tanah Suez, Ferdinand de Lesseps harus lebih dahulu mendapat:

  1. Persetudjuan dari Komisi Internasional jang diangkat oleh Said Pasha terhadap rentjana jang diadjukan oleh de Lesseps.
  2. Persetudjuan dari Sultan Turki, karena pada waktu itu Mesir merupakan negara dibawah naungan keradjaan Turki (negara vazal).

Rentjana jang diadjukan oleh de Lesseps mendapat persetudjuan dari Komisi Internasional dengan sedikit perubahan, dengan demikian pada tanggal 5 Djanuari 1856 Said Pasha memberikan konsessinja jang kedua kepada Ferdinand de Lesseps.

Meskipun persetudjuan Sultan Turki baru diberikan pada tahun 1866, tetapi Ferdinand de Lesseps pada tahun 1858 telah mulai mendjual saham-saham kongsi untuk modal pembeajaan.

Pada tanggal 25 April 1859 dimulai pekerdjaan menggali gentingan tanah jang membentang dari Suez sampai keteluk Pelusium.

Berdasarkan konsessi kedua tahun 1856, Mesir paling sedikit diwadjibkan menjediakan 4/5 djumlah tenaga kerdja jang terdiri dari orang pribumi Mesir.

Penggalian tanah tidak dapat berdjalan dengan lantjar, meskipun berlaku sistim kerdja paksa. Hal ini disebabkan oleh sifat pekerdjaan jang dilakukan dengan kerdja tangan.

Dibawah pemerintahan Khedive Ismail, Mesir menuntut dihapuskannja sistim kerdjapaksa. Sebagai pengganti kerugian Mesir diharuskan membajar 84 djuta franc kepada kongsi. Setelah sistim kerdjapaksa dihapuskan, mulailah pekerdjaan dilakukan dengan mesin-mesin, sedjalan dengan kemadjuan tehnik jang ditjapai waktu itu.

x-small

Beaja-beaja jang menurut taksiran Komisi Tehnik Internasional tahun 1856 hanja meliputi 200 djuta franc ternjata meleset dan meningkat sebesar 432.807.802 franc. Belum lagi pembeajaan bagi perbaikan jang dikerdjakan mulai tahun 1878.

Pembukaan terusan Suez dilangsungkan di Port Said pada tanggal 16 Nopember 1869 dengan suatu upatjara resmi. Keesokan harinja 68 buah kapal jang terdiri dari pelbagai kebangsaan, dengan dipelopori oleh kapal "Aigle" dimana Empress Eugine permaisuri Radja Perantjis berada digeladak kapal, memulai pelajaran.

Pada waktu itu pelajaran menudju Suez belum dapat dilaksanakan dalam beberapa djam, hingga baru pada tanggal 20 Nopember 1869 mereka sampai di Suez.

Mulai Maret 1887 pelajaran dimalam hari diizinkan bagi kapal-kapal jang diperlengkapi dengan lampu pengintai elektris. Sementara itu usaha-usaha memperbaiki terusan tetap dikerdjakan hingga pada tahun 1927 pelajaran diterusan Suez, termasuk berlabuh, hanja memerlukan waktu 15 djam 6 menit. Izin ketjepatan maksimum ialah 12 k.m. tiap djam.

Ukuran terusan Suez ialah sebagai berikut:

Pandjang 105 mil. Lebar 510 kaki. Dalam 46 kaki.

Perlu kiranja diketahui bahwa, terusan Suez jang berada diwilajah kedaulatan Mesir itu diusahakan oleh sebuah kongsi bernama Compagnie Universelle du Canal Maritime de Suez. Konsessi akan berlaku selama 99 tahun lamanja dihitung mulai hari pembukaan terusan dan akan berachir pada tahun 1968, setelah waktu mana akan diserahkan kepada Mesir.

Kongsi berkedudukan di Alexandria, tetapi mempunjai kantor administrasi dan legal domicile di Perantjis. Dengan demikian berarti, bahwa Kongsi terusan Suez memiliki hak extra territorialiteit di Mesir.

Mula-mula Inggris tidak banjak menaruh perhatian terhadap pentingnja terusan Suez. Tetapi setelah terusan tersebut mendjadi suatu kenjataan, Inggris berusaha merebut ,,kuntji kedunia Timur" itu dengan djalan membeli saham-saham milik Khedive Ismail dari Mesir seharga 100 djuta franc pada tahun 1875.

Khedive Ismail adalah seorang jang sangat gemar menghamburkan uang, hingga ketika ia membutuhkannja tidak segan-segan mendjual saham-saham kepada pemerintah Inggris. Sedjak waktu itu Inggris mendjadi pemegang saham terbesar. Djumlah saham semuanja ada 800.000 buah: 353.504 diantaranja dimiliki Inggris. Jang lain oleh Perantjis, Mesir, Amerika, Belanda dan lain-lainnja.

Pemerintah Perantjis banjak mendapat keuntungan jang diperolehnja dari padjak kongsi terusan Suez itu.

Djumlah direktur kongsi ada 32 orang terdiri dari:

16 Perantjis.
9 Inggris.
5 Mesir.
1 Amerika Serikat.
1 Belanda.

Menurut perdjandjian antara pemerintah Mesir dengan Kongsi pada tanggal 7 Maret 1949, maka djumlah wakil Mesir akan ditambah mendjadi 7 orang, jakni mengisi lowongan Inggris dan Perantjis.

Dari tahun ke tahun penghasilan kongsi semakin meningkat. Tjatatan-tjatatan diantaranja ialah sbb:

£ 22.869.548 untuk tahun 1949.
£ 26.700.500 untuk tahun 1950.
£ 26.160.000 untuk tahun 1951.
£ 26.730.000 untuk tahun 1952.
£ 28.901.200 untuk tahun 1953.
£ 30.338.000 untuk tahun 1954.

Mesir hanja mendapat pembagian keuntungan jang sangat sedikit, jakni 7% dari keuntungan kongsi, dengan pengertian, bahwa penghasilan untuk Mesir itu minimum £ 350.000, asal djumlah keuntungan kongsi tidak kurang dari djumlah tersebut.

Kuatnja kedudukan Kongsi Terusan Suez tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sedjarah politik Mesir.

Sesudah perang dunia ke I berachir pada tahun 1918, Mesir mendjadi daerah protektorat Inggris. Tentara Inggris menduduki wilajah Mesir termasuk daerah terusan Suez.

Meskipun pada tahun 1922 status protektorat Mesir telah berachir, tetapi tentara Inggris masih menduduki sepandjang daerah terusan Suez dengan alasan untuk kepentingan pertahanan.

Dalam bulan Djuli 1956 tentara pendudukan lnggris telah ditarik mundur seluruhnja dari Mesir dan daerah terusan Suez.

Langsung atau tidak langsung kedudukan Kongsi Terusan Suez djuga mendjadi lemah. Konsessi Kongsi jang akan berachir pada tanggal 17 Nopember 1968 itu, tanggal 26 Djuli 1956 telah dinasionaIisir oleh Pemerintah Republik Mesir.

Sedjak saat itu, keadaan internasional diliputi oleh suasana mendung peperangan terutama dibagian bumi Timur Tengah.

Dalam pembahasan selandjutnja akan dapat diketahui betapa Inggris-Perantjis chususnja, Blok Barat umumnja merasa dirugikan oleh tindakan Mesir menasionalisir Kongsi Terusan Suez.

Disamping itu akan dapat diketahui pula, apakah tindakan Mesir melanggar ketentuan-ketentuan jang terdapat dalam hukum bangsa-bangsa ataukah tidak demikian halnja.

Apabila kita tindjau ketentuan-ketentuan jang berlaku umum tentang kedudukan suatu terusan, maka tidak perlu disangsikan lagi bahwa terusan itu merupakan bagian dari territorial suatu negara.

Demikian pula dengan terusan Suez, apalagi djika melihat kenjataan bahwa terusan Suez adalah djalan perairan jang dibuat (artificial waterway).

Disamping itu kita memerlukan penindjauan tersendiri mengenai kedudukan terusan Suez ini dalam hubungan hukum antar-negara (internasional). Terusan Suez memiliki kedudukan sebagai ,,terusan antar lautan" atau ,,inter-oceanic canal", jakni menghubungkan Laut Tengah dengan Laut Merah. Oleh karena itu ia mempunjai kedudukan jang penting sekali bagi pelajaran dunia, chususnja bagi negara-negara maritime.

Oleh kebanjakan penulis hukum antar negara, apa jang diartikan dengan oceanic canal itu digolongkan dalam ,,djalan perairan jang dinetralisir" atau "neutralized waterway". Untuk melihat kedudukan hukumnja kita harus mengetahui perdjandjian-perdjandjian jang chusus mengenai terusan itu.

Sebelum tertjapai Konvensi Konstantinopel 1888, maka hak berlajar diterusan Suez belum seluruhnja terperintji dan djelas ketentuan-ketentuannja.

Menurut ketentuan fatsal 14 konsessi kedua 1856, dinjatakan bahwa terusan dan pelabuhan akan selalu terbuka sebagai terusan netral, untuk semua kapal dagang jang melintas dari satu lautan kelautan jang lain, tanpa membeda-bedakan, mengetjualikan ataupun mendahulukan seseorang atau kebangsaan kapal itu dalam pemungutan pembajaran beaja.

Tahun 1866 antara Pasha dengan kongsi terusan Suez ada perdjandjian. Sjarat-sjarat tersebut diatas djuga ditjantumkan didalamnja. Djuga dinjatakan, bahwa Mesir memiliki hak untuk menduduki setiap posisi atau tempat-tempat jang strategies jang dianggap penting guna mempertahankan Mesir. Tetapi pendudukan itu tidak boleh mengganggu kebebasan pelajaran di Suez.

Dalam ketentuan konsessi tersebut diatas tidak disebutkan mengenai ketentuan bagi kapal perang, sehingga negara-negara jang sedang berperang (billigerent) akan dengan mudah dapat melantjarkan tuduhan kepada Turki melanggar peraturan kebebasan pelajaran, djika Turki mengizinkan salah satu dari kapal perang negara jang berperang melalui terusan Suez. Sebagaimana diketahui, bahwa pada waktu itu Turki memiliki kedaulatan atas Mesir.

Pada tahun 1870-1871, ketika timbul peperangan antara Djerman dan Perantjis, kapal perang Djerman dan Perantjis ternjata dengan bebas dapat menggunakan terusan. Kenjataan tersebut kemudian dirumuskan dalam perundingan di Port Said tahun 1873, dan menghasilkan sebuah pernjataan — diterima oleh negara-negara maritime — jang menjatakan bahwa terusan itu terbuka bagi lalu-lintas kapal perang untuk semua negara meski dalam keadaan permusuhan.

Pada tahun 1877, ketika perang petjah antara Turki dan Rusia, Inggris jang telah memiliki saham terbesar dan takut akan bahaja rusaknja terusan, mengumumkan sebuah pernjataan, bahwa setiap usaha untuk mengepung atau mengganggu terusan atau usaha untuk menghampirinja akan dianggap oleh Inggris sebagai antjaman terhadap djadjahannja di India dan sebagai tindakan jang merugikan perdamaian dunia.

Dalam kenjataanja, sebelum terdjadi agressi bersama: Israel, Ingris. Perantjis atas Mesir, memang belum pernah ada pertempuran didalam terusan itu, meskipun terusan tersebut tetap terbuka bagi kapal-kapal pihak jang berperang. Walaupun demikian bahaja perang menundjukkan perlunja ada ketentuan-ketentuan jang mengaturnja.

Ketentuan-ketentuan itu adalah sebagai berikut:

  1. Djika Turki sendiri terlibat dalam perang.
  2. Untuk melindungi dan menghindarkan adanja bahaja kerusakan sebagai akibat dari tindakan salah satu pihak jang sedang berperang.

Hal itu hanja mungkin terlaksana apabila terusan itu dinetralisir, dan mendapat djaminan dari negara-negara besar.

Telah berulang kali diusahakan adanja sebuah konperensi dalam rangka untuk menetralisir terusan Suez, terapi usaha-usaha itu belum dapat berdjalan dengan lantjar.

Dengan tertjapainja Konvensi lnggris-Perantjis tahun 1887, maka dapat diselesaikan rentjana persetudjuan bagi pengaturan terusan Suez, jang kemudian diadjukan kepada negara-negara lain untuk disetudjui bersama.

Rentjana persetudjuan itu dapat diterima dan kemudian mendjelma mendjadi sebuah traktaat jang dibuat di Konstantinopel pada tanggal 29 Oktober 1888 jang terkenal dengan nama Konvensi Konstatinopel 1888 Konvensi Terusan Suez.

Jang menanda-tangani traktaat tersebut ada sembilan negara jakni:

  1. Keradjaan Inggris.
  2. Keradjaan Djerman.
  3. Keradjaan Astro-Hongaria.
  4. Keradjaan Spanyol.
  5. Keradjaan Peratjis.
  6. Keradjaan Itali.
  7. Keradjaan Nederland.
  8. Keradjaan Rusia dan
  9. Keradjaan Turki.

Mesir tidak ikut serta sebagai penanda-tangan, karena pada waktu itu Mesir merupakan daerah otonoom dibawah kekuasaan Turki.

Konvensi tersebut terdiri dari 17 fatsal, dan bersifat terbuka, artinja konvensi itu terbuka bagi negara-negara lain untuk memasukinja sebagai pernjataan menjetudjui isi konvensi 1888.

Pokok-pokok terpenting dari perdjandjian itu ialah sebagai berikut: a. Kebebasan pelajaran :

— Dengan tidak membeda-bedakan dibawah bendera negara mana kapal itu berlajar, terusan Suez akan terbuka bagi tiap kapal dagang atau kapal perang baik dalam waktu damai dan waktu perang.

— Tidak diperkenankan adanja tindakan blokade terhadap terusan.

b. Usaha menghindarkan terusan :

— Tidak diperkenankan adanja tindakan permusuhan atau maksud mengganggu kebebasan pelajaran di terusan, jang didjalankan di dalam kapal atau pintu masuk pelabuhan atau dalam djarak tiga mil laut dari pelabuhan itu. Ketentuan ini djuga berlaku bagi Turki apabila mendjadi pihak jang berperang.

— Kapal perang dari pihak jang berperang harus melalui terusan itu setjepat-tjepatnja dan tidak diperkenankan tinggal di Port Said lebih lama dari 24 djam ketjuali apabila ada ketjelakaan laut.

— Harus ada djarak waktu antara 24 djam, bagi kapal jang saling bermusuhan untuk melajari terusan Suez. Ketentuan ini dimaksud untuk menghindari pertempuran didalam terusan sehingga dapat merusak terusan itu. Hal ini djelas pula dalam ketentuan-ketentuan selandjutnja.

— Para penanda-tangan perdjandjian tidak akan menempatkan satu kapal perangpun disepandjang terusan. Tetapi masing-masing peserta perdjandjian dapat menempatkan sebanjak banjaknja dua buah kapal perang di Port Said dan Suez, selama negara itu tidak tergolong pihak jang berperang.

— Pihak jang berperang tidak boleh menurunkan atau memuat Tentara, mesiu atau alat-alat perlengkapan perang jang lain didalam terusan atau dipelabuhan masuk.

Tetapi apabila ada gangguan jang tiba-tiba didalam terusan muka dipelabuhan jang merupakan djalan masuk dapat diturunkan atau dimuat tentara jang dipetjah kedalam kelompok jang djumlahnja tidak melebihi 1000 orang beserta alat perlengkapan jang diperlukan.

Demikianlah ketentuan-ketentuan jang terpenting guna mendjamin adanja:

  1. kebebasan pelajaran diterusan Suez;
  2. menghindari kerusakan.

Konvensi 1888 jang pada azasrrja bertudjuan menetralisir terusan Suez pada hakekatnja tidak mentjerminkan pengertian netral jang sesungguhnja. Karena pengertian netral, dengan sendirinja memuat ketentuan, bahwa tentara atau angkatan bersendjata pihak-pihak jang berperang tidak diizinkan melintasi daerah itu, Dengan demikian seharusnja kapal perang pihak-pihak jang berperang djuga tidak boleh dengan bebas meliwati terusan itu. Dengan demikian maka sebenarnja ketentuan-ketentuan jang chusus di Suez, tidak lain bertudjuan supaje dapat dihindari tindakan permusuhan dalam terusan itu dan melindungi dari bahaja kerusakan, pula supaja dapat ditjegah setiap usaha jang akan menutup dan lain-lainnja jang dapat menjulitkan lalu-lintas pelajaran dunia.

Ketentuan-ketentuan itu mengikat negara-negara jang mengambil bagian dalam konvensi 1888, tetapi ketentuan-ketentuan itu akan berlaku sama. bagi negara-negara lain jang tidak ikut serta, hal mana sesuai dengan prinsip hukum internasional mengenai kebebasan pelajaran dalam terusan jang menghubungkan lautan-lautan terbuka.

Soal-soal mengenai pertahanam terusan Suez, erat hubungannja dengan kedudukan Politik Negeri Mesir.

Sebelum tahun 1882, karena Mesir telah banjak berhutang kepada Inggris-Perantjis dan para pemegang saham Kongsi Terusan Suez lainnja, maka keuangan Mesir diawasi oleh Inggris.

Pada tahun 1882 ada pemberontakan terhadap tindakan pengawasan keuangan oleh Inggris itu. Pemberontakan ini menjebabkan adanja pendudukan Inggris sama sekali dan pengawasan pemerintahan atas Mesir.

Dengan demikian setjara tidak resmi Mesir telah mendjadi djadjahan Inggris. Selama Perang Dunia I tahun 1914 — 1918, pengawasan dan pertahanan terusan Suez didjalankan oleh Inggris. Terusan hanja terbuka bagi kapal-kapal sekutu dan negara-negara netral.

Kapal Austria dan Djerman jang berusaha menggunakan pelabuhan Port-Said dan Suez sebagaj pelabuhan refuge (perlindungan) d:iperintahkan supaja keluar meninggalkan, tetapi menolak. Kemudian lalu diseret dan dibawa keluar dari batas tiga mil laut dan dirampasnja.

Perang Dunia I berachir dengan akibat kekalahan pada Djerman, Austria dan Turki. Didalam perdjandjian perdamaian jang diadakan dengan negara-negara sekutu, maka ada fatsal-fatsal, dimana diakui penjerahan sepenuhnja hak-hak Turki berdasar konvensi 1888 kepada Inggris. Oleh karena pada waktu itu Turki rnemerintah Mesir, maka Mesir kemudian mendjadi protektorat Inggris, hingga hak mempertahankan Mesir terrnasuk terusan Suez tetap terbuka bagi Inggris.

Meskipun pada tahun 1922 Mesir diakui sebagai negara merdeka dan berdaulat, tetapi ada suatu ketentuan tersendiri jang mengatakan, bahwa Inggris mempunjai hak sepenuhnja atas pertahanan terusan Suez terhadap agressi asing atau tjampur tangan asing.

Ketentuan ini diulangi lagi dalam sebuah perdjandjian persekutuan antara Inggris-Mesir tahun 1936.

Bahkan dalam perdjandjian itu dinjatakan, bahwa pendudukan militer diganti dengan suatu persekutuan pertahanan militer jang bersifat permanent (tetap) antara kedua negara, jang akan berlaku selama 20 tahun. Mesir mempertjajakan pertahanan terusan Suez kepada Inggris. Tentara Inggris akan ditarik mundur apabila kedua belah pihak berpendapat dan menjetudjui, bahwa Mesir telah kuat untuk merrdjamin keamanan terusan tersebut.

Selandjutnja dalam perdjandjian itu disebutkan hak Inggris diwaktu ada perang untuk menggunakan pelabuhan Mesir, lapangan terbang dan lain-lain alat-alat perhubungan.

Waktu perang dunia kedua, Inggris menggunakan peraturan atau ketentuan-ketentuan jang terdapat dalam perdjandjian 1936. Radja Farouk dari Mesir jang tetap netral tetapi lebih tjondong kepada Djerman dan Italia, dipaksa oleh Inggris untuk memenuhi kewadjiban dari perdjandjian 1936, jakni pemberian keringanan kebebasan bergerak tentara Inggris di Mesir.

Setelah di Mesir timbul ,,revolusi tak berdarah" dengan digulingkunnja Radja Farouk dari tachta keradjaan, maka pada tahun 1954 tertjapai perdjandjian antara Inggris dengan Republik Mesir. Dari fatsal 2 persetudjuan tahun 1954 dikatakan, bahwa persetudjuan itu akan berlaku selama 7 tahun, dengan ketentuan, bahwa 12 bulan setelah penandtanganan persetudjuan itu kedua belah pihak akan berunding untuk menetapkan peraturan-peraturan apa jang perlu diadakan dan dipandang berguna untuk mengachiri persetudjuan tersebut. Adapun persetudjuan 1954 itu berkisar pada masalah pendudukan Inggris diterusan Suez.

Perkembangan selandjutnja dan seperti apa jang sudah kita saksikan, maka pada 'bulan Djuni 1956 satuan-satuan terachir tentara Inggris telah meninggalkan Suez, dan dengan demikian pertahanan terusan Suez sudah berada ditangan Republik Mesir.

2. Sebab-sebab Mesir menasionalisasikan terusan Suez.

Untuk meninggikan taraf kehidupan Rakjat, pemerintah Mesir selalu berusaha mendjadikan Mesir sebuah negara industri. Sebagaimana diketahui Mesir tidak mempunjai tambang batu bara, sedangkan sumber minjaknja ketjil. Untuk perkembangan industri ia akan kekurangan bahan bakar, sebaliknja bahan mentah untuk perkembangan industri ringan terdapat tjukup didalam negeri.

Dilapangan pertanian Mesir selalu terantjam bahaja bandjir diwaktu musim hudjan, dan bahaja kekurangan air diwaktu kemarau. Salah satu djalan jang ditempuh ialah memperbaiki bendungan Aswan jang telah ada.

Dengan demikian maka rentjana pembangunan bendungan Aswan itu memiliki arti:

1. Pertanian : Memperluas dan menambah hasil pertanian. Mentjegah bahaja bandjir.

2. Industri : Sebagai pembangkit tenaga listrik jang penting sekali artinja bagi perkembangan industri.

Apabila bendungan Aswan ini dapat dibangunkan, maka besar kemungkinan tambahnja perluasan tanah jang dapat ditanami hingga 30%, jang dengan sendirinja akan menaikkan taraf penghidupan rakjat Mesir berlipat tiga.

Belum lagi diperhitungkan naiknja hasil perindustrian. Djuga bahaja bandjir akan dapat dihindarkan, sedang pada musim kemarau tanahtanah akan selalu mendapat air.

Sebagai pembangkit tenaga Iistrik harganja murah sekali djika dibandingkan dengan bahan bakar minjak atau arang batu.

Djumlah tenaga listrik jang besar sekali dari bendungan Aswan itu akan merubah sama sekali negara Mesir mendjadi negara industri. Dan dengan bendungan baru itu penghasilan negara bertambah dengan 23 djuta pound setahun, sedangkan penghasilan nasionalnja akan bertambah dengan 255 djuta pound.

Untuk melaksanakan pembangunan bendungan Aswan tersebut, tertumbuklah Mesir sekarang pada masalah pembeajaan. Perekonomian dalam negeri belum memungkinkan pembeajaan projek Aswan tersebut. Mesir memerlukan bantuan Luar Negeri.

Pada bulan Desember 1956 Amerika dan lnggris menawarkan untuk beaja projek Aswan dalam babak pertama sedjumlah $. 70.000.000. kepada Mesir, dan ada kemungkinan bantuan selandjutnja akan lebih besar. Bahkan Inggris sendiri merentjanakan dari seluruh djumlah bantuannja jang $. 14.000.000. akan merupakan hadiah (grant).

Bank Dunia djuga mengusulkan pindjaman sebesar $. 200.000.000. Menurut rentjana, beaja pembangunan bendungan Aswan memakan waktu 10 tahun dan akan menelan beaja sebesar $. 1.300.000.000.

Tetapi pindjaman jang didjandjikan itu dengan mendadak pada tanggal 19—20 Djuli 1956 dihapuskan, Amerika mentjabut tawaran bantuannja untuk membangun bendungan raksasa Aswan. Tindakan Amerika ini kemudian disusul oleh Inggris dan Bank Duniapun bersikap sama.

Alasan-alasan jang dikemukakan oleh Amerika Serikat berpangkal pada segi-segi ekonomis, jakni bahwa perekonomian Mesir jang masih lemah tidak memungkinkan untuk memikul kewadjiban-kewadjiban jang timbul dari pindjaman tersebut.

Sudah barang tentu tindakan pentjabutan tawaran dengan alasan-alasan itu akan menampar kehormatan Nasser chususnja dan Mesir umumnja. Negara-negara lain terutama dunia Arab tidak bisa lain ketjuali menafsirkan, bahwa tindakan Amerika itu adalah bersifat politis, jakni:

a. Mesir sebagai pelopor negara-negara Arab dan telah menerima alat-alat sendjata dari blok Soviet (Tjekoslovakia).

b. Dengan terlaksananja projek Aswan tersebut maka produksi kapas Mesir akan meningkat dan ini berarti membahajakan kedudukan kapas Amerika.

Terdorong oleh ketekadan jang besar untuk tetap membangun bend bendungan Aswan, padahal terbentur oleh soal pembeajaan, maka djalan satu-satunja bagi Mesir ialah menasionalisasikan terusan Suez, dimana Mesir sebelum itu hanja mendapat keuntungan sedikit sadja dari Terusan Suez. Maka terdjadilah peristiwa jang bersedjarah pada tanggal 26 Djuli 1956 jakni Presiden Nasser mengumumkan dinasionalisasikannja terusan Suez.

Penghasilan terusan Suez itu diharapkan dapat membeajai bendungan Aswan.

Sedjak saat itu keadaan di Timur Tengah diliputi oleh mendung peperangan. Pihak Barat jang merasa dirugikan oleh tindakan Mesir menentang dengan keras politik penasionalisasian. Tiga hari sesudah pengumuman penasionalisasian, Inggris dan Perantjis sebagai pihak-pihak jang sangat berkepentingan di Suez. menjampaikan kepada Amerika Serikat suatu desakan, supaja Arnerika menjetudjui prinsip digunakannja kekuatan militer ,,apabila perlu".

Tindakan Mesir menimbulkan persoalan-persoalan, baik bersifat hukum maupun politis.

Bersifat politis, karena, terusan Suez menjangkut kepentingan strategic militer Blok-Barat dan Blok-Timur. Bersifat juridis, karena dengan adanja penasionalisasian timbul pertanjaan:

a. Apakah Mesir memenuhi sjarat-sjarat penasionalisasian?

b. Apakah Mesir melanggar Konvensi 1888?

Dengan dimilikinja sebagian besar saham Kongsi Terusan Suez oleh pemerintah Tnggris dan Perantjis (sebagian ketjil perseorangan), maka persoalan mengenai Kongsi menjangkut kepentingan negara dengan negara.

Tindakan Mesir untuk menasionalisasikan sebuah Kongsi diwilajahnja adalah hak sepenuhnja dari negara itu, sebagai suatu negara jang merdeka dan berdaulat. Tindakan itu tidak dapat dianggap melanggar hukum internasional atau mengingkari kewadjiban internasional, sedjauh mana tindakan itu didukung oleh sjarat-sjarat jang tertentu, jakni: sjarat-sjarat penasionalisasian jang lazim diterima oleh hukum dan umum, seperti:

a. Berdasarkan kepentingan umum.

b. Dilakukan dengan Undang-undang.

c. Pembajaran ganti kerugian kepada mereka jang berhak menerimanja.

Mesir telah berkali-kali menjatakan, bahwa penasionalisasian Kongsi Terusan Suez adalah untuk memperbaiki taraf hidup rakjat Mesir. Dengan demikian ia memenuhi sjarat ,,berdasarkan kepentingan Umum". Sjarat kedua djuga dipenuhinja sebab penasionalisasian telah dilakukan dengan Undang-undang Mesir nomor 285 tahun 1956, jang diumumkan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser dalam sebuah pidatonja di Alexandria tanggal 26 Djuli 1956.

Pasal 1 dari undang-undang penasionalisasian menjebutkan, bahwa Mesir akan mengganti kerugian sepantasnja kepada para pemilik saham dan founder's bonds Kongsi Terusan Suez, menurut harga jang ditaksir pada waktu diumumkannja undang-undang penasionalisasian itu. Menurut ketentuan ini, maka Mesir djuga telah memenuhi sjarat jang ke-3. Tetapi ada suatu hal jang dapat ditafsirkan, bahwa Mesir tidak memenuhi sjarat jang ke-3 tersebut, jakni, bahwa Mesir tanpa melalui perundingan lebih dahulu dengan Kongsi Terusan Suez telah dengan mendadak melakukan penasionalisasian.

Memang benar adalah mendjadi kesopanan internasional, apabila hendak memutuskan perdjandjian, supaja melalui perundingan terlebih dulu dengan pihak jang bersangkutan, sehingga dapat diatur sebaik-baiknja tentang penggantian kerugian. Tetapi dalam batas pengertian ini tidak berarti lalu tersimpul adanja hak dari negara Jang, dirugikan untuk bertindak sendiri dengan menggunakan angkatan perangnja, supaja negara jang didakwa melanggar itu menepati perdjandjian. Berdasarkan ketentuan Piagam P.B.B. maka adalah mendjadi kewadjiban bagi negara-negara untuk merrjelesaikan perselisihan setjara damai.

Adapun mengenai penggantian kerugian, maka djalan perundingan adalah djalan satu-satunja jang lajak.

Oleh karena Mesir sudah menjanggupkan tentang hal ini, maka mudah-mudahan perundingan itu berdjalan dengan lantjar.

Djika tidak tertjapai persetudjuan melalui djalan perundingan atau melalui tjara lain jang telah ditentukan, maka keputusan hakim merupakan djalan terachir.

Djadi kita tidak dapat mengambil kesimpulan, bahwa Mesir bertindak setjara unilateral dalam menentukan besarrrja ganti kerugian kepada para pemilik saham Kongsi Terusan Suez.

Kesimpulan jang kita peroleh ialah, bahwa penasionalisasian fungsi Terusan Suez adalah sjah, apalagi bahwa penasionalisasian itu adalah urusan dalam negeri Mesir. Dunia luar tidak ada dasar atau alasan untuk meniadakan penasionalisasian itu.

Tibalah sekarang pada persoalan apakah Mesir melanggar Konvensi Konstantinopel 1888.

Perdjandjian Konstantinopel' 1888 mendjamin kebebasan pelajaran terusan Suez. Pada waktu itu mernang Mesir tidak ikut serta menanda tangani perdjandjian 1888, karena Mesir masih merupakan negeri dibawah naungan Turki. Mesir seolah-olah hanja mendjadi objek dari perdjandjian itu, jang memiliki terusan diwilajahnja.

Dengan demikian mungkin timbul kechawatiran oleh Inggris dan Perantjis — terutama lnggris — bahwa Mesir pada suatu ketika akan mengingkari Konvensi 1888 dan menutup pintu terusan bagi mereka, jang akan berarti putusnja djalan perhubungan Inggris dengan negara-negara commonwealthnja dan putusnja kepentingan minjak mereka di Timur-Tengah.

Kechawatiran Inggris itu dapat kita lihat pula dari perdjandjian Inggris-Mesir 1954, jang menempatkan kembali dalam pasal 8, , bahwa kedua belah pihak akan memegang teguh Konvensi Konstantinopel 1888.

Sesudah Mesir menasionalisir terusan Suez itu pada tanggal 26 Djuli 1956, maka sekaligus Mesir menjatakan, bahwa ia tetap terikat dan memegang teguh perdjandjian Koustantinopel 1888.

Dengan demikian Mesir tidak dapat dipersalahkan melanggar hukum internasional, selama tetap adanja djaminan kebebasan pelajaran diterusan Suez.

Kemampuan Mesir untuk mengusahakan terusan Suez dan mendjamin kebebasan pelajaran telah dibuktikan olehnja.

3. Arti Suez bagi Negara-negara Barat.

Beribu-ribu tahun jang lalu orang sudah mengetahui, bahwa sungai Nil jang mengalir melalui Mesir itu dipergunakan sebagai djalan perdagangan. Mereka menggunakan kapal-kapal untuk mengangkut barang dagangan. Perkembangan peradaban darn djalan pikiran manusia kemudian menimbulkan suatu penemuan untuk memperluas daerah perdagangan hingga kebagian bumi sebelah Timur.

Perkembangan kolonialisme dan pertumbuhan kapitalisme dengan susunan organisasinja jang rapi telah dapat menembus djalan kelaut Hindia dengan menggunting gentingan tanah Suez. Untuk mempertahankan kebesaran dan mendjamin tetap lantjarnja hubungan negara-negara kolonial dengan djadjahannja di India, Asia Tenggara dan Timur Djauh, negara-negara kolonial tersebut memandang terusan Suez sebagai kuntji jang menentukan.

Dalam hubungan inilah kita seharusnja menindjau persengketaan terusan Suez.

Bagi negara-negara Barat, terutama Inggris dan Perantjis, terusan Suez mendjamin kepentingan ekonomi dan strategic pertahanan mereka.

Lalu-lintas diterusan Suez jang dari tahun ke tahun semakin meningkat menundjukkan betapa pentingnja terusan itu bagi negara-negara jang memakainja.

Dari djumlah pemakai, maka Inggrislah jang paling banjak mempergunakan terusan itu.

Tahun 1923 ada 4621 kapal, diantaranja jang 2834 adalah kapal Inggris.

Tahun 1927 ada 5545 kapal, diantaranja jang 3805 adalah kapal Inggris.

Dengan demikian kapal Inggris menundjukkan angka 57,1% dari seluruh pelajaran di terusan Suez. Diantara pengangkutan jang penting ialah supply minjak Timur Tengah untuk negara-negara Eropa Barat.

Oleh karena itu dipandang perlu untuk memberi sedikit gambaran tentang sumber dan produksi minjak di Timur Tengah.

Sumber-sumber minjak di Timur Tengah dapat digolongkan sbb:

a. Sumber-sumber Khuzistan di Iran Barat Daja.
b. Sumber-sumber di Irak Utara — Irak Barat Laut. c. Sumber-sumber di Saudi Arabia dan sumber-sumber di Teluk Emas Persia.
d. Sumber-sumber Mesir Timur Laut.

Supply minjak ke Eropa Barat.
(dalam djutaan barrel)

th. 1939 th. 1948 th. 1951
Djumlah keperluan Suppliers: 299 345 239
Timur Tengah 70 (23%) 133 (39%) 360 (82%)
Amerika Serikat 88 (30%) 39 (11%) 16 (4%)
Daerah lain didunia barat 141 (47%) 172 (50%) 63 (14%)

Melihat perbandingan-perbandingan diatas, maka teranglah bahwa negara-negara Eropa Barat sangat tergantung kepada Timur Tengah dalam hal kebutuhan minjak.

Djika kebutuhan ini tak dapat dipenuhi, industri-industri di Eropa Barat akan mengalami kemunduran dan dengan demikian lumpuhlah seluruh sendi perekonomian bangsa-bangsa itu.

Keadaan ini telah terbukti ketika terusan Suez tertutup untuk pelajaran. Inggris dan Perantjis mengalami kekurangan minjak hingga kendaraan-kendaraan tidak dapat berdjalan dan terpaksa ditarik dengan kuda.

Oleh karena itu sedjak Kongsi Terusan Suez dinasionalisir oleh Mesir, Inggris dan Perantjis menentang dengan keras.

Mereka takut akan adanja kemungkinan untuk ditutupnja lalu-lintas bagi kapal-kapal mereka dan kemungkinan dinaikkannja tarip biaja lalu-lintas di Suez. Ini semua akan berarti kerugian besar bagi kepentingan minjak di Timur Tengah, sebab bukankah dari seluruh kebutuhan minjak di Eropa Barat 82% dilajani oleh minjak Timur Tengah? Lain dari pada itu Inggris chawatir djika terusan Suez dikuasai oleh Mesir, maka lalu lintas perdagangan Inggris dengan negara-negara Commonwealthnja akan terganggu.

Walaupun Amerika mempunjai sedikit banjak kepentingan minjak di Timur Tengah, tetapi lalu-lintas ke Asia dan Eropa dapat ditempuh melalui dua lautan terbuka jakni Pasifik dan Atlantik. Meskipun demikian Amerika tetap memberikan solidariteitnja kepada Inggris-Perantjis. Sebab penolakan terhadap move Inggris dan Perantjis akan dapat meretakkan hubungan negara-negara Barat sendiri dalam usahanja untuk mengadakan pengepungan total terhadap Rusia.

Disamping kechawatiran terganggunja lalu-lintas perdagangan, maka Inggris-Perantjis djuga chawatir kalau-kalau tindakan nasionalisasi oleh Mesir itu akan merupakan permulaan daripada usaha negara-negara Arab untuk menasionalisir perusahaan asing jang berada di wilajah mereka. Sebab bagian terbesar dari saham-saham minjak tanah di Timur Tengah itu milik negara-negara Barat.

Pada masa ini di Timur Tengah ada beberapa perusahaan minjak tanah jang konsessinja meliputi beberapa negara Barat. Diantaranja perusahaan-perusahaan ini jang terpenting ialah :

a. Anglo Iranian Oil Company (A.I.O.C.) di Iran jang pada tahun 1944 bermodal £ 32.843.752. Saham Pemerintah Inggris 52%.
b. Arabian American Company (Aramco) di Saudi Arabia. Modalnja 100% dari perusahaan Amerika.
c. Bahrein Petroleum Company di Bahrein. Modalnja 100% dari perusahaan Amerika.
d. Kuwait Oil Company di Kuwait. 50% Gulf Oil Company. 50% A.I.O.C.

e. Iraq Petroleum Company (I.P.C.) di Irak. berbagai matjam modal asing.

Selainnja perusahaan-perusahaan tersebut diatas jang mendjalankan pekerdjaan mengeluarkan minjak, ada djuga perusahaan-perusahaan jang mendjalankan pekerdjaan pengangkutan minjak dengan pipa, jakni:

a. Trans Arabian Pipe Line Company. Bagian terbesar modal pcngusaha Amerika.

b. Middle East Pipe Line Ltd. Bagian terbesar modal pengusaha Amerika.

Disamping itu ada djuga perusahaan penjaringan minjak jakni The Mediterranean Refining Company.

Keuntungan jang diperoleh pengusaha-pengusaha itu djauh lebih besar djika dibandingkan dengan padjak penghasilan dan bagian keuuntungan jang masuk ke Kas Negara dimana perusahaan itu berada.

Mengingat betapa besar djumlah modal negara-negara Barat jang ditanam di Timur Tengah dan keuntungan-keuntungan jang diperolehnja, maka mereka selalu berusaha melindungi atau mempertahankan kedudukan jang menguntungkan itu.

Tindakan Mesir untuk menasionalisasikan sebuah Kongsi jang modal-modalnja sebagian terbesar dimiliki oleh negara-negara Barat dianggap suatu tindakan jang membahajakan kedudukan perusahaan asing lainnja di Timur Tengah. Djika Nasser berhasil dalam usahanja menasionalisir Kongsi Suez, maka kedjadian itu dichawatirkan akan merembet kelain-Iain daerah.

Oleh karena itu, walau bagaimana djuga negara-negara jang merasa dirugikan menentang, baik dengan djalan diplomasi, bahkan kalau perlu dengan kekerasan seperti jang sudah kita saksikan.

Selain menjangkut kepentingan ekonomi, Blok Barat, terusan Suez djuga menempati kedudukan jang penting dalam rangka pertahanan Blok Barat. Sedjak bulan Djuni 1956, Inggris telah menarik semua pasukannja di Mesir dan pangkalan terusan Suez. Mulai saat itu ia kehilangan satu mata rantai pokok jang memiliki kedudukan kuntji pertahanan dan penghubung dari pangkalan-pangkalannja jang letak dibagian bumi sebelah Timur dengan bumi bagian sebelah Barat.Bukankah disebelah Timur, Inggris masih memiliki Hongkong, Singapura pangkalan di Ceylon dan Aden?

Sedangkan dibagian bumi sebelah barat Inggris menempatkan armada dan pasukannja di Pulau Cyprus dan Gibraltar. Dengan lepasnja terusan Suez dari kekuasaan pertahanan Inggris, maka dua sajap pertahanan itupun mengalami kelemahan dan dengan demikian ia harus menemukan pengganti untuk mengembalikan kedudukan pertahanannja sebagai semula.

Meskipun Perantjis tidak langsung kehilangan pertahanan diterusan Suez, tetapi solidariteitnja terhadap Inggris disebabkan persamaan nasib sebagai negara kolonial. Untuk menghadapi pergolakan tanah djadjahan terutama di Afrika Utara ia mengharapkan bantuan Inggris sebagai negara jang terdekat. Mesir jang kuat dichawatirkan akan membahajakan kedudukan Perantjis di Aldjazair, dimana ia mempertahankan kekuasaannja.

Oleh karena itu, sedjak Nasser mengumumkan nasionalisasi atas terusan Suez, Inggris segera menjiapkan angkatan perang dan armadanja dilaut Tengah.

Lord Killearn, bekas Duta Besar Inggris di Kairo, menjarankan kepada pemerintah Inggris supaja pemerintah Inggris mengambil tindakan sebagai berikut : ,,Tjara jang dramatis, paling berbahaja tetapi paling tjepat ialah pendudukan kembali Zone Terusan Suez dari mana Inggris setjara memalukan telah diusir itu".

Amerika sendiri sedjak semula sudah ragu-ragu terhadap sikap kekerasan Inggris-Perantjis terhadap Mesir. Hal mana berdasarkan pertimbangan, bahwa tindakan militer akan lebih memerosotkan namanja di Asia Afrika umumnja dan dunia Arab chususnja.

Amerika berpendapat, bahwa dengan akan diadakannja tindakan militer itu tidak memungkinkan lagi menarik Mesir dari pengaruh Rusia.

Amerika mengandjurkan, bahwa satu-satunja alternatip untuk menjelesaikan rnasalah terusan Suez itu ialah dengan djalan diplomasi. Tetapi sikap Amerika ini tidaklah berarti, bahwa ia memihak Mesir atau negara-negara Arab. Bukan tidak ketjil kemungkinannja djika Amerika berusaha mengganti kedudukan rekan-rekannja di Timur Tengah. Sebab persekutuan-persekutuan militer seperti Pakt Bagdad, jang idenja dipelopori oleh Amerika, akan ketjil artinja djika Rusia dapat menerobosnja dengan menguasai negara-negara Arab jang berpolitik bebas.

Pada hakekatnja suara-suara jang dikeluarkan oleh Amerika disatu pihak dengan Inggris-Perantjis dilain pihak adalah sama. Hanja nada suara itu sadja jang berlainan.

Berlainan dengan kedudukan Amerika Serikat di Korea, Djepang dan Asia Tenggara (Siam dan Philipina) maupun di Eropa, Amerika Serikat tidak mempunjai kedudukan pertahanan dinegara Arab satupun. Walaupun Soviet Uni tidak langsung berbatasan dengan negara-negara Arab tetapi sekurang-kurangnja masih ada perhubungan antara negara-negara Arab dengan Soviet Uni melalui negara-negara terdekat seperti Syria, Libanon dan melalui selat Bosporus.

Oleh karena itu semendjak kegagalan agressi Israel-lnggris dan Perantjis atas Mesir, Amerika Serikat berdaja upaja memulihkan kembali kedudukan Barat di Timur Tengah dalam rangka pertahanan terhadap meluapnja Komunisme.

Usaha ini mendjelma dengan dikeluarkannja rentjana Eisenhower, Presiden Amerika Serikat, atas Timur Tengah. Rentjana ini kemudian terkenal dengan nama ,,doktrin Eisenhower".

Pada pokoknja doktrin ini berisi suatu kekuasaan jang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat untuk mengerahkan angkatan bersendjatanja ke Timur Tengah, apabila daerah itu terantjam oleh agressi bersendjata komunis.

Dengan demikian Amerika sedang mengambil atau sudah mengambil kekuasaan Inggris-Perantjis di Timur Tengah jang sedjak setengah abad jang lalu ditempati oleh mereka.

Dilihat dari sudut kepentingan Blok Barat, maka politik Amerika Serikat itu ialah tetap melingkungi Soviet Uni dengan mata-rantai pertahanan dari Djepang ke Iceland melalui Timur Tengah.

4. Usaha-usaha penjelesaian.

Pada pokoknja usaha penjelesaian suatu persengketaan dapat dilakukan dengan djalan perundingan dan djalan kekerasan.

Entah telah berapa kali manusia selalu mengandjurkan penjelesaian perselisihan setjara damai, tetapi tidak djera-djeranja pula mereka menggunakan kekerasan sendjata sebagai pilihannja.

Piagam P.B.B. djuga mengandjurkan diselesaikannja tiap persoalan dimedja perundingan, demikianlah agar dapat ditjegah meletusnja bahaja perang.

Dalam masalah terusan Suez nampak oleh kita, bahwa sementara sedang ditjari titik-titik pertemuan dengan djalan perundingan, maka Inggris, Perantjis dan Israel tidak sabar lagi mengekang digunakannja politik kekerasan sendjata.

Usaha-usaha penjelesaian sebelum dilantjarkannja agressi Inggris-Perantjis & Israel atas Mesir adalah sebagai berikut :

A. Perundingan 3 Besar Barat di London.

Beberapa hari sesudah diumumkannja nasionalisasi Kongsi Terusan Suez oleh Mesir, maka Inggris-Perantjis dan Amerika Serikat segera mengadakan perundingan di London.

Tindakan Amerika membatalkan pindjamannja kepada Mesir menjebabkan ia harus memikul kewadjiban moril terhadap sekutunja, Inggris-Perantjis. Hal ini ternjata ketika pada tanggal 29 Djuli 1956 perundingan jang diadakan di London tidak mentjapai basil, maka tiba-tiba Presiden Eisenhower mernerintahkan kepada Menteri Luar Negerinja John Foster Dulles, untuk pada tanggal 1 Agustus 1956 terbang ke London.

Tampak didalam perundingan itu perbedaan sikap antara Dulles disatu pihak dengan wakil lnggris-Perantjis dilain pihak.

Sikap lunak Dulles disebabkan oleh:

a. Kepentingan U.S.A. tidak begitu vitaal di Suez.

b. Apabila diambil djalan kekerasan maka Barat sama sekali kehilangan pengaruhnja di Timur Tengah.

c. Apabila petjah perang, maka besar kemungkinan adanja bahaja kerusakan atas sumber minjaknja di Timur Tengah.

d. Berkepentingan untuk mempertahankan perdamaian, sebab pada waktu itu Amerika Serikat sedang menghadapi pemilihan umum.

Sebaliknja sikap Inggris dan Perantjis tetap bersatu untuk djika perlu bertindak dengan kekerasan sendjata.

Keadaan demikian menjebabkan Dulles berusaha keras untuk mentjari djalan tengah (modus) agar tidak terdapat perpetjahan diantara 3 Besar Barat.

Achirnja dapat ditjapai sebuah ,,rantjangan persetudjuan" jang akan diadjukan kepada negara-negara lainnja didalam sebuah Konperensi jang chusus diadakan untuk itu guna disetudjui bersama.

,,Rantjangan Persetudjuan" tersebut berkisar pada politik hendak meng-internasionalisir Terusan Suez.

Jang akan diundang dalam konperensi jang akan diadakan itu ialah negara-negara peserta Konvensi 1888 dan negara-negara lain jang berkepentingan dalam pemakaian terusan Suez.

Pada tanggal 2 Agustus 1956 diumumkan sebuah komunike sebagai hasil dari perundingan 3 Besar Barat sebagai berikut:

a. Mengutuk Mesir, bahwa penasionalisasian adalah sebagai tindakan sewenang-wenang setjara unilateral.

b. Menjatakan sifat internasional dari Suez Canal Company, dan perbuatan Mesir dinjatakan membahajakan kebebasan dan keamanan terusan Suez jang telah didjamin oleh Konvensi 1888.

c. Ketiga negara memandang perlu untuk membentuk ,,kekuasaan internasional" untuk mengusahakan terusan, mendjamin kebebasan pelajaran dan mengatur pembajaran ganti kerugian kepada Kongsi Terusan Suez.

B. Konperensi London I.

Apabila kita melihat negara-negara jang diundang ke Konperensi London oleh 3 Besar Barat, maka konperensi London jang diadakan pada tanggal 16 Agustus 1956 itu dapat kita tafsirkan sebagai usaha Inggris-Perantjis untuk memaksa Mesir menjerahkan terusan Suez kembali dengan bantuan majoriteit negara-negara jang ikut serta.

Sebagai kita ketahui dari 24 negara jang diundang maka 19 negara adalah termasuk negara-negara jang ikut dalam Pakt-pakt Militer Keamanan Bersama Blok Barat. Dengan demikian Blok Barat mengharap mengharap akan keluar sebagai majoriteit atas usulnja untuk menginternasionalisasikan terusan Suez. Pembagian negara-negara menurut pandangan politiknja ialah sebagai berikut:

I. Negara-negara Persekutuan Atlantik.

  1. Inggris.
  2. Amerika Serikat.
  3. Kanada.
  4. Djerman Barat.
  5. Nederland.
  6. Norwegia.
  7. Swedia.
  8. Perantjis.
  9. Spanjol.
  10. Italia.
  11. Junani (tak hadir).

II. Negara-negara Persekutuan ANZUS.

  1. Australia.
  2. Selandia Baru.

III. Negara-negara Persekutuan Bagdad dan SEATO.

  1. Turki.
  2. Iran.
  3. Pakistan.

IV. Negara-negara Kolombo.

  1. India.
  2. Ceylon.
  3. Indonesia.
  4. Pakistan.

V. Negara-negara lain jang walaupun tidak masuk Pakt Militer Barat, tetapi diharapkan akan berdiri dipihak Barat.

  1. Persia.
  2. Ethiopia.
  3. Djepang.

VI. Dua negara jang akan menentang Barat, disamping negara-negara Kolombo ketjuali Pakistan jang telah masuk SEATO.

  1. Mesir (Tak hadir)
  2. Soviet Unie.

Junani tidak hadir dalam konperensi itu karena ia berkepentingan terhadap sokongan negara-negara Arab dalam masaah pulau Cyprus jang dituntutnja dari Inggris.

Mesir tidak bersedia hadir dalam konperensi, karena ia tidak setudju dengan tudjuan konperensi untuk menginternasionalisasikan terusan

Apalagi djika diingat, bahwa sebelum itu Mesir telah dituduh melanggar hukum internasional dan Inggris-Perantjis mempersiapkan angkatan perangnja. Mesir hanja mengirimkan seorang penindjau jakni Wing Commander Aly Sabri, penasehat politik Presiden Nasser.

Hadirnja negara-negara Kolombo pada Konperensi London merupakan suatu usaha untuk mentjegah tindakan militer Inggris dan Perantjis djika usaha mereka untuk menginternasionalisasikan terusan Suez mengalami kegagalan, sebab apabila timbul persengketaan bersendjata, dimana negara-negara ikut terlibat didalamnja, besar kemungkinan bahan persengketaan tersebut mendjalar mendjadi perang dunia. Lain daripada itu negara-negara Kolombo akan mentjegah keputusan jang sewenang-wenang terhadap Mesir, mengingat bahwa Mesir jang langsung berkepentingan tidak hadir dalam konperensi tersebut.

Berdirinja negara-negara Arab dalam satu front dengan Mesir berarti bahwa setiap tindakan kekerasan sendjata terhadap Mesir akan mekletuskan api peperangan di Timur Tengah.

Sedjak Konperensi dibuka pada tanggal 16 Agustus 1956, sudah nampak adanja dua azas jang berlentangan dan sukar ditjari komprominja. Dua azas jang saling berlawanan itu ialah:

a. Internasionalisme.

Dalam batas-batas pengertian ini maka Kongsi Terusan Suez diangap sebagai sebuah kongsi jang memiliki sifat-sifat universal. Hingga dengan adanja tindakan nasionalisasi pemerintah Mesir dianggap merupakan pelanggaran internasional dan mengingkari djandji-djandji internasional jang berlaku. Oleh karena itu dipandang perlu adanja tindakan pentjabutan terhadap tindakan nasionalisasi dan menempatkan kembali dibawah kekuasaan badan internasional jang akan mengusahakan terusan itu.

b. Nasionalisme.

Dalam batas-batas pengertian ini termasuk mereka jang membenarkan dan mengakui tindakan pemerintah Mesir untuk menasionalisasikan Kongsi Terusan Suez. Nasionalisasi dipandang sebagai tindakan penjempurnaan kedaulatan negara Mesir sendiri. Terusan Suez jang ada diwilajah Mesir dan merupakan bagian jang tidak dapat dipisahkan dari Mesir sudah selajaknja ada dibawah penguasaan Mesir, sedangkan pihak luar sama sekali tidak boleh ikut tjampur mengenai hal jang masuk kekuasaan dalam negeri Mesir.

Dengan demikian maka nasionalisasi Kongsi Terusan Suez dianggap sebagai hal jang telah terdjadi, tinggal persoalan mengenai kebebasan pelajaran diterusan itu.

Untuk menembus djalan buntu karena adanja dua azas jang berlawanan tersebut, maka Dulles mengadjukan rentjana usul kompromi jang diharapkan dapat melebur pandangan Barat, Soviet Unie dan negara-negara bebas jang saling bertentangan. Tetapi usul kompromi Dulles itu djuga tidak lepas dari niat hendak menginternasionalisasikan terusan Suez.

Menon, wakil India, djuga mengemukakan usulnja. Dalam usul Menon itu djelas adanja tersimpul suatu keinginan untuk menghapuskan internasionalisasi jang akan dipaksakan Barat kepada Mesir.

Melihat perbandingan kekuatan penjokong dari kedua usul itu, maka Indonesia telah menempuh djalan:

a. Tetap menghindarkan diadakannja pemungutan suara dalam konperensi.

b. Bekerdja sama dengan negara-negara lain untuk menggagalkan usul Dulles.

c. Mengantjam meninggalkan konperensi apabila rentjana Dulles dipaksakan sebagai hasil konperensi.

Mengingat, bahwa beberapa negara hendak meninggalkan sidang apabila diadakan pemungutan suara, maka 18 negara penjokong usul Dulles dalam sidangnja tanggal 23 Agustus 1956 merobah niatnja untuk mendjadikan rentjana Dulles sebagai hasil konperensi.

Negara-negara penjokong rentjana Dulles mengeluarkan sebuah statement dimana mereka mengemukakan akan mengadjukan usul Dulles kepada Mesir, jang akan diwakili oleh sebuah Panitya.

Tjara pengachiran konperensi jang demikian itu ditolak oleh Shepilov, Menteri Luar Negeri Soviet Uni. Dalam keadaan katjau itu, Roeslan Abdulgani — Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, mengusulkan dikeluarkannja sebuah ,,komunike bersama" jang dimaksud untuk menembus djalan buntu.

Setelah disana-sini kata-kata rentjana ,,komunike bersama" itu mengalami perobahan, maka usul Roeslan Abdulgani tersebut diterima oleh 21 negara, Soviet-Unie menolaknja.

Dengan ditolaknja usul Indonesia, maka Konperensi membitjarakan usul Perantjis jang mengusulkan supaja memberikan tugas kepada Ketua Konperensi untuk menjampaikan kepada pemerintah Mesir seluruh proses verbal dan djalannja perundingan.

Dengan demikian, maka satu-satunja persetudjuan jang ditjapai oleh konperensi, hanja pemberian tugas kepada Konperensi (Selwyn Lloyd dari Inggris) untuk menjampaikan tjatatan-tjatatan lengkap dari konperensi, jang terdiri kurang lebih 150.000 kata dan meliputi ratusan halaman kepada Mesir.

Seperti lazimnja sebuah konperensi akan mengeluarkan keputusan-keputusan, maka konperensi London I mengalami kegagalan, karena tidak tertjapai kata sepakat jang bulat mengenai sebuah resolusi jang dapat didjadikan dasar perundingan dengan pemerintah Mesir.

Diluar persidangan Konperensi, 17 negara penjokong rentjana Dulles mengeluarkan sebuah statement terbentuknja sebuah panitya terdiri dari 5 negara dan bertingkat Menteri, untuk menjampaikan usul Dulles kepada pemerintah Mesir.

Perlu diketahui, bahwa 95;' dari semua kapal jang lewat diterusan Suez adalah milik 17 negara tersebut. Delegasi Panitya Lima Negara diketuai oleh Robert Menzies, Perdana Menteri Australia, Anggauta-anggautanja ialah wakil-wakil dari Amerika Serikat, Swedia, Iran dan Ethiopia.

Disamping rentjana Dulles jang hendak disampaikan kepada Nasser maka negara-negara Indonesia, India dan Rusia dengan sokongan dari Ceylon mengusulkan supaja rentjana Menon dari India djuga disampaikan kepada Nasser.

Pokok-pokok daripada Rentjana Dulles itu ialah:

a. Akan dibentuk sebuah Komisi Internasional jang terdiri dari negara-negara termasuk Mesir untuk memelihara dan mengusahakan terusan Suez.

b. Diberikannja bagian jang adil dari hasil pengusahaan terusan Suez.

c. Diberikannja kompensasi jang adil kepada Kongsi Terusan Suez jang telah dinasionalisasikan Mesir.

d. Disingkirkannja terusan Suez dari soal-soal Politik.

e. Dihormatinja hak kedaulatan Mesir atas terusan Suez.

f. Diurusnja setjara efficient terusan Suez sebagai djalan internasional jang terbuka bagi semua negara baik masa damai maupun masa perang.

Adapun pokok-pokok rentjana Menon ialah sebagai berikut:

a. Penjelenggaraan sebuah konperensi dari para penanda-tangan Konvensi 1888 dan semua negara pemakai terusan Suez untuk mempertimbangkan penindjauan kembali konvensi tersebut.

b. Gabungan kepentingan pemakai internasional dengan badan pengusaha terusan Suez jang sudah dinasionalisasikan Mesir, tanpa merugikan hak milik Mesir dan pengusahaannja atas terusan Suez.

c. Pembentukan sebuah badan penasehat jang terdiri dari negara-negara pemakai terusan, berdasarkan perwakilan dan kepentingan geographies, jang mempunjai fungsi penasehat, konsultatip dan penghubung.

Djelaslah disini, bahwa rentjana Dulles itu tetap berisi prinsip hendak menginternasionalisasikan terusan Suez, karena akan dibentuk sebuah Komisi Internasional jang akan mengusahakan terusan Suez.

Menurut rentjana Menon, maksud badan jang demikian itu hanja sebagai penasehat belaka untuk membantu Mesir.

Panitya Lima Negara jang diketuai oleh Menzies sudah dapat dibajangkan akan mengalami kegagalan. Meskipun Nasser menjatakan bersedia menerima missi itu, tetapi ia tetap tidak bersedia menerima prinsip hendak menginternasionalisir terusan Suez.

Pada hari minggu tanggal 9 September 1956 diadakan pertemuan jang kelima kalinja atau jang terachir antara negara Panitya Lima Negara dengan Presiden Nasser dan anggauta pemerintah Mesir. Missi Menzies mengalami kegagalan karena mereka tidak berhasil membawa Nasser supaja menjetudjui ,,Pengawasan internasional" atas terusan Suez.

Presiden melakukan peranannja dengan penuh kepertjajaan, hal mana karena kuatnja kedudukan Nasser jang antara lain disebabkan oleh:

a. Perpetjahan dinegara-negara Barat sendiri, umpamanja:

— Pembesar-pembesar di Amerika Serikat tetap berusaha menjelesaikan masalah Suez dengan djalan damai, walaupun rentjana Dulles gagal.

— Pertentangan paham di Inggris sendiri. Partai Buruh menentang digunakannja kekerasan sendjata.

b. Mesir mendapat sokongan dari negara-negara Asia-Afrika. Untuk pentama kali dalam sedjarah bangsa-bangsa Arab terdjadi pemogokan total diseluruh dunia Arab jakni pada hari pembukaan Konperensi London I tanggal: 16-8-1956.

c. Pidato Kruchov jang menjatakan, bahwa negara-negara Arab tidak akan berdiri sendiri apabila timbul perang.

Dalam menolak rentjana Dulles, Nasser menawarkan rentjana sendiri tentang sistim pengawasan dikemudian hari terhadap terusan Suez. Antara lain rentjana itu ialah sebuah pendapat, supaja diadakan Konperensi jang lebih luas antara negara-negara penanda-tangan Konvensi 1888 serta negara-negara pemakai terusan Suez lainnja.

Konperensi jang demikian itu akan menindjau kembali konvensi 1888 dan memungkinkan ditanda-tanganinja persetudjuan antara semua pemerintah negara-negara tersebut jang akan menegaskan terdjaminnja kebebasan pelajaran diterusan Suez.

Nasser menjatakan bahwa Politik Mesir didasarkan atas:

a. Kebebasan pelajaran melalui terusan Suez, tanpa diskriminasi.

b. Pengembangan terusan Suez guna memenuhi kebutuhan dihari depan.

c. Penetapan beaja transit jang adil.

d. Efficienci tehnis dalam pengusahaan terusan Suez.

Dalam surat Nasser jang terdiri dari 2500 kata jang disampaikan kepada Panitya Lima Negara pada hari achir perundingan, antara lain dinjatakan:

a. Nasionalisasi tidak dapat diganggu-gugat dan tidak dapat diketemukan dimana dan kapan Mesir melanggar kewadjiban-kewadjiban internasional.

b. Meskipun Mesir mengalami tekanan berat jang berupa antjaman penggunaan kekerasan sendjata, blokade ekonomi dan lain-lainnja, tetapi Mesir masih tetap ingin merundingkan suatu penjelesaian setjara damai sesuai dengan piagam P.B.B.

c. Lalu-lintas diterusan Suez tidak mendapat rintangan sedjak Mesir mengopernja. Lalu-lintas berdjalan dengan sempurna.

d. Setiap usaha untuk memaksakan sistim, seperti jang terdapat dalam rentjana Dulles jang disetudjui oleh 17 negara, merupakan tanda timbulnja keadaan perang dan akan memasukkan Suez dalam kantjah pertentangan politik sendiri. Padahal dalam rentjana Dulles termasuk ketentuan supaja terusan Suez dipisahkan dari Politik.

C. Konperensi London II.

Beberapa hari setelah kegagalan Missi Menzies, maka Perdana Menteri Inggris, Eden, dalam pidatonja dimadjelis rendah mengumumkan akan dibentuknja suatu organisasi pemakai-pemakai terusan Suez dengan persetudjuan Perantjis dan Amerika Serikat.

Organisasi itu dinamakan ,,Perhimpunan Pemakai Terusan Suez" jang akan meliputi negara-negara utama pemakai terusan tersebut. Maksud perhimpunan itu ialah untuk memungkinkan pemakai-pemakai terusan Suez mendjalankan hak-haknja mengoper pengusahaan terusan itu. Tetapi Eden tidak menegaskan, bagaimana tjaranja untuk memaksakan kepada Mesir, supaja menerima organisasi tersebut.

Eden telah mendapat votum kepertjajaan dari parlemen berhubung dengan maksudnja untuk membentuk Perhimpunan Pemakai Terusan Suez. Apabila Mesir menolak kapal-kapal dari perhimpunan itu, maka Inggris akan mengadjukannja kepada P.B.B. dan menuduh Mesir melanggar Konvensi 1888. Sedjak saat itu sudah makin djelas sikap keras Eden jakni menolak untuk tidak memakai kekerasan sendjata sebagai djalan terachir, apabila Mesir menolak dan menutup terusan dari kapal-kapal Perhimpunan.

3 Besar Barat, Inggris-Perantjis-Amerika Serikat, sibuk memberikan pendjelasan-pendjelasan kepada negara-negara penjokong rentjana Dulles jang telah gagal itu, supaja dapat hadir dalam konperensi London ke-II jang akan membitjarakan idee pembentukan Perhimpunan Pemakai Terusan Suez.

Undangan 3 Besar Barat itu diterima oleh 15 negara pendukung rentjana Dulles, dan pada hari Rabu tanggal 19 September 1956 dimulailah Konperensi London ke-II.

Sidang dibuka dengan mendengarkan laporan Panitya Lima Negara jang telah gagal dalam usahanja itu.

Setelah itu, Dulles, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, mendjelaskan rentjana pembentukan Perhimpunan Pemakai Terusan Suez mengenai susunan badan tersebut dan tjara-tjara pelaksanaannja. Ternjata, bahwa tidak semua negara bulat dibelakang Dulles, Pakistan menentangnja dan beberapa negara belum dapat mengambil keputusan. Ada pula jang tidak mengemukakan sikapnja.

Pendirian Amerika Serikat dapat digambarkan sebagai berikut: Sebuah kapal jang akan melalui terusan Suez, supaja terlebilh dahulu pergi ke administrasi Perhimpunan Pemakai Terusan Suez untuk menjatakan, bahwa ia akan melalui terusan Suez dan akan membajay beajanja kepada perhimpunan djadi bukan kepada Badan Penguasa Mesir. Agen administrasi Perhimpunan kemudian pergi ke Badan Penguasa Terusan Mesir dan menjatakan, baihwa ada kapal jang akan melalui terusan, Oleh karena beajanja sudah dibajarkan kepada Perhimpunan Pemakai Terusan Suez, maka Badan Penguasa Mesir hanja akan diberi sebagian jang lajak, Untuk membimbing kapal-kapal disepandjang terusan, Perhimpunan Pemakai Terusan Suez akan menggunakan mualimnja sendiri.

Sudah barang tentu tjara-tjara demikian itu tidak disetudjui Mesir. Seperti jang dinjatakan oleh Nasser, bahwa perundingarr tentang Suez harus bersama-sama dengan Mesir, dan bukannja perundingan jang disiapkan oleh Barat dengan organisasi mereka untuk memaksakan suatu perdjandjian kepada Mesir, baik dengan djalan kekerasan maupun tekanan ekonomi. Nasser pertjaja, bahwa tekanan demikian itu tidak akan berhasil, seperti jang pernah didjalankan kepada Jendral Franco.

Menteri Luar Negeri Roeslan Abdulgani menjatakan didalam konperensi persnja di Wina, bahwa beliau merasa pessimistis tentang rentjana pembentukan Perhimpunan Pemakai Terusan Suez.

Konperensi London ke-11 berachir, meskipun pembentukan Perhimpunan Pemakai Terusan Suez belum dapat direalisasikan.

Pada tanggal 22 September 1956 Inggris dengan resmi telah menjampaikan undangan kepada 17 negara pengikut Konperensi London ke-11 supaja hadir dalam konperensi jang akan diadakan pada tanggal 1 Oktober 1956 di London. Konperensi 1 Oktober 1956 dimaksudkan untuk membentuk organisasi jang direntjanakan 3 Besar Barat.

Kalau dalam Konperensi London ke-II djumlah jang hadir ada 18 negara, maka dalam konperensi London 1 Oktober 1956 hanja 15 negara, termasuk 3 Besar Barat. Tiga negara jang lain datang sebagai penindjau. Mereka datang untuk meresmikan pembentukan ,,Himpunan Pemakai Terusan Suez".

Ikatan Pemakai Terusan Suez itu kemudian terdiri dari 15 negara anggauta. Panitya Pelaksananja terdiri dari 7 negara, kemungkinan besar ialah Inggris, Perantjis, Amerika, Norwegia, Iran, Italia dan ketudjuh mungkin salah satu diantara ketiga penindjau jakni Ethiopia, Djepang dan Pakistan, apabila diantara mereka ada jang memutuskan untuk menggabungkan diri dengan Perhimpunan.

Perhimpunan Pemakai Terusan Suez mempunjai 3 organ jakni:

1. Sebuah Dewan 2. Panitya Pelaksana 3. Seorang administrator.

Dalam perkembangan selandjutnja kita telah menjaksikan, bahwa organisasi tjiptaan Barat tersebut telah mengalami keguguran sebelum Iahir. Belum pernalh ada kapal-kapal Perhimpunan jang mentjoba melewati terusan menurut rentjana jang semula ditjitatji takan.

D. Masalah Suez di Dewan Keamanan

Sebelum Dewan, Keamanan P.B.B. membitjarakan masalah Suez, Inggris telah berusaha menjesuaikan politiknja dengan Amerika Serikat mengenai terusan Suez.

Letak perbedaan ialah:

a. Amerika Serikat menganggap Inggris dan Perantjis terlampau tergesa-gesa mengadjukan masalah Suez di Dewan Keamanan.

Dulles telah menjarankan dalam Konperensi London ke-II, bahwa duadjukannja masalah Suez ke Dewan Keamanan supaja setelah terbentuknja Ikatan Pemakai Terusan Suez.

b. Alasan Inggris dan Perantjis untuk tjepat-tjepat mengadjukan ke dewan Keamanan, karena chawatir didahului oleh Mesir. Sebab Mesir selalu menjampaikan keluhan-keluhan kepada Dewan Keamanan, bahwa Inggris-Perantjis mengantjam keamanan dan perdamaian.

Mesir sudah bersiap-siap menghadapi perdebatan di Dewan Keamanan. Ketika Konperensi London 1 Oktober 1956 dibuka, maka pada tanggal itu djuga berangkatlah delegasi Mesir ke P.B.B. Delegasi itu dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Mahmud Fawzi dennan anggauta-anggautanja Wing Commander Alwy Sabri dan wakil tetap Mesir di P.B.B.

Delegasi Mesir itu mendapat instruksi/perintah dari Presiden Nasser sebagai berikut:

a. Menolak setiap resolusi jang hendak menempatkan Suez dibawah pengawasan internasional.

b. Menentang setiap pertjobaan Inggris-Perantjis untuk memperoleh sokongan di Dewan Keamanan.

c. Tetap membuka pintu perundingan berdasar prinsip bahwa Mesir adalah pemilik dan pengawas terusan Suez.

Sebaliknja Inggris dan Perantjis menjiapkan sebuah resolusi jang berisikan:

a. Seruan untuk mendukung usul-usul Konperensi London tentang ditempatkannja terusan Suez dibawah pengawasan internasional.

b. Meniadakan tindakan penasionalisasian oleh Mesir.

Sidang Dewan Keamanan untuk membitjarakan masalah Suez dimulai pada tanggal 5 Oktober 1956.

Inggris dan Perantjis mengadjukan sebuah usul resolusi jang terdiri dari 5 pokok, sebagai berikut:

a. Menegaskan prinsip kebebasan pelajaran sesuai dengan Konvensi 1888.

b. Menegaskan, bahwa perlu sekali dilindungi hak-hak dan djaminan-djaminan jang dimiliki oleh segala pemakai terusan Suez - menurut sistim jang mendjadi dasar Konvensi 1888 - artinja terusan Suez harus diurus oleh ,,suatu keseluruhan jang mempunjai sifat internasional".

c. Menjetudjui tindakan 18 negara dalam konperensi London pertama mengenai terusan Suez jang dimaksud untuk mentjapai penjelesaian setjara damai jang sesuai dengan keadilan.

d. Mengandjurkan kepada Pemerintah Mesir, supaja berunding atas dasar usul-usul ini dan dengan demikian bekerdja sama dalam susunan sebuah sistim jang effektip untuk mengurus terusan Suez.

e. Mengandjurkan kepada Pemerintah Mesir, supaja sementara ini bekerdja sama dengan Perhimpunan Terusan Suez (Suez Canal User's Association).

Mesir menolak usul resolusi Inggris-Perantjis ini, ketjuali pokok pertama jang menghendaki ,,pengakuan prinsip kebebasan pelajaran, sesuai dengan Konvensi 1888".

Untuk menembus djalan buntu, maka berkali-kali atas kegiatan Sekretaris Djenderal P.B.B. Dag Hammarskjold, diadakan perundingan rahasia antara Menteri-menteri Luar Negeri lnggris, Perantjis dan Mesir dibawah pengawasan Dag Hammarskjold.

Dag Hammarskjold mengadjukan 6 pokok sebagai dasar untuk penjelesaian masalah Suez, sebagai berikut:

a. Harus ada pelajaran bebas dan terbuka melalui terusan Suez, dengan tidak boleh dilakukan diskriminasi baik setjara terang-terangan maupun tersembunji.

b. Kedaulatan Mesir akan dihormati.

c. Tjara penetapan bea akan ditentukan berdasarkan persetudjuan antara Mesir dengan pemakai terusan.

d. Pengerdjaan terusan Suez harus dipisahkan dari politik suatu negara.

e. Bagian jang lajak dari penghasilan bea terusan harus diperuntukkan bagi perkembangan terusan.

f. Djika ada sesuatu hal jang tidak ditjapai persetudjuannja antara Kongsi dengan pemerintah Mesir, maka hal itu harus diselesaikan dengan djalan arbitrage dengan sjarat-sjarat jang patut mengenai aturan pembajaran (kerugian?) jang akan dilakukan.

Inggris dan Perantjis telah merobah resolusinja dan menjetudjui 6. pokok jang dikemukakan oleh Dag Hammarskjold. Demikian djuga halnja dengan Mesir.

Dengan demikian jang disetudjui oleh Dewan Keamanan ialah sebuah resolusi Inggris-Perantjis jang menjokong 6 prinsip jang telah ditjapai persetudjuannja pada hari Djum'at tanggal 12 Oktober 1965 oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Perantjis dan Mesir.

Seluruh dunia pada waktu itu merasa lega, karena mendung peperangan tampaknja mulai berarak lenjap dan menunggu datangnja saat perundingan antara Mesir, Inggris, Perantjis jang menurut rentjana akan segera diadakan di Geneva. Tetapi apakah jang terdjadi? Pada tanggal 29 Oktober 1956 Israel tidak hanja melanggar perbatasan Mesir, tetapi setjara tergesa-gesa memasuki beberapa puluh mil didalam wilajah Mesir menudju terusan Suez. Keadaan ini digunakan oleh lnggris-Perantjis sebaik-baiknja dengan djalan bersama-sama antara Israel, Inggris dan Perantjis melakukan agressi terhadap kedaulatan Mesir.