Lompat ke isi

Wayang Cina-Jawa di Yogyakarta/Bab 4/Lampiran

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

L A M P I R A N

FOTO :

Koleksi :
B. Soelarto
Gani Lukito (Gan Lian Kiem)
S. llmi Albiladiyah
Paul. W. Suleman, S.H.
Ponidi

Monumen yang dibuat oleh wakil-wakil masyarakat Cina di Yogyakarta. Dipersembahkan kepada Sultan Hamengku. Buwono IX, pada saat beliau dinobatkan, pada hari Senen Pon, 8 Sapar, Dal 1871 atau tanggal 18 Maret 1940. Monumen tersebut, sekarang dipasang di salah satu pelataran Kraton. Bagian depan monumen, berisi prasasti dalam bahasa dan aksara Cina. Bagian belakangnya berisi prasasti dalam bahasa dan aksara Jawa. Tanggal persembahan batu peringatan : Selasa Legi, 20 Jumadilakir Alip 1883, atau 18 Maret 1952.
Bagian belakang dari monumen yang berisi prasasti dalam bahasa dan aksara Jawa.
Contoh sebuah tokoh wayang Cina. Perhatikan alat penggerak yang dipasang di bagian punggung wayang.

Museum Sana Budaya di Yogyakarta, dilihat dari depan. Dalam satu vitrin di Ruang Wayang, Museum Sana Budaya, dipamerkan sebagian dari wayang Cina – Jawa karya cipta Gan Thwan Sing.

Rumah ibadah Cina (klenteng) di Gondomanan, Yogyakarta, dilihat dari depan. Tanah rumah ibadah tersebut, merupakan tanah hibah Sri Sultan. Di pelataran rumah ibadah itu, dahulu pernah beberapa kali dipertunjukkan wayang Cina – Jawa.


Gan Thwan Sing
(1885 – 1966)
Pencipta wayang Cina – Jawa di Yogyakarta

Gani Lukito alias Gan Lian Kiem
Satu-satunya putera mendiang Gan Thwan Sing.
Gambar Nomor 85
Gambar Nomor 85

Sebagian dari wayang Cina – Jawa karya Gan Thwan Sing yang terpajang dalam satu satu vitrin Ruang Wayang, Museum Sana Budaya, Yogyakarta. Tokoh-tokoh wayang tersebut, tanpa palemahan wayang atau siten-siten.

Wakil-wakil masyarakat Cina di Yogyakarta bergambar bersama-sama dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX beserta para pangeran lainnya. Di tengah-tengah, terletak monumen persembahan mereka. Keterangan gambar dari kiri ke kanan : B.P.H. Soeryowidjojo (Gading), B.P.H. Soerjopoetro (Ngasem)' B.P.H. Praboeningrat (Kraton), B.R.M. Soenjoto (Notoprajan), B.P.H. Poedjokoesoemo (Pujakusuman), B.P.H. Moerdaningrat (Rotowijayan), B.P.H. Hadikoesoemo (Timur Kraton), B.P.H. Hadinegoro (Bintaran), B.P.H. Mangkoediningrat (Ngampilan), Oen Tjoen Hok (Tugu Kidul), Lie Gwan Ho (Malioboro ), B.P.H. Boeminoto (Bintaran Tengah), Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Ir. Liem Ing Hwie (Gondolayu).

Kuda

Salah satu dari dua buah wayang peninggalan Gan Thwan Sing yang sampai sekarang masih disimpan oleh keluarga Gani Lukito. Terbuat dari kulit (kerbau) dengan palemahan wayang atau siten-siten.

Burung Hong

Peninggalan Gan Thwan Sing yang lain, berbentuk burung Hong. Terbuat dari kulit (kerbau) dengan palemahan wayang atau siten-siten.

Pertunjukan wayang Cina – Jawa dengan dalang Kho Thian Sing (Bah. Menang). Duduk di belakangnya adalah Gan Thwan Sing yang bertindak sebagai pembantu dalang. Tokoh-tokoh wayang, semuanya diberi palemahan wayang atau siten-siten.


Tokoh seorang panglima (senapati) puteri. Mungkin tokoh tersebut adalah Hwan Lee Hwa.

Tokoh seoang paderi pengemis. Mungkin tokoh tersebut adalah Lie Siang Wo alias Hsuan Tsang.

Tokoh seorang panglima tinggi. Mungkin panglima tersebut adalah Tig Jing.

Tokoh seorang permaisuri atau ratu.

Tokoh seorang puteri raja.

Tokoh seorang penasehat raja.

Tokoh seorang paderi.

Tokoh seorang penasehat perang.

Tokoh seorang pertama. Dengan hiasan busana bermotif Pat Kua – T'aj Ciek.

Tokoh seorang perwira muda.

Tokoh seorang perwira. Dengan hiasan busana bermotif bunga berkelopak delapan.

Tokoh seorang perwira puteri bertindak sebagai komandan pasukan. Busana bagian bawah sudah terpengaruh gaya wayang kulit Jawa.

Tokoh seorang Perwira tinggi. Tokoh ini mirip dengan Tee Lip Hong.

Tokoh seorang penyelidik (intel). Busana bagian bawah sudah terpengaruh gaya wayang kulit Jawa.

Tokoh seorang bangsawan tinggi. Busana bagian bawah sudah terpengaruh gaya wayang kulit Jawa.

Tokoh seorang perwira puteri. Busana bagian dada berhiaskan bunga teratai.

Tokoh seorang bintara.

Tokoh seorang panglima tinggi. Busana bagian bawah sudah terpengaruh gaya wayang kulit Jawa.

Tokoh seorang panglima tinggi. Hiasan busana yang berupa kepala kala, sudah terpengaruh gaya kala Jawa.

Tokoh seorang raja muda, atau pangeran.

Tokoh seorang perdana menteri (patih)

Tokoh seorang perwira tinggi (Tumenggung). Hiasan kepala kala, sudah terpengaruh kala Jawa.

Tokoh seorang perajurit.

Tokoh seorang penjaga malam.

Tokoh seorang punggawa.

Tokoh seorang rakyat.

Tokoh seorang abdi. Bentuk hidungnya seperti bentuk hidung pisekan wayang kulit Jawa. Tidak mengenakan penutup kepala.

Tokoh seorang punggawa kerajaan.

Tokoh seorang permaisuri.

Tokoh seorang puteri raja.

Tokoh seorang puteri bangsawan.

Tokoh seorang ibu suri raja.

Tokoh seorang paderi wanita. Busana berhiaskan Pat Kua – T'ai Ciek.

Tokoh abdi wanita (emban). Tiruan dari tokoh Cangik. Bentuk kaki dengan diberi palemahan wayang atau siten-siten, serupa dengan wayang kulit Jawa.

Tokoh abdi wanita (emban). Tiruan dari tokoh Limbuk. Bentuk kaki dengan diberi palemahan wayang, serupa dengan wayang kulit Jawa.


Tokoh seorang wanita biasa

Tokoh seorang raja.

Tokoh seorang penasehat raja.

Tokoh seorang pembawa benda upacara kehormatan (regalia). Kedua belah tangannya tak dapat digerak-gerakkan, itulah sebabnya tidak diberi cempurit.

Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta

Tokoh seorang paderi. Tokoh ini mirip
paderi siluman yang bernama Thee Pan To Jin.

Tokoh seorang kebiri (euneuch) yang menjadi pembesar rumah tangga kerajaan. Bentuk hidungnya serupa dengan bentuk hidung pisekan wayang kulit Jawa.


Tokoh seorang kebiri (euneuch) dalam istana raja.

Tokoh seorang kepala pendeta. Memakai hubah berhiaskan Pat Kua – Tai Ciek.

Tokoh seorang pembesar tinggi, atau seorang hartawan. Busana berhiaskan burung bangau dan bunga.

Tokoh seorang punggawa kerajaan.

Tokoh seorang raja.

Tokoh seorang menteri atau penasehat raja.

Tokoh seorang abdi

Tokoh seorang gubernur atau kepala daerah.

Tokoh seorang bupati.

Tokoh seorang panglima (senapati). Hiasan kala, sudah terpengaruh gaya kala Jawa.

Tokoh seorang tumenggung.

Tokoh seorang penjahat atau perampok.

Tokoh setanan yang serupa dengan wayang kulit Jawa. Tanpa cempurit.

Tokoh setanan berkepala tiga ini serupa dengan wayang kulit Jawa. Tanpa cempurit.

Detail dari empat buah tombak dengan panji-panji bertuliskan "ling", artinya "komando" sebagai tanda pengenal seorang panglima atau komandan pasukan. Hiasan yang menyerupai kala, adalah kepala Liong yang sudah distilir.

Detail hiasan kala yang sudah terpengaruh hiasan kala wayang kulit Jawa.
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Detail bentuk mata yang serupa dengan bentuk mata plelengan wayang kulit Jawa. Bentuk hidung serupa dengan bentuk hidung cempaluk. Hiasan kala yang sudah terpengaruh gaya kala wayang kulit Jawa. Perhatikan pula ujung gapit yang hanya sampai di batas tubuh (gembung).

Tandu untuk seorang puteri raja.

Kereta berkuda dengan saisnya. Bentuk kereta mengambil model salah satu kereta milik kraton Kesultanan Yogyakarta.


Seorang yang dihukum mati.
Contoh dari 12 buah kepala berbagai tokoh wayang yang dibuat lepas. Bagian leher dibuat lebih panjang untuk dimasukkan ke dalam rongga tubuh (gembung) di ujung atas gapit.

Contoh dari duapuluh sembilan buah kepala berbagai tokoh wayang yang dibuat lepas.

Tokoh Liong, hewan mitologis Cina kuna.

Tokoh Kilin, hewan mitologis Cina kuna.

Tokoh Liong yang mempunyai tiga macam kaki
(Liong, kuda, macan).

Gajah putih.


Seekor badak.

Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta

Seekor banteng loreng.

Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta

Sekeluarga pelanduk.

Seekor kambing

Seekor ikan dan seekor kura-kura

Seekor burung bangau.

Seekor kuda putih dengan pelana dan perlengkapan kebesaran.

Seekor kuda belang.

Seekor kuda kenaikan perwira, lengkap dengan pelananya.

Seekor kuda liar.

Sebuah kapal layar Cina. Haluan kapal berbentuk kepala Liang. Di puncak tiang, dikibarkan panji-panji (Lian).

Dua buah panji-panji kerajaan.

Mahligai raja dengan sandaran bermotif Liong.

Payung kebesaran dengan hiasan Liong. Kepala Liong sudah distilisasi.

Kain penutup meja sembahyang (altar) dengan hiasan Liong Kain penutup meja sembahyang (altar) dengan hiasan Liong. Kepala Liong sudah distilisasi.

Perlengkapan meja sembahyang (altar) bernpa lilin-lilin dan batang-batang dupa (hio so). Dengan sesajian bunga-bunga serta buah-buahan.

Nyala api.

Benda-benda bungkusan dengan pikulan.

Wisma Cina bertingkat dua, dilihat dari samping.


Pintu depan wisma Jawa.

Sebuah genta untuk upacara keagamaan.

Sebuah pohon beringin berpagar. Model diambil dari pohon beringin berpagar (waringin kurung) yang terletak di tengah-tengah alun-alun Utara kota Yogyakarta.

Pohon beringin berpagar (waringin kuning) di tengah-tengah alun-alun Utara kota Yogyakarta yang dijadikan model.

Berbagai jenis senjata bercorak Cina

Barisan atau Rampogan.

PETA YOGYAKARTA.


== CONTOH SURAT TEPAS DARAH DALEM KARATON YOGYAKARTA. ==

di bawah ini copy "Serat Kekancing" bagi N. Ngt. Pujiastuti dari Tepas Darah Karaton Yogyakarta. Yang menyatakan bahwa si pemegang adalah masih keturunan keluarga kraton Yogyakarta.

Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta
Wayang Chinese - Javanese in Yogyakarta

DAFTAR KATA DAN ISTILAH SERTA PENJELASANNYA

Daftar Kata dan Istilah pedalangan wayang kulit Jawa, musik, seni tari Jawa, dan lain-lain.

Ada-ada : Nyanyian pendek seorang dalang untuk melukiskan suasana gawat atau tegang.
Cariyos : Monolog dalang menggambarkan pergantian adegan. Biasanya dalam kalimat akhir berisi kata-kata yang berupa isyarat bagi para pemusik (niyaga) untuk mengiramakan sesuatu lagu (gendhing) tertentu atau kunci nada (pathet) irama gamelan.
Ginem : Dialog antara para tokoh wayang.
Janturan : Monolog dalang. Melukiskan keadaan sesuatu negara. Nama-nama, gelar-gelar raja. Watak tabiat raja. Melukiskan seseorang tokoh permaisuri, puteri raja. Menggambarkan perasaan tokoh wayang atau suasana dalam adegan.
Kanda, kandha : Lihat cariyos.
Kombangan : Suara berirama dalang yang berbunyi O. Menandai akhir janturan. Atau akhir suluk. Dapat juga dibawakan di antara dialog.
Ngepel : Salah satu sikap tangan penari Jawa. Ibu jari direnggangkan, ditekuk. Pucuk ibu jari diletakkan tepat pada ruas tengah jari telunjuk. Ketiga jari-jari yang lain ditekuk, ujung-ujungnya diletakkan pada telapak tangan. Ruas jari kelingking bagian bawah ditegakkan, yang tengah dan yang atas ditekuk. Ujung kelingking dilekatkan di jari manis. Ruas pergelangan tangan ditegakkan, telapak tangan menghadap ke muka.
Ngiting, ngithing : Salah satu sikap tangan penari Jawa. Ibu jari
: tegak, ruas-ruas ibu jari ditekuk. Ujung ibu jari diletakkan di atas ujung jari tengah (ujung jari saling beradu), sehingga membentuk lingkaran bulat. Ketiga jari yang lain terbuka, ruas-ruas jari bagian bawah berdiri, bagian tengah dan atas ditekuk. Ruas pergelangan tangan ditekuk ke atas, sehingga telapak tangan menghadap ke muka.
Pathetan, Patetan : Monolog dalang dalam nyanyian pendek yang disesuaikn dengan kunci nada atau nada dasar irama gamelan.
P e l o g : Jenis tangga nada gamelan. Irama-iramanya mengesankan ketenangan, keagungan atau penuh kesungguhan.
Pocapan : Lihat Ginem.
Ruwatan : Upacara tolak bala. Upacara ruwatan biasanya disertai dengan pertunjukan wayang kulit dengan lakon ceritera tertentu, yang maksudnya untuk membebaskan dari petaka yang menimpanya. Pertunjukan wayang kulit diadakan pada siang hari.
Sendhon, sendon : Nyanyian dalang untuk melukiskan sesuatu tempat, keadaan, suasana yang mengharukan.
Slendro : Jenis tangga nada gamelan. Irama-iramanya mengesankan kegembiraan, kelincahan atau santai.
Suluk : Lagu-lagu khusus yang dibawakan oleh dalang yang syair-syairnya berkaitan dengan adegan lakon atau jalan ceritera. Secara umum, mencakup pathetan, sendhon, ada-ada.



Daftar Kata dan Istilah yang berhubungan dengan nama-nama, lambang-lambang, agama/kepercayaan, dan lain-lain.

Bambu : Lambang keteguhan hati, jasmani, rohani. Bambu juga merupakan lambang keuletan, lambang umur panjang.
Bangau : Lambang umur panjang.
Buddhisme : Ajaran yang disampaikan oleh Sang Buddha. Sebelum menerima pengetahuan tentang ajaran hidup, Sang Buddha bernama Sidarta. Beliau adalah seorang pangeran, putera mahkota raja Sudoddhana dari Kapilawastu. Ajaran Buddha adalah mencari jalan (dengan moksa) untuk menuju ke Nirwana sebagai tujuan akhir hidup manusia.

Dalam perkembangannya ajaran Buddha sampai di negeri Tiongkok, terbaur dengan kepercayaan setempat. Pengaruhnya terhadap kesenian; pada seni lukis, hiasan keramik, simbol-simbol agama Buddha dan lain-lain.
Di dalam iconografi, pantheon Buddha di Tiongkok sudah berbeda sekali dengan negeri asalnya yaitu India. Terutama nampak pada roman mukanya, matanya. Penganut agama Buddha kebanyakan menyimpan area Sang Buddha yang dimuliakan. Patung Buddha di rumah orang Tionghoa disebut Ji Lai Hud.

Confusius : Nama salah satu kepercayaan di Tiongkok. Confusius berasal dari Kung Fu Tse. Artinya, ahli filsafat Kung. Kung Fu Tse lahir di negeri Lu pada lebih kurang tahun 550 sebelum Masehi. Ia meninggal pada usia 72 tahun, dan dimakamkan di Csju-fu.
Hio -lou : Perapian dupa (hip = dupa, lou = perapian).
Tempat tancap batang dupa (hio lou) terbuat dari timah, berkaki empat dan berkuping di kiri-kanannya.


- dua buah tengah lingkaran yang masing-masing ada sebuah titik di lengkungnya, digambarkan gelap dan terang. Yang digambarkan dengan warna gelap diartikan dengan lambang wanita (Weiblich). Sedang yang digambarkan dengan warna terang diartikan dengan lambang laki-laki (manlich).
Dapat juga diartikan dengan adanya :
- dunia atas
- dunia bawah.

- Garis-garis yang berbeda, terletak di delapan mata angin mempunyai arti :
angin
awan
zat cair, air
guntur, halilintar
gunung
kabut, udara, asap, cuaca.
api, panas, cahaya
bumi, tanah.
Simbol Ta'i Ciek - Pat Kua pada umumnya dipasang di atas pintu rumah Tionghoa. Maksudnya sebagai penolak bala.

Yang Yin : Kepercayaan orang Tionghoa akan adanya dua tenaga yang menggerakkan seluruh alam.
Yaitu:

Pada bagian depan terukir sebuah huruf Tionghoa, huruf "hi" (Hokkian) = bahagia. Di sebelah kanan dan kiri hio-lou ada dua buah pelita. Bagi keluarga yang moderen diberi sepasang lampu listrik yang berdiri. Selain itu juga lilin merah/atau lilin-lilinan yang terbuat dari kayu, dicat merah dan dihias dengan sebaris huruf Cina pada kedua hio-lou itu. Di suatu meja panjang bundar yang berisikan dupa.

Hio-lou : kedua buah pelita,
kedua buah lilin,
kedua buah lilin-lilinan kayu,
sebuah kotak dupa,

kesemuanya itu adalah merupakan alat-alat pemujaan leluhur dalam rumah.

Hong Kiao Li Tan : Adalah basil karya sastra Tiongkok pada jaman dahulu. Yang isinya menceriterakan nasib anak-anak keturunan Siek Jin Kui.
Kelelawar : Lambang kebahagiaan.
K i l i n : (Chi' lin),
- Kehadirannya pada saat kelahiran Khong Hu Cu.
- Binatang mitos yang merupakan
: perpaduan antara dua jenis. Yaitu :

Chi'= manlich
L i n = weiblich
- Chi' lin adalah lambang inkarnasi dari 5 unsur yang berarti kesempurnaan.
- Tubuh kilin sejenis rusa, ekor seperti seekor keledai dan bertanduk.

Kwan Yin/Kwan Im : Seorang Dewi dalam kepercayaan orang Tionghoa yang dipatungkan. Sang Dewi mempunyai sifat-sifat welas asih pada seluruh umat.
Lao Tse : Nama seorang ahli filsafat di Tiongkok. Umurnya lebih tua sedikit dari Confusius. Lao Tse mengajarkan akan ad anya tenaga gaib (Tap) yang bekerja dan ada di dalam alam semesta. Tenaga gaib ini terdapat juga di dalam hidup manusia. Orang yang bijaksana akan membiarkan dirinya untuk dipimpin oleh Tao. Tao yang berarti tenaga gaib ini, orang-orang yang mempercayainya, yaitu terhadap ajaran yang diajarkan Lao Tse disebut Taoisme. Dasar Taoisme adalah Kitab "Tao Te Ching", yang menurut tradisi adalah merupakan peninggalan Lao Tse.
L i a n : Panji-panji.

Panji-panji yang dibawa perajurit di dalam medan perang sering bertuliskan "ling", yang berarti = perintah. Dalam "Wayang Cina Jawa dari Yogyakarta" banyak tokoh-tokoh wayang (perajurit) yang membawa bendera komando.

Naga (Liong) : Binatang mitos yang dianggap sebagai penjaga langit, pengatur angin dan hujan.
- Naga dengan lima jari-jari : Adalah lambang kekaisaran sejak awal dinasti
Han. Lambang naga dalam busana dipakai oleh Putera Kaisar, punggawa-punggawa tinggi (eselon satu dan dua).
Naga dengan empat jari-jari : Lambang naga dengan empat jari-jarinya, dalam busana, dipakai oleh punggawa-punggawa menengah.
Nio-nio : Sri Baginda Putri.
Ong : Raja.
Ong te : Kaisar.
Phoenix : Burung Hong. Sejenis burung sorga menurut kepercayaan Cina atau dalam mitos, phoenix merupakan salah satu lambang kekaisaran. Juga sebagai lambang hidup yang abadi.
Sam Kauw Hwee : Ikatan tiga kepercayaan yang ada di Tiongkok. Yaitu Confusius, Taoisme, Buddhisme. Di dalam lukisan-lukisan Cina klasik ketiga kepercayaan tersebut digambarkan sebagai jamur, pohon bambu dan batu karang.
San sui : Gunung dan air.
Istilah seni lukis Tiongkok untuk lukisan-lukisan pemandangan alam, dengan gunung dan air sebagai anasir yang menguasai keadaan seputarnya. Gunung dan air merupakan anasir alam yang dipandang tinggi oleh bangsa Tionghoa.
Seek Yu : Adalah hasil karya sastra jaman Kerajaan Ming. Karya sastra yang berupa ceritera legenda, fabel ini ditulis oleh Wu Cheng En, pada tahun 1500 — 1580 M. Inti ceritera tersebut adalah :
Perjalanan pendeta Tong Tai Cu ke India untuk mengambil kitab-kitab suci Agama Buddha. Pendeta itu diiringkan ketiga muridnya, yaitu :
- Kera sakti: Sun Go Kong
- Siluman babi : Ti Pat Kai
- Siluman air: Se ceng
Selain cerita tersebut, di antaranya juga memuat episode tentang perjalanan Kaisar Li Shih Min (dalam lafal Hokian : Li Si Bin), dari kerajaan Tang menuju ke Neraka. Perjalanan ini melalui "mati" lebih dahulu. Karena pegawai di akhirat menyukai pribadi Li Shih Min/Li Si Bin, maka dalam kitab catatan umur, Li Si Bin ditambah. Dari pegawai akhirat itu li Si Bin mengetahui kalau di sana tidak ada buah semangka. Maka setelah kembali ke dunia (hidup kembali), Li Si Bin mengirimkan buah semangka melalui orang yang ikhlas meninggal. Buah semangka itu ditujukan kepada pegawai-pegawai di akhirat.
Cerita Seek Yu telah digubah memjadi cerita ketoprak dengan nama Sang Prajaka.
Slek Jin Kui Ceng Se : Buku ceritera mengenai Siek Jin Kui pada waktu berperang ke Barat.
Siek Jin Kui Ceng Tang : Buku ceritera mengenai Siek Jin Kui pada waktu berperang ke Timur.
Siu tsai : Pelajar, mahasiswa.
Ta'i Ciek - Pat Kua : Simbol filsafat Cina yang menggambarkan adanya dua unsur di dalam kosmos yang bersifat manlich (laki-laki), dan weiblich (wanita).
Dua yang berlawanan. Misalnya :
- laki-laki dan wanita
- panas dan dingin
- terang dan gelap.
Selain dua unsur yang berlawanan itu, ada lagi yang tidak kalah pentingnya dengan unsur-unsur tersebut, yaitu adanya delapan mata angin yang merupakan gambaran alam semesta. Masing-masing mata angin mempunyai simbol/lambang dan arti sendiri-sendiri.
DAFTAR INFORMAN
No. Nama Umur/th Pekerjaan Alamat Bahasa yang dikuasai/dimengerti
1. Gani Lukito alias Gan Lian Kiem 56 Swasta dalam bidang musik Jogonegaran, Yogyakarta. Jawa, Indonesia, Belanda.
2. Glinding Seto Pangarso 65 Karyawan RRI Studio Nusantara I, Bag. Kesenian. Kemetiran Kidul Gt. V/82 Yogya. Jawa, Indonesia.
3. Hendro Yuwono 56 Swasta/Ped. Barang Antik (Pengusaha). Malioboro 55 Yogyakarta. Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda, Kuo Yu.
4. Hs. Tjhie Tjay Ing 45 Pimpinan Rumah Ibadah Confusios, Sala. Jl. Jagalan 15 Sala. Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda, Kuo Yu.
5. Larasati, Nyi Mas Rio 76 Waranggono. Gendingan Gt.Ng. V/92 Yogyakarta. Jawa, Indonesia
6. Magdalena Sukartono, Dra. 39 Direktris LPK Pendidikan
Sekretaris B.W.
Kepuh Gk. II/92 B. Yogyakarta. Jawa, Indonesia, Kuo Yu, Inggeris.
7. Paulus Wikanta Suleman SH alias Liem Liang Hoei SH. 45 Dosen di Fakultas Hukum Univ. Atma Jaya, Yogyakarta Jl. Jen. Sudirman 18 Yogyakarta. Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda, Jerman, Perancis, Kuo Yu.
8. Pudjiastuti, R.Ngt. alias Lie Kiem Lian 53 Swasta/Pengusaha Toko Radio Kim. Ngadiwinatan, Yogyakarta. Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda.
9. Samsudjin Probohardjono. ± 60 Dosen Mata Kuliah Pedalangan pada ASKI Sala. Jl. Slamet Riyadi 360 Sala. Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda.
10. Singgih Djatilaksana alias S.D. Liong 50 Pengusaha Penerbit dan Toko Buku "Marga Jaya" Jl. Setabelan 32 Sala Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda, Kuo Yu.
11. Subarsono. 47 Karyawan Museum Sana Budaya, Yogyakarta. Basen, Yogyakarta Jawa, Indonesia.
12. Urip Santosa alias Liem Ing Djien 57 Pengusaha Toko Radio Kim Yogyakarta. Ngadiwinatan Yogyakarta Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda
13. Wahyono M. Drs. 40 Karyawan Museum Pusat Jakarta (Tenaga Ahli Bid. Arkeologi). Jl. AM Sangaji 6 Yogyakarta. Jawa, Indonesia, Inggeris, Belanda, Perancis.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Aquasie Boachi, "Mededeelingen over de Chinizen op het Eiland Java", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, Vierde Deel, Frederik Muller, Amsterdam, 1856.

2. Darmosoegito, Kota Jogjakarta 200 Tahun, Panitya Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun, Jogjakarta, 1956.

3. Graaf, de H.J., "Boekbespreking", DJAWA, 19e Jaargang, Java-Instituut, Jogjakarta, 1939.

4. Koesoemadilaga, KPA., Serat Sastramiruda, buku tulisan tangan dalam bahasa dan aksara Jawa, koleksi Perpustakaan Museum Radya Pustaka, Surakarta, tanpa tahun.

5. Krida Beksa Wirama, Pitedah Pepatokaning Piwoelang Djoged Bedaja - Srimpi, I, Per. Mataram, T.- No. 3577 Dk., Ngajogjakarta, Ku Gatsu 2603.

6. Pigeaud, Th.G.Th., "Javanese and Balinese Manuscripts etc., Descriptive Catalogue" im Verzeichnis der Orientalischen Handscriften in Deutschland, W. Voigt, Wiesbaden, 1975.

7. Poerbarjaraka, R.M.Ng. dkk., Kepustakaan Djawa, Cet. II. Pen. Djambatan, Djakarta, 1957.

8. Roorda, T. dkk., Javansch Nederlandsch Woordenboek, A.C. Vreede - J.G.H. Gunning, Amsterdam -- Leiden, 1901.

9. Sajid, R.M., Bauwarna wajang, P.T. Pertjetakan Republik Indonesia, Jogjakarta, 1958.

10. Seltmann, F., "Wajang Titi- Chinesisch es Schattenspie in Jogjakarta", RIMA Vol, 10:1, University of Sidney, Australia, 1976.

11. _________, "Schattenspiel in Sud - Tamil - Nadu", Bijdragen Tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, deel 135, 4e Aflevering, 's-Gravenhage - Martinus Nijhoff, Leiden, 1979.

12. Soekanto, Sekitar Jogjakarta 1755 - 1825, Pen. Mahabarata, Djakarta, Amsterdam, 1952.

13. Slamet Soetarso, Ki., Pedalangan Jangkep, Penerbit/Toko Buku "K.S.", Solo, 1973.

14. Sri Sultan Hamengku Buwono V, Babad Mentawis Ngayogyakarta (tulisan tangan), Yogyakarta. 1847.