Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis/Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Menghadapi keadaan sistem keuangan di berbagai negara termasuk Indonesia yang serius dan telah mengancam kelangsungan dan stabilitas sistem perekonomian pada awal sampai pertengahan tahun 2008, beberapa Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari berbagai negara melakukan pembahasan yang intensif untuk membuat langkah-langkah menanggulangi ancaman tersebut. Menteri Keuangan RI tentu tidak berdiam diri menyikapi keadaan tersebut. Langkah-langkah inisiatif segera dilakukan dengan penyusunan kebijakan strategis (policy response) di berbagai bidang sektor keuangan, seperti: relaksasi penilaian asset berdasarkan harga pasar (marked to market valuation), suspensi Bursa untuk sementara, melakukan redifinisi kriteria pembiayaan darurat dalam UU APBN, penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait sektor keuangan, optimalisasi likuiditas di beberapa Bank Pemerintah, serta kunjungan ke berbagai negara sahabat untuk membicarakan dan menyepakati setiap peluang dalam rangka memelihara likuiditas perekonomian nasional. Keadaan pada masa-masa itu sangatlah serius dan mengkhawatirkan. Berita keguncangan di pusat-pusat keuangan dunia bermunculan setiap hari. Dunia perbankan di Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan negara-negara di Asia lainnya betul-betul dilanda kecemasan yang dalam karena informasi penutupan, pembekuan dan likuidasi bank-bank. Demikian pula halnya di sektor pasar modal, dan pengelolaan dana masyarakat lainnya seperti hedge fund, equity fund, dana pensiun, perasuransian termasuk pula di pasar uang dan merambat ke sektor riil menghadapi tekanan yang berat.
Seperti aliran sungai yang tumpah dari gunung, kondisi tersebut secara
cepat menghantam sistem keuangan di berbagai penjuru dunia termasuk
Indonesia. Kegiatan sektor keuangan semakin mengkawatirkan. Di sana sini
persoalan bermunculan, kesulitan likuiditas di sektor perbankan,
kepercayaan antar Bank mulai hilang, potensi penarikan dana penabung
secara besar-besaran (bank runs) makin terlihat, harga saham dan obligasi
terjun bebas, penjualan surat berharga dengan diskon besar (forced sale)
terjadi di mana-mana, penarikan dana (redemption) besar-besaran di reksa
dana mulai tampak, hancurnya nilai aktiva bersih di produk-produk hibrid¸
Rupiah melemah mencapai di atas Rp 12.000, dan bahkan cadangan devisa
terkuras tajam pada masa-masa itu. Tentu, ini tanda-tanda krisis di sektor
keuangan!
Dunia keuangan berkabung. Biaya pemulihan krisis mencengangkan hingga
kita tidak dapat menghitung biaya tersebut dalam logika kemanusiaan. Pada
penghujung tahun 2008 saja, Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan yang
menelan biaya hampir 1,3 triliun USD untuk menyelamatkan
perekonomiannya. Sungguh sedemikian mahal biaya penyelamatan itu.
Bagaimana kalau keadaan itu terjadi di negara kita yang tercinta, berapa
generasi berikutnya yang harus menanggung biaya tersebut. Tentu kita
belum lupa dengan biaya sebesar lebih dari Rp 600 triliun untuk
menyelamatkan perbankan nasional pada saat krisis 1997/1998. Namun,
sebagai bangsa yang memiliki semangat dan tujuan yang mulia, pada saat itu,
segala upaya, tenaga, dan pengetahuan yang ada dikerahkan untuk
melakukan perbaikan dan pembenahan secara simultan dengan pilihan yang
paling kecil mudharatnya.
“Lebih baik mencegah adalah merupakan kebijakan yang selalu lebih baik
daripada mengobati”. Ungkapan kebajikan ini merupakan ungkapan yang
tepat untuk menggambarkan suasana bathin yang mengilhami spirit dari
rapat KSSK pada malam 20 November 2008 lalu. Spirit itu pula yang
mendorong semua pihak rela melakukan rapat maraton hingga dini hari.
Berpacu dengan waktu, KSSK mengambil keputusan yang terbaik untuk
menangani Bank Century demi menyelamatkan sistem keuangan dan
perekonomian nasional dari jurang krisis.
Berdasarkan data, fakta, informasi dan analisis yang disampaikan Bank
Indonesia, disertai pencermatan atas situasi yang terjadi di dalam negeri
maupun luar negeri termasuk pandangan-pandangan berbagai pihak, maka
pada dini hari, 21 November 2008, KSSK menetapkan Bank Century sebagai
bank gagal berdampak sistemik. Setelah itu, Bank tersebut ditangani dan
berada dalam kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dari pengalaman berbagai negara, keputusan untuk melakukan
penyelamatan yang bersifat sistemik sering memicu perdebatan antara
pihak yang pro dan kontra. Pembuat kebijakan selalu dihadapkan pada
pilihan-pilihan yang sulit bahkan seringkali harus menghadapi dilema untuk
mengambil tindakan atau tidak. Demikian pula halnya dengan keberadaan
KSSK, selaku komite yang dibentuk dalam rangka menjaga stabilitas sistem
keuangan Indonesia, tidak terhindarkan dari dilema tersebut. Bulan
November 2008 adalah bulan yang berat bagi KSSK, untuk memutuskan
kebijakan ”mencegah”, atau “membiarkan” krisis menghantam negeri ini
seperti Negara-negara di Amerika, Eropa, dan Negara-negara Asia lainnya.
KSSK tidak mau mengambil risiko untuk tidak menyelamatkan Bank Century
yang berpotensi mengguncang sistem keuangan nasional pada saat itu. KSSK
tidak mau mengulang situasi krisis pada tahun 1997 yang diawali penutupan
16 (enam belas) bank kecil di akhir tahun 1997.
Tapi memang, dapat dipahami bahwa sebuah keputusan selalu menimbulkan
dua tanggapan: pro dan kontra. Keputusan KSSK kemudian dianggap tidak
tepat dan tidak sesuai prosedur. Beberapa pihak mempertanyakan banyak
hal. Dimulai dari tidak adanya kriteria terukur tentang dampak sistemik.
Lalu, apa dasar penilaian Bank Century sebagai bank gagal berdampak
sistemik sehingga perlu diselamatkan? Adakah motif lain dibalik
penyelamatan Bank Century? Sampai dengan, mempermasalahkan proses
pengambilan keputusan yang dianggap tidak transparan, karena KSSK tidak
berkonsultasi terlebih dahulu dengan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat RI. Pandangan negatif lainnya adalah KSSK dianggap bertanggung
jawab menggelembungkan dana talangan dari Rp. 683 miliar pada rapat
awal hingga menjadi Rp. 6,76 triliun pada keputusan akhir. KSSK dianggap
turut terlibat dalam penyaluran dana penyertaan modal LPS kepada Bank
Century.
Pertanyaan-pertanyaan dan tuduhan tersebut bukan saja tidak benar, tapi sering diarahkan secara simpang siur oleh pihak tertentu tanpa pemahaman yang memadai terhadap keadaan sebelum, saat, dan setelah Bank Century diselamatkan. Namun, kesabaran dan sikap lapang dada senantiasa harus dipelihara dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dan tuduhan tersebut. Krisis keuangan telah mampu dilewati, biaya penyelamatan dapat diminimalkan, dan kepercayaan masyarakat terhadap bisnis dan industri keuangan telah tumbuh kembali. Tentunya sikap kritis dan perhatian dari semua pihak harus pula dihargai, sebab semua itu, demi kemajuan bangsa dan Negara. Buku putih ini akan mengajak kita semua untuk memahami lebih dalam dan utuh mengenai permasalahan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik oleh KSSK. Buku ini juga akan menggambarkan fungsi, peran, serta kewenangan yang dimiliki BI, LPS dan KSSK, sebagai lembaga yang menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melalui paparan kronologis mekanisme rapat KSSK saat mengambil keputusan tentang penanganan Bank Century, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas kepada publik, yaitu bahwa rentannya kondisi perekonomian dunia dan nasional pada saat itu yang mengharuskan KSSK untuk mengambil keputusan tersebut demi kepentingan yang jauh lebih besar dan demi penyelamatan perekonomian nasional. Tentu, ”tak ada gading yang tak retak”. Kesempurnaan hanya milik yang esa yaitu Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, sebagai bagian dari KSSK adalah manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Namun yang pasti keputusan yang diambil merupakan hasil pertimbangan akal sehat yang matang, transparan, akuntabel, serta didasari niat baik demi dan untuk keselamatan perekonomian nasional.
Semoga buku putih ini dapat memberikan pencerahan dan pemahaman yang lebih jernih bagi seluruh kalangan dan masyarakat secara luas. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, Januari 2010 Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Departemen Keuangan RI
SEKILAS TENTANG BUKU INI
Seiring berjalannya waktu, polemik Bank Century semakin tidak terarah.
Setiap hari isu yang muncul atau dimunculkan selalu berganti, tanpa
dilakukan klarifikasi yang memadai oleh yang layak memberikan penjelasan.
Klarifikasi atas sesuatu hal dirasa menjadi sangat mahal di masyarakat.
Keadaan semakin kontra produktif. Pada akhir tahun 2009 isu dan rumor
yang simpang siur semakin bermunculan di masyarakat. Bila dibiarkan, ini
tentu akan memicu sentimen negatif para pelaku pasar. Bukan itu saja,
kondisi ini juga akan jadi tekanan berat bagi Bank Century (saat ini menjadi
Bank Mutiara) yang sedang bekerja keras untuk memperbaiki diri.
Ibarat menempuh perjalanan berliku, seorang sopir perlu melihat ramburambu
jalan agar tidak salah arah dan tersesat. Demikian juga dengan
polemik Bank Century. Perlu sebuah pedoman ringkas namun lengkap
sebagai acuan bagi masyarakat di belantara informasi yang ada, agar
masyarakat tidak salah duga dan salah arah menyikapi hal ini. Sehingga,
kelak informasi di masyarakat yang bernuansa fitnah, hujatan, dan tuduhan
yang menyakitkan dan tidak berdasar dapat dihindari.
Untuk itu, dirasa perlu menerbitkan sebuah buku putih sebagai upaya
pelurusan informasi. Tujuannya, agar masyarakat tahu kedudukan dan
peran KSSK yang sesungguhnya dalam polemik ini. Sampai sebatas mana
sebenarnya peran dan fungsi KSSK menurut undang-undang yang berlaku
dalam penanganan Bank Century.
Buku putih ini menjelaskan banyak hal. Dari latar belakang perekonomian
global dan nasional pada masa itu, hingga peran dan fungsi Bank Indonesia
(BI), KSSK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam keputusan
penanganan Bank Century.
Kita tentu sadar perekonomian global kala itu sedang dilanda krisis. Semua
elemen bangsa tentu tak mau kerusakan akibat krisis seperti pada 1998 lalu
terulang lagi di Indonesia. Untuk mencegahnya, harus ada keputusan dan
tindakan yang cepat dan tepat dengan risiko dan biaya seminimal mungkin.
Memang, tidak ada yang tahu apakah krisis ekonomi akan kembali melanda
Indonesia. Namun antisipasi harus ada dan pencegahan harus dilakukan
sedini mungkin. Inilah semangat mulia yang melatarbelakangi KSSK
membuat keputusan penanganan Bank Century.
Akhirnya keluarlah keputusan penanganan itu. Keputusan dibuat secara
kredibel dan transparan, tanpa mempedulikan apa nama bank itu, siapa
pemiliknya, dan siapa saja nasabahnya. Dengan kata lain, bank apapun yang
mengalami kondisi seperti Bank Century pada saat itu, dan dianggap
berpotensi menimbulkan kerusakan sistemik terhadap perekonomian
Indonesia, pasti akan ditangani serupa. Tentu, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Runtutan peristiwa berawal dari kegagalan kliring Bank Century pada 13
November 2008 lalu. Ini menyebabkan Bank Indonesia meminta Menteri
Keuangan untuk mengadakan rapat konsultasi. Sejak tanggal itu, dimulailah
rapat-rapat konsultasi maraton hingga rapat pengambilan keputusan KSSK
yang dilakukan pada dini hari tanggal 21 November 2008.
Dalam rapat pengambilan keputusan tersebut, KSSK memutuskan Bank
Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang harus diselamatkan.
Jika tidak diselamatkan, kepanikan bukan saja akan terjadi pada nasabah
Bank Century yang akan menarik dana mereka, namun juga pada nasabah
dari bank-bank lain. Akibatnya, hal ini akan mengganggu sistem pembayaran
dan pasar keuangan di Indonesia. Kita semua belum lupa atas trauma krisis
perbankan pada tahun 1998. Pada krisis perbankan tersebut, pembiayaan
dari Pemerintah untuk menyiapkan obligasi rekap Bank mencapai sekitar Rp
600 triliun.
Setelah keluarnya keputusan KSSK, tanpa mengulur waktu, pada hari itu
juga KSSK melapor kepada Presiden RI yang sedang menghadiri KTT APEC
2008 di Peru. Hal yang sama juga disampaikan kepada Wakil Presiden RI
saat itu, Bapak M. Jusuf Kalla.
Laporan KSSK ini, tentu, sejalan dengan mekanisme pelaporan yang tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Empat hari kemudian, pada 25
November 2008, laporan secara tertulis dilengkapi dan disampaikan kepada
Presiden RI dan secara lisan disampaikan kepada Wakil Presiden RI M. Jusuf
Kalla. Sebagai upaya untuk senantiasa memelihara semangat transparansi
sekaligus menghormati lembaga legislatif sebagai mitra strategis dalam
mengawasi jalannya pemerintahan, Menteri Keuangan, selanjutnya,
melaporkan hal tersebut pada rapat kerja Komisi XI DPR (membidangi
masalah perekonomian) pada tanggal 27 November 2008.
Untuk memudahkan pembaca, dalam Buku Putih ini juga disusun Bab Tanya
Jawab yang pertanyaannya diambil dari kutipan-kutipan liputan di media
massa. Dengan demikian, diharapkan pembaca dapat memahami
permasalahan tersebut secara utuh.
Akhirnya, semoga melalui buku ini kita dapat menyikapi berbagai isu, rumor,
dan prasangka seputar permasalahan Bank Century secara objektif untuk
mendudukkan persoalan dan tantangan/dilema pembuatan kebijakan secara
konstruktif serta menjadikannya sebagai pelajaran berharga guna
mengantisipasi, mencegah, dan menangani setiap persoalan-persoalan
perekonomian di masa yang akan datang, terutama pada masa-masa yang
sangat sulit. Semoga dengan penjelasan ini pembaca dapat memahami
permasalahan seputar penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal yang
ditengarai berdampak sistemik secara utuh, jelas, dan obyektif dan arti
penting penanganannya dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia
yang telah dapat mencegah krisis ekonomi nasional di penghujung tahun
2008.