Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis/Kata Pengantar

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis
oleh Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
KATA PENGANTAR
Departemen Keuangan Republik Indonesia
Edisi Januari 2010


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Menghadapi keadaan sistem keuangan di berbagai negara termasuk Indonesia yang serius dan telah mengancam kelangsungan dan stabilitas sistem perekonomian pada awal sampai pertengahan tahun 2008, beberapa Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari berbagai negara melakukan pembahasan yang intensif untuk membuat langkah-langkah menanggulangi ancaman tersebut. Menteri Keuangan RI tentu tidak berdiam diri menyikapi keadaan tersebut. Langkah-langkah inisiatif segera dilakukan dengan penyusunan kebijakan strategis (policy response) di berbagai bidang sektor keuangan, seperti: relaksasi penilaian asset berdasarkan harga pasar (marked to market valuation), suspensi Bursa untuk sementara, melakukan redifinisi kriteria pembiayaan darurat dalam UU APBN, penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait sektor keuangan, optimalisasi likuiditas di beberapa Bank Pemerintah, serta kunjungan ke berbagai negara sahabat untuk membicarakan dan menyepakati setiap peluang dalam rangka memelihara likuiditas perekonomian nasional. Keadaan pada masa-masa itu sangatlah serius dan mengkhawatirkan. Berita keguncangan di pusat-pusat keuangan dunia bermunculan setiap hari. Dunia perbankan di Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan negara-negara di Asia lainnya betul-betul dilanda kecemasan yang dalam karena informasi penutupan, pembekuan dan likuidasi bank-bank. Demikian pula halnya di sektor pasar modal, dan pengelolaan dana masyarakat lainnya seperti hedge fund, equity fund, dana pensiun, perasuransian termasuk pula di pasar uang dan merambat ke sektor riil menghadapi tekanan yang berat.


Seperti aliran sungai yang tumpah dari gunung, kondisi tersebut secara cepat menghantam sistem keuangan di berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Kegiatan sektor keuangan semakin mengkawatirkan. Di sana sini persoalan bermunculan, kesulitan likuiditas di sektor perbankan,


kepercayaan antar Bank mulai hilang, potensi penarikan dana penabung secara besar-besaran (bank runs) makin terlihat, harga saham dan obligasi terjun bebas, penjualan surat berharga dengan diskon besar (forced sale) terjadi di mana-mana, penarikan dana (redemption) besar-besaran di reksa dana mulai tampak, hancurnya nilai aktiva bersih di produk-produk hibrid¸ Rupiah melemah mencapai di atas Rp 12.000, dan bahkan cadangan devisa terkuras tajam pada masa-masa itu. Tentu, ini tanda-tanda krisis di sektor keuangan! Dunia keuangan berkabung. Biaya pemulihan krisis mencengangkan hingga kita tidak dapat menghitung biaya tersebut dalam logika kemanusiaan. Pada penghujung tahun 2008 saja, Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan yang menelan biaya hampir 1,3 triliun USD untuk menyelamatkan perekonomiannya. Sungguh sedemikian mahal biaya penyelamatan itu. Bagaimana kalau keadaan itu terjadi di negara kita yang tercinta, berapa generasi berikutnya yang harus menanggung biaya tersebut. Tentu kita belum lupa dengan biaya sebesar lebih dari Rp 600 triliun untuk menyelamatkan perbankan nasional pada saat krisis 1997/1998. Namun, sebagai bangsa yang memiliki semangat dan tujuan yang mulia, pada saat itu, segala upaya, tenaga, dan pengetahuan yang ada dikerahkan untuk melakukan perbaikan dan pembenahan secara simultan dengan pilihan yang paling kecil mudharatnya. “Lebih baik mencegah adalah merupakan kebijakan yang selalu lebih baik daripada mengobati”. Ungkapan kebajikan ini merupakan ungkapan yang tepat untuk menggambarkan suasana bathin yang mengilhami spirit dari rapat KSSK pada malam 20 November 2008 lalu. Spirit itu pula yang mendorong semua pihak rela melakukan rapat maraton hingga dini hari. Berpacu dengan waktu, KSSK mengambil keputusan yang terbaik untuk menangani Bank Century demi menyelamatkan sistem keuangan dan perekonomian nasional dari jurang krisis.


Berdasarkan data, fakta, informasi dan analisis yang disampaikan Bank Indonesia, disertai pencermatan atas situasi yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri termasuk pandangan-pandangan berbagai pihak, maka pada dini hari, 21 November 2008, KSSK menetapkan Bank Century sebagai


bank gagal berdampak sistemik. Setelah itu, Bank tersebut ditangani dan berada dalam kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dari pengalaman berbagai negara, keputusan untuk melakukan penyelamatan yang bersifat sistemik sering memicu perdebatan antara pihak yang pro dan kontra. Pembuat kebijakan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit bahkan seringkali harus menghadapi dilema untuk mengambil tindakan atau tidak. Demikian pula halnya dengan keberadaan KSSK, selaku komite yang dibentuk dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia, tidak terhindarkan dari dilema tersebut. Bulan November 2008 adalah bulan yang berat bagi KSSK, untuk memutuskan kebijakan ”mencegah”, atau “membiarkan” krisis menghantam negeri ini seperti Negara-negara di Amerika, Eropa, dan Negara-negara Asia lainnya. KSSK tidak mau mengambil risiko untuk tidak menyelamatkan Bank Century yang berpotensi mengguncang sistem keuangan nasional pada saat itu. KSSK tidak mau mengulang situasi krisis pada tahun 1997 yang diawali penutupan 16 (enam belas) bank kecil di akhir tahun 1997. Tapi memang, dapat dipahami bahwa sebuah keputusan selalu menimbulkan dua tanggapan: pro dan kontra. Keputusan KSSK kemudian dianggap tidak tepat dan tidak sesuai prosedur. Beberapa pihak mempertanyakan banyak hal. Dimulai dari tidak adanya kriteria terukur tentang dampak sistemik. Lalu, apa dasar penilaian Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga perlu diselamatkan? Adakah motif lain dibalik penyelamatan Bank Century? Sampai dengan, mempermasalahkan proses pengambilan keputusan yang dianggap tidak transparan, karena KSSK tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat RI. Pandangan negatif lainnya adalah KSSK dianggap bertanggung jawab menggelembungkan dana talangan dari Rp. 683 miliar pada rapat awal hingga menjadi Rp. 6,76 triliun pada keputusan akhir. KSSK dianggap turut terlibat dalam penyaluran dana penyertaan modal LPS kepada Bank Century.


Pertanyaan-pertanyaan dan tuduhan tersebut bukan saja tidak benar, tapi sering diarahkan secara simpang siur oleh pihak tertentu tanpa pemahaman yang memadai terhadap keadaan sebelum, saat, dan setelah Bank Century diselamatkan. Namun, kesabaran dan sikap lapang dada senantiasa harus dipelihara dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dan tuduhan tersebut. Krisis keuangan telah mampu dilewati, biaya penyelamatan dapat diminimalkan, dan kepercayaan masyarakat terhadap bisnis dan industri keuangan telah tumbuh kembali. Tentunya sikap kritis dan perhatian dari semua pihak harus pula dihargai, sebab semua itu, demi kemajuan bangsa dan Negara. Buku putih ini akan mengajak kita semua untuk memahami lebih dalam dan utuh mengenai permasalahan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik oleh KSSK. Buku ini juga akan menggambarkan fungsi, peran, serta kewenangan yang dimiliki BI, LPS dan KSSK, sebagai lembaga yang menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melalui paparan kronologis mekanisme rapat KSSK saat mengambil keputusan tentang penanganan Bank Century, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas kepada publik, yaitu bahwa rentannya kondisi perekonomian dunia dan nasional pada saat itu yang mengharuskan KSSK untuk mengambil keputusan tersebut demi kepentingan yang jauh lebih besar dan demi penyelamatan perekonomian nasional. Tentu, ”tak ada gading yang tak retak”. Kesempurnaan hanya milik yang esa yaitu Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, sebagai bagian dari KSSK adalah manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Namun yang pasti keputusan yang diambil merupakan hasil pertimbangan akal sehat yang matang, transparan, akuntabel, serta didasari niat baik demi dan untuk keselamatan perekonomian nasional.


Semoga buku putih ini dapat memberikan pencerahan dan pemahaman yang lebih jernih bagi seluruh kalangan dan masyarakat secara luas. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, Januari 2010 Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Departemen Keuangan RI


SEKILAS TENTANG BUKU INI Seiring berjalannya waktu, polemik Bank Century semakin tidak terarah. Setiap hari isu yang muncul atau dimunculkan selalu berganti, tanpa dilakukan klarifikasi yang memadai oleh yang layak memberikan penjelasan. Klarifikasi atas sesuatu hal dirasa menjadi sangat mahal di masyarakat. Keadaan semakin kontra produktif. Pada akhir tahun 2009 isu dan rumor yang simpang siur semakin bermunculan di masyarakat. Bila dibiarkan, ini tentu akan memicu sentimen negatif para pelaku pasar. Bukan itu saja, kondisi ini juga akan jadi tekanan berat bagi Bank Century (saat ini menjadi Bank Mutiara) yang sedang bekerja keras untuk memperbaiki diri. Ibarat menempuh perjalanan berliku, seorang sopir perlu melihat ramburambu jalan agar tidak salah arah dan tersesat. Demikian juga dengan polemik Bank Century. Perlu sebuah pedoman ringkas namun lengkap sebagai acuan bagi masyarakat di belantara informasi yang ada, agar masyarakat tidak salah duga dan salah arah menyikapi hal ini. Sehingga, kelak informasi di masyarakat yang bernuansa fitnah, hujatan, dan tuduhan yang menyakitkan dan tidak berdasar dapat dihindari. Untuk itu, dirasa perlu menerbitkan sebuah buku putih sebagai upaya pelurusan informasi. Tujuannya, agar masyarakat tahu kedudukan dan peran KSSK yang sesungguhnya dalam polemik ini. Sampai sebatas mana sebenarnya peran dan fungsi KSSK menurut undang-undang yang berlaku dalam penanganan Bank Century. Buku putih ini menjelaskan banyak hal. Dari latar belakang perekonomian global dan nasional pada masa itu, hingga peran dan fungsi Bank Indonesia (BI), KSSK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam keputusan penanganan Bank Century. Kita tentu sadar perekonomian global kala itu sedang dilanda krisis. Semua elemen bangsa tentu tak mau kerusakan akibat krisis seperti pada 1998 lalu terulang lagi di Indonesia. Untuk mencegahnya, harus ada keputusan dan tindakan yang cepat dan tepat dengan risiko dan biaya seminimal mungkin.


Memang, tidak ada yang tahu apakah krisis ekonomi akan kembali melanda Indonesia. Namun antisipasi harus ada dan pencegahan harus dilakukan sedini mungkin. Inilah semangat mulia yang melatarbelakangi KSSK membuat keputusan penanganan Bank Century. Akhirnya keluarlah keputusan penanganan itu. Keputusan dibuat secara kredibel dan transparan, tanpa mempedulikan apa nama bank itu, siapa pemiliknya, dan siapa saja nasabahnya. Dengan kata lain, bank apapun yang mengalami kondisi seperti Bank Century pada saat itu, dan dianggap berpotensi menimbulkan kerusakan sistemik terhadap perekonomian Indonesia, pasti akan ditangani serupa. Tentu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Runtutan peristiwa berawal dari kegagalan kliring Bank Century pada 13 November 2008 lalu. Ini menyebabkan Bank Indonesia meminta Menteri Keuangan untuk mengadakan rapat konsultasi. Sejak tanggal itu, dimulailah rapat-rapat konsultasi maraton hingga rapat pengambilan keputusan KSSK yang dilakukan pada dini hari tanggal 21 November 2008. Dalam rapat pengambilan keputusan tersebut, KSSK memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang harus diselamatkan. Jika tidak diselamatkan, kepanikan bukan saja akan terjadi pada nasabah Bank Century yang akan menarik dana mereka, namun juga pada nasabah dari bank-bank lain. Akibatnya, hal ini akan mengganggu sistem pembayaran dan pasar keuangan di Indonesia. Kita semua belum lupa atas trauma krisis perbankan pada tahun 1998. Pada krisis perbankan tersebut, pembiayaan dari Pemerintah untuk menyiapkan obligasi rekap Bank mencapai sekitar Rp 600 triliun. Setelah keluarnya keputusan KSSK, tanpa mengulur waktu, pada hari itu juga KSSK melapor kepada Presiden RI yang sedang menghadiri KTT APEC 2008 di Peru. Hal yang sama juga disampaikan kepada Wakil Presiden RI saat itu, Bapak M. Jusuf Kalla.


Laporan KSSK ini, tentu, sejalan dengan mekanisme pelaporan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Empat hari kemudian, pada 25 November 2008, laporan secara tertulis dilengkapi dan disampaikan kepada Presiden RI dan secara lisan disampaikan kepada Wakil Presiden RI M. Jusuf Kalla. Sebagai upaya untuk senantiasa memelihara semangat transparansi sekaligus menghormati lembaga legislatif sebagai mitra strategis dalam mengawasi jalannya pemerintahan, Menteri Keuangan, selanjutnya, melaporkan hal tersebut pada rapat kerja Komisi XI DPR (membidangi masalah perekonomian) pada tanggal 27 November 2008. Untuk memudahkan pembaca, dalam Buku Putih ini juga disusun Bab Tanya Jawab yang pertanyaannya diambil dari kutipan-kutipan liputan di media massa. Dengan demikian, diharapkan pembaca dapat memahami permasalahan tersebut secara utuh. Akhirnya, semoga melalui buku ini kita dapat menyikapi berbagai isu, rumor, dan prasangka seputar permasalahan Bank Century secara objektif untuk mendudukkan persoalan dan tantangan/dilema pembuatan kebijakan secara konstruktif serta menjadikannya sebagai pelajaran berharga guna mengantisipasi, mencegah, dan menangani setiap persoalan-persoalan perekonomian di masa yang akan datang, terutama pada masa-masa yang sangat sulit. Semoga dengan penjelasan ini pembaca dapat memahami permasalahan seputar penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal yang ditengarai berdampak sistemik secara utuh, jelas, dan obyektif dan arti penting penanganannya dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia yang telah dapat mencegah krisis ekonomi nasional di penghujung tahun 2008.