Almanak Lembaga-Lembaga Negara dan Kepartaian/Bab 3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas



D.P.R.D.G.R. (DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

DAERAH GOTONG ROJONG)

UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1957

tentang

POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketata-negaraan maka Undang-undang tentang Pokok Pemerintahan Daerah jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri, perlu diperbaharui sesuai dengan bentuk Negara Kesatuan;
b. bahwa pembaharuan itu perlu dilakukan dalam suatu Undang- undang jang berlaku untuk seluruh Indonesia;
Mengingat: pasal-pasal 89, 131 jo 132 Undang-undang Dasar Sementara;
Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat;

Memutuskan:

I. Mentjabut:

a. Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1948;
b. Undang-undang Negara Indonesia Timur No. 44 tahun 1950;
c. Peraturan-perundangan lainnja mengenai Pemerintahan Daerah jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri.

II. Menetapkan:

Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

BAB I

KETENTUAN UMUM.

Pasal 1.

1. Jang dimaksud dengan Daerah dalam Undang-undang ini ialah daerah jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri jang disebut djuga „Daerah Swatantra" dan „Daerah Istimewa".
2. Djika dalam Undang-undang ini disebut setingkat lebih atas", maka jang dimaksudkan ialah:
a. Daerah tingkat ke-I (termasuk Daerah Istimewa tingkat I) bagi Daerah tingkat ke-II termasuk Daerah Istimewa tingkat II), jang terletak dalam wilajah Daerah tingkat ke-I itu;

b. Daerah tingkat ke-II (termasuk Daerah Istimewa tingkat II) bagi Daerah tingkat ke-III (termasuk Daerah Istimewa tingkat III) jang terletak dalam wilajah Daerah tingkat ke-II itu.

3.Djika dalam Undang-undang ini dibelakang perkataan „Dewan Perwakilan Rakjat Daerah” atau „Dewan Pemerintah Daerah” disebut suatu 99 tingkat”, maka dengan „tingkat” itu dimaksudkan tingkat dari Daerah jang disebut dalam hubungan itu.

4. Djika dalam Undang-undang ini dibelakang perkataan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah tidak disebut sesuatu pendjelasan, maka jang dimaksud ialah Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah dari Daerah Swatantra dan Daerah Istimewa.

5. Dalam Undang-undang ini dengan istilah keputusan dapat diartikan djuga peraturan.

BAB II

PEMBAGIAN WILAJAH REPUBLIK INDONESIA DALAM DAERAH SWATANTRA.

Pasal 2.

1. Wilajah Republik Indonesia dibagi dalam daerah besar dan ketjil, jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri, dan jang merupakan sebanjak- banjaknja tiga tingkat jang deradjatnja dari atas kebawah adalah sebagai berikut:

a. Daerah tingkat ke-I, termasuk Kotapradja Djakarta-Raya;

b. Daerah tingkat ke-II, termasuk Kotapradja, dan

c. Daerah tingkat ke-III .

2. Daerah Swapradja menurut pentingnja dan perkembangan masjarakat dewasa ini, ditetapkan sebagai Daerah Istimewa tingkat ke-I, II atau III atau Daerah Swatantra tingkat ke-I, II atau III, jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri.

Pasal 3.

Pembentukan Daerah Swatantra, demikian pula Daerah Istimewa termaksud dalam pasal 2 ajat 2, termasuk perubahan wilajahnja kemudian, diatur dengan Undang-undang.

Pasal 4.

1. Jang dapat dibentuk sebagai Kotapradja adalah daerah jang merupakan kelompokan kediaman penduduk, dengan berpedoman kepada sjarat penduduk sedjumlah sekurang-kurangnja 50.000 djiwa.

2. Dalam Kotapradja, ketjuali Kotapradja Djakarta-Raya, tidak dibentuk daerah Swatantra tingkat lebih rendah.

164 BAB III

         BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAH DAERAH.
                    Bagian I.
                Ketentuan Umum.
                       Pasal 5.
Pemerintah Daerah terdiri dari pada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah.
                       Pasal 6.
1. Kepala Daerah karena djabatannja adalah Ketua serta anggota Dewan Pemerintah Daerah.
2. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dipilih oleh dan dari anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.
3. Wakil Ketua Dewan Pemerintah Daerah dipilih oleh dan dari anggota Dewan Pemerintah Daerah.
4. Selama Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah belum ada rapat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dipimpin oleh seorang anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang tertua usianja.
                    Bagian II
          Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.
                       Pasal 7.
1. Bagi tiap-tiap Daerah djumlah anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ditetapkan dalam Undang-undang pembentukannja, dengan dasar perhitungan djumlah penduduk jang harus mempunjai seorang wakil dalam Dewan, serta sjarat-sjarat minimum dan maximum djumlah anggota bagi masing-masing Daerah sebagai berikut:

a. bagi Daerah-daerah tingkat I tiap-tiap 200.000 orang penduduk

  mempunjai seorang wakil dengan minimum 30 dan maximum 75;

b. bagi Daerah-daerah tingkat II tiap-tiap 10.000 orang penduduk

  mempunjai seorang wakil dengan minimum 15 dan maximum 35;

c. bagi Daerah-daerah tingkat III tiap-tiap 2.000 orang penduduk

  mempunjai seorang wakil dengan minimum 10 dan maximum 20.
2. Perubahan djumlah anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah

menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam ajat 1 sub a, b dan c ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

3. Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah berlaku untuk masa empat tahun.
                                                                  165 4. Anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, jang mengisi lowongan keanggotaan antar waktu, duduk dalam Dewan Perwakilan Rakjat Daerah itu hanja untuk sisa masa empat tahun tersebut.

5. Menjimpang dari pada ketentuan tersebut dalam ajat 3, anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang pertama meletakkan keanggotaannja itu bersama-sama pada waktu jang ditentukan dalam Undang-undang Pembentukan.

6. Pemilihan dan penggantian anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah diatur dengan Undang-undang.

Pasal 8.

Jang dapat mendjadi anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ialah warganegara Indonesia jang:

a. telah berumur dua puluh satu tahun;

b. bertempat tinggal pokok didalam wilajah jang bersangkutan sedikitnja enam bulan jang terachir;

c. tjakap menulis dan membatja bahasa Indonesia dalam huruf Latin;

d. tidak kehilangan hak menguasai atau mengurus harta-bendanja karena keputusan pengadilan jang tidak dapat dirobah lagi;

e. tidak dipetjat dari hak memilih atau hak dipilih dengan keputusan pengadilan jang tidak dapat dirobah lagi;

f. tidak terganggu ingatannja.

Pasal 9.
Anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tidak boleh merangkap mendjadi:

a. Presiden dan Wakil Presiden;

b. Perdana Menteri dan Menteri;

c. Ketua dan Anggota Dewan Pengawas Keuangan;

d. Anggota Dewan Pemerintah Daerah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang tingkatnja lebih atas atau lebih rendah;

e. Kepala Dinas Daerah, Sekretaris Daerah dan pegawai jang bertanggung-djawab tentang keuangan kepada Daerah jang bersangkutan.

Pasal 10.
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tidak boleh:

a. mendjadi adpokat, pokrol atau kuasa dalam perkara hukum, dalam mana Daerah itu tersangkut;

b. ikut serta dalam pemungutan suara mengenai penetapan atau pengesahan dari perhitungan jang dibuat oleh suatu badan dalam mana ia duduk sebagai anggota pengurusnja, ketjuali apabila hal ini mengenai perhitungan anggaran keuangan Daerah jang bersangkutan; c. langsung atau tidak langsung turut serta dalam ataupun mendjadi penanggung untuk sesuatu usaha menjelenggarakan pekerdjaan umum, pengangkutan atau berlaku sebagai rekanan (leverancier), guna kepentingan Daerah;

d. melakukan pekerdjaan-pekerdjaan lain jang mendatangkan keuntungan baginja atau merugikan bagi Daerah dalam hal-hal jang berhubungan langsung dengan Daerah jang bersangkutan.

 2. Terhadap larangan-larangan tersebut dalam ajat 1 Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat memberikan pengetjualian, apabila kepentingan Daerah memerlukannja.

 3. Anggota jang melanggar larangan tersebut dalam ajat 1 setelah diberi kesempatan untuk mempertahankan diri dengan lisan atau tulisan, dapat diperhentikan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan sebelum itu dapat diperhentikan sementara oleh Dewan Pemerintah Daerah jang bersangkutan.

 4. Terhadap putusan pemberhentian dan pemberhentian sementara tersebut dalam ajat 3, anggota jang bersangkutan dalam waktu satu bulan sesudah menerima putusan itu, dapat minta ketentuan Dewan Pemerintah Daerah jang setingkat lebih atas, atau bagi anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tingkat ke I, dari Presiden.

Pasal 11.

 1. Anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah berhenti karena anggota itu meninggal dunia, atau dapat diberhentikan, karena anggota itu:

a. memadjukan permintaan berhenti sebagai anggota;

b. tidak mempunjai lagi sesuatu sjarat seperti tersebut dalam pasal 8 dan 9:

c. melanggar suatu peraturan jang chusus ditetapkan bagi anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, ketjuali jang termaksud dalam pasal 10.

 2. Keputusan mengenai pengguguran keanggotaan termaksud dalam ajat 1 bagi anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tingkat ke I diambil oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Dewan Pemerintah Daerah dari Daerah jang bersangkutan dan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dibawahnja oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas, atas usul Dewan Pemerintah Daerah jang bersangkutan.

 3. Atas keputusan Dewan Pemerintah Daerah termaksud dalam ajat 2, ketjuali mengenai hal tersebut dalam ajat 1 sub a, anggota jang bersangkutan dalam waktu satu bulan sesudah menerima putusan itu berhak meminta putusan dalam bandingan kepada Presiden menge-


167

nai keputusan Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-I dan kepada Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-I mengenai keputusan Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-II.
Pasal 12.

1. Anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menerima uang sidang, uang djalan dan uang penginapan menurut peraturan jang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

2. Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ajat 1 kepada Ketua, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat diberikan uang kehormatan menurut peraturan jang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

3. Peraturan tersebut dalam ajat 1 dan 2 harus disahkan lebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I, dan oleh Dewan Pemerintah Daerah dari Daerah jang setingkat lebih atas bagi lain-lain Daerah.

4. Dalam Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan peraturan-umum mengenai hal tersebut dalam ajat 1 dan 2.

Pasal 13.

1. Sebelum memangku djabatannja anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah mengangkat sumpah (djandji) didalam rapat pertama Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, dihadapan Menteri Dalam Negeri atau seorang jang ditundjuk olehnja jang memimpin rapat itu, menurut tjara agamanja.

2. Pengangkatan sumpah (djandji) dari anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, jang antar-waktu mengisi lowongan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah sebagai dimaksud dalam pasal 7 ajat 4, dilakukan dihadapan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

3. Susunan kata-kata sumpah atau djandji jang dimaksud dalam ajat 1 dan 2 adalah sebagai berikut:

„Saja bersumpah (menerangkan) bahwa saja untuk dipilih mendjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, langsung atau tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.”

Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam djabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun djuga sesuatu djandji atau pemberian.

Saja bersumpah (berdjandji), bahwa saja akan memenuhi kewadjiban saja sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ................. dengan sebaik-baiknja dan sedjudjur-djudjurnja, bahwa saja akan membantu memelihara segala peraturan jang berlaku bagi Republik Indonesia dan akan berusaha dengan sekuat tenaga memadjukan kesedjahteraan Daerah ...........................

 Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja akan setia kepada Negara Republik Indonesia dan akan senantiasa mendjundjung tinggi kehormatan Negara dan Daerah”.

 4. Pada waktu pengangkatan sumpah atau djandji semua orang jang hadir pada rapat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah harus berdiri; Menteri Dalam Negeri atau orang jang ditundjuk olehnja dalam hal termaksud dalam ajat 1 atau Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dalam hal termaksud dalam ajat 2 berusaha supaja segala sesuatu dilakukan dalam suasana chidmat.

Bagian III.

Sidang dan Rapat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

Pasal 14.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah bersidang atau berapat atas panggilan Ketuanja. Atas permintaan sekurang-kurangnja seperlima dari djumlah anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atau atas permintaan Dewan Pemerintah Daerah, maka Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah wadjib memanggil Dewan itu untuk bersidang atau berapat dalam satu bulan sesudah permintaan itu diterimanja.
  2. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah bersidang sekurang-kurangnja sekali dalam tiga bulan.
  3. Semua jang hadir pada rapat tertutup berkewadjiban merahasiakan segala hal jang dibitjarakan dalam rapat itu.
  4. Kewadjiban merahasiakan seperti tersebut dalam ajat 3 berlangsung terus, baik bagi anggota-anggota maupun pegawai-pegawai pekerdja-pekerdja jang mengetahui hal-hal jang dibitjarakan itu dengan djalan lain atau dari surat-surat jang mengenai hal itu, sampai Dewan Perwakilan Rakjat Daerah membebaskan mereka dari kewadjiban tersebut.
Pasal 15.
  1. Rapat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah terbuka untuk umum, ketjuali djika Ketua menimbang perlu ditutup ataupun sekurangkurangnja lima anggota menuntut hal itu.
  2. Sesudah pintu ditutup rapat memutuskan apakah permusjawaratan dilakukan dengan pintu tertutup.
  3. Tentang hal jang dibitjarakan dalam rapat tertutup, dapat diambil keputusan dengan pintu tertutup, ketjuali tentang:


169

a. anggaran-belandja, perhitungan anggaran belandja dan perobahan anggaran-belandja;

b. penetapan, perobahan dan penghapusan padjak;

c. mengadakan pindjaman uang;

d. kedudukan harta-benda dan hak-hak Daerah;

e. melaksanakan pekerdjaan-pekerdjaan, penjerahan- penjerahan barang dan pengangkutan-pengangkutan tanpa mengadakan penawaran umum;

f. penghapusan tagihan-tagihan sebagian atau seluruhnja;

g. mengadakan persetudjuan penjelesaian perkara perdata setjara damai (dading);

h. penerimaan anggota baru;

i. mengadakan usaha- usaha jang dapat merugikan atau mengurangi kepentingan umum;

j. pendjualan barang-barang dan hak-hak ataupun pembebanannja, penjewaannja, pengepahannja atau pemindjamannja untuk dipakai, baik untuk seluruhnja maupun untuk sebahagiannja.


Pasal 16.

Dewan Perwakilan Rakjat Daerah membuat peraturan tata-tertib, jang tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah Swantantra Tingkat I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi lain-lain Daerah.


Pasal 17.

1. Rapat baru sah dan dapat mengambil sesuatu putusan, djikalau djumlah anggota jang hadir lebih dari separoh djumlah anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah sebagai jang ditetapkan dalam peraturan pembentukannja.


Quorum itu dianggap selalu ada selama rapat itu, ketjuali djika pada waktu diadakan pemungutan suara ternjata sebaliknja.


2. Sesuatu putusan rapat adalah sah, djika diambil dengan suara terbanjak oleh anggota jang hadir pada saat pemungutan suara itu.


3. Bila dalam pemungutan suara djumlah suara ternjata sama, maka pemungutan suara jang kedua kalinja diadakan dalam rapat pertama berikutnja . Bila djumlah suara masih djuga sama maka usul jang bersangkutan dinjatakan tidak diterima.


4. Pemungutan suara jang mengenai diri orang harus dilakukan dengan tertulis diatas kertas dengan tidak dibubuhi tanda-tangan. Bila djumlah suara ternjata sama, maka diadakan pemungutan suara jang kedua kalinja. Bila djumlah suara ternjata masih sama, maka diadakan undian dan undian itulah jang memutuskan.



170
Pasal 18.

 Ketua, Wakil Ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tidak dapat dituntut karena pembitjaraannja didalam rapat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atau karena tulisannja jang sampai kepada rapat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, ketjuali djika dikemukakan dalam rapat tertutup dengan sjarat supaja dirahasiakan.

Bagian IV.

Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 19.
  1. Anggota-anggota Dewan Pemerintah Daerah dipilih oleh dan dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atas dasar perwakilan berimbang.
  2. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tidak boleh mendjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah.
  3. Djumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah ditetapkan dalam peraturan pembentukan.
  4. Dalam Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan peraturan-umum mengenai tjara menjelenggarakan dasar perwakilan berimbang termaksud dalam ajat 1.
Pasal 20.
  1. Anggota Dewan Pemerintah Daerah dipilih untuk suatu masa pemilihan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, ketjuali djika ia berhenti, baik atas kemauan sendiri atau karena meninggal dunia, maupun karena sesuatu keputusan berdasarkan ketentuan-ketentuan pasal 10 dan 11 ataupun karena sesuatu keputusan lain dari Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan.
  2. Djika berhubung dengan apa jang tersebut dalam ajat 1 timbul lowongan keanggotaan Dewan Pemerintah Daerah, maka anggota baru jang dipilih untuk mengisi lowongan itu duduk dalam Dewan Pemerintah Daerah hanja untuk sisa masa tersebut dalam ajat 1.
  3. Barangsiapa berhenti sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ia dengan sendirinja berhenti sebagai anggota Dewan Pemerintah Daerah.
Pasal 21.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah membuat pedoman untuk Dewan Pemerintah Daerah guna mengatur tjara mendjalankan kekuasaan dan kewajibannja.
  2. Pedoman tersebut dalam ajat 1 tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas dari Daerah jang bersangkutan bagi lain-lain Daerah.


171

 3. Dewan Pemerintah Daerah menetapkan peraturan tata-tertib untuk rapat-rapatnja, jang baharu dapat berlaku setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.
Pasal 22.
  1. Anggota Dewan Pemerintah Daerah menerima uang kehormatan, uang djalan dan uang penginapan menurut peraturan jang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.
  2. Peraturan tersebut dalam ajat 1 tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas dari Daerah jang bersangkutan bagi lain-lain Daerah.
  3. Dalam Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan peraturan umum mengenai hal tersebut dalam ajat 1.
Bagian V.

Kepala Daerah.

Pasal 23.
  1. Kepala Daerah dipilih menurut aturan jang ditetapkan dengan Undang-undang.
  2. Tjara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 24.
  1. Sebelum Undang-undang tersebut dalam pasal 23 ajat I ada, untuk sementara waktu Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, dengan memperhatikan sjarat- sjarat ketjakapan dan pengetahuan jang diperlukan bagi djabatan tersebut menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam ajat 2 sampai dengan 7.
  2. Hasil pemilihan Kepala Daerah dimaksud dalam ajat 1 memerlukan pengesahan lebih dahulu dari:
    1. Presiden apabila mengenai Kepala Daerah dari tingkat ke-I;
    2. Menteri Dalam Negeri atau penguasa jang ditundjuk olehnja apabila mengenai Kepala Daerah dari tingkat ke-II dan ke- III.
  3. Kepala Daerah dipilih untuk satu masa pemilihan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atau bagi mereka jang dipilih antar-waktu guna mengisi lowongan Kepala Daerah, untuk sisa masa pemilihan tersebut.
  4. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan umum mengenai sjarat-sjarat ketjakapan dan pengetahuan seperti tersebut dalam ajat 1 dan tjara pemilihan serta pengesahan Kepala Daerah.


172 5. Kepala Daerah berhenti dari djabatannja, karena:

a. meninggal dunia;

b. masa pemilihan seperti dimaksud dalam ajat 3 berachir;

c. permintaan sendiri;

d. keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang memperhentikannja sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.


6. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan seperti dimaksud dalam ajat 5 diatas, Kepala Daerah djuga berhenti dari djabatannja karena keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang:

a. memperhentikannja sebagai Kepala Daerah;

b. memperhentikan Dewan Pemerintah Daerah.


7. Pemberhentian Kepala Daerah termaksud dalam ajat 5 sub c dan d dan ajat 6 memerlukan pengesahan dari penguasa jang berwadjib seperti dimaksud dalam ajat 2.


Pasal 25.

1. Kepala Daerah Istimewa diangkat dari tjalon jang diadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dari keturunan keluarga jang berkuasa didaerah itu dizaman sebelum Republik Indonesia dan jang masih menguasai daerahnja, dengan memperhatikan sjarat-sjarat ketjakapan, kedjudjuran, kesetiaan serta adat-istiadat dalam daerah itu, dan diangkat dan diperhentikan oleh:

a. Presiden bagi Daerah Istimewa tingkat I;

b. Menteri Dalam Negeri atau penguasa jang ditundjuk olehnja bagi Daerah Istimewa tingkat II dan III.


2. Untuk Daerah Istimewa dapat diangkat dari tjalon jang diadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa jang diangkat dan diperhentikan oleh penguasa jang mengangkat/memperhentikan Kepala Daerah Istimewa, dengan memperhatikan sjarat-sjarat tersebut dalam ajat 1.


3. Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa karena djabatannja adalah berturut-turut mendjadi Ketua serta anggota dan Wakil Ketua serta anggota dari Dewan Pemerintah Daerah.


Pasal 26.

1. Apabila Kepala Daerah berhalangan atau berhenti dari djabatannja, maka ia diwakili oleh Wakil Ketua Dewan Pemerintah Daerah.

2. Pemerintah Daerah djuga berhalangan atau berhenti dari djabatannja, maka ia diwakili oleh anggota jang tertua usianja dari Dewan Pemerintah Daerah itu.


173

 3. Apabila Dewan Pemerintah Daerah itu berhenti karena keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah seperti dimaksudkan dalam pasal 20 ajat 1, maka untuk sementara waktu tugas Dewan Pemerintah Daerah itu didjalankan oleh Ketua/Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.
Pasal 27.
  1. Apabila Kepala Daerah Istimewa berhalangan atau berhenti dari djabatannja maka ia diwakili oleh Wakil Kepala Daerah Istimewa.
  2. Apabila Wakil Kepala Daerah Istimewa termaksud dalam ajat I itu berhalangan atau berhenti dari djabatannja, maka ia diwakili oleh seorang anggota Dewan Pemerintah Daerah jang dipilih oleh dan dari anggota Dewan Pemerintah Daerah.
  3. Apabila dalam Daerah Istimewa tidak diangkat Wakil Kepala Daerah Istimewa termaksud dalam pasal 25 ajat 2, maka Kepala Daerah Istimewa, apabila ia berhalangan atau berhenti dari djabatannja, diwakili oleh Wakil Ketua Dewan Pemerintah Daerah jang dipilih oleh dan dari anggota-anggota Dewan Pemerintah Daerah.
  4. Apabila Dewan Pemerintah Daerah itu berhenti, karena suatu keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah seperti dimaksud dalam pasal 20 ajat 1, maka untuk sementara waktu tugas Dewan Pemerintah Daerah didjalankan oleh Kepala Daerah Istimewa.
Pasal 28.
  1. Kepala Daerah menerima gadji, uang djalan dan uang penginapan serta segala penghasilan lainnja jang sah bersangkutan dengan djabatannja, menurut peraturan jang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah. Dalam peraturan tersebut dapat diatur hal-hal lain mengenai kedudukan hukum dari Kepala Daerah.
  2. Peraturan tersebut dalam ajat 1 tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas dari Daerah jang bersangkutan bagi lain-lain Daerah.
  3. Dalam Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan peraturan umum

mengenai hal-hal tersebut dalam ajat 1.

Pasal 29.

 Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa menerima gadji, uang djalan dan uang penginapan serta segala penghasilan lainnja jang sah jang bersangkutan dengan djabatannja, menurut peraturan jang ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam peraturan tersebut dapat diatur hal-hal lain mengenai kedudukan-hukum dari Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa.


174
Pasal 30.

 1. Sebelum memangku djabatannja Kepala Daerah mengangkat sumpah (djandji) dihadapan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dalam suatu sidang menurut tjara agamanja dan disaksikan oleh Wakil Pemerintah Pusat.

 2. Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, sebelum memangku djabatannja mengangkat sumpah (djandji) dalam suatu sidang Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dihadapan pedjabat jang ditundjuk oleh Pemerintah Pusat.

 3. Susunan kata-kata sumpah atau djandji jang dimaksud dalam ajat 1 adalah sebagai berikut:

 „Saja bersumpah (menerangkan), bahwa saja untuk dipilih mendjadi Kepala Daerah, langsung atau tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.

 Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam djabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung ataupun tak langsung dari siapapun djuga sesuatu djandji atau pemberian.

 Saja bersumpah (berdjandji), bahwa saja akan memenuhi kewadjiban saja sebagai Kepala Daerah ............... dengan sebaik-baiknja dan sedjudjur-djudjurnja, bahwa saja akan membantu memelihara segala peraturan jang berlaku bagi Republik Indonesia dan akan berusaha dengan sekuat tenaga memadjukan kesedjahteraan Daerah ...............

 Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja akan setia kepada Negara Republik Indonesia dan akan senantiasa mendjungdjung tinggi kehormatan Negara dan Daerah”.

 4. Susunan kata-kata sumpah atau djandji jang dimaksud dalam ajat 2 adalah sebagai berikut:

 „Saja bersumpah (berdjandji), bahwa saja akan memenuhi kewadengan djiban saja sebagai Kepala Daerah Istimewa sebaik-baiknja dan sedjudjur-djudjurnja, bahwa saja akan membantu memelihara segala peraturan jang berlaku bagi Republik Indonesia dan akan berusaha dengan sekuat tenaga memadjukan kesedjahteraan Daerah ................

 Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja akan setia kepada Negara Republik Indonesia dan akan senantiasa mendjundjung tinggi kehormatan Negara dan Daerah”.


175

BAB IV

KEKUASAAN TUGAS DAN KEWADJIBAN
PEMERINTAH DAERAH.
___________
Bagian I
Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

1. KETENTUAN UMUM.

Pasal 31.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah mengatur dan mengurus segala urusan rumah-tangga Daerahnja ketjuali urusan jang oleh undang-undang ini diserahkan kepada penguasa lain.
  2. Dengan tidak mengurangi ketentuan termaksud dalam ajat 1 diatas, dalam peraturan pembentukan ditetapkan urusan-urusan tertentu jang diatur dan diurus oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah sedjak saat pembentukannja itu.
  3. Dengan Peraturan Pemerintah tiap-tiap waktu, dengan memperhatikan kesanggupan dan kemampuan dari masing-masing Daerah, atas usul dari Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan dan sepandjang mengenai daerah tingkat II dan III setelah minta pertimbangan dari Dewan Pemerintah Daerah dari daerah setingkat diatasnja, urusan-urusan tersebut dalam ajat 2 ditambah dengan urusan-urusan lain.
  4. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam undangundang ini Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dengan Peraturan Daerah dapat menjerahkan untuk diatur dan diurus urusan-urusan rumah-tangga Daerahnja kepada Daerah tingkat bawahannja; peraturan itu untuk dapat berlaku harus disahkan lebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah-daerah lainnja.
Pasal 32.

 Dalam peraturan pembentukan atau berdasarkan atas atau dengan peraturan undang-undang lainnja kepada Pemerintah Daerah dapat ditugaskan pembantuan dalam hal mendjalankan peraturan-peraturan perundangan tersebut.

Pasal 33.

 Dengan Peraturan Daerah dapat ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dari Daerah tingkat bawahan untuk memberi pembantu dalam hal mendjalankan peraturan daerah.


176
Pasal 34.

 Djika dalam peraturan perundangan tersebut dalam pasal 32 dan 33 tidak dinjatakan, bahwa tugas pembantuan jang dimaksud itu diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, maka tugas itu didjalankan oleh Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 35.

 Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat membela kepentingan Daerah dan penduduknja kehadapan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakjat. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat membela kepentingan Daerah dan penduduknja kehadapan Dewan Pemerintah Daerah dan/atau Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atasnja.

2. PERATURAN DAERAH.
Pasal 36.

 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah untuk kepentingan Daerah atau untuk kepentingan pekerdjaan tersebut dalam Bab IV §I dapat membuat peraturan-peraturan, jang disebut 99 Peraturan Daerah" dengan ditambah nama Daerah.

 Peraturan Daerah harus ditanda-tangani oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

 2. Dalam Peraturan Pemerintah dapat diadakan ketentuanketentuan tentang bentuk Peraturan Daerah.

Pasal 37.

 1. Pengundangan Peraturan Daerah jang merupakan sjarat tunggal untuk kekuatan mengikat, dilakukan oleh Kepala Daerah dengan menempatkannja dalam:

a. Lembaran Daerah tingkat ke-I bagi Peraturan Daerah tingkat ke-I tersebut dan Daerah-daerah tingkat bawahannja.

b. Lembaran Kotapradja Djakarta Raya bagi Peraturan Daerah Kotapradja tersebut.

 Djika tidak ada lembaran-lembaran tersebut dalam sub a dan b maka pengungdangan Peraturan Daerah itu dilakukan menurut tjara lain jang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.

 2. Peraturan Daerah mulai berlaku pada hari jang ditentukan dalam peraturan tersebut atau djika ketentuan ini tidak ada peraturan daerah mulai berlaku pada hari ke 30 sesudah hari pengundangannja termaksud dalam ajat 1.

 3. Peraturan Daerah jang tidak boleh berlaku sebelum disahkan oleh penguasa jang berkewadjiban, tidak diundangkan sebelum pengesahan itu diberikan ataupun djangka waktu tersebut dalam pasal 63 berachir.


177

910/B-(12)
Pasal 38.

 1. Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan-perundangan jang lebih tinggi tingkatnja atau dengan kepentingan umum.

 2. Peraturan Daerah tidak boleh mengatur pokok-pokok dan hal-hal jang telah diatur dalam peraturan-perundangan jang lebih tinggi tingkatnja.

 3. Sesuatu Peraturan Daerah dengan sendirinja tidak berlaku lagi djika pokok-pokok jang diaturnja kemudian diatur dalam peraturanperundangan jang lebih tinggi tingkatnja.

 4. Djika dalam suatu peraturan-perundangan jang lebih tinggi tingkatnja itu hanja diatur hal-hal jang telah diatur dalam sesuatu Peraturan Daerah, maka Peraturan Daerah ini hanja tidak berlaku lagi sekadar mengenai hal-hal itu.

Pasal 39.

 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat menetapkan hukuman kurungan selama-lamanja enam bulan atau denda sebanjak-banjaknja Rp. 5.000 ,- (lima ribu rupiah) terhadap pelanggaran peraturan-peraturannja, dengan atau tidak dengan merampas barang-barang tertentu, ketjuali djikalau dengan undang- undang atau Peraturan Pemerintah ditentukan lain.

 2. Dalam hal pelanggaran-ulangan (recidive) dari perbuatan pidana dimaksud dalam ajat 1 dalam waktu tidak lebih dari satu tahun sedjak penghukuman pelanggaran pertama tidak dapat diubah lagi, maka dapat diantjamkan hukuman-hukuman sampai dua kali maximum dari hukuman jang termaksud dalam ajat 1.

 3. Perbuatan pidana sebagai dimaksud dalam ajat 1 adalah pelanggaran.

 4. Peraturan Daerah jang memuat peraturan pidana tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Peraturan Daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi Peraturan Daerah lainnja.

Pasal 40.

 Dengan Peraturan Daerah dapat ditundjuk pegawai-pegawai Daerah jang diberi tugas untuk mengusut pelanggaran ketentuan-ketentuan dari Peraturan Daerah jang dimaksud dalam pasal 39.

Pasal 41.

 Dimana pelaksanaan Keputusan Daerah memerlukan bantuan alat kekuasaan maka dalam Peraturan Daerah dapat ditetapkan, bahwa segala biaja untuk bantuan itu dapat dibebankan kepada pelanggar.


178
3. KERDJA SAMA ANTARA PEMERINTAH-

PEMERINTAH DAERAH.

Pasal 42.

 1. Pemerintah Daerah dari beberapa Daerah dapat bersama-sama mengatur dan mengurus kepentingan bersama.

 2. Keputusan bersama mengenai hal jang dimaksud dalam ajat 1, demikian djuga tentang perubahan dan pentjabutannja, harus disahkan lebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi lain-lain Daerah.

 3. Bila tidak terdapat kata sepakat tentang perubahan atau pentjabutan peraturan tersebut dalam ajat 1, maka Menteri Dalam Negeri atau Dewan Pemerintah Daerah tersebut dalam ajat 2 jang memutuskan.

4. PANITIA-PANITIA.
Pasal 43.

 Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat membentuk Panitia-panitia jang terdiri dari anggota-anggotanja, untuk mendjalankan pekerdjaan guna melantjarkan tugasnja.

Bagian II.

Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 44.

 1. Dewan Pemerintah Daerah mendjalankan keputusan -keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

 2. Pimpinan sehari-hari Pemerintah Daerah didjalankan oleh Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 45.

 Dalam Peraturan Daerah Dewan Pemerintah Daerah dapat diserahi tugas untuk menetapkan peraturan-peraturan penjelenggaraan dari Peraturan Daerah itu.

Pasal 46.

 Keputusan Dewan Pemerintah Daerah ditanda-tangani oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 47.

 Dewan Pemerintah Daerah menjiapkan dengan sebaik-baiknja segala sesuatu jang harus dipertimbangkan dan diputus oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, sepandjang persiapan itu oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tidak ditugaskan kepada badan lain.


179

Pasal 48.

 Dalam mendjalankan tugasnja tentang hal-hal jang tersebut dalam pasal 44 ataupun pasal 45 anggota-anggota Dewan Pemerintah Daerah bersama-sama bertanggung-djawab kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan wadjib memberi keterangan-keterangan jang diminta oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

Pasal 49.

 Dewan Pemerintah Daerah mewakili Daerahnja didalam dan diluar pengadilan. Dalam hal-hal jang dipandang perlu Dewan Pemerintah Daerah dapat menundjuk seorang kuasa untuk menggantinja.

Bagian III.

Melalaikan atau tidak mendjalankan tugas kewadjiban.

Pasal 50.

 1. Djika Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ternjata melalaikan mengurus rumah-tangganja, sehingga merugikan Daerah itu atau merugikan Negara, maka Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah menentukan tjara bagaimana Daerah itu harus diurus menjimpang dari pasal 31.

 2. Djika Pemerintah Daerah ternjata tidak mendjalankan hal-hal jang termaksud dalam pasal 32, maka oleh Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah ditundjuk alat-alat Pemerintah, jang harus mendjalankan hal-hal itu atas biaja Daerah jang bersangkutan.

 3. Djika hal seperti tersebut dalam ajat 2 terdjadi terhadap penjelenggaraan tugas termaksud dalam pasal 33, maka penundjukan dilakukan dengan Peraturan Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang memberikan tugas itu.

 4. Djika hal seperti tersebut dalam ajat 1 terdjadi, maka sambil menunggu ditetapkannja Peraturan Pemerintah termaksud dalam ajat 1 hak, tugas dan kewadjiban Pemerintah Daerah untuk sementara itu didjalankan oleh Kepala Daerah jang bersangkutan.

BAB V

SEKRETARIS DAN PEGAWAI DAERAH.
____________
Bagian I.
Ketentuan Umum.

Pasal 51.

 Semua pegawai Daerah, begitu pula pegawai Negara dan pegawai sesuatu Daerah lainnja jang diperbantukan kepada Daerah, berada dibawah pimpinan Dewan Pemerintah Daerah.


180

Bagian II.

Sekretaris Daerah.

Pasal 52.

 1. Sekretaris Daerah adalah pegawai Daerah jang diangkat dan diperhentikan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atas usul Dewan Pemerintah Daerah dengan mengingat sjarat- sjarat tersebut dalam pasal 53 ajat 1.

 2. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah.

 3. Apabila Sekretaris Daerah berhalangan atau berhenti dari djabatannja, Dewan Pemerintah Daerah menundjuk seorang pegawai lain dari Daerah itu untuk mewakilinja.

Bagian III.

Pegawai Daerah.

Pasal 53.

 1. Pengaturan tentang pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gadji, pensiun, uang-tunggu dan hal-hal lain sebagainja mengenai kedudukan hukum pegawai Daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, sedapat-dapatnja disesuaikan dengan peraturanperaturan jang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai Negara.

 2. Peraturan Daerah tersebut dalam ajat 1 tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah lain-lainnja.

Pasal 54.

 1. Tjara dan sjarat- sjarat menetapkan pekerdjaan pegawai Negara jang diperbantukan kepada Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah, sedangkan bagi pegawai Daerah jang diperbantukan kepada Daerah lainnja dalam Peraturan Daerah dari Daerah jang memperbantukan pegawainja itu.

 2. Pegawai Negara atau pegawai Daerah jang diperbantukan kepada Daerah digadji dari keuangan Daerah jang menerima pegawai itu, ketjuali apabila dalam Peraturan Pemerintah tersebut dalam ajat 1 ditetapkan lain.

 3. Iuran pensiun pegawai serta djandanja dan iuran untuk tundjangan anak-anaknja bagi pegawai Negara atau bagi pegawai Daerah jang diperbantukan, dipungut dari gadjinja dan dimasukkan dalam kas Negara atau kas Daerah jang bersangkutan.


181

Pasal 55.

 1. Atas permintaan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, dengan keputusan Menteri atau penguasa jang ditundjuk olehnja, dapat dipekerdjakan pegawai dalam lingkungan Kementeriannja untuk melakukan urusan-urusan tertentu bagi kepentingan Daerah jang bersangkutan.

 2. Dalam hal tersebut dalam ajat 1, sjarat-sjarat dan hubungan kerdja antara pegawai jang bersangkutan dengan alat-alat pemerintahan Daerah, sepandjang diperlukan diatur dalam keputusan termaksud dalam ajat itu.

BAB VI.

KEUANGAN DAERAH.
____________
Bagian I.
Ketentuan Umum.

Pasal 56.

 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah berhak mengadakan padjak Daerah dan retribusi Daerah.

 2. Dalam undang-undang ditetapkan peraturan umum tentang padjak Daerah dan retribusi Daerah.

 3. Peraturan Daerah jang mengadakan, merobah dan meniadakan padjak Daerah dan retribusi Daerah, tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh penguasa dan menurut tjara jang ditetapkan dalam undang-undang seperti dimaksud dalam ajat 2.

Pasal 57.

 Dengan undang-undang kepada Daerah dapat diserahkan padjak Negara.

Pasal 58.

 1. Kepada Daerah dapat diberikan:

a. penerimaan-penerimaan padjak Negara sebahagian atau seluruhnja, dan

b. gandjaran, subsidi dan sumbangan.

 2. Pemberian penghasilan termaksud dalam ajat 1 diatas diatur dalam undang-undang.

Pasal 59.

 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah berhak mengadakan perusahaan Daerah.

 2. Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan umum tentang mengadakan perusahaan Daerah.


182
Bagian II.

Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pasal 60.

 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah memegang semua kekuasaan mengenai pengelolaan umum keuangan Daerah, jang tidak dengan peraturan undang-undang diserahkan kepada penguasa lain.

 2. Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan hal-hal mengenai :

a. mengadakan pindjaman uang atau mendjadi penanggung dalam pemindjaman uang untuk kepentingan Daerah;

b. pendjualan barang-barang dan hak-hak ataupun pembebanannja, penjewaannja, pengepahannja atau pemindjamannja untuk dipakai, baik untuk seluruhnja maupun untuk sebahagiannja;

c. melaksanakan pekerdjaan-pekerdjaan, penjerahan-penjerahan barang dan pengangkutan-pengangkutan, tanpa mengadakan penawaran umum;

d. penghapusan tagihan-tagihan sebahagian atau seluruhnja;

e. mengadakan persetudjuan penjelesaian perkara perdata setjara damai;

f. dan lain-lain hal jang berhubungan dengan pengeluaran Keuangan Daerah.

Bagian III.

Anggaran Keuangan Daerah.

Pasal 61.

 1. Untuk pertama kalinja anggaran keuangan Daerah ditetapkan bagi Daerah tingkat ke-I dan ke-II dengan undang-undang, bagi Daerah tingkat ke-III dengan Peraturan Pemerintah.

 2. Untuk selandjutnja anggaran keuangan Daerah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

 3. Anggaran Keuangan Daerah jang dimaksud dalam ajat 2, tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah lainnja.

 4. Tiap-tiap perubahan dalam anggaran keuangan Daerah seperti dimaksud dalam ajat 1 dan 2, ketjuali jang dikuasakan dalam anggaran keuangan tersebut, tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah lainnja.


183

BAB VII.

PENGAWASAN TERHADAP DAERAH.
___________
Bagian I.
Pengawasan dan djangka-waktu pengesahan.

Pasal 62.

 Dengan undang-undang atau Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan, bahwa sesuatu keputusan Daerah mengenai pokok- pokok tertentu tidak berlaku sebelum disahkan oleh:

a. Menteri Dalam Negeri untuk keputusan Daerah tingkat ke-I;

b. Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke- I untuk keputusan Daerah tingkat ke- II;

c. Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-II untuk keputusan Daerah tingkat ke-III.

Pasal 63.

 1. Bila untuk mendjalankan sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menurut undang-undang ini, harus ditunggu pengesahan lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke-I dan bagi lain -lain Daerah dari Daerah Pemerintah Daerah setingkat lebih atas, maka keputusan itu dapat didjalankan apabila Menteri Dalam Negeri atau Dewan Pemerintah Daerah tersebut, dalam tiga bulan terhitung mulai hari keputusan itu dikirimkan untuk mendapat pengesahan, tidak mengambil ketetapan.

 2. Waktu tiga bulan itu dapat diperpandjang selama-lamanja tiga bulan lagi oleh Menteri Dalam Negeri atau Dewan Pemerintah Daerah tersebut dan hal itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan.

 3. Bila keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tersebut dalam ajat 1 tidak dapat disahkan, maka Menteri Dalam Negeri atau Dewan Pemerintah Daerah tersebut memberitahukan hal itu dengan keterangan tjukup kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan.

 4. Terhadap hal tersebut dalam ajat 3 Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan dalam waktu satu bulan terhitung mulai saat pemberitahuan tentang penolakan pengesahan tersebut dapat memadjukan keberatan kepada Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas dari Dewan Pemerintah Daerah jang menolak. Bila penolakan pengesahan itu terdjadi oleh Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-I, maka keberatan itu diadjukan kepada Menteri Dalam Negeri dan bila penolakan itu terdjadi oleh Menteri Dalam Negeri, maka keberatan itu diadjukan kepada Presiden.


184
Bagian II.

Pembatasan dan pertangguhan.
I. UMUM.

Pasal 64.

 Keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah, djikalau bertentangan dengan kepentingan umum, undang-undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah jang lebih tinggi tingkatnja, dipertangguhkan atau dibatalkan bagi Daerah Swatantra tingkat ke-I oleh Menteri Dalam Negeri atau penguasa lain jang ditundjuknja dan bagi lain-lain daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.

Pasal 65.

 1. Menteri Dalam Negeri atau penguasa lain jang ditundjuknja mempertangguhkan atau membatalkan keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah dari Daerah-daerah Swatantra Tingkat ke-II dan ke- III jang bertentangan dengan peraturan-perundangan jang lebih tinggi tingkatnja atau dengan kepentingan umum, apabila ternjata, Dewan Pemerintah Daerah jang berhak melakukan wewenang itu menurut pasal 64, tidak melakukannja.

 2. Pembatalan seperti dimaksud dalam ajat 1 dilakukan setelah mendengar Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas, jang berwewenang melakukan pembatalan itu.

Pasal 66.

 1. Pembatalan berdasarkan pertentangan dengan peraturan- perundangan jang lebih tinggi tingkatnja , menghendaki pula dibatalkannja semula akibat dari pada keputusan jang dibatalkan itu, sepandjang akibat itu masih dapat dibatalkan.

 2. Pembatalan berdasarkan pertentangan dengan kepentingan umum hanja membawa pembatalan akibat-akibat jang bertentangan dengan kepentingan itu.

Pasal 67.

 1. Putusan pertangguhan atau pembatalan termaksud dalam pasal 64 dan 65 dengan menjebutkan alasan-alasan, dalam tempo lima belas hari sesudah tanggal putusan itu, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah jang bersangkutan.

 2. Lamanja tempo pertangguhan disebutkan dalam surat ketetapan dan tidak boleh melebihi enam bulan.

 Pada saat pertangguhan itu keputusan jang bersangkutan berhenti berlakunja.


185

 3. Apabila dalam tempo tersebut dalam ajat 2 berdasarkan pertangguhan itu tidak ada putusan pembatalan, maka keputusan Daerah jang bersangkutan berlaku.
Pasal 68.

 Untuk kepentingan pengawasan maka Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah wadjib memberikan keterangan jang diminta oleh Pemerintah Daerah setingkat diatasnja atau oleh Menteri Dalam Negeri atau penguasa-penguasa lain jang ditundjuknja.

II. PENGAWASAN OLEH PEMERINTAH.
Pasal 69.

 Pemerintah mengawasi djalannja pemerintahan daerah. Tjara pengawasan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian III. Perselisihan mengenai Pemerintahan Daerah.
Pasal 70.

 1. Perselisihan mengenai pemerintahan antara:

a. Daerah-daerah dari tingkat ke-I atau antara Daerah tingkat ke-I dengan Daerah tingkat lainnja, dan antara Daerah-daerah jang tidak terletak dalam satu wilajah Daerah tingkat ke-I, diputus oleh Menteri Dalam Negeri.

b. Daerah-daerah dibawah Daerah tingkat ke-I jang sama tingkatnja dan terletak dalam satu wilajah Daerah tingkat ke-I, diputus oleh Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-I itu, apabila mengenai perselisihan antara Daerah-daerah tingkat ke-II, atau oleh Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke- II jang bersangkutan, apabila mengenai perselisihan antara Daerah-daerah tingkat ke-III.

c. Daerah dengan Daerah jang lebih atas, jang terletak dalam satu wilajah Daerah tingkat ke- I diputus oleh Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-I itu.
 2. Putusan termaksud dalam ajat 1 diberitahukan kepada Daerahdaerah jang bersangkutan.

Bagian IV.

Penjelidikan dan pemeriksaan oleh Pemerintah.

Pasal 71.

 1. Bagi kepentingan umum Menteri Dalam Negeri atau pegawai Pemerintah Pusat jang atas namanja berhak mengadakan penjelidikan dan pemeriksaan tentang segala sesuatu mengenai pekerdjaan mengurus rumah-tangga Daerah maupun mengenai tugas pembantuan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah.


186  2. Ketentuan tersebut dalam ajat 1 berlaku djuga bagi Daerah tingkat lebih atas terhadap Daerah jang lebih rendah dalam lingkungannja.

Bagian V.

Pengumuman.

Pasal 72.

 Tiap-tiap keputusan mengenai pembatalan ataupun perselisihan mengenai pemerintahan Daerah seperti termaksud dalam Bagian 2 dan 3 Bab ini diumumkan dalam Berita-Negara Republik Indonesia atau menurut tjara termaksud dalam pasal 37 ajat 1. Dewan Pemerintah Daerah jang bersangkutan mengumumkan pula keputusan tersebut dalam Daerahnja.

BAB VIII.

PERATURAN PERALIHAN.

Pasal 73.

 1. Propinsi, Daerah Istimewa setingkat Propinsi dan Kabupaten/Daerah Istimewa setingkat Kabupaten jang berhak mengurus rumahtangganja sendiri berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1948, tidak perlu dibentuk lagi sebagai Daerah Swatantra menurut ketentuan dalam pasal 3 „Undang-undang tentang Pokok Pemerintahan Daerah 1956”, akan tetapi Daerah-daerah tersebut, sedjak mulai berlakunja undang-undang ini berturut-turut mendjadi Daerah tingkat ke-I/Daerah Istimewa tingkat ke-I dan Daerah tingkat ke-II/Daerah Istimewa tingkat ke- II termaksud dalam pasal 2 undang-undang ini.

 2. Semua Kota-Besar dan Kota-Ketjil jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1948, tidak perlu dibentuk lagi sebagai Kotapradja menurut ketentuan dalam pasal 2 „Undang-undang tentang Pokok Pemerintahan Daerah 1956”, akan tetapi Daerah-daerah tersebut, sedjak mulai berlakunja Undang-undang ini mendjadi Kotapradja termaksud dalam pasal 2 undang-undang ini.

 3. Kotapradja Djakarta Raya jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1956 tidak perlu dibentuk lagi sebagai Kotapradja menurut ketentuan dalam pasal 3 „Undang-undang tentang Pokok Pemerintahan Daerah 1956”, akan tetapi Daerah tersebut, sedjak mulai berlakunja undang-undang ini, mendjadi Kotapradja Djakarta Raya termaksud dalam pasal 2 undang-undang ini.


187

 4. Daerah-daerah jang berhak mengurus rumah-tangganja sendiri

berdasarkan Undang-undang Negara Indonesia Timur No. 44 tahun 1950 dan lain-lain peraturan-perundangan berdjalan terus menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan-perundangan tersebut hingga Daerah itu dibentuk, diubah atau dihapuskan berdasarkan undangundang ini.

Pasal 74.

 1. Selama Pemerintah Daerah dari Daerah-daerah Swatantra termaksud dalam pasal 73 ajat 1 , 2 dan 3, jang pada saat mulai berlakunja undang-undang ini, belum terbentuk dan tersusun menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 dan 6, pemerintahan Daerah diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah jang ada pada saat mulai berlakunja undang-undang ini, termasuk djuga Kepala Daerahnja.

 2. Dalam waktu selambat-lambatnja dua tahun terhitung mulai dari berlakunja undang-undang ini, pembentukan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah baru menurut ketentuan dimaksud dalam pasal 7 ajat 6 harus sudah selesai.

 3. Dalam waktu selambat-lambatnja tiga bulan sesudah pembentukan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah baru termaksud dalam ajat 2, harus sudah diadakan pemilihan dari:

a. Kepala Daerah,

b. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah,

c. Anggota-anggota Dewan Pemerintah Daerah, sebagai dimaksud dalam undang-undang ini.

 4. Apabila berhubung dengan keadaan dalam masing-masing Daerah, pemilihan Kepala Daerah belum dapat dilaksanakan menurut tjara termaksud dalam pasal 24 ajat 1, maka menjimpang dari ketentuan tersebut, Kepala Daerah diangkat sebagai berikut:

a. dalam hal Dewan Perwakilan Rakjat Daerah belum terbentuk dalam waktu jang ditetapkan dalam pasal 74 ajat 2 oleh:

  1. Presiden bagi Kepala Daerah tingkat ke- I,

  2. Menteri Dalam Negeri atau penguasa jang ditundjuk olehnja bagi Kepala Daerah tingkat ke- II dan III;

b. dalam hal Dewan Perwakilan Rakjat Daerah sudah terbentuk, akan tetapi pemilihan Kepala Daerah itu tidak dapat terlaksana dalam waktu jang ditetapkan dalam pasal 74 ajat 3, oleh Presiden bagi Kepala Daerah tingkat ke-I, dan oleh Menteri Dalam Negeri atau penguasa jang ditundjuk olehnja bagi Kepala Daerah tingkat ke-II dan III, pengangkatan mana sedapat-dapatnja diambil dari tjalon-tjalon sedikit- dikitnja dua dan sebanjak-banjaknja empat orang, jang dimadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan.


188  5. Akibat-akibat lainnja dari peralihan karena ketentuan dalam pasal 73 sepandjang diperlukan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 75.

 1. Sedjak saat mulai berlakunja undang-undang ini, maka segala peraturan- perundangan jang mengatur hal-hal menurut undangundang ini harus diatur dalam suatu peraturan-perundangan terus berlaku, hingga diubah, ditambah atau ditjabut berdasarkan undangundang ini.

 2. Selama Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan keuangan Daerah termaksud dalam pasal 60 ajat 2 belum ditetapkan, segala sesuatu didjalankan menurut aturan-aturan dan petundjuk-petundjuk jang berlaku.

 3. Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 74 ajat 1, maka selama kekuasaan pemerintahan di Daerah jang dibentuk berdasarkan undang-undang ini, belum diselenggarakan menurut ketentuanketentuan dalam undang-undang ini, kekuasaan didjalankan oleh penguasa-penguasa jang ditundjuk oleh Pemerintah.

BAB IX.

PERATURAN PENUTUP.

Pasal 76.

 1. Undang-undang ini dapat disebut: „Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956”.

 2. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

 Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Djakarta

pada tanggal 17 Djanuari 1957.

Presiden Republik Indonesia,

SUKARNO.

Menteri Dalam Negeri,

SUNARJO.

  Diundangkan

pada tanggal 18 Djanuari 1957

 Menteri Kehakiman a.i.,

  SUNARJO.


_____


189

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No, 6 TAHUN 1959

tentang Pemerintah Daerah (Disempurnakan)

.

___________


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

1. bahwa sebagai Iandjutan dari Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi '- Angkatan Perang tertanggal 5 Djuli 1959 tentang kembali kepada: Undang-undang Dasar 1945 perlu segera ditetapkan bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas dan kewadjiban Pemerintah . Daerah;

2. bahwa keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan " dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa serta merintangi ," pembangunan semesta untuk mentjapai masjarakat jang adil dan ” . makmur perlu dihadapi baik dibidang pemerintahan pusat maupun: dibidang pemerintah daerah;

Mengingat: Dekrit Presiden/Pangi:ma Tertinggi Angkatan Perangi

tertanggal 5 Djuli 1959 juncto pasal 18 Undang-undang Dasar 1945;

Mendengar: a. Musjawarah Kabinet Kerdja pada tanggal 1 September 1959; b. Musjawarah Dewan Pertimbangan Agung Sementara pada tanggal, 20 Oktober 1959.

M e m u t u s k a n

Menetapkan:

Penetapan Presiden tentanp Pemerintah Daerah (disempurnakan)

.

BAB I

.


BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAH DAERAH

.

____________

BAGIAN I

.

K e t e n t u a n u m u m

.

Pasal 1

.

Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Pemai klan Rakjat Daerah.

190
Pasal 2.

 Dalam mendjalankan tugasnja Kepala Daerah dibantu oleh sebuah Badan Pemerintah Harian.

Pasal 3.

 Dengan Kepala Daerah dimaksud djuga Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta, ketjuali apabila ditentukan lain .

BAGIAN II.

Kepala Daerah.

Pasal 4.

 (1) Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh:

a. Presiden bagi Daerah tingkat I dan

b. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Presiden bagi Daerah tingkat II.

 (2) Kepala Daerah tingkat I diangkat oleh Presiden dari antara tjalon-tjalon jang diadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan.

 Apabila dari pentjalonan itu tidak ada tjalon jang memenuhi sjarat untuk diangkat mendjadi Kepala Daerah, maka Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan diminta oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atas nama Presiden untuk mengadjukan pentjalonan jang kedua.

 Apabila djuga pada pentjalonan jang kedua ini tidak ada tjalon jang memenuhi sjarat, maka Presiden mengangkat seorang Kepala Daerah diluar pentjalonan.

 (3) Kepala Daerah tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Presiden dari antara tjalon-tjalon jang diadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan.

 Apabila dari pentjalonan itu tidak ada tjalon jang memenuhi sjarat untuk diangkat mendjadi Kepala Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Presiden, maka Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan diminta oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk mengadjukan pentjalonan jang kedua.

 Apabila djuga pada pentjalonan jang kedua ini tidak ada tjalon jang memenuhi sjarat untuk diangkat mendjadi Kepala Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Presiden, maka Presiden mengangkat seorang Kepala Daerah diluar pentjalonan.


191

 (4) Pengangkatan Kepala Daerah tersebut pada ajat (2) dan (3) pasal ini dilakukan dengan mengingat sjarat- sjarat pendidikan, ketjakapan dan pengalaman dalam pemerintahan jang ditetapkan dalam Peraturan Presiden.

 (5) Kepala Daerah adalah pegawai Negara jang nama djabatan dan gelarnja, kedudukannja dan penghasilannja diatur lebih landjut dalam Peraturan Presiden.

 (6) Kepala Daerah diangkat untuk suatu masa djabatan jang sama dengan masa duduk Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan, tetapi dapat diangkat kembali setelah masa djabatannja berachir.

 (7) Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

Pasal 5.

 Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur penentuan pendjabat jang mewakili Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.

Pasal 6.

 (1) Kepala Daerah Istimewa diangkat dari keturunan keluarga jang berkuasa mendjalankan pemerintahan didaerah itu didjaman sebelum Republik Indonesia dan jang masih berkuasa mendjalankan pemerintahan didaerahnja, dengan memperhatikan sjarat-sjarat ketjakapan, kedjudjuran, kesetiaan pada Pemerintah Republik Indonesia serta adat istiadat dalam daerah itu dan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

 (2) Untuk Daerah Istimewa Jogjakarta dapat diadakan seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa, jang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan sjarat-sjarat tersebut dalam ajat (1) pasal ini.

Pasal 7.

 Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta menerima gadji, uang djalan dan uang penginapan serta segala penghasilan lainnja jang sah jang bersangkutan dengan djabatannja jang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Pasal 8.

 (1) Sebelum memangku djabatannja, Kepala Daerah, Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta mengangkat sumpah atau mengutjapkan djandji dalam suatu sidang Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pendjabat jang ditundjuk olehnja.

 (2) Susunan kata-kata sumpah atau djandji jang dimaksud dalam ajat (1) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.


192
BAGIAN III.

Badan Pemerintah Harian.

Pasal 9.

 Badan Pemerintah Harian terdiri dari sekurang-kurangnja 3 dan sebanjak-banjaknja 5 orang anggota, ketjuali dalam hal jang tersebut dalam pasal 19.

Pasal 10.

 (1) Anggota-anggota Badan Pemerintah. Harian diangkat dan diberhentikan menurut peraturan jang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

 (2) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian termaksud pada ajat (1) pasal ini sedapat-dapatnja diangkat dari tjalon-tjalon jang diadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan dari anggota atau diluar anggota Dewan tersebut.

Pasal 11.

 (1) Sebelum memangku djabatannja, anggota-anggota Badan Pemerintah Harian mengangkat sumpah, atau mengutjapkan djandji dihadapan Kepala Daerah.

 (2) Susunan kata-kata sumpah (djandji) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 12.

 Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian menerima uang kehormatan, uang djalan, uang penginapan dan penghasilan lainnja jang sah jang bersangkutan dengan djabatannja menurut peraturan jang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

BAGIAN IV.

Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

Pasal 13.

 Untuk sementara waktu pembentukan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan jang berlaku.

BAB II.

KEKUASAAN, TUGAS DAN KEWADJIBAN
PEMERINTAH DAERAH.
___________
BAGIAN I.
Kepala Daerah.

Pasal 14.

 (1) Kepala Daerah adalah:

a. alat pemerintah pusat;

b. alat pemerintah daerah.


193

910/B-(13)  (2) Sebagai alat pemerintah pusat Kepala Daerah: a. mengurus ketertiban dan keamanan umum didaerah;

b. menjelenggarakan koordinasi antara djawatan-djawatan pemerintah pusat didaerah dan antara djawatan-djawatan tersebut dengan pemerintah daerah;

c. melakukan pengawasan atas djalannja pemerintahan daerah;

d. mendjalankan lain-lain kewenangan umum jang terletak dalam bidang urusan pemerintah pusat;

a sampai dengan d menurut peraturan perundangan jang berlaku, jang hingga saat ini dilakukan oleh Gubernur untuk Daerah tingkat I dan oleh Bupati/Walikota untuk Daerah tingkat II.

 (3) Sebagai alat pemerintah daerah Kepala Daerah memberi pertanggungan-djawab kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, baikdibidang urusan rumah-tangga daerah (otonomi) maupun dibidang tugas pembantuan dalam pemerintahan, dalam arti bahwa Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

Pasal 15.

 (1) Kepala Daerah tingkat I mempunjai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tingkat I dan keputusan Pemerintah Daerah tingkat II, apabila dipandangnja bertentangan dengan garis-garis besar dari pada haluan Negara, kepentingan umum atau peraturan perundangan jang lebih tinggi tingkatnja.

 (2) Kepala Daerah tingkat II mempunjai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tingkat II, apabila dipandangnja bertentangan dengan garis-garis besar dari pada haluan Negara, kepentingan umum atau peraturan perundangan jang lebih tinggi tingkatnja.

 (3) Dengan tidak mengurangi kekuasaannja untuk mempertangguhkan dan/atau membatalkan keputusan Pemerintah Daerah tingkat I dan Pemerintah Daerah tingkat II, jang olehnja sendiri dipandang bertentangan dengan garis-garis besar dari pada haluan Negara, kepentingan umum atau peraturan perundangan jang lebih tinggi tingkatnja, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengambil keputusan terhadap keputusan-keputusan jang ditangguhkan menurut ajat (1) dan (2) pasal ini.

BAGIAN II.

Badan Pemerintah Harian.

Pasal 16.

 (1) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian adalah pembantupembantu Kepala Daerah dalam urusan-urusan dibidang rumah-tangga daerah (otonomi) dan tugas pembantuan dalam pemerintahan.


194  (2) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian:

a. memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah, baik diminta maupun tidak;

b. mendjalankan bidang pekerdjaan jang tertentu jang ditugaskan kepadanja oleh Kepala Daerah dan terhadap itu mereka bertanggung-djawab pada Kepala Daerah.

 (3) Apabila dipandang perlu Kepala Daerah dapat menugaskan kepada seorang anggota Badan Pemerintah Harian untuk atas namanja memberikan keterangan dihadapan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah mengenai bidang pekerdjaannja.

BAGIAN III.

Dewan Perwakilan Daerah.

Pasal 17.

 Dewan Perwakilan Rakjat Daerah mendjalankan kekuasaan, tugas dan kewadjiban pemerintah daerah menurut peraturan perundangan jang berlaku, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Penetapan Presiden ini.

BAB III.

KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 18.

 (1) Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang ada mendjadi Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menurut Penetapan Presiden ini dengan ketentuan, bahwa anggota-anggota mengangkat sumpah atau mengutjapkan djandji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pendjabat jang ditundjuk olehnja.

 (2) Terhadap sumpah atau djandji termaksud dalam ajat (1) pasal ini berlaku ketentuan tersebut dalam pasal 8 ajat (2).

Pasal 19.

 Dewan Pemerintah Daerah jang ada dibubarkan dan bekas anggota Dewan tersebut dapat diangkat mendjadi anggota Badan Pemerintah Harian, ketjuali mereka jang menjatakan tidak bersedia untuk diangkat mendjadi anggota Badan Pemerintah Harian.

Pasal 20.

 (1) Dalam waktu selambat-lambatnja tiga bulan terhitung mulai berlakunja Penetapan Presiden ini, maka harus sudah dilaksanakan berturut-turut:

a. pengambilan sumpah atau pengutjapan djandji anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dimaksud dalam pasal 18;


195

b. pengangkatan Kepala Daerah menurut ketentuan dalam pasal 4;

c. pembubaran Dewan Pemerintah Daerah jang ada, pembentukan Badan Pemerintah Harian serta penjumpahan atau pengutjapan djandji anggota-anggota Badan Pemerintah Harian jang bersangkutan seperti dimaksud dalam pasal 19.

 (2) Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah/Dewan Daerah jang ada pada saat mulai berlakunja Penetapan Presiden ini berdjalan terus sampai terbentuk dan tersusun Pemerintah Daerah menurut Penetapan Presiden ini.

BAB IV.

KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 21.

 Penjelenggaraan pemerintahan daerah dibidang urusan rumah-tangga daerah (otonomi) dan tugas pembantuan dalam pemerintahan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1957, ketjuali apabila bertentangan dengan sesuatu ketentuan dalam Penetapan Presiden ini.

Pasal 22.

 Kesulitan-kesulitan jang timbul sebagai akibat pelaksanaan Penetapan Presiden ini diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 23.

 Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunjai daja surut mulai tanggal 7 September 1959.

 Agar supaja setiap orang mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Penetapan Presiden ini dengan penempatan dalam LembaranNegara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Bogor

pada tanggal 7 Nopember 1959.

Presiden Republik Indonesia,

SUKARNO.

 Diundangkan di Djakarta

pada tanggal 16 Nopember 1959.

 Menteri Muda Kehakiman,

  SAHARDJO.


LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1959 No. ...
_________


196
PENDJELASAN

atas
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
No. 6 TAHUN 1959
tentang
PEMERINTAH DAERAH (DISEMPURNAKAN).
________

I. UMUM.

 1. Dengan berlakunja lagi Undang-undang Dasar 1945 berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Djuli 1959, maka negara dan bangsa Indonesia telah memasuki alam baru dalam sedjarah ketata-negaraannja.

 Kembali ke Undang-undang Dasar 1945 berarti meninggalkan sistim demokrasi-liberal, jang dianut oleh Undang-undang Dasar Sementara, jang ternjata telah membawa revolusi bangsa Indonesia jang belum selesai kesuatu arah jang membahajakan kesatuan negara dan persatuan bangsa Indonesia.

 Revolusi ketata-negaraan harus berdjalan tidak sadja dibidang horizontal mengenai pemerintahan pusat di Djakarta, tetapi djuga harus berlangsung vertikal mengenai pemerintahan daerah.

 Selandjutnja kembali ke Undang-undang Dasar 1945 berarti pula melaksanakan sistim demokrasi terpimpin; dalam sistim itu kebidjaksanaan pemerintahan sedjak tanggal 5 Djuli 1959 dalam keseluruhannja dipertanggung-djawabkan oleh Presiden kepada Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 2. Oleh karena itu badan-badan pemerintahan sebagai alat untuk menjelamatkan revolusi harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam rangka pelaksanaan demokrasi terpimpin. Penjesuaian ini harus dilaksanakan dengan Penetapan Presiden sebagai pelaksanaan Dekrit Presiden tanggal 5 Djuli 1959 dan sebagai satu-satunja djalan untuk meluaskan arus Revolusi ketata-negaraan sampai dapat dinikmati oleh rakjat diseluruh wilajah Republik Indonesia.

 3. Dalam pada itu harus diperhatikan dua masalah jang penting, jaitu:

a. bahwa politik dekonsentrasi dan desentralisasi berdjalan terus dengan mendjundjung faham desentralisasi territorial,


197

b. bahwa untuk kepentingan rakjat, untuk keutuhan pemerintah daerah dan untuk kelantjaran administrasi, dualisme dalam pimpinan pemerintahan didaerah harus dihapuskan.

 4. Melandjutkan politik dekonsentrasi dan desentralisasi berarti melandjutkan pemberian hak kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah-tangganja sendiri, dengan mengingat kemampuan dan kesanggupan Daerah masing-masing.

 Dengan demikian urusan-urusan jang kini termasuk kewenangan pemerintah pusat semakin lama akan semakin banjak beralih mendjadi kewenangan pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Untuk mendjundjung sifat Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan, politik dekonsentrasi dan desentralisasi jang demikian itu harus disertai suatu ketentuan, jang mendjamin hubungan jang erat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sesuai dengan djiwa dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Konstitusi Proklamasi.

 5. Pimpinan pemerintahan didaerah kini bersifat dualistis, dalam arti-kata bahwa ada dua pimpinan jang berdiri terpisah, mengenai dua bidang pekerdjaan jang pada hakekatnja sangat erat hubungannja satu sama lain.

 Dua bidang itu ialah:

a. bidang pemerintahan umum pusat didaerah ditangan Pamong Pradja dan

b. bidang otonomi dan tugas pembantuan dalam pemerintah (medebewind) ditangan pemerintah daerah.

Pimpinan kedua bidang ini perlu diletakkan dalam satu tangan.

 6. Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, maka untuk mentjapai daja-guna jang sebesar-besarnja, pemerintah daerah diberi bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas dan kewadjiban jang pada pokoknja adalah sebagai berikut:

a. pimpinan dalam bidang pemerintahan umum pusat didaerah dan pimpinan dalam bidang pemerintah daerah diletakkan ditangan seorang Kepala Daerah,

b. kekuasaan eksekutif jang didjalankan oleh Kepala Daerah tidak bersifat kolegial, akan tetapi sebaliknja djuga tidak meninggalkan dasar permusjawaratan dalam sistim pemerintahan,

c. anggota-anggota Badan Pemerintah Harian merupakan pembantu-pembantu Kepala Daerah dan harus bebas dari keanggotaan partai politik, hal mana diatur berdasarkan Peraturan Presiden No. 2 tahun 1959,

d. Kepala daerah adalah pegawai Negara, jang tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah,


198 e. Kepala Daerah mempunjai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan dan keputusan Pemerintah Daerah bawahannja, jang dianggapnja bertentangan dengan garis-garis besar dari pada haluan Negara, kepentingan umum atau peraturan perundangan dengan jang lebih tinggi tingkatnja,

f. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah berwenang dalam bidang-bidang legislatif, anggaran pendapatan dan belandja serta pembangunan didaerah.

 7. Soal-soal jang timbul dalam masa peralihan setelah Penetapan Presiden ini berlaku, sebagian diatur dalam Penetapan Presiden ini, misalnja mengenai Dewan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang sekarang ada, dan sebagian lagi diatur atau diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (pasal 22).

 8. Dalam pada itu perlu dikemukakan, bahwa Penetapan Presiden ini bertudjuan dalam waktu jang sesingkat-singkatnja menertibkan pemerintahan daerah sesuai dengan djiwa dan semangat Undangundang Dasar 1945 dan demokrasi terpimpin.

 Perobahan-perobahan dimasa datang, misalnja sebagai akibat pelaksanaan politik dekonsentrasi dan desentralisasi, akan diatur dan diselesaikan dalam waktu jang singkat berdasarkan peraturan perundangan jang ada, umpamanja pelaksanaan Undang-undang No. 6 tahun 1959 atau jang akan diadakan.

II.PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.

 Dengan kata Daerah dimaksud Daerah-daerah jang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganja sendiri berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1957.

Pasal 2.

 Mengingat pentingnja tugas Kepala Daerah ia perlu dibantu oleh orang-orang jang memiliki keahlian dalam bidang pemerintahan daerah.

Pasal 3.

 Tjukup djelas.

Pasal 4.

 Berhubung dengan pentingnja kedudukan Kepala Daerah sebagai pemusatan pekerdjaan baik pada bidang pemerintahan pusat maupun pada bidang pemerintahan daerah, Kepala Daerah diangkat oleh Pemerintah Pusat dan diberi kedudukan sebagai pegawai Negara; pengangkatan itu dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan dari instansi-instansi sipil (misalnja Badan Pengawas Kegiatan


199

Aparatur Negara) dan instansi-instansi militer (misalnja Penguasa

Perang/Darurat dalam masa keadaan bahaja perang/darurat).

 Sjarat-sjarat pendidikan, ketjakapan dan pengalaman dalam pemerintahan dipentingkan, karena seorang Kepala Daerah hanja dapat menunaikan tugasnja dengan baik, djika ia memenuhi sjarat-sjarat tertentu.

 Karena Kepala Daerah tidak bertanggung-djawab kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, ia tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

Pasal 5.

 Karena pentingnja kedudukan Kepala Daerah, maka penentuan pendjabat jang mewakili Kepala Daerah, apabila ia berhalangan perlu diatur oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 6.

 Dalam ketentuan ini tidak dimasukkan lagi unsur pentjalonan.

Pasal 7.

 Tjukup djelas.

Pasal 8.

 Pengangkatan sumpah atau pengutjapan djandji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pendjabat jang ditundjuk olehnja dilangsungkan dengan persaksian anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, karena hubungan kerdja antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah merupakan unsur penting untuk kelantjaran djalannja pemerintahan daerah.

Pasal 9.

 Djumlah ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa djumlah anggota Badan Pemerintah Harian sedapat-dapatnja terbatas.

Pasal 10.

 Dengan mengadjukan tjalon-tjalon anggota Badan Pemerintah Harian maka Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat turut serta menjumbangkan pertimbangannja dalam pengangkatan anggotaanggota Badan tersebut, sesuai dengan alam demokrasi terpimpin.

Pasal 11.

 Tjukup djelas.

Pasal 12.

 Tjukup djelas.


200
Pasal 13.

 Selama belum ada ketentuan baru tentang pembentukan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, maka pembentukan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah didjalankan berdasarkan peraturan perundangan jang berlaku.

Pasal 14.

 Dengan meletakkan pimpinan dua bidang- pemerintahan dalam satu tangan, maka hapuslah adanja dualisme dalam pimpinan pemerintahan didaerah. Selandjutnja ditundjuk pada pendjelasan umum.

Pasal 15.

 Dalam pasal ini antara lain ditetapkan bahwa:

a. Kepala Daerah mempunjai kekuasaan mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang bersangkutan,

b. kekuasaan untuk membatalkan keputusan Pemerintah Daerah, baik Daerah tingkat I maupun Daerah tingkat II adalah ditangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 16.

 Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian adalah pembantupembantu Kepala Daerah sebagaimana halnja dengan Menteri-menteri Negara adalah pembantu-pembantu Presiden sesuai dengan semangat Undang-undang Dasar 1945.

 Karena tugas anggota-anggota Badan Pemerintah Harian bersifat membantu Kepala Daerah, maka Kepala Daerah berkewenangan menetapkan tjara bekerdja, begitupun luasnja tugas anggota-anggota tersebut.

 Hubungan antara anggota Badan Pemerintah Harian dengan Kepala Daerah ini adalah sesuai dengan hubungan antara Menterimenteri Negara dengan Presiden.

Pasal 17.

 Mengingat kekuasaan, tugas dan kewadjiban Dewan Perwakilan Rakjat Daerah maka anggota-anggota Dewan tersebut dapat membatasi kegiatannja diluar sidang-sidangnja (pleno, bahagian, seksi), seperti misalnja mengadakan penindjauan setempat, menghubungi langsung Kepala-kepala dan pegawai-pegawai djawatan daerah jang bersangkutan dan lain-lain sebagainja. Segala kegiatan termaksud sejogianja disalurkan lewat Kepala Daerah, untuk melantjarkan roda pemerintahan dan menghemat keuangan daerah.


201

Pasal 18.

 Apabila seseorang anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tidak atau tidak bersedia mengangkat sumpah atau mengutjapkan djandji seperti dimaksud dalam pasal ini dalam waktu jang ditentukan pada pasal 20, maka keanggotaannja dalam Dewan Perwakilan Rakjat Daerah itu gugur.

Pasal 19.

 Kepala Daerah, jang dalam rangka pelaksanaan Penetapan Presiden ini tidak dianggap sebagai Kepala Daerah, diangkat pula sebagai anggota Badan Pemerintah Harian berdasarkan pasal ini, apabila ia menjatakan kesediaannja.

 Ketentuan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Kepala Daerah itu semula karena djabatannja djuga mendjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 20.

 Penetapan djangka waktu pada ajat (1) dimaksudkan untuk segera mewudjudkan ketentuan-ketentuan dalam Penetapan Presiden ini.

 Ketentuan pada ajat (2) diadakan untuk menghindarkan kekosongan dalam pemerintahan daerah.

Pasal 21.

 Tjukup djelas.

Pasal 22.

 Bila dalam melaksanakan Penetapan Presiden ini timbul kesulitankesulitan, maka Menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah berkewadjiban untuk menjelesaikannja.

 Kesulitan-kesulitan dapat timbul misalnja kalau tjalon-tjalon Kepala Daerah jang diadjukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tidak memenuhi sjarat-sjarat tersebut dalam pasal 4 ajat (4).

Pasal 23.

 Tidak memerlukan pendjelasan.

TAMBAHAN LEMBARAN-NEGARA No. ...
__________


202
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

No. 5 TAHUN 1960
(Disempurnakan)
tentang
Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong dan
Sekretariat Daerah.

___________

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 Menimbang:
a. bahwa Penetapan Presiden No. 6 tahun 1950 (disempurnakan), jang menghilangkan dualisme dalam pimpinan pemerintahan didaerah, perlu dilengkapkan dengan ketentuan-ketentuan tentang Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Sekretariat Daerah bentuk baru;

b. bahwa untuk mentjapai keseragaman dalam pemerintahan dipusat dan didaerah perlu dibentuk Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah dengan berpedoman pada Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong;

c. bahwa keadaan ketata -negaraan jang menjebabkan dikeluarkannja Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) menjebabkan pula dikeluarkannja peraturan perlengkapan ini;

 Mengingat:

1. pasal 18 Undang-undang Dasar;

2. Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 129, Tambahan Lembaran-Negara No. 1896) tentang Pemerintah Daerah (disempurnakan);

 Mendengar:

a. Musjawarah Kabinet Kerdja pada tanggal 14 September 1960;

b. Menteri Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;

M e m u t u s k a n :

 Menetapkan:

Penetapan Presiden tentang Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong dan Sekretariat Daerah (disempurnakan).

203

BAB I

KETENTUAN-KETENTUAN UMUM.

Pasal 1.

 (1) Jang dimaksud dengan „Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong” selandjutnja disebut D.P.R.D.-G.R., ialah dewan perwakilan rakjat didaerah jang disusun berdasarkan Penetapan Presiden ini, dan jang diadakan selama belum terbentuk Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menurut Undang-undang sebagaimana dimaksud pada pasal 18 Undang-undang Dasar.

 (2) Jang dimaksud dengan „djumlah anggota D.P.R.D.-G.R.” ialah djumlah-djumlah termaksud dalam pasal 7 ajat (1) dan ajat (2) Undangundang No. 1 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 6 Tambahan Lembaran-Negara No. 1143) tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

 (3) Jang dimaksud dengan „Dewan Perwakilan Rakjat Daerah” selandjutnja disebut D.P.R.D., ialah:

a. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Peralihan, jang tjara penjusunannja didasarkan atas Undang-undang No. 14 tahun 1956.

b. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, jang tjara penjusunannja didasarkan atas Peraturan Pemilihan Daerah jang bersangkutan,

c. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, jang tjara penjusunannja didasarkan atas Undang-undang No. 19 tahun 1950, serta telah dialihkan statusnja mendjadi D.P.R.D. baru berdasarkan Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah (disempurnakan).

 (4) Jang dimaksud dengan „instansi atasan” ialah:

a. Menteri Dalanı Negeri dan Otonomi Daerah bagi Daerah tingkat I.

b. Kepala Daerah tingkat I bagi Daerah tingkat II.

 (5) Jang dimaksud dengan „Kepala Daerah” ialah Kepala Daerah berdasarkan Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah (disempurnakan).

BAB II.

KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH
GOTONG ROJONG,

Pasal 2.

 (1) Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memperbaharui semua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang ada.


204  (2) Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengusahakan pembentukan D.P.R.D.-G.R. disemua Daerah tingkat I dan tingkat II, jang terdiri atas wakil-wakil dari golongan-golongan politik dan wakil-wakil dari golongan-golongan karya, berdasarkan pembagian dalam djumlah wakil-wakil jang sama bagi masing-masing golongan dan dengan majoritas dari pada wakil-wakil dari golongan-golongan karya apabila djumlah anggota D.P.R.D.-G.R. merupakan bilangan tidak genap.

 (3) Dengan keputusan Presiden djumlah anggota D.P.R.D.-G.R. jang dimaksud pada pasal 1 ajat (2) dapat ditambah.

Pasal 3.

 Dengan memperhatikan ketentuan pada pasal 4 maka jang dapat diangkat mendjadi anggota D.P.R.D.-G.R. ialah warga-negara Republik Indonesia jang:

a. memenuhi sjarat-sjarat keanggotaan D.P.R.D. sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah;

b. menjetudjui Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia;

c. setudju dan bersedia turut-serta melaksanakan Manifesto Politik Republik Indonesia tertanggal 17 Agustus 1959.

Pasal 4.

 Anggota-anggota dan bekas anggota-anggota partai/organisasi jang dinjatakan dibubarkan/terlarang oleh jang berwadjib berdasarkan Penetapan Presiden No. 7 tahun 1959 jis Peraturan Presiden No. 13 tahun 1960 dan Peraturan Presiden No. 25 tahun 1960 tidak diperkenankan duduk sebagai anggota D.P.R.D.-G.R., ketjuali mereka jang dengan perkataan dan perbuatan- perbuatan menjatakan persetudjuannja terhadap sjarat-sjarat tersebut pada pasal 3 huruf b dan c menurut penilaian Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan disetudjui oleh Presiden.

Pasal 5.

 Kepala Daerah mengadjukan kepada instansi atasan nama tjalon-tjalon jang diadjukan oleh masing-masing golongan untuk diangkat sebagai anggota D.P.R.D.-G.R. didaerahnja sebanjak dua kali djumlah jang diperlukan, setjara terperintji menurut masing-masing golongan sebagaimana termaksud pada pasal 2 ajat (2).


205

Pasal 6.

 Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pada pasal 1 ajat (2) dan pasal 2 ajat (2) dan (3) maka instansi atasan mengangkat anggotaanggota D.P.R.D.-G.R. dengan mengingat imbangan djumlah hasil pemilihan umum/daerah jang lalu , dengan sedapat mungkin mengikuti urutan-urutan jang diadjukan oleh masing-masing golongan.

Pasal 7.

 Apabila karena sesuatu hal Kepala Daerah berdasarkan Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) belum diangkat, maka pembentukan D.P.R.D.-G.R. didaerah jang bersangkutan ditangguhkan sampai Kepala Daerah itu sudah diangkat.

Pasal 8.

 Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur dengan persetudjuan Presiden hal-hal apabila anggota-anggota D.P.R.D.-G.R. berhenti atau diperhentikan serta tjara pengisian lowongan keanggotaan D.P.R.D.-G.R.

BAB III.

PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH
GOTONG ROJONG.

Pasal 9.

 (1) Pimpinan D.P.R.D.-G.R. terdiri atas seorang Ketua dibantu oleh seorang Wakil Ketua.

 (2) Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Presiden dapat menambah djumlah Wakil Ketua menurut keperluan dan kenjataan daerah masing-masing.

 (3) Kepala Daerah karena djabatannja adalah Ketua bukan anggota D.P.R.D.-G.R.

 (4) Kepala Daerah mengadjukan kepada instansi atasan nama tjalon-tjalon Wakil Ketua jang dipilih oleh dan diantara anggotaanggota D.P.R.D.-G.R.

 (5) Instansi atasan mengangkat Wakil Ketua D.P.R.D.-G.R. diantara tjalon-tjalon tersebut pada ajat (4) pasal ini.

 (6) Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur tjara pelaksanaan Pimpinan D.P.R.D.-G.R. dalam hal Kepala Daerah/Ketua D.P.R.D.-G.R. berhalangan.


206
Pasal 10.

 Pimpinan D.P.R.D.-G.R. diangkat untuk suatu masa djabatan jang sama dengan masa duduk D.P.R.D.-G.R. jang bersangkutan tersebut pada pasal 16.

Pasal 11.

  (1) Sebelum memangku djabatannja Ketua , Wakil Ketua dan Anggota D.P.R.D.-G.R. mengangkat sumpah (djandji) menurut tjara agamanja (kepertjajaannja) masing-masing dihadapan instansi jang berwenang mengangkatnja atau pendjabat jang dikuasakan untuk itu.

 (2) Rumusan sumpah (djandji) termaksud pada ajat (1) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 12.

 Kedudukan dan kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota D.P.R.D.-G.R. diatur oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

BAB IV.

KEKUASAAN, TUGAS DAN KEWADJIBAN
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG.

Pasal 13.

 Kepala Daerah bersama- sama dengan D.P.R.D.-G.R. mendjalankan kekuasaan, tugas dan kewadjiban Pemerintah Daerah dibidang legislatif.

Pasal 14.

 (1) D.P.R.D.-G.R. menetapkan peraturan tata-tertibnja dengan mengingat petundjuk- petundjuk Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, jang dalam hal ini berpedoman pada Peraturan Presiden No. 28 tahun 1960 tentang Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong.

(2) Selama Peraturan Tata-tertib D.P.R.D.-G.R. termaksud pada ajat (1) pasal ini belum ditetapkan, maka Peraturan Tata-tertib D.P.R.D. dipergunakan sebagai pedoman, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan jang berlaku.

Pasal 15.

 Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan jang berlaku bagi D.P.R.D. berlaku bagi D.P.R.D.-G.R., selama tidak bertentangan atau berdasarkan Penetapan dengan ketentuan-ketentuan dalam atau Presiden ini.


207

BAB V.

MASA DUDUK DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH
GOTONG ROJONG.

Pasal 16.

 Masa duduk D.P.R.D.-G.R. berlangsung terhitung mulai tanggal pelantikannja sampai dilantik D.P.R.D. jang baru , jang dibentuk berdasarkan Undang-undang termaksud pada pasal 18 Undang-undang Dasar.

Pasal 17.

 Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan pada pasal 4 ajat (6) Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) dan pasal 5 sub b Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 8 tahun 1959, maka masa djabatan Kepala Daerah dan anggota Badan Pemerintah Harian disesuaikan dengan masa duduk D.P.R.D.-G.R. termaksud pada pasal 16 Penetapan Presiden ini.

BAB VI.

SEKRETARIAT DAERAH.

Pasal 18.

 (1) Penjelenggaraan administrasi jang berhubungan dengan seluruh tugas Pemerintah Daerah dilakukan oleh Sekretariat Daerah, jang susunannja dan pembiajaannja diatur oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

 (2) Sekretariat Daerah dikepalai oleh seorang Sekretaris Daerah jang melakukan pekerdjaannja dibawah pimpinan Kepala Daerah jang bersangkutan.

Pasal 19.

 (1) Sekretaris Daerah dipilih dan diangkat oleh D.P.R.D.-G.R. diantara tjalon-tjalon jang diadjukan oleh Kepala Daerah.

 (2) Kedudukan dan kedudukan keuangan serta sjarat-sjarat untuk diangkat mendjadi Sekretaris Daerah ditetapkan dalam peraturan daerah dengan mengikuti petundjuk- petundjuk jang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

 (3) Peraturan Daerah jang dimaksud pada ajat (2) pasal ini tidak berlaku sebelum disahkan oleh instansi atasan.

Pasal 20.

 Segala ketentuan mengenai Sekretaris Daerah dalam peraturan perundangan jang ada tidak berlaku lagi mulai saat berlakunja peraturanperaturan baru mengenai hal jang sama berdasarkan Penetapan Presiden ini.


208
BAB VII.

KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP.

Pasal 21.

 Anggota-anggota D.P.R.D. termaksud pada pasal 1 ajat (3) berhenti dari djabatannja terhitung mulai tanggal pelantikan D.P.R.D.G.R. didaerah jang bersangkutan, ketjuali mereka jang berhenti atau dianggap berhenti terlebih dahulu.

Pasal 22.

 Pelaksanaan dan kesulitan-kesulitan jang timbul sebagai akibat pelaksanaan Penetapan Presiden ini diatur oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 23.

 Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

 Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Penetapan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Djakarta

pada tanggal 10 Pebruari 1961.

Presiden Republik Indonesia,

SUKARNO.

 Diundangkan di Djakarta

pada tanggal 14 Pebruari 1961.

   Sekretaris Negara,


   MOH. ICHSAN.

LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1961 No. 6.


_______


209

910/B-(14)
PENDJELASAN

atas
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
No. 5 TAHUN 1960
(Disempurnakan)
tentang
Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong dan
Sekretariat Daerah.
__________

I. UMUM.

 1. Semendjak Undang-undang Dasar 1945 berlaku lagi berdasarkan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia tertanggal 5 Djuli 1959 , maka dengan Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) dilakukan langkah pertama untuk menjesuaikan keadaan Pemerintah Daerah dengan keadaan Pemerintah Pusat, jang disusun menurut sistim demokrasi terpimpin.

 2. Titik berat dalam usaha tersebut diatas diletakkan pada perubahan pimpinan pemerintahan daerah jang ada pada waktu itu dan jang bersifat dualistis, dengan meletakkan pimpinan tersebut dalam satu tangan, jaitu pada Kepala Daerah.

 3. Soal-soal jang timbul dalam masa peralihan setelah Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) berlaku, misalnja mengenai Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang ada pada waktu itu, sementara itu diatur untuk sebagian dalam Penetapan Presiden tersebut sendiri dan diatur atau diselesaikan untuk sebagian lagi oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

 4. Setelah Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) dilaksanakan, maka kini tibalah saatnja untuk melandjutkan usaha penjesuaian Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, dengan melakukan langkah kedua, jang mengenai D.P.R.D. dan Sekretariat Daerah.

 5. Seperti diketahui, maka dengan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1959, Dewan Perwakilan Rakjat, jang ada pada waktu Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia tertanggal 5 Djuli 1959 dinjatakan diserahi tugas Dewan Perwakilan Rakjat menurut Undang-undang Dasar 1945.

210  Selandjutnja dengan Penetapan Presiden No. 3 tahun 1960 pelaksanaan tugas dan pekerdjaan Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat tersebut dihentikan serta diusahakan pembaharuan Dewan Perwakilan Rakjat berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dalam waktu jang singkat.

 Kemudian dengan Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 ditetapkan bahwa „sementara Dewan Perwakilan Rakjat belum tersusun menurut Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ajat (1) Undang-undang, maka susunan Dewan Perwakilan Rakjat jang dimaksud dalam Penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 diperbaharui dengan menjusun Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong, jang mendjalankan tugas dan pekerdjaan Dewan Perwakilan Rakjat menurut Undang-undang Dasar 1945”.

 6. Sesuai dengan tindakan pada tingkat Pemerintah Pusat itu, maka pada tingkat Pemerintah Daerah kini perlu diusahakan pembentukan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong untuk:

a. memperbaharui Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang ada sekarang;

b. mengisi kekosongan didaerah-daerah jang belum ada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah.

 7. Pembaharuan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang ada sekarang dilakukan dengan mengingat imbangan djumlah hasil pemilihan umum/daerah jang lalu:

 Disamping itu kiranja sudah tibalah saatnja — sepandjang keadaan keamanan mengidjinkan — untuk membentuk Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong diderah-daerah jang belum mempunjai Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, agar supaja didaerah-daerah termaksud terdapat djuga „bentuk susunan pemerintah daerah dengan memandang dan mengingati dasar permusjawaratan dalam sistim pemerintahan Negara”, sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 Undang-undang Dasar.

 8. Hal-hal penting mengenai Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong, jang perlu diperhatikan dalam menjusun Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong ialah:

a. sjarat-sjarat utama keanggotaan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong, jaitu menjetudjui USDEK serta setudju dan bersedia turut serta melaksanakan Manifesto Politik Republik Indonesia tertanggal 17 Agustus 1959;

b. pembagian Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong dalam golongan-golongan politik dan golongan-golongan karya, jang menurut Amanat Presiden tanggal 12 Djuli 1960 No. 2292/NK/60 disederhanakan pula mendjadi:


211

 (1) 4 golongan politik (Nasionalis, Islam, Kristen dan Komunis);

 (2) 1 golongan karya, jang dapat dibagi pula dalam 4 sub golongan (Angkatan Bersendjata, Kerohanian, Pembangun Spirituil dan Pembangun Materiil);

dengan memberikan majoritas kepada golongan karya;

c. pengangkatan/pemberhentian Anggota dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong oleh Presiden;

d. perumusan dan pengambilan sumpah (djandji) Anggota dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong;

e. peraturan tata-tertib Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong, jang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 28 tahun 1960 dengan mengingat sendi „kerakjatan (demokrasi) jang dipimpin oleh hikmah kebidjaksanaan dalam permusjawaratan/perwakilan”, sebagaimana ditentukan dalam „Pembukaan” (preambule) Undangundang Dasar 1945;

f. kedudukan dan kedudukan keuangan Anggota dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong, jang diatur dengan Peraturan Presiden;

g. pemberhentian dengan hormat Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang dimaksud dalam Penetapan Presiden No. 1 tahun 1959, terhitung mulai tanggal pelantikan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong oleh Presiden.

 9. Pokok-pokok tersebut pada angka 8 diatas diperhatikan dalam Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) untuk mentjapai keseragaman antara Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong dan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong serta memperoleh keseragaman dalam bentuk Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong sekalipun dalam hal ini diperhatikan pula soal-soal chusus jang terdapat dimasing-masing daerah.

 10. Dengan Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan), jang terutama mengatur soal Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian, serta Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) ini, jang mengatur soal Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong dan Sekretariat Daerah, diharap lengkaplah aparatur untuk melaksanakan tjita-tjita Revolusi Nasional dibidang katata-negaraan sampai pada taraf Pemerintah Daerah tingkat I dan II.

 Dengan terbentuknja Pemerintah Daerah jang baru diharap pula diperoleh djaminan jang lebih kuat akan tertjapainja tjita-tjita Revolusi Nasional dibidang-bidang lain, jang diperdjuangkan berdasarkan Pembangunan Nasional Semesta Berentjana dan lain-lain rentjana pembangunan menudju masjarakat jang adil dan makmur.


212
II. PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.

 Tjukup djelas.

Pasal 2.

 (1) Untuk mentjapai keseragaman sedjauh mungkin maka perlu diadakan satu tjara pembentukan D.P.R.D. jang serupa disemua Daerah tingkat I dan II diseluruh Indonesia.

 Berhubung dengan itu maka Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang ada sekarang perlu diperbaharui.

 (2) Untuk mentjapai persesuaian sedjauh mungkin dalam perwakilan rakjat pada tingkat Negara dan pada tingkat Daerah, maka Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah perlu diberi sifat Gotong Rojong, sebagaimana djuga halnja dengan D.P.R.-G.R. sekarang.

 Berhubung dengan itu maka D.P.R.D.-G.R. djuga terdiri atas wakilwakil dari golongan-golongan politik dan wakil-wakil dari golongangolongan karya, dengan majoritas dari pada wakil- wakil dari golongan-golongan karya, sesuai dengan keadaan di D.P.R.-G.R.

 (3) Tjukup djelas.

Pasal 3.

 Agar supaja anggota D.P.R.D.-G.R. dapat menunaikan tugasnja sebaik-baiknja, maka ia harus memenuhi sjarat- sjarat jang bersifat umum, jang terdapat dalam Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

 Disamping itu ia harus memenuhi pula sjarat-sjarat jang bersifat chusus, agar supaja ia menunaikan tugasnja sebagaimana diharapkan dari padanja oleh zaman sekarang; sjarat-sjarat chusus itu ialah berdjiwa USDEK dan pelaksana Manifesto Politik Republik Indonesia tertanggal 17 Agustus 1959.

Pasal 4.

 Sesuai dengan ketentuan pada pasal 9 Penetapan Presiden No. 7/ 1959 tentang „Sjarat-sjarat dan penjederhanaan kepartaian” jis pasal 9 Peraturan Presiden No. 13 tahun 1960 dan Peraturan Presiden No. 25 tahun 1960, maka sebagai akibat pembubaran/pelarangan sesuatu partai, seorang anggota partai itu tidak dapat duduk sebagai anggota D.P.R.D.-G.R., ketjuali mereka jang dengan perkataan dan perbuatan menjatakan persetudjuannja terhadap sjarat-sjarat tersebut pada pasal 3 huruf b dan c menurut penilaian Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan disetudjui oleh Presiden.


213

Pasal 5 dan 6.

 Dalam menjusun D.P.R.D.-G.R. Kepala Daerah dan instansi atasan memperhatikan Pengumuman Presiden tentang D.P.R.-G.R. tertanggal 27 Maret 1960 dan Pendjelasan atas Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 jang menerangkan bahwa D.P.R.-G.R. terdiri atas wakil-wakil dari:

A. Golongan-golongan politik, jang terbagi atas anggota-anggota:

    1. Partai Nasional Indonesia (P.N.I.)
    2. Partai Nahdlatul Ulama (N.U.)
    3. Partai Komunis Indonesia (P.K.I.)
    4. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
    5. Partai Katolik
    6. Partai Sjarikat Islam Indonesia (P.S.I.I.)
    7. Partai Persatuan Tarbijah Islamiah (Perti)
    8. Partai Murba dan
    9. Partai Indonesia (Partindo)
    (Partai-partai tersebut No. 1 , 8 dan 9 golongan Nasionalis, No. 2, 6 dan 7 golongan Islam, No. 4 dan 5 golongan Kristen dan No. 3 golongan Komunis);

B. Golongan-golongan karya, jang terbagi atas anggota dari golongan:

1. Angkatan Bersendjata, jang terdiri dari:

    a. Angkatan Darat
    b. Angkatan Laut
    c. Angkatan Udara
    d. Kepolisian Negara dan
    e. O.K.D./O.P.R.;

2. Veteran:

(golongan No. 1 dan 2 kemudian mendjadi sub golongan Angkatan Bersendjata);

3. Alim Ulama, jang terdiri dari:

    a. Islam
    b. Kristen
    c. Katolik dan
    d. Hindu Bali
    (golongan No. 3 kemudian mendjadi sub golongan Kerochanian).
214
    4. Tjendekiawan/Pendidik;
    5. Pemuda;
    6. Wanita;
    7. Angkatan '45;
    8. Seniman dan
    9. Wartawan
    (golongan-golongan No. 4 s/d 9 kemudian mendjadi sub golongan Pembangun Spirituil);
    10. Tani;
    11. Buruh;
    12. Koperasi dan
    13. Pengusaha Nasional
    (golongan-golongan No. 10 s/d 13 kemudian mendjadi sub golongan Pembangun Materiil).

 Dengan sendirinja, susunan tersebut diatas tidak mengikat dalam penjusunan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong dan dapat diubah dengan mengingat keadaan dimasing-masing daerah, misalnja:

A. Golongan politik dapat:

    I. Dikurangi dengan partai-partai jang tidak mempunjai wakil dalam D.P.R.D. dahulu atau tidak terdapat didaerah itu;
    II. Ditambah dengan partai-partai lain jang dianggap perlu (karena banjak pengikutnja, pengaruhnja dsb. didaerah itu, asal bukan partai jang dibubarkan/terlarang sebagaimana dimaksudkan pada pasal 4);

B. Golongan karya dapat:

    I. dikurangi dengan golongan-golongan jang tidak terdapat atau tidak besar djumlahnja/pengaruhnja didaerah itu;
    II. ditambah dengan golongan-golongan lain jang besar djumlahnja/pengaruhnja didaerah itu, asal bukan organisasi jang dibubarkan/terlarang sebagaimana dimaksudkan pada pasal 4.

 Kepala Daerah minta pertimbangan partai/organisasi jang bersangkutan dan sedapat mungkin mengikuti urutan-urutan tjalon jang diadjukan oleh masing-masing golongan.

 Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur lebih landjut pelaksanaan ketentuan dalam pasal-pasal ini.

Pasal 7.

 Oleh karena segala kegiatan dalam membentuk suatu D.P.R.D.G.R. dipimpin oleh Kepala Daerah, maka dengan sendirinja usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan apabila Kepala Daerah itu belum diangkat.


215

Pasal 8.

 Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Presiden mengatur soal:

a. pemberhentian anggota D.P.R.D.-G.R. misalnja karena:

    1. permintaan sendiri,
    2. karena menghalangi djalannja pemerintahan daerah,
    3. akibat pembubaran dll. sesuatu partai berdasarkan Pen. Pres. No. 7/1959.

b. tjara pengisian lowongan keanggotaan D.P.R.D.-G.R.

 Dengan sendirinja peraturan-peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah termaksud tidak boleh menjimpang dari ketentuanketentuan dalam Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) ini.

Pasal-pasal 9 dan 10.

 Ketentuan-ketentuan mengenai pimpinan D.P.R.D.-G.R. ini adalah selaras dengan ketentuan pada pasal 13 mengenai kekuasaan, tugas dan kewadjiban D.P.R.D.-G.R.

 Dalam pada itu perlu dikemukakan bahwa:

a. sebagai kelandjutan dari pada Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan), jang menghilangkan dualisme dalam pimpinan Pemerintah Daerah, maka Kepala Daerah mengetuai djuga D.P.R.D.-G.R.;

b. dengan persetudjuan Presiden , Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dapat menambah djumlah Wakil Ketua D.P.R.D.-G.R. menurut keperluan dan kenjataan daerah masing-masing;

c. pengangkatan Wakil Ketua/Wakil-wakil Ketua D.P.R.D.-G.R. dilakukan oleh instansi atasan;

d. pengangkatan Wakil Ketua termaksud dilakukan berdasarkan pemilihan oleh dan diantara anggota D.P.R.-G.R.;

e. pimpinan D.P.R.D.-G.R. tidak dapat diperhentikan karena sesuatu keputusan D.P.R.D.-G.R.

 Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur lebih landjut tjara pelaksanaan pimpinan D.P.R.D.-G.R. dalam hal Kepala Daerah/Ketua D.P.R.D.-G.R. berhalangan, misalnja djika ia berhenti, sakit, beristirahat dsb.

Pasal 11.

 Pengangkatan sumpah (djandji) perlu dilakukan karena D.P.R.D.G.R. dipandang sebagai badan baru, jaitu:

a. untuk memperbaharui Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang ada sekarang;


216 b. untuk mengisi kekosongan didaerah-daerah jang belum mempunjai D.P.R.D.

 Sesuai dengan ketentuan pada pasal 4 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang „Susunan D.P.R.-G.R.” maka pengangkatan sumpah Ketua, Wakil Ketua dan Anggota D.P.R.-G.R. itu dilakukan dihadapan:

a. Menteri Dalam Negeri dan G.R. tingkat I dan Otonomi Daerah untuk D.P.R.D.-

b. Kepala Daerah Tingkat I untuk D.P.R.D.-G.R. Tingkat II.

 Namun demikian, instansi-instansi tersebut dapat menguasakan pendjabat lain untuk pengangkatan sumpah/djandji itu.

 Rumusan sumpah/djandji termaksud dalam Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) ini, jang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, dengan sendirinja agak berlainan dengan rumusan sumpah tersebut dalam Undang-undang No. 1 tahun 1957, karena masing-masing dibuat dalam alam Undang-undang Dasar 1945 dan alam Undang-undang Dasar Sementara 1950.

Pasal 12.

 Ketentuan dalam pasal ini adalah sesuai pula dengan ketentuan pada pasal 7 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang „Susunan D.P.R.-G.R.”.

 Pengaturan kedudukan (misalnja aturan preseance dsb.) dan kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota D.P.R.D.-G.R. oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dimaksudkan pula untuk mentjapai keseragaman dalam hal ini diseluruh Indonesia, sekalipun keadaan chusus jang terdapat dimasing-masing daerah (misalnja perbedaan dalam biaja hidup dan sebagainja) tidak akan diabaikan.

Pasal 13.

 Pasal 5 ajat (1) Undang-undang Dasar menentukan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetudjuan D.P.R.

 Menurut pasal 18 Undang-undang Dasar maka bentuk susunan Pemerintahan Daerah harus ditetapkan dengan memandang dan mengingati dasar permusjawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara.

 Mengingat ketentuan-ketentuan konstitusionil tersebut diatas maka dalam pasal 13 ini ditandaskan bahwa Kepala Daerah bersama-sama dengan D.P.R.D.-G.R. mendjalankan kekuasaan, tugas dan kewadjiban Pemerintah Daerah dibidang legislatif. Selaras dengan pokok pikiran diatas maka Kepala Daerah didjadikan Ketua D.P.R.D.-G.R., sehingga Kepala Daerah mendjadi suatu bagian jang tak dapat dipisahkan dari D.P.R.D.-G.R. dalam mendjalankan tugas legislatif.


217

 Dengan demikian maka tertjapailah kesatuan kebidjaksanaan antara

badan-badan legislatif dan exekutif didaerah.

 Selandjutnja Pendjelasan atas pasal 17 Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) berlaku djuga bagi pasal 13 Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan).

Pasal 14.

 Dalam menetapkan Peraturan Tata-Tertib D.P.R.D.-G.R., perlu ditjantumkan beberapa essensialia dari Peraturan Tata-Tertib D.P.R.G.R. sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 28 tahun 1960, misalnja ketentuan tentang tjara pengambilan sesuatu keputusan.

Pasal 15.

 Tjukup djelas.

Pasal 16.

 Pasal 8 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 menentukan bahwa Anggota-anggota D.P.R.D. diberhentikan dengan hormat dari djabatannja terhitung mulai tanggal pelantikan D.P.R.-G.R. oleh Presiden.

 Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas maka dalam pasal 16 Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) ini dinjatakan bahwa masa-duduk D.P.R.D.-G.R. berlangsung mulai tanggal pelantikannja sampai dilantiknja D.P.R.D. jang baru.

 Jang dimaksud dengan D.P.R.D. jang baru itu ialah D.P.R.D. jang dibentuk berdasarkan Undang-undang termaksud pada pasal 18 Undang-undang Dasar.

Pasal 17.

 Dengan sendirinja masa-djabatan Kepala Daerah dan para Anggota Badan Pemerintah Harian berhubung dengan pembaharuan D.P.R.D. perlu disesuaikan dengan masa-duduk D.P.R.D.-G.R. tersebut pada pasal 16 Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) ini.

 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 4 ajat (6) Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) dan pasal 5 sub b Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 8 tahun 1959, Kepala Daerah serta Anggota Badan Pemerintah Harian jang sudah ada pada saat berlakunja Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) ini mendjalankan terus tugas kewadjibannja.

Pasal-pasal 18, 19 dan 20.

 Dengan pembentukan satu Sekretariat Daerah maka dihapuskanlah dualisme dalam pimpinan jang terdapat selama ini dengan adanja satu Sekretariat untuk urusan Otonomi dan satu Sekretariat untuk urusan Pemerintahan Umum Pusat, jang masing-masing dipimpin oleh seorang Sekretaris tersendiri.

218  Sekretariat Daerah jang dimaksud dalam Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) ini diadakan untuk menghilangkan dualisme itu.

 Dalam hubungan ini hal jang perlu diatur lebih landjut oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah ialah funksi Sekretaris Daerah dengan melepaskan masalah statusnja, ketjuali bahwa ia adalah seorang pendjabat jang mendjalankan tugas kewadjiban Negara sebagai alat Daerah dan Pusat.

 Mengingat pentingnja djabatan ini maka sudah sewadjarnjalah djabatan ini diduduki oleh orang-orang jang tjakap.

Pasal 21.

 Ketentuan ini adalah sesuai pula dengan ketentuan pada pasal 8 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang „Susunan D.P.R.-G.R.”, dan diadakan untuk menghindarkan „vakum” demokrasi didaerah.

 Anggota-anggota D.P.R.D. jang berhenti atau dianggap berhenti terlebih dahulu ialah misalnja mereka jang mengundurkan diri dan mereka jang partainja terkena ketentuan dalam pasal 9 Penetapan Presiden No. 7 tahun 1959 jo pasal 9 Peraturan Presiden No. 13 tahun 1960.

Pasal 22 dan 23.

 Tjukup djelas.

TAMBAHAN LEMBARAN-NEGARA No. 2145.
________


219

Ketua dan Wakil Ketua D.P.R.D.-G.R. tingkat I jang telah terbentuk:

Djawa Tengah

Ketua
Wkl. Ketua

Mochtar
Imam Sofwan

Djawa Barat

Ketua
Wkl. Ketua

Kol. Mashudi
Kosasih

Djakarta Raya

Ketua
Wkl. Ketua

Brig. Djen. Dr Soemarno
Mohd. Husin

Sumatera Selatan

Ketua
Wkl. Ketua

Achmad Bastari
Raden Sugiharto

Bali

Ketua
Wkl. Ketua

Anak Agung Bagus Soetedja
I Gusti Putu Merta