Almanak Lembaga-Lembaga Negara dan Kepartaian/Bab 4

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

IV. DEWAN PERANTJANG NASIONAL

910/B-16
UNDANG-UNDANG No. 80 TAHUN 1958
tentang

Dewan Perantjang Nasional.


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa telah sampailah Rakjat Indonesia jang berbahagia ketingkatan kemadjuan dapat menaiki djambatan-emas untuk membentuk masjarakat jang adil dan makmur dengan melaksanakan pembangunan nasional jang berentjana sebagai nikmat kemerdekaan jang telah tertjapai berkat hasil Perdjuangan dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia sedjak 17 Agustus 1945;

b. bahwa pembangunan nasional jang meliputi segala segi penghidupan Bangsa Indonesia haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian Rakjat Indonesia serta dipimpin oleh pola jang penjelenggaraannja ditetapkan dengan undang-undang pembiajaan, lengkap dibubuhi pendjelasan jang sempurna;

c. bahwa agar supaja mempersiapkan rentjana dan menilai penjelenggaraan pembangunan-semesta itu dapat terlaksana dengan ikutsertanja Rakjat Indonesia jang berkepentingan dan berhasrat hendak menikmati pembangunan itu perlu dibentuk suatu Dewan Perantjang Nasional;


Mengingat:

a. Amanat Presiden Republik Indonesia tanggal 25 Djuni dan 17 Agustus 1958 mengenai perlunja Dewan Perantjang Nasional;

b. pasal-pasal 28, 36, 37 , 38 , 40, 41 , 42 dan 43 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

c. pasal 89 dan 90 ajat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat;

Memutuskan :

Menetapkan :

Undang-undang tentang Dewan Perantjang Nasional.

Pasal 1 .

(1) Untuk mempersiapkan undang-undang pembangunan nasional jang berentjana, maka dibentuk sebuah Dewan Perantjang Nasional.

243

 (2) Dewan Perantjang Nasional berkedudukan di Djakarta.

 (3) Lembaga-lembaga untuk penjelidikan bagi kepentingan pembangunan nasional boleh ditentukan oleh Pemerintah berkedudukan ditempat lain diluar kota Djakarta.

Pasal 2.

 Dewan Perantjang Nasional membantu Dewan Menteri Republik Indonesia.

Pasal 3.

(1) Dewan Perantjang Nasional bertugas :
a. mempersiapkan rantjangan undang-undang pembangunan nasional jang berentjana dan
b. menilai penjelenggaraan pembangunan itu.
(2) Dewan Perantjang Nasional menjusun rentjana pembangunan nasional dengan memperhitungkan penggunaan segala kekajaan alam dan pengerahan tenaga Rakjat serta meliputi segala segi penghidupan Bangsa Indonesia dalam bentuk rantjangan undang- undang pembangunan.

Pasal 4.

 (1) Pola terbagi atas tiga bagian, rentjana pembangunan, lasan rentjana dan rantjangan pembiajaan pembangunan.
 (2) Pola pembangunan jang sesuai dengan kepribadian Indonesia diadjukan oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional Dewan Menteri jang memutuskan mengadjukannja ke Dewan kilan Rakjat .
 (3) Penjelenggaraan pembangunan semesta dan berentjana jang disusun oleh Dewan Perantjang Nasional berdasarkan undang-undang.

Pasal 5.

 Dewan Menteri memberi kabar kepada Dewan Perantjang Nasional tentang keputusannja hendak mengadjukan rantjangan pembangunan jang dimaksud dalam pasal 4 diatas kepada Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 6.

(1 ) Dewan Perantjang Nasional terdiri dari sedjumlah orang anggota dan diketuai oleh seorang Ketua Dewan Perantjang Nasional.
(2) Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perantjang Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Menteri.
(3) Ketua Dewan Perantjang Nasional mempunjai kedudukan dan penghargaan sebagai seorang Menteri seperti dimaksud dalam Undangundang Dasar Sementara Republik Indonesia pasal 49.


244 (4) Ketua Dewan Perantjang Nasional menghadiri sidang Dewan Menteri atas undangan Dewan Menteri untuk ikut membitjarakan soal-soal pembangunan dan hal-hal jang menjangkut Dewan Perantjang Nasional.

(5) Djika Ketua Dewan Perantjang Nasional berhalangan, maka jang menggantikannja jaitu Wakil Ketua I.

Pasal 7.

(1) Dewan Perantjang Nasional dipimpin oleh seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua.

(2) Djumlah Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional ditetapkan oleh Pemerintah.

(3) Sekretariat Dewan Perantjang Nasional dikepalai oleh seorang Sekretaris Djenderal.

(4) Sekretariat Dewan Perantjang Nasional meliputi djuga segala sekretariat seksi-seksi.

(5) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Djenderal dilakukan oleh Pemerintah atas usul Ketua Dewan Perantjang Nasional.

(6) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai-pegawai lain dilakukan oleh pimpinan Dewan Perantjang Nasional, seperti dimaksud pada ajat 1 diatas.

Pasal 8.

(1) Pimpinan Dewan Perantjang Nasional membentuk seksi-seksi pembangunan semesta dan berentjana untuk menjiapkan rantjangan pembangunan dibidang kemasjarakatan, kenegaraan, pertahanan dan ekonomi-keuangan.

(2) Seksi-seksi dipimpin oleh seorang Ketua Seksi, dan Wakil Ketua Seksi.

(3) Seksi-seksi mempunjai suatu sekretariat seksi dibawah pimpinan seorang sekretaris tetap.

Pasal 9.

Para Anggota Dewan Perantjang Nasional terdiri dari orang-orang ahli jang memiliki hasrat dan semangat pembangunan sesuai dengan djiwa bagian pertimbangan undang-undang ini dan terbagi atas:

a. sardjana , ahli ekonomi, ahli tehnik, ahli budaja dan sardjanasardjana lain, jang ahli dalam soal-soal pembangunan;

b. orang-orang jang dapat mengemukakan soal-soal pembangunan didaerah Swatantra Tingkat I dan jang ahli dalam soal-soal pembangunan;

c. orang-orang dari golongan-golongan fungsionil jang ahli dalam soal-soal pembangunan;

245 d. pedjabat-pedjabat sipil dan militer jang ahli dalam soal-soal pembangunan.

Pasal 10.

(1) Dewan Perantjang Nasional mempunjai Peraturan Tata-tertib jang ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

(2) Dalam Peraturan Tata-tertib diatur tugas dan tjara bekerdja sidang-sidang jang diadakan oleh Dewan Perantjang Nasional.

(3) Demikian pula diatur dalam Peraturan Tata-tertib peraturanperselisihan serta tjara mengambil kebulatan dalam sidang-sidang.

Pasal 11.

Presiden Republik Indonesia setiap waktu dapat menjampaikan Amanatnja kepada sidang Dewan Perantjang Nasional.

Pasal 12.

(1) Pelaksanaan undang-undang ini diatur selandjutnja dengan peraturan Pemerintah.

(2) Aturan-aturan tentang pembiajaan Dewan Perantjang Nasional, tentang kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota-anggota serta pegawai-pegawai Dewan Perantjang Nasional menurut undangundang ini ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

Pasal 13.

(1) Undang-undang ini disebut „Undang-undang Dewan Perantjang Nasional”.

(2) Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Diundangkan

pada tanggal 31 Oktober 1958.

Menteri Kehakiman,

ttd.

G. A. MAENGKOM.

Disahkan di Djakarta

pada tanggal 23 Oktober 1958.

Presiden Republik Indonesia,

ttd.

SUKARNO.

Wakil Perdana Menteri I,

ttd.

HARDI.

LEMBARAN-NEGARA No. 144 TAHUN 1958.
_____________
MEMORI PENDJELASAN

mengenai

USUL UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

PENDJELASAN UMUM.

Adapun Dewan Perantjang Nasional bertudjuan hendak menjiapkan rentjana Pembangunan jang berdjangka pandjang dan jang akan ditetapkan pelaksanaan dan pembiajaannja dalam undang-undang. Rentjana, pembiajaan dan pendjelasan pembangunan dalam undangundang itu dinamai pola, jang dinamai djuga blue-print atau tjetakanbiru pembangunan. Pola itulah jang memimpin pembangunan jang telah lama diidam-idamkan Rakjat, supaja terlaksana untuk kepentingan masjarakat Indonesia jang berkat Revolusi Proklamasi sebagian besar telah dibebaskan oleh Perdjuangan Kemerdekaan Indonesia dari tindasan imperialisme-kolonialisme. Dengan Pembangunan semesta dan berentjana dalam tingkatan Revolusi jang belum selesai, Bangsa Indonesia hendak menjusun masjarakat jang adil dan makmur diatas kemerdekaan jang telah tertjapai berkat perdjuangan Rakjat. Bagian pembangunan itu hendak diwudjudkan supaja dinikmati oleh seluruh daerah Republik Indonesia. Maka supaja pola jang akan memimpin pembangunan semesta dan berentjana itu terdjamin pelaksanaannja dalam waktu jang didjangkakan lebih dahulu, dan supaja dapat dipertanggung-djawabkan setjara tehnis, efficiency dan bagi anggaran belandja Negara, maka perlulah Rentjana Pembangunan itu dirantjangkan dengan seksama oleh suatu badan chusus, jang dinamai Dewan Perantjang Nasional.

Bahan-bahan untuk mempersiapkan pembentukan Dewan Perantjang itu ialah:

1. Isi Mukaddimah Konstitusi Proklamasi 1945 dan pesan-pesan jang tersimpul dalam kata Pembuka Konstitusi Republik Indonesia 1950 jang kini berlaku, terutama jang berhasrat hendak membangun untuk membentuk masjarakat jang adil dan makmur.

2. Pasal- pasal kemakmuran dalam Konstitusi Republik Indonesia 1950, jang termaktub pada pasal 28, 36, 37, 38, 40, 41, 42 dan 43.

3. Usul- usul nasehat Dewan Nasional kepada Dewan Menteri jang berhubungan langsung dengan Pembangunan dan pembentukan Dewan Perantjang Nasional.

247 4. Diktat Musjawarah Nasional pada tanggal 10-14 September 1957 di Gedung Proklamasi Djakarta, jang diterbitkan oleh Sekretariat Musjawarah Nasional.

5. Risalah Musjawarah Nasional Pembangunan di Djakarta sedjak 25 Nopember 1957 , seperti diterbitkan oleh Sekretariat Musjawarah Nasional Pembangunan di Djakarta (IV djilid).

6. Pelaksanaan pembangunan dalam Republik India, seperti diuraikan dalam buku "The first Five Year Plan (1952)" dan "Programmes of Industrial Development 1951-1956" seperti diterbitkan oleh Planning Commision Pemerintah India.

7. Pengalaman-pengalaman dengan pelaksanaan Pembangunan berentjana ditanah R.R.T. , Sovjet Uni, Tjekoslowakia dan Republik Pakistan, dan lain-lain seperti diterbitkan dalam beberapa terbitan dalam bahasa Inggeris.

8. Amanat-amanat Presiden Republik Indonesia Soekarno mengenai perlunja Dewan Perantjang Nasional.

Rantjangan Pembangunan semesta dengan berdjangka waktu beberapa tahun itu diharapkan oleh Pemerintah supaja pada achir tahun 1958 ini djuga dapat dimulai disusun oleh Dewan Perantjang Nasional, sehingga berhubungan dengan itu dengan segera rantjangan undangundang jang akan mendjadi dasar-hukum Dewan tersebut diadjukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat untuk dibitjarakan.

PENDJELASAN CHUSUS.

Bagian chusus mendjelaskan konsiderans undang-undang dan bagian batang-tubuh undang-undang pasal demi pasal.

A. KONSIDERANS.

Pemerintah menganggap perlu menetapkan kata-pembuka dibagian konsiderans. Kata-pembuka itu terbagi atas tiga kalimat.

Kalimat I. Pembangunan atas kemerdekaan jang telah tertjapai dengan hasrat hendak membentuk Masjarakat jang adil dan makmur ditanah Indonesia, jang sebagian besar telah bebas dari tindasan imperialisme dan kolonialisme, berkat perdjuangan Rakjat.

Kalimat II. Pembangunan nasional jang meliputi segala segi penghidupan bangsa Indonesia dan sesuai dengan kepribadian Rakjat Indonesia sendiri.

Kalimat III. Rantjangan Undang-undang Pembangunan Nasional berisi pola atau blue-print (tjetakan-biru) bersama- sama rentjana pendjelasan dan rentjana pembiajaan disediakan oleh suatu badan chusus berbentuk Dewan Perantjang Nasional. Pola itulah jang akan memimpin seluruh Pembangunan semesta dan berentjana.

248

B. BATANG-TUBUH UNDANG-UNDANG.

Pendjelasan bagian kedua ini tersusun dalam tiga belas pasal jang mengenai:

I. Pembentukan dan kedudukan Dewan Perantjang Nasional.

II. Hubungan Dewan Perantjang Nasional dengan Dewan Menteri .

III. Tugas Dewan Perantjang Nasional.

IV. Pola Pembangunan.

V. Rentjana Pembangunan disampaikan kepada D.P.R.

VI. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perantjang Nasional.

VII. Pimpinan dan sekretariat Dewan Perantjang Nasional.

VIII. Seksi-seksi Pembangunan.

IX. Susunan Seksi-seksi Pembangunan.

X. Peraturan Tata-tertib Dewan Perantjang Nasional.

XI. Presiden Republik Indonesia.

XII. Pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional.

XIII. Nama dan berlakunja Undang-undang Dewan Perantjang Nasional.

I. PEMBENTUKAN DAN KEDUDUKAN DEWAN

PERANTJANG NASIONAL.

Pasal 1.

Organisasi-negara jang dibentuk bernama dengan selengkapnja Dewan Perantjang Nasional. Istilah Dewan Perantjang Nasional adalah menurut susunan dan tugas jang dikerdjakan. Kata Pembangunan tak perlu ditambahkan, karena sudah djelas jang dirantjang ialah untuk kepentingan pembangunan, sedangkan kata nasional memperingatkan bahwa ditjabang pemerintahan pusat atau otonomi ada pula dikenal pembangunan routine.

Rantjangan undang-undang pembangunan jang disusun oleh Dewan Perantjang Nasional adalah jang semesta (overall-planning) dan memakan waktu bagi penjelenggaraannja lebih dari dua tahun. Pasal 114 Undang-undang Dasar Sementara ajat 1.

Tempat kedudukan Dewan Perantjang Nasional ialah dikota Djakarta; lembaga-lembaga penjelidikan untuk kepentingan pembangunan boleh ditempatkan Pemerintah diluar kota Djakarta.

II. HUBUNGAN DEWAN PEANTJANG NASIONAL

DENGAN DEWAN MENTERI,

Pasal 2.

Dewan Perantjang Nasional membantu Dewan Menteri.

249

III. TUGAS DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

Pasal 3 ajat 1.

Tugas-kewadjiban Dewan Perantjang Nasional adalah dua; terutama tugasnja terletak pada bidang perantjangan undang-undang pembangunan jang berdjangka pandjang, lebih dari dua tahun.

Selainnja dari pada tugas perantjangan jang preventif itu ada lagi tugas Dewan Perantjang Nasional jang represif, jaitu menilai penjelenggaraan pembangunan jang telah ditetapkan dengan undang-undang. Kata menilai sama maksudnja dengan evaluasi, jaitu berarti, bahwa Dewan Perantjang Nasional mempunjai wewenang memberitahukan kepada Pemerintah (Kementerian atau instansi jang bersangkutan) kekurangan-kekurangan, kekeliruan -kekeliruan dan sebagainja jang terdapat dalam penjelenggaraan sesuatu rentjana jang telah didjadikan Undang-undang.

Batas-batas perantjangan dan bidang penilaian pelaksanaan pembangunan oleh Dewan Perantjang Nasional ditetapkan dan lebih didjelaskan dalam peraturan Pemerintah.

Pasal 3 ajat 2.

Pekerdjaan Dewan Perantjang Nasional ditegaskan pada pasal 3 ajat 2, jaitu: menjusun rentjana pembangunan nasional, jang meliputi segala segi penghidupan Bangsa Indonesia dan rentjana itu disusun dalam rantjangan undang-undang.

Rentjana Pembangunan Nasional disusun dengan memperhitungkan penggunaan segala kekajaan alam dan pengerahan tenaga Rakjat, tanpa memasuki bidang eksekutif.

IV. POLA PEMBANGUNAN.

Pasal 4.

Tjukup djelas.

V. RENTJANA PEMBANGUNAN DISAMPAIKAN

KEPADA D.P.R.

Pasal 5.

Tjukup djelas.

VI. KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA

DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

Pasal 6.

Adapun Ketua Dewan mempunjai kedudukan seorang Menteri (Undang-undang Dasar Sementara pasal 49), jang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Menteri.


250 Djumlah dan pengangkatan/pemberhentian Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional ditetapkan djuga oleh Presiden atas usul Dewan Menteri. Apabila djumlah Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional lebih dari seorang maka Wakil Ketua I menggantikan putjuk pimpinan Dewan, apabila Ketua berhalangan. Wakil Ketua tidak mempunjai kedudukan seorang Menteri.

VII. PIMPINAN DAN SEKRETARIAT DEWAN

PERANTJANG NASIONAL.

Pasal 7.

Organisasi Dewan Perantjang Nasional terbagi atas Pimpinan Dewan dan Pimpinan Seksi, jang diperhubungkan oleh badan Sekretariat Dewan dibawah seorang Sekretaris Djenderal.

Sekretariat Dewan Perantjang Nasional dan segala sekretariat Seksi-seksi dikepalai oleh seorang Sekretaris Djenderal, jang diangkat oleh Pemerintah atas usul Ketua Dewan.

VIII. SEKSI-SEKSI PEMBANGUNAN.

Pasal 8.

Pimpinan semua Seksi dihubungkan oleh Sekretaris Djenderal dengan Pimpinan Dewan. Pimpinan Seksi dipegang oleh Ketua Seksi, dan Wakil Ketua Seksi.

Sekretariat Seksi dipimpin oleh Sekretaris tetap.

IX. SUSUNAN SEKSI -SEKSI PEMBANGUNAN.

Pasal 9.

Undang-undang Dewan Perantjang Nasional memberi kekuasaan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional untuk membentuk Seksiseksi jang terletak dibidang:

1. Kemasjarakatan.

2. Kenegaraan.

3. Pertahanan.

4. Ekonomi-Keuangan.

Sebagian besar dari pembangunan dibidang kerohanian akan dipentingkan dalam seksi-seksi jang masuk bidang kemasjarakatan.

Seksi-seksi akan dibentuk oleh Pimpinan Dewan Perantjang Nasional. Untuk mengarahkan fikiran, maka seksi-seksi jang akan dibentuk itu adalah sebagai misal diantaranja seperti berikut:

Kenegaraan.

Ekonomi.

Keuangan. Pertahanan.

Statistik.

Industri.

Perdagangan.

Urusan Bank.

Sosial.

Lalu-lintas.

Transmigrasi.

Pertanian.

Pengairan.

Perkebunan.

Kehutanan.

Kehewanan.

Perikanan.

Pertambangan.

Kesehatan.

Bahan makanan.

Pendidikan.

Kebudajaan.

Keolah-ragaan.

Tenaga Kerdja (man-power).

Segala seksi diatas boleh ditambah atau dikurangi djumlahnja atau dibagi-bagi dalam beberapa anak seksi menurut kebidjaksanaan Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

Tidak pula perlu segala seksi-seksi diatas dibentuk serentak; pembentukan adalah dengan memperhatikan keperluan.

Seksi dipimpin oleh Ketua Seksi dan Wakil Ketua Seksi, jang dibantu oleh seorang Sekretaris-tetap seksi jang mengepalai sekretariat seksi. Sekretariat Seksi ialah satu bagian dalam keseluruhan Sekretariat Dewan dibawah Sekretaris Djenderal, Sekretaris Seksi adalah pegawai tetap.

Angota-anggota Dewan terdiri dari ahli-ahli dalam soal-soal pembangunan; terbagi atas 4 golongan, seperti didjelaskan pada pasal 9:

a. sardjana, ahli ekonomi, ahli tehnik, ahli budaja dan sardjanasardjana lain;

b. orang-orang dari golongan fungsionil jang dapat mengemukakan soal-soal pembangunan di Daerah Swatantra Tingkat I;

c. orang-orang dari golongan fungsionil;

d. pedjabat-pedjabat sipil dan militer.

Adapun golongan fungsionil ialah sama dengan golongan fungsionil dalam Dewan Nasional. Jang diutamakan jaitu fungsinja bagi kepentingan pembangunan.


252 Sjarat-sjarat jang diharapkan kepada pimpinan dan para anggota Dewan Perantjang Nasional, ialah supaja mereka benar-benar ternjata memiliki hasrat dan semangat pembangunan, seperti jang mendjadi inti-sari konsiderans Undang-undang Dewan Perantjang Nasional.

Dengan organisasi seperti diatas maka seluruh Dewan Perantjang Nasional berhubungan langsung dengan tenaga masjarakat di Daerah Swatantra Tingkat I dan dengan segala aliran fungsionil; lagi pula tenaga rakjat dan kekajaan alam telah dipentingkan kegunaannja oleh Dewan Perantjang Nasional untuk kepentingan pembangunan (pasal 3 ajat 2).

Telah dipikirkan oleh Pemerintah, bahwa masing-masing Daerah Swatantra Tingkat I akan mengadjukan tjalon untuk duduk dalam Dewan Perantjang Nasional. Prosedur penundjukan dan djumlahnja jang maximal bagi anggota tiap-tiap Daerah Swatantra Tingkat I akan ditetapkan oleh Pemerintah.

Diharapkan djumlah anggota Sidang Pleno Dewan Perantjang Nasional, jaitu teoritis sidang jang paling besar, akan beranggota kurang lebih 60 orang, dengan perhitungan bahwa pada ketika ini sudah ada lebih dari 19 Swatantra Tingkat I atau propinsi.

X. PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN

PERANTJANG NASIONAL.

Pasal 10.

Dengan memperhatikan organisasi diatas, maka akan ada lima matjam sidang jang dikenal Dewan Perantjang Nasional, jang masingmasing mempunjai tugas dan kekuasaan sendiri, jang nanti akan ditetapkan dalam Peraturan Tata-tertib.

Sidang-sidang itu ialah:

1. Sidang Pimpinan Harian Dewan Perantjang Nasional.

2. Sidang Pimpinan Dewan.

3. Sidang Pimpinan Seksi.

4. Sidang-pleno Seksi.

5. Sidang-pleno Dewan Perantjang Nasional.

Kekuasaan, tjara bekerdja, peraturan-perselisihan dan tjara mentjari kebulatan dalam kelima matjam sidang diatas serta tentang hak-suara akan diatur dalam Peraturan Tata-tertib Dewan Perantjang Nasional.

XI. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Pasal 11.

Untuk memenuhi hasrat Rakjat Indonesia supaja tjita-tjita Bung Karno dilaksanakan dibidang pembangunan, maka hal itu dinjatakan dua kali dalam Undang- undang Dewan Perantjang Nasional jakni: 1. Dalam bagian Konsiderans diminta perhatian untuk Amanat-amanat Presiden Republik Indonesia Soekarno mengenai perlunja Dewan Perantjang Nasional;

2. Presiden setiap waktu dapat menjampaikan saran, pemandangan atau andjuran jang keseluruhannja dinamai Amanat tentang pembangunan kepada sidang-sidang Dewan Perantjang Nasional.

Amanat itu dapat disampaikan dengan tertulis atau dengan lisan kepada Dewan Perantjang Nasional.

Semuanja hal itu akan diatur dalam Peraturan Tata-tertib.

Dalam peraturan Pemerintah jang dimaksud pada pasal 12 ajat 1 akan ditempatkan kalimat:

„Amanat menurut pasal 11 Undang-undang Dewan Perantjang Nasional ialah fatwa Presiden jang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam bidang pembangunan-berentjana”.

Selandjutnja dalam peraturan Pemerintah itu djuga akan diatur, bahwa Menteri-menteri setiap waktu boleh menghadiri sidang-sidang Dewan Perantjang Nasional dan boleh pula memberikan petundjuk tentang pembangunan berentjana dalam sidang jang dihadirinja.

XII. PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

Pasal 12.

Undang-undang ini mendjadi dasar bagi tiga matjam Peraturan Pemerintah, jaitu:

1. Peraturan Tata-tertib (pasal 10 ajat 1).

2. Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan undang-undang ini (pasal 12 ajat 1).

3. Peraturan Pemerintah untuk keperluan lain jang dibutuhkan oleh undang-undang ini, selainnja jang disebutkan pada angka 1 dan 2 (pasal ajat 2).

Pemerintah akan menjediakan segala Peraturan Pemerintah jang tersebut diatas Pemerintah berpengharapan penuh, supaja pada achir tahun 1958 telah dapat terbentuk Dewan Perantjang Nasional jang dengan segera dapat bekerdja menunaikan tugas menurut undangundang ini jang begitu penting bagi Pembangunan berentjana jang hasilnja dapat dinikmati oleh Rakjat Indonesia.

XIII. NAMA DAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG

DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

Pasal 13.

Tjukup djelas.

TAMBAHAN LEMBARAN-NEGARA No. 1675.

__________

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
No. 4 TAHUN 1959
UNTUK MENJESUAIKAN UNDANG-UNDANG
No. 80 TAHUN 1958
tentang
Dewan Perantjang Nasional.


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 Menimbang, bahwa perlu segera dibentuk Dewan Perantjang Nasional ;
 bahwa untuk itu perlu Undang-undang Dewan Perantjang Nasional disesuaikan dengan Undang-undang Dasar 1945 ;
 Mengingat: Dekrit Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tanggal 5 Djuli 1959;
 Pasal 4 ajat (1) dan Peraturan Peralihan Pasal IV Undang-undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan :

 Menetapkan:

Perubahan dalam Undang-undang No. 80 tahun 1958 tentang
Dewan Perantjang Nasional.

Pasal I.

 Pasal 3 ajat (1) bkini berbunji : menilai penjelenggaraan pembangunan.

Pasal II.

 Pasal 6 ajat (3 ) kini berbunji : Ketua Dewan Perantjang Nasional adalah Menteri ex officio.
 Kepada Pasal 6 ditambahkan ajat (6) jang berbunji :
ajat (6): Ketua, Wakil Ketua, Anggota-anggota dan djumlah anggota Dewan Perantjang Nasional ditetapkan oleh Presiden.

Pasal III.

 Penetapan Presiden ini berlaku mulai hari diundangkan. Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Penetapan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Djakarta

pada tanggal 22 Djuli 1959.

Presiden Republik Indonesia,

SUKARNO.

Diundangkan

pada tanggal 22 Djuli 1959.

Menteri Muda Kehakiman,

SAHARDJO.

____________
PENDJELASAN

ATAS

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

No. 4 TAHUN 1959

UNTUK MENJESUAIKAN UNDANG-UNDANG

No. 80 TAHUN 1958

tentang

Dewan Perantjang Nasional.

_________________

I. UMUM.

Seperti diketahui pembentukan Dewan Perantjang Nasional menurutUndang-undang No. 80 tahun 1958 telah sampai ketaraf pengangkatan oleh Presiden, karena tjalon-tjalon pimpinan Dewan Perantjang Nasional ataupun anggota-anggotanja telah sampai pada Presiden menurut Undang-undang Dasar Sementara 1950. Berhubung dengan berlakuaja lagi Undang-undang Dasar 1945, maka peraturan- peraturan didalam Undang-undang Dewan Perantjang Nasional harus disesuaikan dengan itu dengan mendjalankan demokrasi terpimpin. Untuk penjesuaian itu maka haruslah dalam Undang-undang No. 80 tahun 1958 dalam beberapa hal diadakan perubahan.

Bentuk juridis jang dipergunakan untuk mengadakan perubahan didalam Undang-undang Dewan Perantjang Nasional 1958, ialah Penetapan Presiden. Penetapan Presiden ialah Peraturan Presiden sebelum adanja Dewan Perwakilan Rakjat dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan in concreto dalam rangka pelaksanaan Dekrit Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tanggal 5 Djuli 1959.

Tindakan jang dilakukan untuk mengadakan perubahan dalam Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dengan Penetapan Presiden itu akan dipertanggung-djawabkan hanja kepada Madjelis Permusjawaratan Rakjat jang melakukan kedaulatan Rakjat sepenuhnja.

Pasal I.

Penilaian penjelenggaraan pembangunan oleh Dewan Perantjang Nasional adalah mengenai seluruh bidang pembangunan.

Pasal II.

 Telah ditetapkan oleh Presiden bahwa Ketua Dewan Perantjang Nasional akan mendjadi Menteri Ex Officio dalam Kabinet Kerdja Dengan sendirinja oleh sebab itu Ketua Dewan Perantjang Nasional dapat menghadiri sidang Dewan Menteri sebagai Menteri Ex Officio Demikian pula demokrasi terpimpin harus demikian didjalankan, sehingga baik djumlah atau siapa jang akan mendjadi Anggota Dewan Perantjang Nasional ditetapkan oleh Presiden dengan tidak terikat tentang djumlah dan pemilihan tjalon, sambil sjarat- sjarat mutlak untuk mendjadi Anggota pada umumnja tidak diadakan perubahan berupa apapun djuga. Djuga saran supaja djumlah Anggota Dewan Perantjang Nasional tetap terbatas, akan diperhatikan. Atas pikiran pikiran diatas maka dengan sendirinja dalam Undang-undang Dewan Perantjang Nasional pasal 6 harus diadakan perubahan dalam ajat (3) serta pasal 6 itu ditambah dengan ajat baru , jaitu ajat (6).
 Presiden boleh mengangkat Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perantjang Nasional jang lain dari pada jang diusulkan oleh Dewan Menteri atau oleh Daerah Swatantra tingkat I.

Pasal III.

 Pasal III ini menetapkan hari pengundangan. Selandjutnja diperintahkan supaja Penetapan Presiden No. 4 ini ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Djakarta, 22 Djuli 1959.


PERATURAN PEMERINTAH No. 1 TAHUN 1959

tentang

Pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 Menimbang:

Bahwa pelaksanaan Undang-Undang No. 80 tahun 1958 (LN 1958 No. 114) tentang Dewan Perantjang Nasional perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 Mengingat:

a. Undang-Undang No. 80 tahun 1958 (LN 1958 No. 144) tentang Dewan Perantjang Nasional pasal 12 ajat (1);

b. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia pasal- pasal 98 dan 99;

 Memperhatikan:

Usul Panitia Persiapan Dewan Perantjang Nasional;

 Mendengar:

Dewan Menteri dalam sidangnja pada tanggal 9 Djanuari 1959;

M e m u t u s k a n :

 Menetapkan:

Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan Undang-Undang Dewan Perantjang Nasional.

BAB 1.

1. PENDAHULUAN.

Pasal 1 .

1. Dewan Perantjang Nasional, jang selandjutnja disingkatkan mendjadi D.P.N., berdiri dibawah pengawasan Dewan Menteri.

2. Pemoiajaan D.P.N. masuk anggaran belandja Pemerintah Agung dan badan-badan 'Pemerintahan Tertinggi Republik Indonesia.

Pasal 2.

1. Sekretariat D.P.N. berkedudukan di Djakarta.

2. Lembaga-lembaga jang mendjadi bagian atau jang berhubungan dengan D.P.N. boleh berkedudukan diluar kota Djakarta menurut keputusan Pemerintah,


259

Pasal 3.

  1. Anggota pimpinan D.P.N., anggota Pimpinan seksi dan Sekretaris Djenderal bertempat tinggal di Djakarta.
  2. Pegawai D.P.N. bertempat tinggal di Djakarta, atau diluar Djakarta menurut penetapan Pemimpin Dewan Perantjang Nasional.

BAB II.

2. TUGAS D.P.N.

Pasal 4.

Tugas D.P.N. ialah seperti dirumuskan dalam Undang-Undang tentang Dewan Perantjang Nasional dalam pasal 3 dan 4.

ORGANISASI D.P.N.

BAB III.

KETENTUAN UMUM.

Pasal 5.

  1. Organisasi D.P.N. dipimpin oleh Pimpinan D.P.N. jang terdiri atas Ketua D.P.N. dan Wakil Ketua D.P.N. dengan bantuan seorang Sekretaris Djenderal.
  2. Ketua D.P.N. mengetuai Pimpinan D.P.N.
  3. D.P.N. dapat mengusulkan kepada Pemerintah lembaga untuk kepentingan pembangunan atau memakai lembaga jang sudah ada; barang sesuatunja diatur menurut keputusan Pemerintah.
  4. D.P.N. membentuk panitia-panitia untuk mengerdjakan tugas D.P.N.
  5. Tugas anggota pimpinan D.P.N. serta lembaga dan panitia seperti dimaksud dalam ajat 1, 2, 3 dan 4 diatas diatur selandjutnja dalam pasal-pasal Peraturan Pemerintah ini dan dalam Peraturan Tata-Tertib D.P.N.

Pasal 6.

  1. Seksi D.P.N. dipimpin oleh Pimpinan Seksi jang terdiri atas: Ketua Seksi, Wakil Ketua Seksi dengan bantuan Sekretaris Seksi,
  2. Tugas anggota pimpinan seksi dan pegawai D.P.N. diatur selandjutnja dalam pasal-pasal Peraturan Pemerintah ini dan dalam Peraturan Tata-Tertib D.P.N.

Pasal 7.

Djumlah, pengangkatan dan pemberhentian Anggota D.P.N. ditetapkan menurut pasal-pasal 22 sampai 26 dibawah ini.

PIMPINAN D.P.N.

A. KETUA D.P.N.

3. PENGANGKATAN KETUA D.P.N.

Pasal 8.

1. Ketua D.P.N. diangkat dan diperhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Menteri.

2. Ketua D.P.N. memenuhi sjarat:

  1. warga-negara Indonesia.
  2. telah berusia sekurang-kurangnja 25 tahun.
  3. jang bukan orang jang tidak diperkenankan serta dalam atau mendjalankan hak-pilih ataupun orang jang telah ditjabut haknja untuk dipilih.
  4. orang ahli jang memiliki hasrat dan semangat pembangunan semesta membentuk masjarakat jang adil dan makmur berdasarkan Pantjasila dengan melaksanakan pembangunan nasional jang berentjana.
  5. Anggota, seperti tersebut dalam pasal 21.

4.TUGAS KETUA D.P.N.

Pasal 9.

Tugas kewadjiban Ketua D.P.N. jang terutama jalah:

a. memilih Dewan Perantjang Nasional dalam mempersiapkan rantjangan Undang-undang Pembangunan Nasional jang berentjana.

b. Ketua Pimpinan D.P.N. dan Panitia Rumah Tangga.

c. memimpin sidang pleno D.P.N.

d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Djenderal kepada Pemerintah.

e. sebagai anggota Pimpinan D.P.N. ikut mengangkat dan memberhentikan pegawai-pegawai D.P.N. lain.

f. sebagai anggota Pimpinan D.P.N. ikut membentuk panitia-panitia D.P.N. dan seksi-seksi pembangunan semesta.

g. menempatkan Amanat Presiden kedalam agenda sidang pleno D.P.N.

h. memimpin mempersiapkan rantjangan Undang- undang Pembangunan Nasional jang berentjana dengan memberi petundjuk kepada Seksi-seksi dan para anggota D.P.N.

i. menjampaikan rantjangan undang-undang jang telah diputuskan oleh sidang pleno D.P.N. itu ke Dewan Menteri.

j. menghadiri sidang Dewan Menteri atas undangan Dewan Menteri untuk ikut membitjarakan soal-soal serta peraturan pembangunan dan hal-hal jang menjangkut D.P.N. k. memimpin penilaian penjelenggaraan pembangunan menurut undang-undang pembangunan nasional jang berentjana.

l. senantiasa berhubungan dengan Perdana Menteri dalam hal-hal Pembangunan dan D.P.N.

Pasal 10.

Apabila Ketua berhalangan, maka kewadjibannja dilakukan oleh Wakil Ketua; apabila jang achir ini berhalangan ia diganti oleh Wakil Ketua II. Apabila Wakil Ketua II djuga berhalangan, maka ia diganti oleh Wakil Ketua III, dan apabila jang terachir inipun berhalangan, maka Sekretaris Djenderal dalam hal itu melakukan kewadjiban Wakil Ketua.

5. KEDUDUKAN KETUA D.P.N.

Pasal 11.

  1. Ketua D.P.N. mempunjai kedudukan dan penghargaan sebagai seorang Menteri Republik Indonesia.
  2. Ketua D.P.N. bertempat tinggal di Djakarta.
  3. Kedudukan keuangan dan penghargaan Ketua D.P.N. diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri, seperti dimaksud pada pasal 12 ajat (2) Undang-Undang tentang Dewan Perantjang Nasional.

6. SUMPAH (DJANDJI) KETUA D.P.N.

Pasal 12.

  1. Sebelum memangku djabatannja, Ketua Dewan Perantjang Nasional mengangkat sumpah (berdjandji) dihadapan Presiden.
  2. Rumusan sumpah (djandji) Ketua D.P.N. berbunji:

„Saja brsumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk diangkat mendjadi Ketua Dewan Perantjang Nasional, langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dengan dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.

Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam djabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima dari siapapun djuga, langsung ataupun tak langsung sesuatu djandji atau pemberian.

Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja dengan sekuat tenaga akan memimpin Dewan Perantjang Nasional untuk membentuk masjarakat jang adil dan makmur berdasarkan Pantjasila dengan melaksanakan pembangunan nasional berentjana sebagai nikmat kemerdekaan jang telah ditjapai oleh perdjuangan dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Saja besumpah (berdjandji) setia kepada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, akan memelihara Undang- Undang Dewan Perantjang Nasional dan segala peraturan jang berlaku bagi Republik Indonesia.

Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja akan setia kepada Nusa dan Bangsa dan bahwa saja dengan setia akan memenuhi segala kewadjiban jang ditanggungkan kepada saja oleh djabatan Ketua Dewan Perantjang Nasional”.

B. WAKIL KETUA D.P.N.

7. PENGANGKATAN WAKIL KETUA D.P.N.

Pasal 13.
  1. Wakil Ketua D.P.N. diangkat dan diperhentikan oleh Presiden atas

usul Dewan Menteri.

  1. Wakil Ketua memenuhi sjarat:
    1. warga-negara Indonesia.
    2. telah berusia sekurang-kurangnja 25 tahun.
    3. orang ahli jang memiliki hasrat dan semangat pembangunan semesta membentuk masjarakat jang adil dan makmur berdasarkan Pantjasila dengan melaksanakan pembangunan nasional jang berentjana.
    4. Anggota, seperti tersebut dalam pasal 21.
  2. Djumlah Wakil Ketua D.P.N. sebanjak-banjaknja tiga orang.
8. TUGAS WAKIL KETUA D.P.N.
Pasal 14.

Tugas kewadjiban Wakil Ketua D.P.N. jang terutama jalah:

  1. membantu Ketua D.P.N. dalam memimpin D.P.N.
  2. mendjadi anggota Pimpinan D.P.N. dan Panitia Rumah Tangga.
  3. mendjalankan pekerdjaan Ketua D.P.N. djikalau Ketua berhalangan, seperti dimaksud dalam pasal 10.
  4. sebagai anggota Pimpinan D.P.N. ikut mengangkat dan memberhentikan pegawai-pegawai D.P.N. lain.
  5. sebagai anggota Pimpinan ikut membentuk panitia-panitia D.P.N. dan seksi-seksi pembangunan semesta.
    9. KEDUDUKAN WAKIL KETUA D.P.N.
    Pasal 15.
    1. Kedudukan keuangan Wakil Ketua D.P.N. diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri, seperti dimaksud dalam pasal 12 ajat (2) Undang-Undang tentang Dewan Perantjang Nasional.
    2. Wakil Ketua D.P.N. bertempat tinggal di Djakarta.

    10. SUMPAH (DJANDJI).

Pasal 16.

  1. Sebelum memangku djabatan Wakil Ketua D.P.N. mengangkat sumpah (berdjandji) dihadapan Presiden.
  2. Presiden dapat menguasakan kepada Perdana Menteri, supaja mengangkat sumpah (berdjandji) dihadapannja.
  3. Rumusan sumpah (djandji) Wakil Ketua D.P.N. berbunji sambil mengubah ka.a Ketua dengan kata Wakil Ketua seperti rumusan sumpah Ketua D.P.N. menurut pasal 12 ajat 2.

C. SEKERTARIS DJENDERAL.

11. PENGANGKATAN SEKERTARIS DJENDERAL.

Pasal 17.

Sekertaris Djenderal diangkat oleh Pemerintah atas usul Ketua D.P.N.

12. TUGAS SEKERTARIS DJENDERAL.

Pasal 18.

  1. Sekertaris Djenderal bekerdja penuh bagi Dewan Perantjang Nasional dan bertempat tinggal di Djakarta.
  2. Sekertaris Djenderal mengepalai Sekertaris Dewan Perantjang Nasional.
  3. Segala sekertariat seksi-seksi adalah bagian dari Sekertariat Dewan Perantjang Nasional.
  4. Sekertaris Djenderal mengurus:
    a. segala sesuatu jang termasuk urusan rumah tangga D.P.N.,
    b. membantu Ketua serta Pimpinan D.P.N. dan Panitia Rumah Tangga dalam melakukan pekerdjaannja,
    c. memimpin semua Sekertaris Seksi dan segenap pegawai D.P.N.
    d. mengepalai seluruh kepegawaian D.P.N.

13. KEDUDUKAN.

Pasal 19.

Sekertaris Djenderal mempunjai kedudukan Sekertaris Djenderal pada suatu Kementerian Negara, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah.

14. SUMPAH SEKERTARIS DJENDERAL.

Pasal 20.

  1. Sebelum memulai pekerdiaan Sekertaris Djenderal D.P.N. mengangkat sumpah (berdjandji) didepan Perdana Menteri.
    1. 2. Perdana Menteri dapat menguasakan kepada Wakil Perdana Menteri atau Ketua D.P.N., supaja sumpah (djandji) diutjapkan dihadapannja.
    3. Rumusan sumpah (djandji) Sekertaris Djenderal berbunji seperti berikut:

„Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk diangkat mendjadi Sekertaris Djenderal pada Dewan Perantjang Nasional, langsung atau tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.

Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam djabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung ataupun tak langsung dari siapapun djuga sesuatu djandji atau pemberian.

Saja bersumpah (berdjandji), bahwa saja senantiasa setia kepada Undang-undang Dasar Republik Indonesia serta mematuhi Undangundang Dewan Perantjang Nasional dan segala peraturan jang lain jang berlaku bagi Republik Indonesia; bahwa saja akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membentuk masjarakat jang adil dan makmur berdasarkan Pantjasila dengan melaksanakan pembangunan nasional dan kesedjahteraan Republik Indonesia.

Saja bersumpah (berdjandji), bahwa saja akan setia kepada Nusa dan Bangsa dan bahwa saja akan memenuhi segala kewadjiban jang ditanggungkan kepada saja oleh djabatan Sekertaris Djenderal Dewan Perantjang Nasional”.

BAB IV.

ANGGOTA D.P.N.

15. PENGANGKATAN.

Pasal 21.

Anggota D.P.N. memenuhi sjarat-sjarat jang diadjukan Undangundang tentang Dewan Perantjang Nasional, jaitu:

  1. Memiliki hasrat dan semangat pembentukan masjarakat jang adil dan makmur berdasarkan Pantjasila serta tidak pernah bernoda dalam pergerakan kemerdekaan sedjak hari Proklamasi 1945.
  2. Ahli dalam soal pembangunan semesta dan berentjana.
  3. Berketjakapan mempersiapkan pembangunan semesta menurut Undang-undang jang berisi pola, terbagi atas rentjana pembangunan, pendjelasan rentjana dan rantjangan pembiajaan.

Pasal 22.

Presiden atas usul Dewan Menteri mengangkat enam orang Anggota bagian Sardjana, ahli ekonomi, ahli tehnik, ahli budaja dan sardjanasardjana lain, jang ahli dalam soal-soal pembangunan dan memenuhi sjarat-sjarat seperti tersebut pada pasal 21.

Pasal 23.

  1. Presiden atas usul Dewan Menteri mengangkat seorang Anggota tiap-tiap daerah Swatantra tingkat I jang dapat mengemukakan soal-soal pembangunan dan memenuhi sjarat-sjarat seperti tersebut pada pasal 21.
  2. Dewan Menteri menjampaikan putusan kepada Dewan Pemerintah Daerah, bahwa tiap-tiap daerah Swatantra tingkat I boleh mengandjurkan dua orang tjalon Anggota dalam waktu jang tertentu kepada Dewan Menteri dengan memenuhi sjarat- sjarat seperti tersebut pada pasal 21.
  3. Dewan Menteri mengadjukan usul seorang tjalon Anggota kepada Presiden seperti dimaksud pada ajat 1, dengan mempertimbangkan tjalon-tjalon jang telah diadjukan Dewan Perwakilan Rakjat didaerah Swatantra tingkat I.

Pasal 24.

Presiden atas usul Dewan Menteri mengangkat 34 orang Anggota dari golongan-golongan fungsionil jang ahli dalam soal-soal pembangunan dan memenuhi sjarat-sjarat seperti tersebut pada pasal 21.

Pasal 25.

Presiden atas usul Dewan Menteri mengangkat 6 orang pedjabatpedjabat sipil dan militer jang ahli dalam soal-soal pembangunan dan memenuhi sjarat-sjarat seperti tersebut pada pasal 21.

Pasal 26.

  1. Anggota seperti dimaksud pada pasal 22-25 duduk dalam Dewan Perantjang Nasional untuk selama 3 tahun.
  2. Anggota jang telah berhenti karena sudah meliwati 3 tahun seperti tersebut dalam ajat (1) diatas, dapat diangkat kembali.
  3. Ketua D.P.N. dan Wakil Ketua D.P.N. jalah Anggota D.P.N.

Pasal 27.

Semua Anggota dari keempat, golongan, seperti dimaksud pada pasal 22-25 duduk dalam Dewan Perantjang Nasional sebagai Anggota tanpa perbedaan tugas dan wewenang.

Pasal 28.

  1. Tiap-tiap Anggota D.P.N. masuk mendjadi Anggota Seksi, ketjuali anggota Pimpinan D.P.N.
  2. Pimpinan D.P.N. membagi - bagikan Anggota dalam Seksi.
  3. Bertukar Seksi dapat berlangsung, hanja dengan idjin Pimpinan D.P.N.

16 KEDUDUKAN.

Pasal 29.

  1. Kedudukan keuangan Anggota D.P.N. diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri, seperti dimaksud pada pasal 12 ajat (2) Undang-Undang tentang Dewan Perantjang Nasional.
  2. Peraturan Kedudukan Anggota D.P.N. tak mengenal pengganti kerugian.

17. TUGAS.

Pasal 30.

Tugas kewadjiban Anggota D.P.N. jang terutama jalah:

  1. Ikut menjusun rantjangan Undang-Undang Pembangunan Nasional jang berentjana dengan melaksanakan bakat atau sjarat jang tersebut pada pasal 21 diatas untuk membentuk masjarakat jang adil dan makmur berdasarkan Pantjasila.
  2. Bekerdja untuk angka 1 diatas sebagai anggota Seksi pembangunan.
  3. Mengumpulkan dan mempergunakan bahan-bahan Pembangunan dalam melaksanakan tugas angka 1.
  4. Mentjurahkan perhatian dan menjumbangkan tenaga kepada sidang seksi dan sidang pleno D.P.N.
  5. Menjumbangkan tenaga dalam menjusun rantjangan Undangundang Pembangunan Nasional jang berentjana dengan menjaring kebutuhan Rakjat Indonesia dalam rangka pembangunan semesta.
  6. Ikut menilai pembangunan jang telah dirantjang D.P.N.
  7. Memperhitungkan penggunaan segala kekajaan alam dan pengerahan tenaga Rakjat dalam bentuk rantjangan Undang-undang pembangunan.

18. WEWENANG ANGGOTA.

Pasal 31.

Wewenang Anggota jalah:

  1. Mempunjai satu hak suara dalam rapat pleno atau rapat-rapat D.P.N.

2. Mengadjukan usul berisi bagian-bagian rantjangan Undang-undang dalam sidang pleno D.P.N. dengan memperhatikan sjarat-sjarat menurut Peraturan Tata-Tertib.
3. Menambah atau merubah suatu rantjangan Undang-undang pembangunan dalam sidang pleno D.P.N. dengan memperhatikan sjaratsjarat menurut Peraturan Tata-Tertib.
4. Mengadjukan usul dalam sidang pleno D.P.N. untuk menindjau pembangunan dengan memperhatikan sjarat-sjarat menurut Peraturan Tata-Tertib.
5. Mengadjukan usul kepada Pimpinan D.P.N. untuk menilai pelaksanaan Pembangunan.
6. Wewenang Anggota diatur selandjutnja dalam Peraturan TataTertib.

Pasal 32.

 Tjara pelaksanaan wewenang Anggota seperti tersebut pada pasal 31 diatas diatur lebih landjut dalam Peraturan Tata-Tertib.

19. SUMPAH (DJANDJI) ANGGOTA D.P.N.

Pasal 33.

1. Sebelum memulai pekerdjaannja. Anggota D.P.N. mengangkat sumpah (berdjandji) dihadapan Presiden.
2. Presiden boleh menguasakan kepada Perdana Menteri atau Ketua D.P.N., supaja sumpah (djandji) diutjapkan dihadapan Perdana Menteri atau Ketua D.P.N.
3. Rumusan sumpah (djandji) Anggota Dewan Perantjang Nasional berbunji:

 „Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk diangkat mendjadi Anggota Dewan Perantjang Nasional langsung atau tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.

 Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam djabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun djuga sesuatu djandji atau pemberian.

 Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja senantiasa akan setia dan memelihara Undang-undang Dasar Republik Indonesia, dan Undangundang Dewan Perantjang Nasional serta segala peraturan lain jang berlaku bagi Republik Indonesia.

 Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membentuk masjarakat jang adil dan makmur berdasarkan Pantjasila dengan melaksanakan pembangunan nasional sebagai nikmat kemerdekaan jang telah ditjapai oleh Perdjuangan dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia”.

BAB V.

PIMPINAN SEKSI D.P.N.

UMUM.

Pasal 34.

  1. Pimpinan Seksi D.P.N. terdiri atas seorang Ketua Seksi dan Wakil Ketua Seksi.
  2. Sekertaris Seksi membantu Pimpinan Seksi.

Pasal 35.

  1. Pimpinan Dewan Perantjang Nasional membentuk beberapa Seksi pembangunan semesta dan berentjana menurut kebutuhan untuk menjusun rantjangan Undang-undang pembangunan.
  2. Pimpinan Dewan Perantjang Nasional boleh menambah, menggabungkan atau memberhentikan seksi-seksi pembangunan jang telah dibentuk.
  3. Tugas tiap-tiap seksi diatur selandjutnja dalam Peraturan Tata-tertib.

A. KETUA SEKSI.

20. PENGANGKATAN.

Pasal 36.

  1. Ketua Seksi diangkat dan diperhentikan oleh Ketua D.P.N. atas usul rapat seksi.
  2. Usul rapat seksi seperti dimaksud pada ajat (1 ) diatas ditjapai dengan pemilihan diantara Anggota seksi dalam rapat Anggota seksi.
  3. Tjara memilih Ketua dalam rapat seksi diatur selandjutnja dalam Peraturan Tata-tertib.

21. TUGAS KETUA SEKSI.

Pasal 37.

Tugas Ketua Seksi jang terutama, jaitu:

  1. Memimpin pekerdjaan Seksi dalam menjusun bagian-bagian rantjangan Undang-undang pembangunan.
  2. Mengawasi pekerdjaan Sekertariat Seksi.
  3. Mempersiapkan rantjangan Undang-undang pembangunan.
  4. Mendjelaskan rantjangan Undang-undang pembangunan kepada pleno D.P.N.
  5. Membantu Pimpinan D.P.N.
  6. Duduk dalam Panitia Rumah Tangga.
  7. 22. KEDUDUKAN.

    Pasal 38.

     Kedudukan Ketua Seksi sebagai Anggota D.P.N. diatur selandjutnja dalam Peraturan Pemerintah tersendiri, seperti dimaksud pada pasal 12 ajat (2) Undang-undang tentang Dewan Perantjang Nasional.

    B. WAKIL KETUA SEKSI.

    Pasal 39.

    1. Tiap-tiap Seksi mempunjai seorang Wakil Ketua Seksi.
    2. Wakil Ketua Seksi diangkat dan diperhentikan oleh Ketua D.P.N. atas usul sidang Seksi.
    3. Usul rapat Seksi seperti dimaksud pada aiat (2) datas ditjapai dengan pemilihan dalam rapat Anggota Seksi.
    4. Tjara memilih Wakil Ketua dalam sidang Seksi diatur selandjutnja dalam Peraturan Tata-tertib.

    C. SEKERTARIS SEKSI.

    26. PENGANGKATAN.

    Pasal 40.

    1. Pada tiap-tiap seksi pembangunan dipekerdjakan sebanjak-banjaknja dua orang pegawai mendjabat djabatan Sekertaris I dan II.
    2. Sekertaris Seksi diangkat, diperhentikan atau dipindahkan ke seksi lain oleh Pimpinan D.P.N. atas usul Sekertaris Djenderal.

    27. TUGAS.

    Pasal 41.

    1. Sekertaris Seksi I memimpin Sekertariat seksi.
    2. Sekertaris Seksi duduk dalam Sekertariat D.P.N. dibawah Sekertaris Djenderal.
    3. Sekertaris Seksi membantu Pimpinan Seksi.
    4. Sekertaris Seksi menjediakan persiapan rantingan Undang-undang pembangunan dan menjimpan segala surat-surat jang diterima atau salinan surat-surat jang dikirimkan keluar.
    5. Pada permulaan bulan. Sekertaris Seksi menjediakan pelanuran pekerdjaan Seksi dalam bulan jang lampau, dan pelapuran itu disampaikan oleh Ketua Seksi kepada Pimpinan D.P.N.

    BAB VI.

    28. PENGANGKATAN DAN TUGAS PANITIA D.P.N.

    a. Panitia Rumah Tangga.

    Pasal 42.

    1. Adalah suatu Panitia Rumah Tangga D.P.N., jang diketuai oleh Ketua D.P.N.
    2. Dalam Panitia Rumah Tangga duduk anggota Pimpinan D.P.N., Sekertaris Djenderal dan para Ketua Seksi.
    3. Panitia Rumah Tangga melakukan pengawasan tertinggi atas urusan rumah-tangga dan kepegawaian D.P.N., membantu Ketua D.P.N. dalam melakukan pekerd jaannja dan memimpin segenap pegawai jang bekerdja pada D.P.N.
    4. Panitia Rumah Tangga terbagi atas beberapa bagian.
    5. Dalam Peraturan Pemerintah tentang Rumah Tangga D.P.N. diatur tjara bekerdja Panitia Rumah Tangga seperti dimaksud pada ajat 24 diatas.

    b. Panitia D.P.N. lain.

    Pasal 43.

    1. Untuk mendjalankan tugas pekerdjaan D.P.N., maka atas usul Pimpinan D.P.N., Panitia Rumah Tangga atau sidang pleno D.P.N., Ketua D.P.N. boleh mengangkat Panitia chusus untuk menjelenggarakan pekerdjaan D.P.N.
    2. Ketua D.P.N., boleh memberhentikan Panitia chusus seperti dimaksud pada ajat 1 diatas, apabila pekerdjaannja sudah selesai atau karena tak diperlukan lagi.
    3. Dalam Peraturan Rumah Tangga D.P.N. diatur tjara bekerdja panitia-panitia chusus seperti dimaksud ajat 1 ini.

    BAB VII.

    29. BENTUK LEMBAGA DAN HUBUNGAN LEMBAGA DENGAN D.P.N.

    Pasal 44.

    1. Untuk penjelidikan bagi kepentingan pembangunan nasional Ketua boleh mengusulkan kepada Pemerintah supaja mendirikan lembagalembaga dengan Keputusan Perdana Menteri.
      1. D.P.N. boleh mengusulkan kepada Pemerintah supaja mengeluarkan instruksi dalam bentuk Keputusan Perdana Menteri, supaja D.P.N. mendapat perhubungan langsung dan mempergunakan lembaga-lembaga jang sudah ada untuk kepentingan penjelidikan pembangunan nasional dan supaja bahan-bahan jang diperlukan untuk itu diserahkan kepada D.P.N.
      2. D.P.N. menetapkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan D.P.N. untuk mengatur lembaga-lembaga jang dimaksud pada ajat 1 diatas.
      3. Ketua mengusulkan kepada Pemerintah tjara melaksanakan hubungan lembaga seperti dimaksud pada ajat 2 dengan D.P.N. supaja diatur oleh Pemerintah.
      4. BAB VIII.

        PEGAWAI D.P.N.

        30. PENGANGKATAN DAN TUGAS PEMBERHENTIAN SERTA PEGAWAI

        1. Segala pegawai jang bekerdja pada D.P.N. dan lembaga-lembaga D.P.N. diangkat dan diberhentikan oleh Ketua D.P.N. atas usul Sekertaris Dienderal dengan melalui Panitia Rumah Tangga.
        2. Tugas pegawai jang bekerdja pada D.P.N. ditetapkan oleh Sekertaris Djenderal.

        BAB IX.

        31. AMANAT PRESIDEN.

        Pasal 46.

        1. Amanat tertulis jang disampaikan Presiden kepada sidang D.P.N. dengan segera dimasukkan Ketua D.P.N. kedalam agenda sidang pleno D.P.N.
        2. Amanat jang disampaikan Presiden dengan lisan kepada sidang D.P.N. dengan segera dimasukkan Ketua D.P.N. rumusannja kedalam agenda sidang pleno D.P.N.
        3. Presiden dipersilahkan mendjelaskan Amanat jang telah mendjadi pokok agenda sidang pleno D.P.N., apabila Presiden melahirkan keinginan hendak mempergunakan kesempatan itu.
        4. Ketua menjampaikan pelapuran kepada Pemerintah bagaimana pembahasan Amanat itu berlangsung dalam rapat pleno D.P.N., setelah keputusan tentang amanat itu tertjapai.
        5. Tjara membahas dan menghubungkan Amanat itu dengan rantjangan undang-undang pembangunan ditetapkan dalam pasal-pasal Peraturan Tata-Tertib.

        BAB X.

        MENTERI DAN D.P.N.

        32. NASEHAT MENTERI.

        Pasal 47.

        1. Menteri Republik Indonesia dapat menghadiri segala rapat D.P.N. Untuk itu Menteri memberitahukan kepada Ketua D.P.N.
        2. Menteri jang hadir dalam suatu rapat D.P.N. setiap waktu dapat melahirkan pendapatnja berupa nasehat kepada rapat.
        3. Nasehat Menteri dilahirkan setjara tertulis atau dengan lisan.

        BAB XI.

        HAK SUARA.

        33. HAK SUARA ANGGOTA DAN SUARA-NASEHAT.

        Pasal 48.

        1. Tiap-tiap Anggota mempunjai satu hak suara dalam rapat-rapat D.P.N.
        2. Ketua dan Wakil Ketua D.P.N., Ketua dan Wakil Ketua Seksi mempunjai djuga sebagai Anggota masing-masing satu suara dalam rapat-rapat D.P.N.
        3. Sekertaris Djenderal dan Sekertaris mempunjai suara-nasehat dalam rapat D.P.N. jang mereka hadiri.
        4. Tenaga asing jang dipekerdjaakan pada D.P.N. oleh Pemerintah boleh memberikan nasehat dalam rapat-rapat D.P.N., djikalau diminta.
        5. Tjara memakai hak suara Anggota dan suara-nasehat Menteri dan pegawai diatur dalam Peraturan Tata-Tertib.

        BAB XII.

        34. SIDANG D.P.N.

        Pasal 49.

        1. Sidang D.P.N. jalah: Sidang pleno D.P.N., sidang pleno Seksi, rapat Pimpinan D.P.N., rapat Pimpinan Seksi, dan rapat Panitia.
        2. Dengan memperhatikan pasal- pasal 50 dan 51, maka segala sidang termaktub dalam ajat 1 diatas diatur selandjutnja dalam Peraturan Tata-Tertib.
        3. Tiap-tiap sidang terbagi atas beberapa rapat.
        4. Segala rapat D.P.N. berlangsung dengan pintu tertutup.
        910/B–(18)

        Pasal 50.

        1. Sekurang-kurangnja dua kali dalam sebulan, Seksi harus bersidang.
        2. Rapat dipimpin oleh Ketua Seksi atau Wakil Ketua Seksi.
        3. Sekertaris Seksi membantu sidang Seksi.
        4. Sidang Seksi selandjutnja diatur dalam Peraturan Tata-Tertib.
        5. Djika Ketua Seksi berhalangan, maka ia digantikan oleh Wakil Ketua Seksi.

        Pasal 51.

        1. Sekurang-kurangnja sekali dalam dua bulan, D.P.N. mengadakan sidang pleno seluruh Anggota D.P.N.
        2. Sidang pleno dipimpin oleh Ketua D.P.N., dan sidang pleno D.P.N. terbagi atas beberapa rapat.
        3. Djikalau Ketua D.P.N. berhalangan, maka rapat pleno D.P.N. dipimpin oleh Wakil Ketua D.P.N.
        4. Agenda sidang pleno memuat pokok pembitjaraan tentang penjusunan rantjangan undang-undang pembangunan nasional jang berentjana, Amanat Presiden, urusan Rumah Tangga D.P.N. dan pelapuran kerdja segala seksi dalam waktu jang lampau.
        5. Sidang pleno dibantu oleh Sekertariat dibawah Sekertaris Djenderal.
        6. Sidang pleno selandjutnja diatur dalam Peraturan Tata-Tertib.

        BAB XIII.

        PENUTUP.

        35. PERATURAN TATA-TERTIB DAN LAIN-LAIN.

        Pasal 52.

         Pelaksanaan pasal-pasal diatas diatur dalam Peraturan Tata-Tertib dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

        Pasal 53.

        1. Pimpinan Dewan Perantjang Nasional boleh membuat peraturan D.P.N. jang berisi Keputusan Pimpinan D.P.N. atau Keputusan sidang pleno D.P.N.
        2. Peraturan atas keputusan itu harus sesuai dengan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan ketiga-tiga Peraturan Pemerintah seperti dimaksud dalam Undang-Undang Dewan Perantjang Nasional pasal 10 dan 12.
        3. Peraturan D.P.N. atas keputusan D.P.N. seperti dimaksud pada ajat 1 dan 2 diatas boleh disiarkan.
          Pasal 54.

        Peraturan Pemerintah ini disebut „Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Dewan Perantjang Nasional”.

        Pasal 55.

        Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

        Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

        Ditetapkan di Djakarta

        pada tanggal 14 Djanuari 1959.

        Presiden Republik Indonesia,

        SUKARNO.

        Perdana Menteri,

        DJUANDA.

        Diundangkan

        pada tanggal 19 Djanuari 1959.

        Menteri Kehakiman,

        G. A. MAENGKOM.

        LEMBARAN-NEGARA No. 2 TAHUN 1959.
        __________

        PENDJELASAN ATAS

        PERATURAN PEMERINTAH

        NO. 1 TAHUN 1959

        tentang

        Pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional.

        I. UMUM.

         Undang-undang Dewan Perantjang Nasional pasal 12 menetapkan, bahwa Undang-undang itu harus dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah. Maka segera setelah Undang-undang Dewan Perantjang Nasional itu diterima baik oleh D.P.R. dan ditanda tangani oleh Pemerintah, maka dirantjanglah peraturan untuk melaksanakan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional itu, supaja badan itu dapat dibentuk dalam djangka waktu jang lebih dahulu telah ditetapkan oleh Pemerintah.

         Peraturan Pemerintah pelaksana Undang-undang Dewan Perantjang Nasional itu terbagi atas 13 Bab, jaitu:

        BAB I : Pendahuluan.
        BAB II : Tugas D.P.N.
        BAB III-V : Organisasi D.P.N.
        BAB III : Ketentuan Umum.
        A. Ketua D.P.N.
        B. Wakil Ketua D.P.N.
        C. Sekertaris Seksi
        BAB IV : Anggota D.P.N.
        BAB V : Ketentuan Umum.
        A. Ketua Seksi
        B. Wakil Ketua Seksi
        C. Sekertaris Seksi
        BAB VI : Panitia D.P.N.
        BAB VII : Lembaga.
        BAB VIII : Pegawai dan D.P.N.
        BAB IX : Presiden dan D.P.N.
        BAB X : Menteri dan D.P.N.
        BAB XI : Hak suara.
        BAB XII : Sidang.
        BAB XIII : Penutup.
        Selain dari pada Peraturan Pemerintah pelaksana Undang-undang Dewan Perantjang Nasional tersebut diatas, maka diperlukan pula Peraturan Pemerintah berisi Peraturan Tata-Tertib Dewan Perantjang Nasional seperti disarankan pada pasal 10 Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan sebuah Peraturan Pemerintah lagi, jang berisi aturan-aturan tentang pembiajaan D.P.N. dan kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota D.P.N., seperti disarankan pada pasal 12 ajat 2 Undang-undang Dewan Perantjang Nasional. Kedua-dua Peraturan Pemerintah itu segera akan datang menjusul.

        Djumlah anggota D.P.N. adalah menurut perintjian sebagai berikut:

        I. Ketua dan para Wakil Ketua D.P.N. (pasal-pasal 26 dan 13) ........
        II. Golongan-golongan fungsionil (pasal 24) ......... 34 Anggota
        III. Sardjana dan ahli (pasal 22) ................... 6 Anggota
        IV. Fungsionil Daerah Swatantra tingkat I (pasal 23) ... 21 Anggota
        V. Pedjabat sipil dan militer (pasal 25) .............. 6 Anggota
        ____________
          Djumlah .... 71 Anggota

        Djumlah 71 orang Anggota D.P.N. itu tidak perlu semuanja diangkat serentak, sedangkan golongan III dan IV adalah pula mungkin berubah-ubah menurut keadaan.

        Djumlah pegawai D.P.N. belum dapat diadjukan karena berhubungan dengan kemungkinan djumlah pegawai pembantu (rendah) jang dibutuhkan untuk pekerdjaan-bawahan dalam kantor Sekertariat di Djakarta.

        Pegawai tingkatan atasan, menengah dan pegawai-pembantu dapat diperintji sebagai berikut:

        I IV. ||Pegawai Menengah.
        I. Sekertaris Djenderal ........... 1 orang
        II. Sekertaris
        Sekertaris pribadi ................ 5 orang
        (Ketua, Wakil Ketua dan Sekertaris Djenderal)
        Sekertaris I dan II seksi
        10 X 2 orang ..................... 20 orang
        Sekertaris pada Sekertariat ...... 4 orang
        ____________
        Djumlah Sekertaris Djenderal dan Sekertaris-sekertaris ..... 30 sekretaris
        III. Pegawai ahli ( warganegara dan asing)
        V. Pegawai-pembantu.
        VI. Pegawai penulis tjepat.
        VIII. Pegawai lain-lain.
        Peraturan Pemerintah ini terbagi atas 55 pasal dalam XIII BAB.

        II. PASAL DEMI PASAL.

        Pasal 1-3.

        Mengatur kedudukan D.P.N. dalam keseluruhan tata-negara Republik Indonesia, jaitu: dibawah pengawasan Dewan Menteri dan masuk budget Pemerintah Agung dan badan-badan Pemerintah Tertinggi Republik Indonesia dengan berkedudukan dikota Djakarta.

        Pasal 4.

        Mengatur tugas kewadjiban D.P.N.

        Pasal 5-20.

        Mengatur tugas dan kedudukan Pimpinan D.P.N. (Ketua, Wakil Ketua D.P.N.) dengan bantuan Sekertaris Djenderal, tugas Pimpinan Seksi (Ketua dan Wakil Ketua Seksi) dengan bantuan Sekertaris Seksi, rumusan sumpah Ketua, Wakil Ketua D.P.N. dan Sekertaris Djenderal.

        Pasal 21-33.

        Mengatur pengangkatan 4 golongan Anggota, kedudukan, tugas dan wewenang serta rumusan sumpah Anggota.

        Pasal 34-41.

        Mengatur seksi-seksi, Pimpinan Seksi (Ketua, Wakil Ketua Seksi) dengan bantuan Sekertaris, tugas, kedudukan dan pengangkatan Ketua, Wakil Ketua Seksi serta Sekertaris Seksi.

        Seksi-seksi jang akan dibentuk D.P.N. misalnja Seksi Kenegaraan, Ekonomi, Keuangan, Pertahanan, Statistik, Industri, Perdagangan, Urusan bank, Sosial, Lalu-lintas, Transmigrasi, Pertanian, Pengairan, Perkebunan, Kehutanan, Kehewanan, Perikanan, Pertambangan, Kesehatan, Bahan Makanan, Pendidikan, Kebudajaan, Keolah-ragaan dan Tenaga Kerdja (man power).

        Pasal 42-43.

        Mengatur tugas Panitia Rumah Tangga dan Panitia Chusus jang lain.

        Pasal 44.

        Mengatur hubungan Lembaga jang baru dengan D.P.N. dan tjara menggunakan Lembaga jang telah ada untuk kepentingan Perantjangan Pembangunan.

        Pasal 45.
        Mengatur pengangkatan dan memperhentikan serta tugas pegawai warga-negara atau pegawai asing.

        Pasal 46.

         Mengatur tjara mempergunakan manfaat Amanat Presiden bagi rantjangan undang-undang Pembangunan.

        Pasal 47.

         Mengatur kedudukan Menteri dalam D.P.N. dengan mempunjai wewenang memberi suara-nasehat.

        Pasal 48.

         Mengatur hak-suara Anggota D.P.N. dan suara-nasehat pegawai, tenaga asing dan Menteri.

        Pasal 49-51.

         Mengatur pelbagai Sidang D.P.N. (sidang pleno D.P.N., sidang pleno Seksi dan lain-lain), dan berapa kali Seksi atau rapat pleno D.P.N. bersidang.

        Pasal 52-54.

         Mengatur perkembangan Peraturan Pemerintah dengan Tata-tertib, Peraturan D.P.N. dengan segala Peraturan Pemerintah dan Undangundang Dewan Perantjang Nasional.

         Tambahan Lembaran Negara No. 1728.


        _____________

        PERATURAN PEMERINTAH No. 44 TAHUN 1959

        tentang

        Pengubahan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 2) tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Dewan Perantjang Nasional.

        _______________

        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

         Menimbang: bahwa Undang-undang No. 80 tahun 1958 tentang Dewan Perantjang Nasional telah diubah dengan Penetapan Presiden No. 4 tahun 1959;

         bahwa perlu diadakan perubahan dalam Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1959 tentang pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional jang telah diubah sebelumnja;

         Mengingat:

        1. Penetapan Presiden Undang-undang No. No. 4 tahun 1959 untuk menjesuaikan Undang-undang No. 80 tahun 1958 tentang Dewan Perantjang Nasional;
        2. Undang-undang Dasar Republik Indonesia pasal 5 ajat (2).

         Mendengar: Menteri Pertama dan Menteri Urusan Chusus/Menteri ex-officio Ketua Dewan Perantjang Nasional.

        Memutuskan:

         Menetapkan:

        Peraturan Pemerintah tentang Pengubahan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1959 (L.N. tahun 1959 No. 2) tentang Pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional.

        Pasal I.

         Pasal 8 ajat (1) kini berbunji:

         (1) Ketua Dewan Perantjang Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Menteri.

         Presiden boleh menetapkan pengangkatan itu diluar usul Dewan Menteri.

        Pasal II.

         Ketua Dewan Perantjang Nasional duduk karena djabatan didalam Dewan Menteri Republik Indonesia.

        Pasal III.

         Pasal 13 ajat (1) kini berbunji:
         Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Menteri. Presiden boleh mengangkat Wakil Ketua lain dari pada jang diusulkan oleh Dewan Menteri.

        Pasal IV.

         Pasal 16 ajat (2) berbunji:
        ajat (2): Presiden dapat menguasakan kepada Menteri Pertama supaja mengangkat sumpah (berdjandji) didepannja.

        Pasal V.

         Kepada pasal 21 ditambahkan ajat (2) berbunji:  (2) Presiden boleh mengangkat anggota seperti dimaksud pada pasal 22, 23, 24 dan 25 menurut djumlah jang dianggapnja perlu dan boleh mengangkat jang tidak diusulkan oleh Dewan Menteri atau oleh Daerah Swatantra Tingkat I.

        Pasal VI.

         Pasal 30 angka ( 1 ) sekarang berbunji:
         „1. Anggota seperti dimaksud pada pasal 22 — 25 duduk dalam Dewan Perantjang Nasional untuk selama lima tahun”.

        Pasal VII.

         Pasal 30 angka (6) sekarang berbunji:

         6. Ikut menilai pembangunan.

        Pasal VIII.

         Pasal 33 ajat (2) kini berbunji:  (2) Presiden boleh menguasakan kepada Menteri Pertama atau Ketua Dewan Perantjang Nasional supaja sumpah/djandji diutjapkan dihadapan Menteri Pertama atau Ketua Dewan Perantjang Nasional.

        Pasal IX.

         Pasal 36 jang terbagi atas tiga ajat, diringkaskan kini mendjadi satu ajat, jang berbunji:

        Ketua Seksi diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Dewan Perantjang Nasional. Dan pasal 39 diringkaskan hanja mendjadi dua ajat dan kini pasal 39 itu berbunji:

         (1) Tiap-tiap Seksi mempunjai seorang Wakil Ketua Seksi.

         (2) Wakil Ketua Seksi diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

        Pasal X

         Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
         Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

        Ditetapkan di Bogor
        pada tanggal 28 September 1959.
        Presiden Republik Indonesia,
        SUKARNO .

        Diundangkan
        pada tanggal 29 September 1959.
        Menteri Muda Kehakiman,
        SAHARDJO .

        LEMBARAN-NEGARA No. 114 TAHUN 1959.


        PENDJELASAN

        PERATURAN PEMERINTAH No. 44 TAHUN 1959

        tentang

        Pengubahan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 2) tentang Pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional.

        1. UMUM.

         Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 2) tentang pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional (Undang-undang No. 80 tahun 1959) kini harus pula disesuaikan dengan perubahan menurut Penetapan Presiden. Perubahan ini dapat dilakukan dengan Peraturan Pemerintah pula menurut Undang-undang Dasar 1945 pasal 5 ajat (2). Undang- undang Dewan Perantjang Nasional pasal 10 dan 12 memerintahkan untuk pelaksanaan Undang-undang itu dan tiga Peraturan Pemerintah jaitu: Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Undang-undang Dewan Perantjang Nasional, Peraturan Pemerintah tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perantjang Nasional dan Peraturan Pemerintah Tata-Tertib Dewan Perantjang Nasional. Peraturan Pemerintah jang pertama jalah Peraturan Pemerintah jang dimaksud dalam penjesuaian dengan suasana baru karena Peraturan Pemerintah itu telah ditanda-tangani oleh Pemerintah (No. 1, tanggal 14 Djanuari 1959 dalam Lembaran-Negara No. 2); Peraturan Pemerintah mengenai keuangan Dewan Perantjang Nasional dengan segera akan ditetapkan dalam suasana Undang-undang Dasar 1945. Peraturan Pemerintah berisi peraturan Tata-Tertib Dewan Perantjang Nasional nanti akan ditetapkan oleh Pemerintah, setelah ditindjau dan diusulkan oleh Dewan Perantjang Nasional sendiri jang telah dilantik.

        2. PASAL DEMI PASAL.

        Pasal I/III.

         Pasal III menjesuaikan pasal 13 ajat (1) Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang- undang Dewan Perantjang Nasional dengan kekuasaan Presiden menurut Konstitusi 1945 sesuai dengan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin.

        Pasal II.

         Dalam pasal ini ditegaskan bahwa Ketua Dewan Perantjang Nasional duduk sebagai Menteri ex-officio dalam Kabinet Kerdja sesuai dengan Keputusan Presiden membentuk Kabinet Kerdja 1959.

        Pasal IV.

         Pasal 16 ajat (2) disesuaikan dengan suasana baru jang mengenai Menteri Pertama dalam Kabinet Kerdja . Kekuasaan Presiden menurut Undang-undang Dasar 1945 dalam menentukan djumlah Anggota Dewan Perantjang Nasional dan dalam tjara mengangkat diluaskan dan disesuaikan dengan kekuasaan Presiden dalam suasana baru dan dengan Demokrasi Terpimpin. Kekuasaan itu dapat lagi dibatasi seperti menurut pasal 21 jang lama.

        Pasal V.

         Djumlah Anggota Dewan Perantjang Nasional ditetapkan oleh Presiden, jang boleh pula mengangkat Anggota diluar pentjalonan oleh Dewan Menteri atau Daerah Swatantra tingkat I.

        Pasal VI.

         Perubahan djangka waktu "tiga tahun" mendjadi "lima tahun" adalah meniru angka jang disebut dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 2 ajat (2). Adalah pula perubahan angka itu sesuai dengan harapan para anggota Dewan Perantjang Nasional, setelah mengambil keputusan bertekat bulat hendak menjelesaikan rantjangan dasar undang-undang pembangunan pertama sebelum Proklamasi 1960, seperti dinjatakan dalam rapat permulaan pada tanggal 18 Agustus 1959.

        Pasal VII.

         Penilaian oleh Dewan Perantjang Nasional terhadap pembangunan tidaklah lagi hanja terbatas pada pembangunan jang dirantjang Dewan Perantjang Nasional dalam rentjana pembangunan, tetapi penilaian itu tertudju kepada segala bidang pembangunan.

        Pasal VIII.

         Pasal ini menjesuaikan pasal 33 ajat (2) Undang-undang tentang Dewan Perantjang Nasional dengan susunan baru jang mengenal Menteri Pertama.

        Pasal IX.

         Dalam pasal 36 dan 39 diadakan perubahan, bahwa Ketua Seksi dan Wakil Ketua Seksi tidak dipilih melainkan diangkat dan diperhentikan oleh Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, supaja menghemat waktu dan untuk kelantjaran bekerdja.

        Pasal X.

         Peraturan Pemerintah untuk mengubah Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 2) tentang pelaksanaan Undang-undang tentang Dewan Perantjang Nasional ditetapkan hari berlakunja perubahan pada hari diundangkan. Menurut kebiasaan,maka Peraturan Pemerintah jang bersangkutan harus ditempatkan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

        TAMBAHAN LEMBARAN-NEGARA No. 1876.

        __________

        PERATURAN PEMERINTAH No. 49 TAHUN 1959

        tentang

        PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERANTJANG

        NASIONAL.

        ______________

        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

        Menimbang: Perlu adanja Peraturan Tata-tertib jang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah menurut Undang-undang No. 80 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 144) tentang Dewan Perantjang Nasional;

        Mengingat:

        a. Pasal 10 ajat (1) Undang-undang Dewan Perantjang Nasional jo. Penetapan Presiden No. 4 tahun 1959;

        b. Pasal 5 ajat (2) Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945;

        c. Pertimbangan sidang Dewan Perantjang Nasional pada 18 Agustus 1959;

        Mendengar: Menteri Pertama dan Menteri Urusan Chusus/Menteri Ex Officio Ketua Dewan Perantjang Nasional;

        Memutuskan:

        Menetapkan:

        Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Tata-tertib Dewan Perantjang Nasional.

        BAB I.

        ORGANISASI DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

        § 1. Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

        Pasal 1.

        (1) Dewan Perantjang Nasional jang selandjutnja disingkat mendjadi DEPERNAS sehari-hari dipimpin oleh suatu pimpinan, jang terdiri dari Ketua dan para Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional.

        (2) Pimpinan Dewan Perantjang Nasional dibantu oleh seorang Sekertaris Djenderal dengan seluruh Sekertariat Dewan Perantjang Nasional.
        A. KETUA DAN WAKIL KETUA DEWAN PERANTJANG NASIONAL.
        Pasal 2.

        Ketua dan para Wakil Ketua adalah djuga anggota Dewan Perantjang Nasional.

        1. Ketua Dewan Perantjang Nasional.
        Pasal 3.

        (1) Ketua mengetuai Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, Panitia Rumah Tangga dan sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

        (2) Ketua tidak duduk dalam sesuatu Seksi.

        (3) Ketua mendjalankan segala pekerdjaan jang ditugaskan kepadanja oleh Undang-undang Dewan Perantjang Nasional, dan Peraturanperaturan Pemerintah jang dimaksud pasal 10 dan 12 Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan keputusan-keputusan sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

        (4) Ketua mewakili Dewan Perantjang Nasional keluar.

        (5) Ketua boleh membawa Wakil Ketua, seorang atau beberapa orang anggota, dan dimana perlu anggota stafnja kedalam sidang Dewan Menteri, apabila mendapat undangan dari Presiden untuk mendjelaskan hal-hal pembangunan dan ketika merundingkan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan jang telah diputuskan oleh sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

        (6) Ketua Dewan Perantjang Nasional melaporkan hasil-hasil pembitjaraan dalam sidang Dewan Menteri itu kepada sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

        (7) Ketua memasukkan Amanat Presiden kedalam agenda sidang pleno Dewan Perantjang Nasional dan melaporkan kepada Pemerintah hasil-hasil pembitjaraan mengenai Amanat itu dalam sidang pleno jang bersangkutan.

        2. Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional.
        Pasal 4.

        (1) Para wakil Ketua duduk dalam Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, panitia-panitia Dewan Perantjang Nasional dan mendampingi Ketua dalam sidang-sidang pleno.

        (2) Para Wakil Ketua tidak duduk dalam sesuatu Seksi.

        (3) Wakil Ketua mengganti Ketua, apabila Ketua berhalangan, dan mendjalankan segala pekerjaan jang ditugaskan kepadanja oleh Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan Peraturan Pemerintah jang dimaksud pasal 10 dan 12 Undang- undang Dewan Perantjang Nasional.

        (4) Wakil Ketua mewakili Ketua keluar.
        B. SEKRETARIS DJENDERAL.
        Pasal 5.

        (1) Sekretaris Djenderal adalah pegawai.

        (2) Sekretaris Djenderal mengepalai seluruh kepegawaian dan

        Sekretariat Dewan Perantjang Nasional , jang didalamnja duduk semua Sekretaris.

        (3) Sekretaris Djenderal dapat memberikan nasehat dalam segala rapat Dewan Perantjang Nasional jang dihadirinja.

        (4) Sekretaris Djenderal membantu Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, sidang pleno dan Panitia Rumah Tangga Dewan Perantjang Nasional.

        (5) Sekretaris Djenderal dalam memberikan bantuan seperti tersebut pada ajat (3) diatas mendjalankan segala pekerdjaan jang ditugaskan kepadanja oleh Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan Peraturan Pemerintah jang dimaksud Undang- undang Dewan Perantjang Nasional pasal 7 ajat (3), (4) dan (5).

        Sekretaris Dewan Perantjang Nasional.
        Pasal 6.

        (1) Para Sekretaris masuk dalam keseluruhan Sekretariat Djenderal Dewan Perantjang Nasional.

        (2) Sekretaris adalah pegawai.

        (3) Sekretaris, baik Sekretaris pribadi Ketua dan Wakil Ketua serta semua Sekretaris Seksi, ataupun Sekretaris jang bekerdja pada Pimpinan, semuanja adalah dibawah Sekretaris Djenderal, jang menentukan tugas pekerdjaannja masing-masing.

        (4) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional, atas usul Sekretaris Djenderal dan menurut Putusan Panitia Rumah Tangga.

        (5) Sekretaris Djenderal boleh memindahkan Sekretaris dari sesuatu Seksi ke Seksi lain , atau dari Pimpinan kesuatu Seksi, demikian pula halnja dengan Sekretaris Ketua atau Wakil Ketua, dengan persetudjuan Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

        Pasal 7.

        (1) Sekretaris bekerdja menurut tugas dan instruksi jang ditetapkan oleh Panitia Rumah Tangga.

        (2) Dalam rapat Seksi seorang Sekretaris dapat memberi nasehat.

        (3) Sekretaris membantu Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

        (4) Sekretaris Ketua atau Wakil Ketua membantu Ketua atau Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional.
        § 2. Pimpinan Seksi.
        Pasal 8.

        (1) Seksi dipimpin oleh Ketua Seksi dan Wakil Ketua Seksi dan dibantu oleh Sekretaris Seksi.

        (2) Sekretaris Seksi memimpin Sekretariat Seksi.

        (3) Sekretariat Seksi menjediakan saran rantjangan dasar Undangundang Pembangunan dengan memperlengkap segala persiapan untuk itu.

        § 3. Anggota Dewan Perantjang Nasional.
        Pasal 9.

        (1) Jang dimaksud dengan anggota ialah semua anggota jang dianggap oleh Pemerintah, seperti dimaksud oleh Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang- undang Dewan Perantjang Nasional pasal 22, 25 dan pasal 26 ajat 3.

        (2) Tidak seorang anggotapun jang tidak mendjadi anggota sesuatu Seksi pembangunan selainnja dari pada Ketua Dewan Perantjang Nasional dan para Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional.

        (3) Anggota, selainnja dari pada Ketua dan para Wakil Ketua, duduk sebagai anggota Dewan Perantjang Nasional selama lima tahun, dihitung sedjak hari pengangkatannja oleh Pemerintah.

        (4) Anggota mendjalankan segala pekerjaan jang ditugaskan kepadanja oleh Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan Peraturan Pemerintah jang dimaksud Undang-undang Dewan Perantjang Nasional pasal 10 dan 12.

        (5) Anggota mempunjai wewenang seperti ditetapkan dalam pasal 63 sampai 67 Peraturan Tata-tertib ini.

        § 4. Panitia Dewan Perantjang Nasional.
        Pasal 10.

        (1) Pimpinan dan rapat pleno Dewan Perantjang Nasional dapat mengangkat Panitia Chusus untuk mendjalankan tugas Dewan Perantjang Nasional.

        (2) Tugas Panitia Chusus seperti dimaksud pada ajat (1) diatas ditetapkan dalam suatu surat keputusan, jang ditanda-tangani oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional.

        Pasal 11.

        Diantara Panitia Chusus jang dimaksud pada pasal 10 diatas ada tiga buah panitia tetap, jaitu : Panitia Rumah Tangga, Panitia Keahlian Pembangunan dan Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat jang tugas dan susunan organisasinja ditetapkan seperti pada pasal-pasal berikut.


        910/B-(19)
        A. PANITIA RUMAH TANGGA.
        Pasal 12.

        (1) Dalam Paniția Rumah Tangga jang selandjutnja diringkaskan mendjadi P.R.T. duduk semua anggota Pimpinan, semua Ketua dan Wakil Ketua Seksi dengan dibantu oleh Sekertaris Djenderal.

        (2) Jang mendjadi Ketua Rumah Tangga ialah Ketua Dewan Perantjang Nasional, jang mendjadi Wakil Ketua I, II dan III, Panitia Rumah Tangga ialah Wakil Ketua I, II dan III Dewan Perantjang Nasional.

        (3) Tugas Panitia Rumah Tangga ialah mengurus keseluruhan urusan rumah-tangga Dewan Perantjang Nasional dan bidang kepegawaian Dewan Perantjang Nasional.

        Pasal 13.

        (1) Panitia Rumah Tangga membentuk bagian-bagian administrasi Dewan Perantjang Nasional, jaitu diantaranja : bagian keuangan, bagian perdjalanan/angkutan, bagian arsip, bagian perpustakaan, bagian statistik, bagian kepegawaian dan bagian umum, jang masingmasing dikepalai oleh Kepala Bagian.

        (2) Sekertaris Djenderal menentukan lapangan tugas masing-masing bagian dan mengusulkan bagian baru kepada Panitia Rumah Tangga, djikalau dirasakan perlu menurut kebutuhan administrasi.

        Bagian Arsip.
        Pasal 14.

        (1) Bagian Arsip menjimpan:

        a. Surat asli Amanat Presiden kepada Dewan Perantjang Nasional dan segala surat jang diterima Dewan Perantjang Nasional dari luar serta semua salinan resmi dari surat-surat Dewan Perantjang Nasional;

        b. Surat-surat pengangkatan Ketua dan Wakil Ketua sebagai anggota Dewan Perantjang Nasional;

        c. Surat-surat pengangkatan anggota Dewan Perantjang Nasional;

        d. Segala pelaporan Seksi, panitia dan rapat-rapat;

        e. Segala surat resmi pengangkatan pegawai Dewan Perantjang Nasional.

        (2) Kepala Bagian Arsip menjusun semua surat-surat jang dipertjajakan kepadanja dengan tjara teratur.

        Bagian Perpustakaan.
        Pasal 15.

        (1) Untuk memperlengkap bahan-bahan bagi pembangunan, maka Dewan Perantjang Nasional mempunjai perpustakaan, jang dibentuk oleh Panitia Rumah Tangga. (2) Sekretaris Djenderal menjusun peraturan bagi Bagian Perpustakaan Dewan Perantjang Nasional.

        Bagian Statistik.
        Pasal 16.

        (1) Untuk memperlengkap bahan-bahan perangkaan bagi pembangunan, maka Dewan Perantjang Nasional mempunjai bagian Statistik Pembangunan, jang dibentuk oleh Panitia Rumah Tangga.

        (2) Sekretaris Djenderal menjusun peraturan jang berlaku bagi Bagian Statistik seperti dimaksud pada ajat (1) diatas.

        B. PANITIA KEAHLIAN PEMBANGUNAN.
        Pasal 17.

        (1) Ketua mengangkat dengan surat keputusan Dewan Perantjang Nasional tenaga-tenaga jang duduk dalam Panitia Keahlian Pembangunan jang selandjutnja diringkas mendjadi P.K.P. seperti dimaksud pada ajat (2) dibawah ini.

        (2) Dalam Panitia Keahlian Pembangunan duduk para anggota Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, semua Ketua Seksi dan semua Wakil Ketua Seksi, pegawai ahli pembangunan jang duduk dalam Sekretariat dan tenaga ahli jang diperbantukan Pemerintah pada Dewan Perantjang Nasional.

        (3) Sekretaris Djenderal dengan para Sekretaris membantu Panitia Keahlian Pembangunan.

        (4) Panitia Keahlian Pembangunan menjatukan segala saran rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan untuk didjadikan satu persiapan rantjangan dasar Undang-undang jang terbagi dalam keseluruhannja atas tiga pola: rantjangan pembangunan, pendjelasan pembangunan dan rantjangan pembiajaan pembangunan.

        (5) Pimpinan Dewan Perantjang Nasional menetapkan waktu selesainja pekerjaan Panitia Keahlian Pembangunan jang ditugaskan kepadanja.

        (6) Setelah tugas Panitia Keahlian Pembangunan selesai, maka persiapan rantjangan dasar Undang- undang atas tiga pola disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional untuk segera dimasukkan kedalam agenda sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

        C. PANITIA PENGERAHAN TENAGA RAKJAT.
        Pasal 18.

        (1) Pimpinan membentuk suatu Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat jang selandjutnja disingkatkan mendjadi P.T.R. untuk memberi nasehat kepada sidang pleno Dewan Perantjang Nasional dalam hal menindjau pembangunan berentjana, bagaimana menghemat waktu dan pembiajaan dengan mengerahkan tenaga rakjat dalam pelaksanaan pembangunan.
         (2) Dalam Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat duduk semua Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional, Ketua dan Wakil Ketua Seksi Tenaga Kerdja dan tenaga ahli jang diperbantukan oleh Pemerintah atau jang dipekerdjakan oleh Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.
         (3) Wakil Ketua I mendjadi Ketua Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat seperti dimaksud dalam ajat (1) dan (2) diatas; Sekretariat membantu Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat.
         (4) Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat mengangkat seorang anggota Panitia Perantjang Tenaga Rakjat.
         (5) Ketua Dewan Perantjang Nasional memasukkan laporan jang diputuskan oleh rapat Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat kedalam agenda rapat pleno Dewan Perantjang Nasional. Laporan Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat itu mendjadi suatu bagian dalam pola pendjelasan persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan.

        BAB II.

        TUGAS DEWAN PERANTJANG NASIONAL MENJUSUN RANTJANGAN DASAR UNDANG-UNDANG PEMBANGUNAN.

        § 5. Ketentuan Umum.

        Pasal 19.

        Istilah jang dibawah ini dipakai dalam Peraturan Tata-tertib dalam pengertian:

        1. Rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan, ialah keputusan Presiden/Perdana Menteri untuk disampaikan ke Madjelis Permusjawaratan Rakjat dengan Amanat Presiden.
        2. Usul rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan, ialah keputusan sidang pleno Dewan Perantjang Nasional dalam bentuk usul Dewan Perantjang Nasional kepada Presiden/Perdana Menteri supaja dirundingkan dan diputuskan mendjadi rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan seperti dimaksud pada huruf a diatas.
        3. Persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan, ialah keputusan Panitia Keahlian Pembangunan jang terbagi atas tiga pola pembangunan dan disusun atas semua saran rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan dari Seksi-seksi atau atas semua usul persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan dimaksud dalam pasal 57 ajat (2) untuk dibitjarakan dalam sidang pleno Dewan Perantjang Nasional. d. Saran rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan, ialah keputusan Seksi- seksi Dewan Perantjang Nasional jang akan disatukan mendjadi persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan oleh Panitia Keahlian Pembangunan seperti dimaksuḍ pada huruf c diatas.
          Pasal 20.

          (1) Keputusan usul rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan seperti dimaksud dalam pasal 19 huruf b diatas ialah pola pembangunan jang terbagi atas tiga bagian:

          I. Rentjana Pembangunan,

          II. Pendjelasan Rentjana,

          III. Rantjangan Pembiajaan.

          (2) Tiap-tiap pola dibagi atas bagian pola; dan tiap-tiap bagian dibagi atas paragraf.

          (3) Pola Pembangunan jang diusulkan itu ialah hasil penjusunan Seksi-seksi Pembangunan berupa saran rantjangan pola jang disatukan mendjadi usul rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan seperti dimaksud pada ajat (1) diatas oleh Panitia Keahlian Pembangunan menurut pasal 17 diatas.

          (4) Pimpinan Dewan Perantjang Nasional menjampaikan kepada sidang pleno Dewan Perantjang Nasional keputusan Pemerintah jang menentukan, mempersingkat waktu untuk mempersiapkan suatu rantjangan Dasar Undang-undang Pembangunan oleh Dewan Perantjang Nasional.

          § 6. Penjusunan saran rantjangan pola pembangunan oleh Seksi-seksi.
          Pasal 21.

          (1) Seksi-seksi menjusun saran rantjangan pola pembangunan menurut tugas masing-masing Seksi.

          (2) Djika perlu masing-masing Seksi boleh mengundang ahli pembangunan dibidang apapun, baik ahli jang dipekerdjakan sebagai pegawai pada Dewan Perantjang Nasional ataupun dari sesuatu Kementerian Republik Indonesia; apabila ahli itu bekerdja diluar Seksi atau Dewan Perantjang 'Nasional, maka Ketua Seksi meminta kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional supaja hal mendapat ahli itu dimungkinkan.

          (3) Bahan-bahan jang diperlukan untuk penjusunan saran tjangan pola pembangunan boleh dikumpulkan dengan mengadakan penjelidikan pembangunan atas keputusan rapat pleno Dewan Perantjang Nasional. (4) Saran rantjangan pola dari sebagian pembangunan disusun oleh Seksi dengan bantuan Sekretariat Seksi dengan merantjangkan: rentjana pembangunan, pendjelasan rentjana dan rantjangan pembiajaan pembangunan.

          Pasal 22.

          (1) Seksi-seksi boleh dengan seizin Pimpinan Dewan Perantjang Nasional mengadakan rapat gabungan untuk menjusun saran rantjangan pola dan untuk menghindarkan pekerdjaan jang sama.

          (2) Ketua Seksi mengadjukan saran rantjangan pola pembangunan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional dengan permohonan supaja diadjukan kepada rapat pleno Dewan Perantjang Nasional, setelah diolah oleh Panitia Keahlian Pembangunan seperti dimaksud dalam pasal 17.

          (3) Pimpinan Dewan Perantjang Nasional boleh mengembalikan saran rantjangan pola jang diterimanja dari Seksi, supaja disempurnakan untuk menghilangkan atau mengatasi kekurangan-kekurangan dalam saran rantjangan pola menurut tindjauan Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

          Pasal 23.

          (1) Saran rantjangan pola jang telah disusun menurut pasal 21 ajat (4) dan pasal 17 disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional untuk dirundingkan dan diputuskan dengan mengingat pasal 17 dan 18 ajat 5.

          (2) Ketua Dewan Perantjang Nasional mengundang supaja Panitia Keahlian Pembangunan dan Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat bersidang untuk menjatakan keputusan Seksi-seksi mendjadi persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan; apabila Panitia Kèahlian Pembangunan dan Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat bersidang bersama maka Ketua Panitia Keahlian Pembangunan memimpin rapat bersama itu.

          § 7. Penjusunan Rantjangan Pola Pembangunan oleh Panitia Keahlian Pembangunan.
          Pasal 24.

          (1) Untuk menjatukan semua saran rantjangan pola dari semua Seksi, jang disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional mendjadi satu persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan jang terbagi atas tiga bagian maka Pimpinan Dewan Perantjang Nasional mengangkat suatu Panitia Chusus seperti misalnja tersebut dalam pasal 17 dan 18 untuk mendjalankan tugas tersebut.  (2) Sekretariat Dewan Perantjang Nasional membantu Panitiapanitia Chusus dalam pekerdjaan menggabungkan saran rantjangan pola pembangunan jang disusun oleh Seksi-seksi.

           (3) Pimpinan Dewan Perantjang Nasional menetapkan djangka waktu untuk menjelesaikan tugas jang dirumuskan pada pasal 21 dan pasal 19 dalam ajat (1) dan (2) diatas, dengan mengingat waktu untuk menjelesaikan tugas seperti dimaksud pada pasal 15.

          Pasal 25.

           Untuk mendjalankan tugas seperti tersebut pada pasal 10 dan 11 Panitia Chusus boleh meminta kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, supaja tenaga ahli diperbantukan kepada panitia itu, baik jang sudah bekerdja pada Dewan Perantjang Nasional ataupun diluar Dewan Perantjang Nasional. Dimana perlu dengan bantuan Pemerintah.

          Pasal 26.

           Setelah Panitia Chusus selesai dengan pekerdjaan jang dirumuskan pada pasal 10 dan 11, maka Ketua Panitia menjampaikan rantjangan persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, dengan maksud supaja Pimpinan Dewan Perantjang Nasional segera menempatkan hasil pekerdjaan panitia itu dalam agenda sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

          § 8. Penjusunan Pola Pembangunan oleh Sidang Pleno Dewan Perantjang Nasional.

          Pasal 27.

           (1) Saran rantjangan pola sebagai hasil pekerdjaan Seksi-seksi dan Panitia Chusus, seperti dimaksud pada pasal 21 ajat (4), pasal 10 dan 11, dirundingkan dalam rapat pleno Dewan Perantjang Nasional.

           (2) Penindjauan rantjangan pola dilaksanakan dari sudut:

          1. perentjanaan pembangunan.
          2. pembiajaan pembangunan.
          3. lamanja melaksanakan pola.
          4. persesuaian dengan kebutuhan dan kepribadian rakjat Indonesia.
          5. persesuaian dengan pelaksanaan Pantjasila.
          6. pengerahan tenaga rakjat.

           (3) Pembahasan pola pembangunan berlangsung dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pasal 32 sampai 46.

          Pasal 28.

           Ketua Dewan Perantjang Nasional menjampaikan kepada Presiden/Perdana Menteri keputusan rapat pleno berupa usul rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan.

          BAB III.

          WEWENANG SIDANG RAPAT DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

          A. KETENTUAN UMUM.

          § 9. Sidang dan rapat Dewan Perantjang Nasional.

          Pasal 29.

           (1) Sidang Dewan Perantjang Nasional jaitu: Sidang Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, Sidang Pimpinan Seksi, Sidang Pleno Seksi, Sidang Gabungan Seksi, Sidang Panitia Dewan Perantjang Nasional dan Sidang Pleno Dewan Perantjang Nasional.

           (2) Sidang pleno Dewan Perantjang Nasional berlangsung menurut pasal 30 sampai 67 dibawah ini.

           (3) Sidang-sidang Dewan Perantjang Nasional jang lain berlangsung dengan berpedoman kepada pasal-pasal jang mengatur sidang pleno Dewan Perantjang Nasional, dimana perlu dengan perubahan jang wadjar.

          Sidang dan Rapat Pleno Dewan Perantjang Nasional.

          Pasal 30.

           (1) Ketua mengundang para anggota untuk menghadiri sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

           (2) Ketua memberitahukan kepada Pemerintah waktu dan tempat sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

           (3) Rapat siang dimulai pukul 9 pagi dan rapat malam dimulai pukul 7.30 ketjuali djika Ketua atau rapat pleno menentukan waktu lain.

           (4) Sebelum menghadiri rapat, setiap anggota menanda-tangani daftar hadir.

           (5) Apabila daftar hadir telah ditanda-tangani oleh lebih dari dua puluh lima orang anggota, maka Ketua membuka rapat.

           (6) Sekretaris Djenderal mengatur tempat duduk anggota dan menjediakan tempat bagi Presiden dan para Menteri jang menghadiri rapat.

          Pasal 31.

           (1) Sekretaris membatjakan pada permulaan rapat surat-surat jang masuk sedjak rapat jang terachir, ketjuali surat-surat jang mengenai urusan rumah-tangga.

           (2) Setelah membatjakan surat- surat jang dimaksud dalam ajat (1) diatas, maka Ketua membatjakan agenda sidang pleno. (3) Kedalam atjara sidang pleno Ketua telah mentjantumkan diantaranja Amanat Presiden, soal-soal pembangunan jang tertentu, dan pelaporan pekerdjaan Seksi-seksi dalam triwulan jang lampau.

          (4) Ketua memberitahukan, apakah Presiden dalam suatu rapat pleno akan mendjelaskan amanat jang telah diterima Ketua Dewan Perantjang Nasional.

          (5) Ketua memberitahukan, dalam rapat pleno Seksi-seksi mana akan memberi pelaporan tentang pekerdjaan jang dilakukannja dalam triwulan jang lampau.

          (6) Surat-surat, baik jang diterima dari Pemerintah maupun dari pihak lain dibatjakan dalam rapat, apabila dianggap perlu oleh Pimpinan Dewan Perantjang Nasional atau oleh Dewan Perantjang Nasional.

          (7) Ketua memberitahukan dalam rapat, apa jang harus diperbuat dengan surat-surat jang masuk itu dan meneruskannja kepada Seksiseksi Pembangunan, Panitia Chusus atau Panitia Rumah Tangga, ketjuali djikalau rapat pleno menentukan lain.

          10. Pembahasan pembangunan.
          Pasal 32.

          (1) Jang dimaksud dengan kata Ketua dalam hal pembahasan ini ialah Ketua rapat.

          (2) Rapat pleno dipimpin oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional.

          (3) Djika Ketua dalam pekerdjaan seperti ditentukan diatas berhalangan, maka dia digantikan oleh seorang Wakil Ketua.

          Pasal 33.

          (1) Dalam rapat-rapat dipergunakan bahasa Indonesia.

          (2) Semua surat dari luar atau naskah jang berbahasa asing disalinkan kedalam bahasa Indonsia; demikian pula semua surat atau naskah jang tertulis dalam bahasa daerah.

          Pasal 34.

          (1) Pembitjaraan mengenai sesuatu soal dilakukan pada umumnja dalam dua babak, ketjuali djikalau Ketua atau rapat menentukan lain.

          (2) Anggota baru berbitjara, sesudah meminta dan mendapat izin dari Ketua.

          (3) Presiden dan Menteri mendapat kesempatan berbitjara pada tiap-tiap tingkatan pembitjaraan.

          Pasal 35.

          (1) Anggota berbitjara sambil berdiri.

          (2) Pembitjara tidak boleh diganggu selama ia berbitjara.
          Pasal 36.

          (1) Ketua memberi kesempatan untuk berbitjara menurut urutan permintaan; djika perlu untuk kepentingan perundingan, ia boleh menjimpang.

          (2) Penjimpangan dari urutan tersebut diatas dapat dilakukan apabila seorang anggota meminta bitjara untuk soal-soal perseorangan. Ketua tidak memberikan kesempatan berbitjara tentang soal-soal perseorangan sebelum diberikan pendjelasan tentang soal tersebut.

          (3) Ketentuan dalam ajat (2) berlaku djuga bagi usul untuk menunda perundingan.

          Pasal 37.

          (1) Untuk kepentingan perundingan, Ketua dapat menetapkan bahwa sebelum perundingan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembitjara harus menjatakan nama terlebih dahulu dalam waktu jang ditetapkan oleh Ketua.

          (2) Sesudah waktu jang ditetapkan itu lewat, anggota jang belum mentjatatkan namanja sebagai dimaksud dalam ajat (1) tidak berhak untuk ikut berbitjara mengenai hal jang termaksud dalam ajat tersebut, ketjuali djika menurut pendapat Ketua ada alasan-alasan jang dapat diterima.

          Pasal 38.

          (1) Apabila seorang pembitjara menjimpang dari pokok pembitjaraan, maka Ketua memperingatkan dan meminta supaja pembitjara kembali kepada pokok pembitjaraan.

          (2) Ketua dapat menghentikan pembitjaraan seorang anggota, apabila Ketua menganggap, bahwa pembitjara itu mengganggu suasana rapat.

          Pasal 39.

          (1) Apabila Ketua menganggap perlu, maka ia boleh menunda atau mengundurkan rapat.

          (2) Lamanja penundaan biasa tidak lebih dari satu djam, sedang pengunduran biasa paling lama sampai hari kerdja jang berikut.

          Pasal 40.

          Pembahasan tentang suatu persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan dilakukan dalam dua bagian:

          1. pemandangan umum mengenai persiapan rantjangan dasar Undangundang Pembangunan seluruhnja;
          2. pembitjaraan pola demi pola, seperti dimaksud pasal 20 ajat (1) dengan memperhatikan pedoman penindjauan seperti diandjurkan pasal 27 ajat (2).
            Pasal 41.

            Pada pemandangan umum tentang suatu soal hanja dibitjarakan tudjuan umum dan garis besar soal pembangunan. Ketua rapat dapat djuga menetapkan perundingan tersendiri mengenai tiap-tiap bahagian pokok dari usul itu.

            Pasal 42.

            (1) Pembitjaraan tentang pola demi pola dalam tiap-tiap bagian pola dilakukan menurut urutannja sedemikian rupa, hingga pada setiap bagian diperbintjangkan djuga usul-usul perubahan jang bersangkutan, ketjuali bilamana isinja atau hubungannja dengan lain-lain bagian dan perubahan memerlukan aturan jang lain.

            (2) Dewan Perantjang Nasional dapat memutuskan supaja pembitjaraan tentang suatu bagian pola dibagi-bagi, bilamana bagian itu memuat berbagai paragrap.

            Pasal 43.

            Selain dari anggota jang mengadjukan usul jang sedang dibitjarakan, seorang anggota tidak boleh berbitjara lebih dari dua kali tentang usul itu, ketjuali apabila rapat mengizinkan.

            Pasal 44.

            Ketua mempersilakan Presiden atau seorang Menteri berbitjara untuk memberi nasehat, apabila dan setiap kali dikehendaki, akan tetapi tidak boleh sebelum seorang pembitjara selesai berbitjara, dengan memperhatikan pasal 63.

            Pasal 45.

            (1) Sebelum atau selama perundingan tentang suatu usul, Ketua rapat dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanja pidato para anggota dengan persetudjuan pembitjara.

            (2) Bilamana lama pidato jang ditetapkan sebagai maksimum telah lampau, maka Ketua mempersilakan pembitjara berhenti. Pembitjara dengan segera memenuhi permintaan itu, dengan mendapat kesempatan menjerahkan naskah pidatonja, jang belum dibatjakan kepada Ketua.

            Pasal 46.

            (1) Apabila Ketua berpendapat, bahwa sesuatu pokok pembitjaraan telah tjukup ditindjau dari beberapa sudut, maka ia mengusulkan kepada Dewan Perantjang Nasional supaja perundingan ditutup.Usul ini diputuskan dengan tidak diadakan perundingan.  (2) Penutupan perundingan dapat pula diusulkan oleh paling sedikit lima orang anggota jang hadir dalam rapat.
             (3) Sebelum usul untuk menutup sesuatu perundingan diputuskan, maka Ketua menanjakan kepada Menteri-menteri, apakah mereka ingin berbitjara lagi tentang soal jang sedang diperbintjangkan.
             (4) Dalam keadaan istimewa Ketua dapat mengizinkan, bahwa seorang anggota setelah perundingan ditutup, memberikan keterangan singkat jang tidak boleh bersifat pengulangan dari jang telah dikemukakannja, dalam waktu jang dibatasi oleh Ketua.

            § 11. Risalah Dewan Perantjang Nasional.

            Pasal 47.

             (1) Dewan Perantjang Nasional menjusun Buku Risalah Dewan Perantjang Nasional.
             (2) Untuk setiap rapat pleno Dewan Perantjang Nasional dibuat risalah, berisi laporan pembahasan jang telah dilakukan dalam rapat dengan memuat:
            a. atjara rapat tentang penjusunan pembangunan,
            b. tanggal rapat,
            c. djam rapat dibuka dan ditutup,
            d. nama anggota Dewan Perantjang Nasional dan pedjabat Pemerintah jang hadir,
            e. nama Sekretaris Djenderal dan/atau Sekretaris,
            f. nama anggota jang menjatakan setudju atau tidak setudju,
            g. nama hadirin jang memberi nasehat,
            h. utjapan pembitjara jang disalin dari tulisan tjepat atau tape.

            Pasal 48.

             (1) Sesudah rapat selesai , maka selambat-lambatnja dalam tiga hari kepada pembitjara jang hadir dikirimkan risalah sementara.
             (2) Dalam tempo dua kali 24 djam, setiap pembitjara mendapat kesempatan untuk mengadakan koreksi dalam laporan tentang utjapannja.
             (3) Sesudah waktu jang dimaksudkan ajat (2) diatas lewat, maka risalah sementara selekas-lekasnja ditetapkan oleh Ketua.

            Pasal 49.

             Pimpinan Dewan Perantjang Nasional mengumpulkan segala risalah jang telah disahkan dalam buku risalah seperti dimaksud pasal 47 ajat (1).

            300

            B. PEMAKAIAN HAK SUARA DAN WEWENANG MEMBERI NASEHAT.

            § 12. Ketentuan Umum.

            Pasal 50.

             (1) Seorang anggota Dewan Perantjang Nasional mempunjai hak satu suara.
             (2) Segala keputusan diambil dengan djumlah suara jang terbanjak mutlak.
             (3) Dengan mengingat jang ditentukan dalam ajat (2) pasal ini , pemungutan suara adalah sah, apabila djumlah suara jang dikeluarkan lebih dari pada seperdua djumlah anggota Dewan Perantjang Nasional.
             (4) Djika djumlah suara jang dikeluarkan kurang dari seperdua djumlah semua anggota Dewan Perantjang Nasional, maka pemungutan suara djuga sah, apabila djumlah suara ,,setudju" atau „tidak setudju" merupakan djumlah terbanjak mutlak dari pada seperdua djumlah semua anggota Dewan Perantjang Nasional.
             Apabila pemungutan suara tidak menghasilkan keputusan jang sah, karena djumlah jang ,,setudju" atau „tidak setudju" tidak mentjapai djumlah jang melebihi djumlah seperempat dari djumlah semua anggota Dewan Perantjang Nasional, maka pemungutan suara diulangi atas keputusan Ketua rapat itu.
             (5) Djika pada rapat jang dimaksudkan dalam ajat (4) djumlah suara jang "setudju" atau "tidak setudju" masih belum melebihi djumlah jang dimaksud diatas, maka keputusan atas usul itu diserahkan kepada Ketua Dewan Perantjang Nasional.
             Perbandingan suara hendaklah dinjatakan dalam laporan.  (6) Djika pada rapat jang dimaksud dalam ajat (4) djumlah suara jang "setudju" dan jang "tidak setudju" sama banjaknja, maka usul itu diterima. Djika pada rapat jang dimaksud ajat (4) djumlah suara "setudju" dan "tidak setudju" sama banjaknja tetapi melebihi seperempat dari djumlah anggota Dewan Perantjang Nasional maka berlaku pasal 52 ajat (2).

            § 13. Pemungutan suara mengenai soal.

            Pasal 51.

             (1) Dewan Perantjang Nasional mulai memungut suara, setelah dinjatakan, bahwa perundingan tentang sesuatu soal telah ditutup, djika ternjata tidak tertjapai suara bulat.  (2) Pemungutan suara dilakukan dengan memanggil nama seorang demi seorang, apabila Ketua atau salah seorang anggota menghendakinja.
             Panggilan nama itu dilakukan menurut daftar hadir.
             Ketua rapat memberikan suara paling achir.

            301

            (3) Pada waktu nama seorang demi seorang dipanggil, maka setiap anggota memberikan suaranja dengan lisan, jakni dengan perkataan „setudju” atau „tidak setudju” tanpa tambahan.

            (4) Apabila tak ada seorang anggota menghendaki pemungutan suara dengan memanggil nama seorang demi seorang, maka pemungutan suara sekaligus dibagi atas golongan jang „setudju” dan golongan jang „tidak setudju”. Apabila dalam hal itu terdapat keragu-raguan tentang hasil pemungutan suara maka atas permintaan Ketua atau salah seorang anggota hasil itu ditetapkan lagi dalam pemungutan suara dengan memanggil nama anggota seorang demi seorang.

            (5) Apabila tidak diadakan panggilan nama anggota seorang demi seorang maka setiap anggota berhak untuk meminta ditjatat, bahwa ia dianggap tidak setudju, dengan tiada mengemukakan alasan-alasan.

            Pasal 52.

            (1) Tiap kali setelah diadakan pemungutan suara, Ketua mengumumkan hasil pemungutan itu kepada rapat.

            (2) Apabila, pada waktu mengambil keputusan, djumlah suara sama banjaknja dan rapat itu lengkap anggotanja, maka usul itu dianggap diterima; djika rapat itu tidak lengkap, keputusan ditangguhkan sampai rapat jang berikut. Apabila djumlah suara sama banjaknja lagi, maka keputusan atas usul itu diserahkan kepada Ketua Dewan Perantjang Nasional.

            § 14. Pemungutan suara mengenai orang.
            Pasal 53.

            Setiap pemungutan suara mengenai orang, dilakukan dengan tertulis menurut ketentuan-ketentuan jang dimaksud dalam pasal 50 sampai pasal 52.

            § 15. Wewenang memberi nasehat.
            Pasal 54.

            (1) Seorang Menteri setiap waktu dalam rapat Dewan Perantjang Nasional jang dihadirinja, berwewenang memberi nasehat dengan tertulis atau dengan lisan.

            (2) Nasehat Menteri jang dimaksud pada ajat (1) diatas dinjatakan dalam rapat atas keinginan sendiri atau atas pemintaan Ketua rapat.

            Pasal 55.

            (1) Sekretaris Djenderal, Sekretaris atau tenaga ahli berwewenang memberi nasehat kepada tiap-tiap rapat Dewan Perantjang Nasional jang dihadirinja, apabila disetudjui oleh Ketua rapat.

            (2) Tenaga asing jang diperbantukan Pemerintah kepada Dewan Perantjang Nasional, memberi nasehat kepada rapat jang dihadirinja apabila rapat memintanja.
            C. PELAKSANAAN WEWENANG DEWAN PERATJANG NASIONAL DAN ANGGOTA DEWAN

            PERANTJANG NASIONAL.

            1. Wewenang Dewan Perantjang Nasional.

            Pasal 56.

            (1) Wewenang Dewan Perantjang Nasional ialah merumuskan usul rapat pleno Dewan Perantjang Nasional.

            (2) Wewenang Dewan Perantjang Nasional itu jaitu:

            1. mengadjukan usul rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan, seperti dimaksud oleh Undang-undang Pembangunan dan Peraturan Pemerintah tentang Dewan Perantjang Nasional.
              Wewenang itu didjalankan menurut Peraturan Tata-tertib ini.
            2. mendjalankan penindjauan untuk:
              1. mengumpulkan bahan bagi penjusunan usul rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan;
              2. melakukan penilaian dan
              3. melaksanakan pengawasan.
                Wewenang itu didjalankan menurut Peraturan Tata-tertib ini.
            3. mengadjukan laporan penilaian pembangunan.
              Wewenang itu didjalankan menurut Peraturan Tata-tertib ini.
            4. mengadjukan usul perubahan Peraturan Tata-tertib.
            I. WEWENANG DEWAN PERANTJANG NASIONAL.

            16. I. Wewenang Dewan Perantjang Nasional mengadjukan usul Rantjangan Dasar Undang-undang Pembangunan.

            Pasal 57.

            (1) Usul persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan seperti dimaksud dalam ajat (2) dibawah dan pasal 19 huruf c, jaitu jang disusun oleh 10 orang anggota, disampaikan oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional dengan tertulis dan menempatkan kedalam atjara rapat pleno.

            (2) Usul persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan menurut ajat (1 ) diatas disertai memori pendjelasan dan harus ditandatangani oleh sekurang-kurangnja 10 orang anggota jang hadir dalam rapat pleno Dewan Perantjang Nasional.

            (3) Usul persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan bersama-sama dengan memori pendjelasan diperbanjak oleh Sekretaris Dewan Perantjang Nasional dan dibagi-bagikan kepada para anggota, sebelum rapat pleno bersidang.  (4) Ketua Dewan Perantjang Nasional menempatkan usul persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan dalam atjara rapat pleno untuk diperbintjangkan dan diputuskan.

             (5) Apabila Ketua Dewan Perantjang Nasional atau rapat pleno menganggap, bahwa usul persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan jang dimaksud pada ajat (1) dan (2) diatas, tjukup penting untuk ditindjau oleh suatu Panitia Chusus, maka usul itu diserahkan kepadanja untuk dibahas lebih dahulu.

             (6) Pembahasan Panitia Chusus diatas dilaporkan oleh Ketua Panitia Chusus itu kepada rapat pleno Dewan Perantjang Nasional.

             (7) Seorang pengusul pada pasal 2 tidak dapat mendjadi anggota Panitia Chusus seperti termaksud pada ajat (6) diatas. Untuk pembahasan pada ajat (6) diatas berlaku ketentuan-ketentuan pada pasal 26 dan 27 Peraturan ini.

             (8) Ketua Dewan Perantjang Nasional menempatkan kembali hasil pekerdjaan Panitia Chusus tersebut dalam ajat (5) dan (6) kedalam atjara rapat pleno dan kini berlakulah ajat (4).

            § 17. II. Wewenang Dewan Perantjang Nasional menindjau Pembangunan.

            Pasal 58.

             (1) Untuk mengumpulkan bahan pembangunan bagi pelaksanaan tugas Dewan Perantjang Nasional, maka Ketua atas usul Pimpinan Dewan Perantjang Nasional Seksi Pleno atau rapat pleno Dewan Perantjang Nasional boleh menundjuk anggota-anggota pergi menindjau pelaksanaan pembangunan jang sedang berdjalan diseluruh wilajah Indonesia.

             (2) Keputusan jang dimaksud pada ajat (1) ditanda-tangani oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional sebagai Ketua Panitia Rumah Tangga.

             (3) Laporan penindjauan pembangunan jang telah dilakukan oleh anggota-anggota disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional untuk dipertimbangkan dan salinannja disampaikan djuga kepada semua anggota Dewan Perantjang Nasional.

             (4) Pimpinan Dewan Perantjang Nasional menetapkan bagaimana selandjutnja menjelesaikan laporan itu.

             (5) Penindjauan pelaksanaan pembangunan jang sedang berdjalan dengan maksud jang sama seperti tertera dalam ajat (1) diatas dapat dilakukan djuga oleh suatu Panitia Chusus, jang ditundjuk dan diperlakukan seperti ketentuan dalam pasal-pasal tentang Panitia Chusus dan menurut ajat (2), (3) dan (4) diatas.

            § 18. Wewenang menilai Pembangunan.

            Pasal 59.

            (1) Ketua Pimpinan Dewan Perantjang Nasional membentuk suatu Panitia Pembangunan, apabila Pemerintah, rapat pleno Dewan Perantjang Nasional atau Seksi Pleno mengharapkan penilaian Pembangunan.

            (2) Dalam pengangkatan Panitia Penilaian Pembangunan seperti dimaksud pada ajat (1) ditentukan nama-nama anggota-anggota Panitia dan lama djangka waktu untuk melakukan tugas jang dipikulkan Pemerintah atau rapat pleno Dewan Perantjang Nasional.

            (3) Pelaporan Panitia Penilaian Pembangunan seperti dimaksud pada ajat (2) diatas disahkan oleh sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

            (4) Pelaporan Panitia bersama-sama dengan tambahan serta pendapat rapat pleno Dewan Perantjang Nasional disampaikan oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional kepada Presiden/Perdana Menteri.

            (5) Pada waktunja Ketua Dewan Perantjang Nasional membubarkan Panitia seperti dibentuk menurut ajat (1) diatas.

            (6) Pembentukan dan pembubaran Panitia Pengawasan Pembangunan dilaksanakan seperti Pembentukan Panitia Penilaian Pembangunan.

            Pasal 60.

            Sekurang-kurangnja lima orang anggota Dewan Perantjang Nasional dapat mengusulkan kepada sidang pleno Dewan Perantjang Nasional, supaja menilai pelaksanaan pembangunan.

            4. Wewenang mengadjukan usul perubahan Peraturan Tata-tertib.

            Pasal 61.

            (1) Setiap perubahan Peraturan Tata-tertib jang diusulkan dapat didjelaskan oleh seorang pengusul dalam rapat pleno. Usul itu ditandatangani oleh sekurang-kurangnja 5 orang anggota jang hadir dalam rapat pleno itu.

            (2) Perubahan-perubahan jang diadakan oleh pengusul jang dimaksudkan dalam ajat (1) dalam perubahan jang telah diusulkan, tidak memerlukan lagi tanda-tangan mereka jang turut mengusulkan.

            Pasal 62.

            (1) Apabila Ketua Dewan Perantjang Nasional atau rapat pleno menganggap, bahwa usul perubahan jang dimaksud pada pasal 61 ajat (1) tjukup penting untuk ditindjau oleh suatu Panitia Chusus, maka usul itu diserahkan kepadanja untuk dibahas lebih dahulu.  (2) Hasil pembahasan Panitia Chusus jang dimaksud pada ajat (1) diatas dilaporkan oleh Sekertaris Djenderal kepada sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.

             (3) Untuk pembahasan pada ajat (2) berlaku ketentuan-ketentuan pasal 32 sampai 46.

            Wewenang anggota Dewan Perantjang Nasional.

            Pasal 63.

             (1) Wewenang anggota Dewan Perantjang Nasional ialah mengadjukan usul didalam rapat pleno Dewan Perantjang Nasional.

             (2) Wewenang anggota jaitu:

            1. Wewenang bertanja dan melahirkan pendapat.
            2. Wewenang mengadjukan amandemen dan sub amandemen, usul persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan.
            3. Wewenang mengandjurkan seseorang untuk mengisi lowongan djabatan pegawai Dewan Perantjang Nasional.
            4. Wewenang untuk memperoleh bahan -bahan jang diperlukan untuk penjusunan rentjana pembangunan.

            § 19. Wewenang anggota untuk bertanja dan melahirkan pendapat.

            Pasal 64.

             (1) Setiap anggota berhak bertanja dan melahirkan pendapat dalam rapat pleno Dewan Perantjang Nasional: pertanjaan itu diarahkan kepada Ketua rapat.

             (2) Pertanjaan dan pendapat itu terbatas mengenai soal-soal pembangunan atau rumah-tangga Dewan Perantjang Nasional.

             (3) Apabila dipandang perlu, penanja dapat merundingkan lebih dahulu dengan Sekertaris Djenderal tentang bentuk dan isi pertanjaan. Dalam hal merumuskan pertanjaan itu Sekertaris Djenderal memberi bantuan.

             (4) Ketua Dewan Perantjang Nasional memberi djawaban kepada pertanjaan jang diadjukan anggota dalam rapat pleno itu atau dalam rapat pleno lain.

            § 20. Wewenang anggota memakai hak suara.

            Pasal 65.

             (1) Seorang anggota Dewan Perantjang Nasional mempunjai hak satu suara.

             (2) Hak suara itu dipakai dan diperlakukan menurut pasal-pasal 50 sampai 53 Peraturan Tata-tertib ini.

            § 21. Wewenang anggota mengadjukan amandemen dan subamandemen untuk melaksanakan perubahan dalam persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan.

            Pasal 66.

             (1) Sebelum sesuatu persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan didalam sidang pleno Dewan Perantjang Nasional diputuskan, maka oleh sekurang-kurangnja 5 orang anggota dapat diadjukan usul perubahan (amandemen) atau usul perubahan atas usul perubahan (sub amandemen) kepada Ketua rapat pleno, jang lalu menempatkannja dalam atjara rapat.

             (2) Dalam hal perubahan jang dimaksud pada ajat (1) diatas pengusul amandemen atau sub amandemen dapat menambahkan keterangan jang singkat.

             (3) Amandemen dan sub amandemen serta keterangan singkat selekas-lekasnja diberbanjak dan dibagikan kepada anggota-anggota.

             (4) Amandemen dan sub amandemen dibitjarakan dan diputuskan oleh rapat pleno.

            § 22. Wewenang anggota mengandjurkan seseorang buat mengisi lowongan sesuatu djabatan pegawai Dewan Perantjang Nasional.

            Pasal 67.

             (1) Setiap anggota berhak mengadjukan andjuran tjalon pegawai untuk mengisi sesuatu djabatan pegawai Dewan Perantjang Nasional jang lowong.

             (2) Andjuran itu diadjukan didalam atau diluar rapat pleno Dewan Perantjang Nasional dengan tertulis dan diserahkan kepada Panitia Rumah Tangga.

             (3) Pada waktunja Panitia Rumah Tangga memberi djawaban tertulis kepada anggota jang mengadjukan andjuran seperti dimaksud ajat (1) diatas.

            Sidang dan rapat Dewan Perantjang Nasional jang lain dari pada sidang dan rapat pleno Dewan Perantjang Nasional.

            Pasal 68.

             Dengan mengingat pasal 29 dan pasal 30 ajat (5), maka rapat Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, rapat Pimpinan Seksi, rapat pleno Seksi dan rapat Panitia Dewan Perantjang Nasional berlangsung dengan berpedoman kepada pasal-pasal 30 sampai 67 menurut pasal 29, dimana perlu dengan perubahan jang wadjar dan memenuhi sjarat sebagai berikut:
            1. Untuk rapat Pimpinan Dewan Perantjang Nasional, apabila hadir Ketua Dewan Perantjang Nasional dan sedikitnja dua orang Wakil Ketua Dewan Perantjang Nasional serta dibantu oleh Sekretaris Djenderal.
            2. Untuk rapat Pimpinan Seksi, apabila hadir Ketua Seksi dan sedikitnja seorang anggota Pimpinan Seksi, serta dibantu oleh Sekretaris Seksi.
            3. Untuk rapat pleno Seksi, apabila hadir Ketua atau Wakil Ketua Seksi dan sedikitnja sepertiga dari djumlah anggota Seksi jang bersangkutan, termasuk Ketua dan Wakil Ketuanja, serta dibantu oleh Sekretaris Seksi.
            4. Untuk rapat Panitia Rumah Tangga apabila hadir sedikitnja seorang anggota Pimpinan Dewan Perantjang Nasional dan anggotaanggota Panitia Rumah Tangga sekurang-kurangnja dari tiga Seksi, serta dibantu oleh Sekretaris Djenderal.
            5. Untuk Panitia Keahlian Pembangunan apabila hadir sedikitnja dua orang anggota pimpinan Dewan Perantjang Nasional dan sedikitnja tiga orang Ketua Seksi dari pelbagai Seksi, serta dibantu oleh Sekretaris Djenderal.
            6. Untuk rapat Panitia Pengerahan Tenaga Rakjat apabila hadir sedikitnja dua orang anggota Pimpinan Dewan Perantjang Nasional dan dua orang anggota dari Seksi Tenaga Kerdja, serta dibantu oleh seorang Sekretaris Dewan Perantjang Nasional.
            7. Untuk rapat Panitia-panitia Dewan Perantjang Nasional jang lain, apabila hadir sedikitnja Ketua Panitia dan dua orang anggota Panitia Dewan Perantjang Nasional, serta dibantu oleh seorang Sekretaris Dewan Perantjang Nasional.
            8. BAB IV.

              § 23. Peraturan Perselisihan.

              Pasal 69.

               (1) Terhadap Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan segala Peraturan Pemerintah mengenai Dewan Perantjang Nasional maka tafsiran jang harus diturut oleh Dewan Perantjang Nasional ialah tafsiran Pemerintah.

               (2) Dalam hal-hal seperti tersebut pada ajat (1) diatas, maka untuk melenjapkan keragu-raguan tentang pengartian beberapa istilah atau maksud pasal-pasal Undang-undang Dewan Perantjang Nasional dan Peraturan Pemerintah mengenai Dewan Perantjang Nasional, Ketua Dewan Perantjang Nasional atas nama Pimpinan Dewan Perantjang Nasional boleh menanjakan kepada Presiden/Perdana Menteri bagaimana tafsiran Pemerintah jang sebenarnja.  (3) Dalam hal-hal ada keragu-raguan tentang bidang pekerdjaan dan perwatasan wewenang Dewan Perantjang Nasional, maka Ketua Dewan Perantjang Nasional atas nama Pimpinan boleh menanjakan kepada Presiden/Perdana Menteri apakah beberapa hal menurut kenjataannja masuk atau tidak masuk bidang- pekerjaan atau perwatasan wewenang Dewan Perantjang Nasional.

               (4) Pertikaian antara suatu Seksi dengan Seksi atau Panitia Chusus lain, diputuskan ditingkat tertinggi dan paling achir oleh Pimpinan Dewan Perantjang Nasional. Pertikaian menurut ajat ini terletak dibidang tugas- pekerdjaan dan wewenang Seksi. Pertikaian itu diadjukan oleh Ketua Seksi atas nama Pimpinan Seksi kepada Ketua Dewan Perantjang Nasional.

              Pasal 70.

               (1) Pertikaian antara pegawai dengan pegawai atau dengan Panitia Rumah Tangga mengenai tugas pekerdjaan pegawai atau lain-lainnja diputuskan ditingkat tertinggi dan paling achir oleh pegawai jang bersangkutan kepada Ketua Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

               (2) Pertikaian seperti dimaksud ajat (1) diatas diadjukan oleh pegawai jang bersangkutan kepada Ketua Pimpinan Dewan Perantjang Nasional.

              Pasal 71.

               Segala pertikaian jang lain dari pada jang dikemukakan dalam pasal 69 ajat (4) dan 70 ajat (1), diadjukan oleh pihak jang bersangkutan kepada Pimpinan Dewan Perantjang Nasional jang memberi keputusan ditingkat tertinggi dan paling achir.

              BAB V.

              § 24. Perubahan.

              Pasal 72.

               (1) Usul-usul perubahan dalam Peraturan Tata-tertib ini diadjukan oleh Ketua Dewan Perantjang Nasional kepada Presiden/Perdana Menteri dengan mengingat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

              1. Usul perubahan jang masuk kedalam sidang Panitia Rumah Tangga dibitjarakan dan diputuskan lebih dahulu oleh sidang itu, sebelum dimasukkan kedalam atjara sidang pleno Dewan Perantjang Nasional.
              2. Sekretaris Djenderal mengadjukan kesidang pleno Dewan Perantjang Nasional usul perubahan jang ditetapkan sementara oleh sidang Panitia Rumah Tangga dengan dibubuhi pelaporan tentang pembitjaraan dalam sidang achir ini.
               (2) Sesuatu perubahan Peraturan Tata-tertib baru berlaku setelah ditetapkan Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah.
              BAB VI.

              § 25. Penutup.

              Pasal 73.

              Peraturan ini disebut „Peraturan Tata-tertib Dewan Perantjang Nasional”.

              Pasal 74.

              Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

              Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

              Ditetapkan di Djakarta

              pada tanggal 14 Oktober 1959.

              Presiden Republik Indonesia,

              SUKARNO.

              Diundangkan

              pada tanggal 14 Oktober 1959 .

              Menteri Muda Kehakiman,

              SAHARDJO.


              LEMBARAN-NEGARA No. 120 TAHUN 1959.
              ___________

              KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

              No. 169 TAHUN 1959.

              KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

               Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Undang-undang No. 80 tahun 1958 jo. Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 4 tahun 1959 tentang Dewan Perantjang Nasional, dipandang perlu segera mengangkat anggota-anggotanja;

               Mengingat: Undang-undang No. 80 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 144) jo. Penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 22 Djuli 1959 No. 4;

               Mendengar: Musjawarah Kabinet Inti pada tanggal 29 Djuli 1959;


              Memutuskan:


              Menetapkan:

              Pertama: Mengangkat Saudara-saudara:

              1. Prof. Mr H. Muhd . Yamin ― sebagai Ketua merangkap anggota
              2. Ir Ukar Bratakusumah ― sebagai Wakil Ketua I merangkap anggota
              3. Kolonel Dr Suhardi ― sebagai Wakil Ketua II merangkap anggota
              4. Ir Sakirman ― sebagai Wakil Ketua III merangkap anggota
              Untuk golongan Daerah Djawa Timur
              5. Samadikun ― sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Djawa Tengah
              6. Mr Surojo ― sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Djawa Barat
              7. Sanoesi Hardjadinata ― sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Jogjakarta
              8. Drs Subagio Hadinoto ― sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Djakarta Raya
              9. Supranoto ― sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Sumatera Selatan
              10. Let. Kol. Hasan Kasim   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Sumatera Barat
              11. Sam Sjamsuddin   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Djambi
              12. Major R. A. Rachman   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Riau
              13. D. M. Janur   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Sumatera Utara
              14. Ir Tarip Abdullah Harahap   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Atjeh
              15. Let. Kol. Hamsah   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Kalimantan Selatan
              16. Abdulgaffar Hanafiah   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Kalimantan Tengah
              17. Major Drs A. Dongos Pati-
              anum   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Kalimantan Barat
              18. Dr Sudarso 3   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Kalimantan Timur
              19. Husein Jusuf   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Sulawesi
              20. Nani Wartabone   sebagai anggota
              21. Mr Baramuli   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Bali
              22. Mr I. Gusti Ktut Pudjo   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Nusa Tenggara Barat
              23. I. R. Lobo   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Nusa Tenggara Timur
              24. Prof. Ir H. Johannes   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Maluku
              25. Prof. Dr G. A. Siwabessy   sebagai anggota
              Untuk golongan Daerah Irian Barat
              26. Silas Papare   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Buruh/Pegawai
              27. F. Runturambi   sebagai anggota
              28. Sutedjo Dirdjosubroto   sebagai anggota
              29. Kobarsjah   sebagai anggota
              30. Iskandar Wahono   sebagai anggota
              31. Fapkur Hadi   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Tani
              32. Sudjono   sebagai anggota
              33. Lahmuddin Dalemonte   sebagai anggota
              34. Dr Hadjidarmo Tjokronegoro   sebagai anggota
              35. Gusti Mohd. Charidjie Kasuma   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Pengusaha Nasional
              36. Mr Elkana Tobing  sebagai anggota
              37. M. Asnun   sebagai anggota
              38. Rachman Tamin   sebagai anggota
              39. Mr Rufinus Lumban Tobing   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Angkatan Bersendjata
              40. Let. Kol. Achmad Tirtosudiro   sebagai anggota
              41. Let. Kol. Wilujo Puspojudo   sebagai anggota
              42. Major Pelaut Jos Sudarso   sebagai anggota
              43. Let. Kol. Udara Ir Nurtanio   sebagai anggota
              44. Adj . Kom. Besar Pol. Abdulrachman Setjowibowo   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Veteran
              45. Munasir   sebagai anggota
              46. Supardi   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Alim Ulama Islam
              47. K. H. Muslich   sebagai anggota
              48. K. H. Iman Zarkasih   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Alim Ulama Katholik
              49. Pastur Sumandar Aloysius   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Alim Ulama Protestan
              50. Ds Urip Hartojo   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Alim Ulama Hindu-Bali
              51. Dr Ida Bagus Mantra   sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Angkatan 1945
              52. Wikana ― sebagai anggota
              53. Bambang Kaslan ― sebagai anggota
              54. Dr Angka ― sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Sardjana/Tjendekiawan
              55. Semaun ― sebagai anggota
              56. Dr Buntaran Martoatmodjo ― ― sebagai anggota
              57. Mr Sudarisman Purwokusumo ― sebagai anggota
              58. Prof. Dr Sudjono Djuned Pusponegoro ― sebagai anggota
              59. Prof. Dr Purwosudarmo ― sebagai anggota
              60. Drs Iman Pratiknjo ― sebagai anggota
              61. Prof. Mr Djokosutono ― sebagai anggota
              62. Prof. Dr. Tjan Tjoe Som ― sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Seniman
              66. Sitor Situmorang ― sebagai anggota
              67. F. Silaban ― sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Wartawan
              68. Sukrisno ― sebagai anggota
              69. Adinegoro ― sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Pemuda
              70. Hikmatullah ― sebagai anggota
              71. Ruslan Widjajasastra ― sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Wanita
              72. Umi Sardjono ― sebagai anggota
              73. Utami Surjadarma ― sebagai anggota
              74. Dr Hurustiati Subandrio ― sebagai anggota
              75. Mr Rusiah Sardjono ― sebagai anggota
              Untuk golongan Karya Warga Negara Peranakan
              76. Dr Tjoa Sik Ien ― sebagai anggota
              77. E. F. Wens ― sebagai anggota

              Kedua: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 29 Djuli 1959.

              {[r|Ditetapkan di Djakarta}}

              pada tanggal 6 Agustus 1959.

              Presiden Republik Indonesia,

              SUKARNO.

              _____

              KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 28 TAHUN 1961.

              __________

              KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA;

               Membatja: Surat Menteri/Ketua Dewan Perantjang Nasional tanggal 13 Djanuari 1961 No. 083/D/SPL/61 jang berhubung dengan adanja lowongan dalam Keanggotaan Dewan Perantjang Nasional, mengusulkan pengganti-penggantinja;

              Menimbang:

              1. bahwa Saudara Gatot Mangkupradja, dan Saudara Rahmaniar Rahman Surianata Djumena memenuhi sjarat- sjarat untuk diangkat mendjadi Wakil-wakil golongan Daerah Djawa Barat dan golongan Karya Pengusaha Nasional;
              2. bahwa perlu pula menambah Anggota-anggota Dewan Perantjang Nasional dengan beberapa orang;

              Mengingat:

              1. Pasal 4 ajat 1 Undang-undang Dasar;
              2. Surat keputusan Presiden No. 169 tahun 1959 ;

              Memutuskan:

              Menetapkan:

               Pertama: Terhitung mulai ditetapkannja surat keputusan ini mengangkat:

              1. Saudara Gatot Mangkupradja dan
              2. Saudara Rahmaniar Rahman Surianata Djumena mendjadi anggota Dewan Perantjang Nasional untuk menggantikan Saudara Sanusi Hardjadinata dan Saudara Rachman Tamin masing-masing sebagai Wakil golongan Daerah Djawa Barat dan golongan Karya Pengusaha Nasional;

               Kedua: Terhitung mulai ditetapkannja surat keputusan ini mengangkat mendjadi Anggota-anggota Dewan Perantjang Nasional:

              1. Ir Roosseno, di Djakarta;

              315

              2. Ir Leonard Amahorseja, Djl. Hanglekir I/53 Kebajoran Baru;

              3. K. H. Sjaifuddin Zuchri, Anggota Dewan Pertimbangan Agung.

              Ditetapkan di Djakarta

              pada tanggal 21 Djanuari 1961.

              Presiden Republik Indonesia,

              SUKARNO.

              Dibetulkan pada tgl. 2 Pebruari 1961

              Adjun Sekretaris Negara,

              Mr SANTOSO.

              Sesuai dengan jang aseli.

              Adjun Sekretaris Negara,

              Mr SANTOSO.

              __________
              KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

              No. 239 TAHUN 1961.

              _________

              KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA;

              Membatja: Surat Menteri/Ketua Dewan Perantjang Nasional tanggal 18 Mei 1961 No. 43/DKT/61 jang menjatakan, bahwa perlu diangkat lagi seorang anggota untuk memperkuat Dewan Perantjang Nasional;

              Menimbang: bahwa Ir A. Karim, Presiden Direktur Perusahaan Negara „Sinar Bakti” memenuhi sjarat-sjarat untuk diangkat mendjadi anggota Dewan Perantjang Nasional sebagai wakil Perusahaan Negara;

              Mengingat:

              1. pasal 4 ajat 1 Undang-undang Dasar;

              2. Surat Keputusan Presiden No. 169 tahun 1959;

              3. Surat Keputusan Presiden No. 28 tahun 1961;

              4. Penetapan Presiden No. 4 tahun 1959;

              5. Undang-undang No. 10 Prp. tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 31);

              Memutuskan:

              Menetapkan: Terhitung mulai ditetapkannja surat Keputusan ini mengangkat Saudara Ir A. Karim tersebut mendjadi Anggota Dewan Perantjang Nasional.

              Ditetapkan di Djakarta

              pada tanggal 20 Mei 1961.

              Pd. Presiden Republik Indonesia,

              DJUANDA.

              Sesuai dengan jang aseli.

              Adjun Sekretaris Negara,

              Mr SANTOSO.

              _________
              KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

              No. 27 TAHUN 1961.

              _______

              KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA;

              Memperhatikan:

              1. bahwa Pembangunan Nasional Semesta Berentjana, jang meliputi segala segi penghidupan Bangsa Indonesia, harus sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian Rakjat Indonesia;

              2. bahwa penjelenggaraan Pembangunan Nasional Semesta Berentjana harus dilaksanakan dengan seksama dan sesuai dengan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berentjana tahapan pertama 1961-1969 sebagai hasil karya Dewan Perantjang Nasional jang telah ditetapkan oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara tanggal 3 Desember 1960 No. I dan II/M.P.R.S./1960;

              3. Amanat Negara pada penutupan Sidang Madjelis Permusjawafatan Rakjat Sementara tanggal 7 Desember 1960 di Bandung;

              Menimbang:

              1. bahwa untuk kepentingan Pembangunan umumnja perlu diadakan penilaian dan pengawasan atas pelaksanaannja;

              2. bahwa untuk itu perlu segera membentuk suatu Badan Kerdja Dewan Perantjang Nasional jang berdekatan dengan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dan terdiri atas Anggotaanggota Dewan Perantjang Nasional:

              Mengingat:

              1. pasal 4 ajat (1) Undang-undang Dasar berhubung dengan Aturan Peralihan pasal II Undang-undang Dasar;

              2. pasal 3 Undang-undang No. 80 tahun 1958 berhubung dengan penetapan Presiden No. 4 tahun 1959;

              3. Keputusan kami No. 169 tahun 1959;

              Memutuskan:

              Menetapkan:

              Pertama: Terhitung mulai ditetapkannja Surat Keputusan ini membentuk: Badan Kerdja Dewan Perantjang Nasional,

              dengan tugas membantu Presiden merentjanakan, menilai dan mengawasi pelaksanaan Pembangunan;

              Kedua: Mengangkat:

              1. Prof. Mr H. Muhd. Yamin -- sebagai Ketua, merangkap anggota,
              2. Ir Ukar Bratakusumah -- sebagai Wakil Ketua, merangkap anggota,
              3. Kolonel Dr Suhardi -- sebagai Wakil Ketua, merangkap anggota,
              4. Ir Sakirman -- sebagai Wakil Ketua, merangkap anggota,
              5. Major Drs A. Dengos Patianum -- sebagai anggota,
              6. Prof. Ir H. Johannes -- sebagai anggota,
              7. F. Runturambi -- sebagai anggota,
              8. Dr Hadjidharmo Tjokronegoro -- sebagai anggota,
              9. Mr Elkana Tobing -- sebagai anggota,
              10. Kolonel Achmad Tirtosudiro -- sebagai anggota,
              11. Kolonel (P) Jos Sudarso -- sebagai anggota,
              12. Let. Kol. Udara Nurtanio -- sebagai anggota,
              13. Komisaris Besar Polisi Abdulrachman Setjowibowo -- sebagai anggota,
              14. K. H. Muslich -- sebagai anggota,
              15. Bambang Kaslan -- sebagai anggota,
              16. Prof. Mr Djokosutono -- sebagai anggota,
              17. F. Silaban -- sebagai anggota,

              Ketiga: Badan Kerdja Dewan Perantjang Nasional memberi pertimbangan- pertimbangan pada Presiden mengenai pelaksanaan pembangunan itu.

              Ditetapkan di Djakarta

              pada tanggal 21 Djanuari 1961.

              Presiden Republik Indonesia,

              SUKARNO.

              _________
              KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

              No. 240 TAHUN 1961.

              KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA;

              Membatja: surat Menteri/Ketua Dewan Perantjang Nasional tanggal 18 Mei 1961 No. 44/DKT/'61 tentang perlunja menambah anggota Badan Kerdja Dewan Perantjang Nasional dengan beberapa tenaga;

              Menimbang: bahwa untuk melantjarkan pelaksanaan tugas Badan Kerdja Dewan Perantjang Nasional, djumlah anggota Badan Kerdja jang kini adalah 17 orang perlu ditambah dengan 6 orang anggota baru;

              Mengingat:

              1. pasal 4 ajat 1 Undang-undang Dasar berhubung dengan Aturan Peralihan pasal II Undang-undang Dasar;
              2. pasal 3 Undang-undang No. 80 tahun 1958 berhubungan dengan penetapan Presiden No. 4 tahun 1959;
              3. Keputusan kami No. 169 tahun 1959;
              4. Surat Keputusan Presiden No. 27 tahun 1961;
              5. Undang-undang No. 10 Prp., tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 31);
              Memutuskan:

              Menetapkan: Terhitung mulai ditetapkannja Surat Keputusan ini, mengangkat mendjadi anggota Badan Kerdja Dewan Perantjang Nasional;

              1. Saudara Gatot Mangkupradja,
              2. Saudara Mr Nj . Roesiah Sardjono,
              3. Saudara Prof. Ir Roesseno,
              4. Saudara Ds Oerip Hartojo,
              5. Saudara K.... H. Sjaifuddin Zuchri,
              6. Saudara Ir A. Karim.

              Ditetapkan di Djakartą

              pada tanggal 20 Mei 1961.

              Pd. Presiden Republik Indonesia,

              DJUANDA.

              Sesuai dengan jang aseli.

              Adjun Sekretaris Negara,

              Mr SANTOSO.

              _________

              DAFTAR ANGGOTA-ANGGOTA

              DEWAN PERANTJANG NASIONAL


              No.

              Nama

              Djabatan


              1

              2

              3


              1. Prof. Mr H. Muhd Yamin Ketua
              2. Ir Ukar Bratakusumah Wk. Ketua I
              3. Brig. Djen. Dr Suhardi Wk. Ketua II
              4. Ir Sakirman Wk. Ketua III
              5. Samadikoen Anggota
              6. Mr R. Soerojo Wignjodipoero

              "

              7. Gatot Mangkupradja

              "

              8. Soebagjo Hadinoto

              "

              9. Supranoto

              "

              10. Kol. Hasan Kasim

              "

              11. Tjan Sjamsuddin

              "

              12. Letkol. R. A. Rachman

              "

              13. D.M. Janur

              "

              14. Ir Tarip A. Harahap

              "

              15. Teuku Hamzah Bendahara

              "

              16. Abdulgaffar Hanafiah

              "

              17. Drs A.D. Patianom (Major) (Alfred Dengos)

              "

              18. Soedarsono Dr

              "

              19. Husein Jusuf

              "

              20. Nani Wartabone

              "

              21. Mr A. Baramuli

              "

              22. Mr I Gusti Ktut Pudja

              "

              23. Lobo I.K.

              "

              24. Prof Ir Johannes

              "

              25. Prof. Dr G.A. Siwabessy

              "

              26. Silas Papare

              "

              27. F. Runturambi

              "

              28. Soetedjo Dirdjosoebroto

              "

              29. Kobarsjih

              "

              30. Iskandar Wahono

              "

              31. Fatkur Hadi

              "

              32. Sahamad Sudjono (S. Sudjono)

              "

              33. Lahmuddin Dalimunthe

              "

              34. Dr Hadjidharmo Tjokronegoro

              "

              321

              910/B-(21)


              No.

              Nama

              Djabatan


              1

              2

              3


              35. Gusti Muhammad Charidjio Kasuma Anggota
              36. Elkana Tobing Mr

              "

              37. Mohamad Asnoon Arsat

              "

              38. Rachmaniar Surianatadjumena

              "

              39. Mr Rufinus Lumban Tobing

              "

              40. Achmad Tirtosudiro Let. Kol.

              "

              41. R. Wilujo Puspojudo Kol.

              "

              42. Josaphat Soedarso Kol. (P)

              "

              43. Nurtanio Pringgoadisurio Kol. (U)

              "

              44. Abdulrachman Setjowibowo Kom. Bes. Pol.

              "

              45. Moenasir

              "

              46. Soepardi

              "

              47. K. H. Muslich

              "

              48. K.H. Imam Zarkasji

              "

              49. Aloysius Soemandar

              "

              50. Ds. R. Oerip Hartojo

              "

              51. Dr Ida Bagus Mantra

              "

              52. Wikana

              "

              53. Bambang Kaslan

              "

              54. Angka Nitisastra Dr

              "

              55. Semaun

              "

              56. Dr Buntaran Martoatmodjo

              "

              57. Mr Soedarisman Poerwokoesoemo

              "

              58. Prof. Dr Soedjono Djoened Poesponegoro

              "

              59. Prof. Dr Poerwo Soedharmo

              "

              60. Drs. Imam Pratignjo

              "

              61. Prof. Mr Djokosoetono

              "

              62. Prof. Dr Tjan Tjoe Som

              "

              63. Drs Busono Wiwoho

              "

              64. R.M.E Subiadinata

              "

              65. Nj. S.K. Trimurti

              "

              66. Sitor Situmorang

              "

              67. F. Silaban

              "

              68. Sukrisno

              "

              69. Djamaludin Adinegoro

              "

              322


              No.

              Nama

              Djabatan


              1

              2

              3


              70. Hikmatullah Anggota
              71. Ruslan Widjajasastra

              "

              72. Nj. Umi Sardjono

              "

              73. Nj. Utami Suryadarma

              "

              74. Dr Nj. Hurustiati Subandrio

              "

              75. Nj. Mr Roesiah Sardjono

              "

              76. Tjoa Sik len

              "

              77. Wens - E.F.

              "

              78. Prof. Ir Rooseno

              "

              79. Ir Leo Amahorseja

              "

              80. K.H. Saifudin Zuchri

              "

              81. Ir A. Karim

              "

              323

              Alamat/keterangan-keterangan lain.

              Ketua Prof. Mr Muhd Yamin Djl. Diponegoro No. 10, Djakarta Tilp. Gb. 5323.
              Wakil Ketua I Ir Ukar Bratakusuma Djl. Merdeka No. 37, Bandung.
              Wakil Ketua II Brig. Djen. Dr Soehardi Djl. Karangasem D I Semarang, Tilp. Semarang 213.
              Wakil Ketua III Ir Sakirman Djl. Suropati 33, Bandung. Tilp . 3296 Bandung.
              Alamat kantor Taman Suropati No. 2, Djakarta, Tilp. Menteng 141, Gambir 4640.


              324