Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 sudah tidak berlaku lagi karena sudah dicabut atau diganti. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018, lihat di sini.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2018
TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya diperlukan adanya
pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat
Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar
maupun kecil yang terletak pada posisi yang sangat strategis dan berada pada jalur perdagangan internasional, yang berperan penting dalam lalu lintas orang dan barang;
bahwa kemajuan teknologi transportasi dan era
perdagangan bebas dapat berisiko menimbulkan
gangguan kesehatan dan penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang
lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya
upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko
kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional;
bahwa sebagai bagian dari masyarakat dunia,
Indonesia berkomitmen melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan
masyarakat yang meresahkan dunia sebagaimana yang diamanatkan dalam regulasi internasional di bidang kesehatan, dan dalam melaksanakan amanat ini Indonesia harus menghormati sepenuhnya
martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan
seseorang, dan penerapannya secara universal;
bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu dicabut dan diganti dengan undang-undang yang baru mengenai kekarantinaan kesehatan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Kekarantinaan Kesehatan;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah
dan menangkal keluar atau masuknya penyakit
dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian
kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa
dengan ditandai penyebaran penyakit menular
dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi
nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia,
bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya
kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah
atau lintas negara.
Pintu Masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut, orang, dan/atau barang, baik berbentuk
pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas
darat negara.
Alat Angkut adalah kapal, pesawat udara, dan
kendaraan darat yang digunakan dalam melakukan perjalanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Barang adalah produk nyata, hewan, tumbuhan, dan jenazah atau abu jenazah yang dibawa dan/atau
dikirim melalui perjalanan, termasuk benda/alat yang digunakan dalam Alat Angkut.
Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan meskipun belum menunjukkan gejala
apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi,
dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau
Barang apapun yang diduga terkontaminasi dari
orang dan/atau Barang yang mengandung penyebab
penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk
mencegah kemungkinan penyebaran ke orang
dan/atau Barang di sekitarnya.
Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat
yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.
Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni
dalam suatu rumah beserta isinya yang diduga
terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Karantina Rumah Sakit adalah pembatasan
seseorang dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi
penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa
untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit
atau kontaminasi.
Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk
dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masuk
beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi.
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah
pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Status Karantina adalah keadaan Alat Angkut, orang, dan Barang yang berada di suatu tempat untuk dilakukan Kekarantinaan Kesehatan.
Zona Karantina adalah area atau tempat tertentu
untuk dapat menyelenggarakan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan.
Persetujuan Karantina Kesehatan adalah surat
pernyataan yang diberikan oleh pejabat karantina
kesehatan kepada penanggung jawab Alat Angkut yang berupa pernyataan persetujuan bebas karantina atau persetujuan karantina terbatas.
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin,
tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang
dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara
terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk
penerbangan.
Kendaraan Darat adalah suatu sarana angkut di
darat yang terdiri atas kendaraan bermotor termasuk
kendaraan yang berjalan di atas rel dan kendaraan
tidak bermotor.
Awak Kapal yang selanjutnya disebut Awak adalah
orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas Kapal
oleh pemilik atau operator Kapal untuk melakukan
tugas di atas Kapal sesuai dengan jabatannya yang
tercantum dalam buku sijil.
Personel Pesawat Udara yang selanjutnya disebut Personel adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas Pesawat Udara oleh pemilik atau operator Pesawat Udara untuk melakukan tugas di atas Pesawat Udara.
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di Kapal dan mempunyai
wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kapten Penerbang adalah penerbang yang ditugaskan
oleh perusahaan atau pemilik pesawat Udara untuk
memimpin penerbangan dan bertanggung jawab
penuh terhadap keselamatan penerbangan selama pengoperasian Pesawat Udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan
dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat
Kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau
bongkar muat Barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh Kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan
sebagai tempat Pesawat Udara mendarat dan lepas
landas, naik turun penumpang, bongkar muat Barang, dan tempat perpindahan intra dan
antarmoda transportasi, yang ditengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
Pos Lintas Batas Darat Negara adalah Pintu Masuk orang, Barang, dan Alat Angkut melalui darat lintas
negara.
Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan adalah kegiatan pemeriksaan dokumen karantina kesehatan
dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap Alat
Angkut, orang, serta Barang oleh pejabat karantina
kesehatan.
Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat adalah haI,
keadaan, atau peristiwa yang dapat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya pengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat.
Terjangkit adalah kondisi seseorang yang menderita
penyakit yang dapat menjadi sumber penular
penyakit yang berpotensi menyebabkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
Terpapar adalah kondisi orang, Barang, atau Alat
Angkut yang terpajan, terkontaminasi, dalam masa
inkubasi, insektasi, pestasi, ratisasi, termasuk kimia dan radiasi.
Pejabat Karantina Kesehatan adalah pegawai negeri
sipil yang bekerja di bidang kesehatan yang diberi
kewenangan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk
melaksanakan Kekarantinaan Kesehatan.
Dokumen Karantina Kesehatan adalah surat
keterangan kesehatan yang dimiliki setiap Alat
Angkut, orang, dan Barang yang memenuhi persyaratan baik nasional maupun internasional.
Setiap Orang adalah orang perseorangan dan/atau
badan, baik yang berbentuk badan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kekarantinaan
Kesehatan yang selanjutnya disebut PPNS
Kekarantinaan Kesehatan adalah pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Kekarantinaan
Kesehatan.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Kekarantinaan Kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan:
melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat; dan
memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan.
BAB II TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 4
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 5
Pemerintah Pusat bertanggung jawab menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan di pintu Masuk dan di wilayah secara terpadu.
Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melibatkan Pemerintah Daerah.
Pasal 6
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 7
Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 8
Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.
Pasal 9
Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
BAB IV KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT
Pasal 10
Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu
menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan pemerintah.
Pasal 11
Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat
berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas,
dukungan sumber daya, dan teknik operasional
dengan mempertimbangkan kedaulatan negara,
keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia
internasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat merupakan kejadian yang meresahkan dunia, Pemerintah Pusat memberitahukan kepada pihak internasional sesuai dengan ketentuan hukum internasional.
Pasal 13
Pada kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
yang meresahkan dunia, Pemerintah pusat
melakukan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan negara lain dan/atau organisasi internasional.
Komunikasi, koordinasi, dan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab, gejala dan tanda, faktor
yang mempengaruhi, dan dampak yang ditimbulkan,
serta tindakan yang harus dilakukan.
Pasal 14
Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
yang meresahkan dunia, pemerintah pusat dapat
menetapkan Karantina Wilayah di pintu Masuk.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan Karantina Wilayah di pintu Masuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB V KEKARANTINAAN KESEHATAN DI PINTU MASUK DAN DI WILAYAH
Pasal 15
Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah dilakukan melalui kegiatan pengamatan
penyakit dan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat
terhadap Alat Angkut, orang, Barang, dan/atau
Iingkungan, serta respons terhadap Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dalam bentuk tindakan
Kekarantinaan Kesehatan.
Tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa:
Karantina, Isolasi, pemberian vaksinasi atau
profilaksis, rujukan, disinfeksi, dan/atau
dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi;
Pembatasan Sosial Berskala Besar;
disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau
deratisasi terhadap Alat Angkut dan Barang;
dan/atau
penyehatan, pengamanan, dan pengendalian
terhadap media lingkungan.
Penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 16
Tindakan Kekarantinaan Kesehatan terhadap Alat
Angkut, orang, Barang, dan/atau lingkungan
ditetapkan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
Tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pejabat
Karantina Kesehatan.
Tindakan Kekarantinaan Kesehatan tertentu dapat
dilakukan oleh badan usaha atau instansi yang
ditetapkan oleh Menteri.
Dalam situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pejabat
Karantina Kesehatan.
Dalam pelaksanaan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Pejabat Karantina Kesehatan harus berkoordinasi
dengan pihak yang terkait.
Pasal 17
Kekarantinaan Kesehatan di pintu Masuk diselenggarakan di Pelabuhan, Bandar Udara, dan pos Lintas Batas Darat Negara.
Pasal 18
Kekarantinaan Kesehatan di wilayah diselenggarakan
di tempat atau lokasi yang diduga Terjangkit penyakit
menular dan/atau Terpapar Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat yang dapat menimbulkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
Penentuan tempat atau lokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada hasil penyelidikan
epidemiologi dan/atau pengujian laboratorium.
Tempat atau lokasi penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan di wilayah dapat berupa rumah, area, dan rumah sakit.
BAB VI PENYELENGGARAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN DI PINTU MASUK
Bagian Kesatu Pengawasan di Pelabuhan
Paragraf 1 Kedatangan Kapal
Pasal 19
Setiap Kapal yang:
datang dari luar negeri;
datang dari Pelabuhan wilayah Terjangkit di
dalam negeri; atau
mengambil orang dan/atau Barang dari Kapal
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b,
berada dalam Status Karantina.
Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan Deklarasi Kesehatan
Maritim (Maritime Declaration of Health) kepada
Pejabat Karantina Kesehatan pada saat kedatangan
Kapal.
Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang setelah dilakukan Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan oleh pejabat
Karantina Kesehatan.
Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk memperoleh
Persetujuan Karantina Kesehatan.
Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina
Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
persetujuan karantina terbatas, dalam hal
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 20
Kapal yang memperoleh persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (5) huruf b harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau penerbitan atau pembaruan Dokumen Karantina Kesehatan.
Pasal 21
Nakhoda menyampaikan permohonan untuk memperoleh Persetujuan Karantina Kesehatan atau memberitahukan suatu keadaan di Kapal dengan memakai isyarat sebagai berikut:
pada siang hari berupa:
Bendera Q, yang berarti Kapal saya sehat atau saya minta Persetujuan Karantina Kesehatan;
Bendera Q di atas panji pengganti kesatu, yang berarti Kapal saya tersangka; dan
Bendera Q di atas Bendera L, yang berarti Kapal saya Terjangkit; dan
pada malam hari berupa lampu merah di atas lampu putih dengan jarak maksimum 1,80 (satu koma delapan nol) meter, yang berarti saya belum mendapat Persetujuan Karantina Kesehatan.
Pasal 22
Jika dalam waktu berlakunya persetujuan Karantina
Kesehatan timbul suatu kematian atau penyakit yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat maka Persetujuan Karantina Kesehatan
dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Kapal yang Persetujuan Karantina Kesehatannya
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menuju ke suatu Zona
Karantina untuk mendapat tindakan Kekarantinaan
Kesehatan.
Pasal 23
Kapal yang tidak mematuhi peraturan Kekarantinaan
Kesehatan tidak diberikan Persetujuan Karantina
Kesehatan.
Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperintahkan supaya berangkat lagi atas tanggungan
sendiri dan tidak diberikan izin memasuki Pelabuhan
lain di wilayah Indonesia.
Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
izin untuk mengambil bahan bakar, air, dan bahan
makanan di bawah pengawasan Pejabat Karantina
Kesehatan.
Pasal 24
Kekarantinaan Kesehatan terhadap kapal perang, kapal negara, dan kapal tamu negara diatur dengan Peraturan Menteri berkoordinasi dengan menteri atau lembaga terkait.
Paragraf 2 Keberangkatan Kapal
Pasal 25
Sebelum keberangkatan Kapal, Nakhoda wajib melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan yang masih berlaku.
Setelah Dokumen Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap dan pada pemeriksaan oleh Pejabat Karantina Kesehatan tidak ditemukan indikasi Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat maka kepada Nakhoda dapat diberikan
Surat Persetujuan Berlayar Karantina Kesehatan (Port Health Quarantine Clearance).
Dalam hal Kapal yang akan berangkat tidak
dilengkapi dengan Surat Persetujuan Berlayar
Karantina Kesehatan (Port Health Quarantine Clearance) sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
syahbandar dilarang menerbitkan surat persetujuan
berlayar.
Pasal 26
Apabila pada saat keberangkatan Kapal ditemukan
adanya Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat maka terhadap Kapal tersebut dilakukan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2).
Untuk Pelabuhan yang tidak memungkinkan
dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan maka
harus dilakukan di Pelabuhan tujuan berikutnya.
Bagian Kedua Pengawasan di Bandar Udara
Paragraf 1 Kedatangan Pesawat Udara
Pasal 27
Setiap Pesawat Udara yang datang dari luar negeri berada dalam Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 28
Setiap Pesawat Udara yang:
datang dari Bandar Udara wilayah yang Terjangkit;
terdapat orang hidup atau mati yang diduga Terjangkit; dan/atau
terdapat orang dan/atau Barang diduga Terpapar di dalam Pesawat Udara,
berada dalam Status Karantina.
Kapten Penerbang wajib segera melaporkan mengenai keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada petugas lalu lintas udara untuk diteruskan kepada Pejabat Karantina Kesehatan di Bandar Udara tujuan dengan menggunakan teknologi telekomunikasi.
Pasal 29
Setelah kedatangan Pesawat Udara, Kapten
Penerbang melalui pengelola Bandar Udara wajib
memberikan dokumen Deklarasi Kesehatan Penerbangan (Health Part of the Aircraft General Declaration) kepada Pejabat Karantina Kesehatan.
Dalam hal kedatangan Pesawat Udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Kapten penerbang wajib secara langsung memberikan dokumen Deklarasi Kesehatan Penerbangan (Health Part of the Aircraft General Declaration) kepada Pejabat Karantina Kesehatan.
Pasal 30
Kapten Penerbang pada Pesawat Udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 dan pasal 28 hanya dapat
menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang
setelah dilakukan Pengawasan Kekarantinaan
Kesehatan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh
Persetujuan Karantina Kesehatan.
Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina
Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
persetujuan karantina terbatas, dalam hal
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina
Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak
berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan di Bandar Udara diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 31
Pesawat Udara yang memperoleh persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) huruf b harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau penerbitan atau pembaruan Dokumen Karantina Kesehatan.
Pasal 32
Kekarantinaan Kesehatan terhadap pesawat udara perang, pesawat udara negara, dan pesawat udara tamu negara diatur dengan Peraturan Menteri berkoordinasi dengan menteri atau lembaga terkait.
Paragraf 2 Keberangkatan Pesawat Udara
Pasal 33
Sebelum keberangkatan Pesawat Udara, Kapten Penerbang wajib melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sesuai standar Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 34
Pesawat Udara yang ditemukan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
Bagian Ketiga Pengawasan di Pos Lintas Batas Darat Negara
Paragraf 1 Kedatangan Kendaraan Darat
Pasal 35
Setiap Kendaraan Darat yang:
datang dari wilayah yang Terjangkit;
terdapat orang hidup atau mati yang diduga Terjangkit; dan/atau
terdapat orang atau Barang diduga Terpapar di dalam Kendaraan Darat,
berada dalam Status Karantina.
Kendaraan Darat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan Pengawasan Kekarantinaan
Kesehatan sebelum menurunkan atau menaikkan
orang dan/atau Barang.
Kendaraan Darat yang ditemukan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat pada Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan.
Setiap Kendaraan Darat di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu
dapat dilakukan pemeriksaan Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat oleh Pejabat Karantina
Kesehatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan
Kekarantinaan Kesehatan di Pos Lintas Batas Darat
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 36
Setelah kedatangan Kendaraan Darat, pengemudi
wajib memberikan dokumen Deklarasi Kesehatan
Perlintasan Darat (Ground Crossing Declaration of Health) kepada Pejabat Karantina Kesehatan.
Kendaraan Darat yang tidak ditemukan Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat dan/atau dokumen Deklarasi Kesehatan Perlintasan Darat (Ground Crossing Declaration of Health) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan lengkap diberikan persetujuan
Karantina Kesehatan oleh pejabat Karantina
Kesehatan.
Paragraf 2 Keberangkatan Kendaraan Darat
Pasal 37
Sebelum keberangkatan Kendaraan Darat, pengemudi
wajib melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan
yang masih berlaku.
Setelah Dokumen Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap dan tidak ditemukan indikasi Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat maka kepada pengemudi dapat diberikan
Persetujuan Karantina Kesehatan.
Kendaraan Darat yang ditemukan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
Bagian Keempat Pengawasan Awak, Personel, dan Penumpang
Pasal 38
Awak, Personel, dan penumpang yang Terjangkit
dan/atau Terpapar berdasarkan informasi awal
mengenai deklarasi kesehatan, pada saat kedatangan dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh pejabat Karantina Kesehatan yang berwenang di atas Alat Angkut.
Awak, Personel, dan/atau penumpang yang
Terjangkit dilakukan tindakan Kekarantinaan
Kesehatan sesuai indikasi.
Awak, Personel, dan/atau penumpang yang Terpapar
dilakukan tindakan sesuai dengan prosedur
penanggulangan kasus.
Terhadap Awak, Personel, dan/atau penumpang yang
tidak Tedangkit dan/atau tidak Terpapar dapat melanjutkan perjalanannya dan diberikan kartu
kewaspadaan kesehatan.
Jika ditemukan Awak, Personel, dan/atau
penumpang yang Terjangkit dan/atau Terpapar,
Pejabat Karantina Kesehatan harus langsung
berkoordinasi dengan pihak yang terkait.
Pasal 39
Setiap orang yang datang dari negara dan/atau
wilayah Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia dan/atau endemis, pejabat
Karantina Kesehatan melakukan:
penapisan;
pemberian kartu kewaspadaan kesehatan;
pemberian informasi tentang cara pencegahan, pengobatan, dan pelaporan suatu kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia; dan
pengambilan spesimen dan/atau sampel.
Apabila hasil penapisan terhadap orang ditemukan gejala klinis sesuai dengan jenis penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia, Pejabat Karantina Kesehatan melakukan rujukan dan Isolasi.
Pasal 40
Dalam hal orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 tidak bersedia dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan, Pejabat Karantina Kesehatan berwenang mengeluarkan rekomendasi kepada pejabat imigrasi untuk dilakukan deportasi.
Pasal 41
Setiap Awak, Personel, dan penumpang:
yang datang dari negara endemis, negara Terjangkit, dan/atau negara yang mewajibkan adanya vaksinasi; atau
yang akan berangkat ke negara endemis, negara Terjangkit, dan/atau negara yang mewajibkan adanya vaksinasi,
wajib memiliki sertifikat vaksinasi internasional yang masih berlaku.
Setiap Awak, Personel, dan/atau penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak memiliki sertifikat vaksinasi internasional dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
Setiap Awak, Personel, dan/atau penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang tidak memiliki sertifikat vaksinasi internasional, dilakukan penundaan keberangkatannya oleh pejabat Karantina Kesehatan.
Terhadap Awak, Personel, dan/atau penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan vaksinasi sesuai persyaratan dan standar yang berlaku.
Ketentuan mengenai tata laksana vaksinasi dan
pemberian sertifikat vaksinasi internasional diatur
dengan Peraturan Menteri.
Apabila Awak, Personel, dan/atau penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak
pemberian vaksin maka Pejabat Karantina Kesehatan berwenang mengeluarkan rekomendasi kepada pejabat imigrasi untuk dilakukan pembatalan pemberangkatan.
Pasal 42
Setiap Awak, Personel, dan penumpang yang akan
berangkat harus dilakukan pengawasan.
Pada saat pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan Awak, personel, dan/atau
penumpang memiliki Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat, Pejabat Karantina Kesehatan harus
melakukan pemeriksaan medis.
Jika hasil pemeriksaan medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ditemukan penyakit yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dan/atau tidak dipenuhi persyaratan kesehatan
pelayaran pada Awak, personel, penerbangan atau
dan/atau penumpang, Pejabat Karantina Kesehatan
harus merekomendasikan kepada maskapai
penerbangan atau agen pelayaran untuk menunda
keberangkatan Awak, Personel, dan/atau penumpang
tersebut dan harus segera melakukan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 43
Penundaan keberangkatan orang karena tidak
memiliki sertihkat vaksinasi internasional dan/atau dikenakan tindakan Kekarantinaan Kesehatan
dilakukan dengan berkoordinasi dengan pihak
imigrasi.
Terhadap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib diberikan penjelasan oleh pejabat Karantina
Kesehatan.
Bagian Kelima Pengawasan Barang
Pasal 44
Setiap Barang yang memiliki Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat dalam Alat Angkut yang berada dalam Status Karantina, Pejabat Karantina Kesehatan melakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c dan huruf d berkoordinasi dengan pihak yang terkait.
Pasal 45
Jenazah dan/atau abu jenazah dalam Alat Angkut
dilakukan pemeriksaan terhadap dokumen penyebab kematian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Jika pada pemeriksaan dokumen penyebab kematian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapatkan:
dokumen tidak lengkap maka penanggung jawab
Alat Angkut harus melengkapi dokumen sesuai
dengan persyaratan yang berlaku;
jenazah dan/atau abu jenazah tidak sesuai dengan dokumen maka Pejabat Karantina Kesehatan dapat berkoordinasi dengan pihak yang terkait; dan/atau
Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat maka Pejabat Karantina Kesehatan melakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan.
Jika hasil pemeriksaan tidak didapatkan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat atau setelah dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Pejabat Karantina Kesehatan memberikan surat persetujuan keluar atau masuk jenazah dan/atau abu jenazah dari Pelabuhan, Bandar Udara, atau Pos Lintas Batas Darat Negara.
Pasal 46
Jika terdapat Awak, Personel, dan/atau penumpang
yang meninggal dalam Alat Angkut yang datang,
Pejabat Karantina Kesehatan melakukan pemeriksaan jenazah untuk mengetahui penyebab kematian.
Dalam hal penyebab kematian berdasarkan hasil
pemeriksaan jenazah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan penyakit yang memiliki risiko
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat maka dilakukan
tindakan Kekarantinaan Kesehatan.
Terhadap jenazah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikirim ke rumah sakit untuk dilakukan
pemulasaraan jenazah.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Barang dalam Alat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam Sanksi Administratif
Pasal 48
Setiap Nakhoda yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) atau Pasal 21 dikenai sanksi administratif berupa:
peringatan;
denda administratif; dan/atau
pencabutan izin.
Setiap Kapten Penerbang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) atau Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa:
peringatan;
denda administratif; dan/atau
pencabutan izin.
Setiap Nakhoda yang tidak melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sehingga dikeluarkan persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) huruf b dikenai denda administratif.
Setiap Kapten Penerbang yang tidak melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sehingga dikeluarkan persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) huruf b dikenai denda administratif.
Setiap pengemudi atau penanggung jawab kendaraan darat yang tidak melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sehingga tidak diberikan persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
peringatan;
denda administratif; dan/atau
pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII PENYELENGGARAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN DI WILAYAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 49
Dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.
Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.
Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua Karantina Rumah
Pasal 50
Karantina Rumah dilaksanakan pada situasi ditemukannya kasus Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang terjadi hanya di dalam satu rumah.
Karantina Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap seluruh orang dalam rumah, Barang, atau Alat Angkut yang terjadi kontak
erat dengan kasus.
Terhadap kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirujuk ke rumah sakit yang memiliki kemampuan menangani kasus.
Pasal 51
Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada penghuni rumah sebelum melaksanakan tindakan Karantina Rumah.
Penghuni rumah yang dikarantina selain kasus, dilarang keluar rumah selama waktu yang telah ditetapkan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
Pasal 52
Selama penyelenggaraan Karantina Rumah, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Bagian Ketiga Karantina Wilayah
Pasal 53
Karantina Wilayah merupakan bagian respons dari Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut.
Pasal 54
Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat di wilayah setempat sebelum melaksanakan Karantina Wilayah.
Wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh pejabat Karantina Kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina.
Anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina.
Selama masa Karantina Wilayah ternyata salah satu atau beberapa anggota di wilayah tersebut ada yang menderita penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi maka dilakukan tindakan Isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit.
Pasal 55
Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Bagian Keempat Karantina Rumah Sakit
Pasal 56
Kegiatan Karantina Rumah Sakit merupakan bagian respons dari Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Karantina Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan kepada seluruh orang yang berkunjung, orang yang bertugas, pasien dan Barang, serta apapun di suatu rumah sakit bila dibuktikan berdasarkan hasil konfirmasi laboratorium telah terjadi penularan penyakit yang ada di ruang isolasi keluar ruang isolasi.
Pasal 57
Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada orang yang berkunjung, orang yang bertugas di rumah sakit, dan pasien sebelum melaksanakan Karantina Rumah Sakit.
Rumah sakit yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh Pejabat Karantina Kesehatan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina.
Seluruh orang, Barang, dan/atau hewan yang berada di rumah sakit yang dikarantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh keluar dan masuk
rumah sakit.
Pasal 58
Selama dalam tindakan Karantina Rumah Sakit, kebutuhan hidup dasar seluruh orang yang berada di rumah sakit menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
Bagian Kelima Pembatasan Sosial Berskala Besar
Pasal 59
Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
peliburan sekolah dan tempat kerja;
pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII DOKUMEN KARANTINA KESEHATAN
Pasal 61
Dokumen Karantina Kesehatan harus dimiliki oleh setiap Alat Angkut, orang, dan Barang yang masuk dan/atau keluar dari dalam atau luar wilayah negara Indonesia.
Dokumen Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan sebagai alat pengawasan dan pencegahan masuk dan/atau keluarnya penyakit dan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang menjadi sumber penularan penyakit yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Dokumen Karantina Kesehatan memuat penjelasan suatu keadaan yang diketahui secara pasti sebagai hasil Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 62
Dokumen Karantina Kesehatan untuk Alat Angkut terdiri atas:
deklarasi kesehatan;
sertifikat Persetujuan Karantina Kesehatan;
sertifikat sanitasi;
sertifikat obat-obatan dan alat kesehatan;
buku kesehatan untuk Kapal; dan
Surat Persetujuan Berlayar Karantina Kesehatan (Port Health Quarantine Clearance) untuk Kapal.
Pasal 63
Deklarasi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a berupa:
Deklarasi Kesehatan Maritim (Maritime Declaration of Health) untuk Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2);
Deklarasi Kesehatan Penerbangan (Health Part of the Aircraft General Declaration) untuk Pesawat Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; dan
Deklarasi Kesehatan Pelintasan Darat (Ground Crossing Declaration of Health) untuk Kendaraan Darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
Deklarasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dan diberikan oleh Nakhoda, Kapten Penerbang, atau pengemudi Kendaraan Darat kepada Pejabat Karantina Kesehatan pada saat kedatangan Alat Angkut.
Pasal 64
Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 huruf c berupa:
Sertifikat Bebas Tindakan Sanitasi Kapal (Ship Sanitation Control Exemption Certificate) dan Sertifikat Tindakan Sanitasi Kapal (Ship Sanitation Control Certificate) untuk Kapal; dan
Sertifikat Bebas Hapus Serangga (Disinsection
Exemption Certificate), Sertifikat Hapus Serangga (Disinsection Certificate), dan Sertifikat Hapus Hama (Disinfection Certificate) untuk Pesawat Udara atau Kendaraan Darat.
Pasal 65
Dokumen Karantina Kesehatan untuk orang terdiri atas:
Sertifikat Vaksinasi Internasional (International Certificate of Vaccination or Prophglaxis); dan
surat keterangan pengangkutan orang sakit.
Pasal 66
Dokumen Karantina Kesehatan untuk Barang terdiri atas:
surat izin pengangkutan jenazah atau abu jenazah dari Pelabuhan atau Bandar Udara (Human Remains Transport Certificate); dan
sertifikat kesehatan untuk bahan berbahaya.
Dalam hal diperlukan Dokumen Karantina Kesehatan untuk obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan adiktif berdasarkan permintaan negara tertentu, Pejabat Karantina Kesehatan menerbitkan sertifikat kesehatan atau surat keterangan kesehatan obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan adiktif.
Pasal 67
Dokumen Karantina Kesehatan dikeluarkan oleh pejabat Karantina Kesehatan di Pelabuhan, Bandar Udara, atau Pos Lintas Batas Darat Negara.
Pasal 68
Menteri dapat menetapkan perubahan atau
penambahan Dokumen Karantina Kesehatan selain
dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 63,
Pasal 64, dan Pasal 65 huruf a.
Menteri dalam menetapkan perubahan atau
penambahan Dokumen Karantina Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertimbangkan hasil pengawasan dan evaluasi
serta masukan dari berbagai pemangku kepentingan
kekarantinaan kesehatan masyarakat.
Pasal 69
Dokumen Karantina Kesehatan tidak berlaku apabila:
masa berlaku sudah berakhir;
berubah nama;
berganti bendera untuk Kapal;
keterangan dalam dokumen tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya;
diperoleh secara tidak sah; dan/atau
dicoret, dihapus, atau dinyatakan rusak.
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara pengajuan dan penerbitan, dan pembatalan Dokumen Karantina Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IX SUMBER DAYA KEKARANTINAAN KESEHATAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 71
Sumber daya dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan meliputi:
fasilitas dan perbekalan Kekarantinaan Kesehatan;
Pejabat Karantina Kesehatan;
penelitian dan pengembangan; dan
pendanaan.
Bagian Kedua Fasilitas dan Perbekalan Kekarantinaan Kesehatan
Pasal 72
Fasilitas dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan meliputi:
peralatan deteksi dan respons cepat;
ruang wawancara atau observasi;
ruang diagnosis;
asrama karantina kesehatan;
ruang isolasi;
rumah sakit rujukan;
laboratorium rujukan; dan
transportasi evakuasi penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain berfungsi dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan juga sebagai sarana pendidikan dan pelatihan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kekarantinaan Kesehatan.
Perbekalan Kekarantinaan Kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya yang diperlukan.
Bagian Ketiga Pejabat Karantina Kesehatan
Pasal 73
Pejabat Karantina Kesehatan merupakan pejabat fungsional di bidang kesehatan yang memiliki kompetensi dan kualifikasi di bidang Kekarantinaan Kesehatan serta ditugaskan di instansi Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah.
Pasal 74
Perekrutan Pejabat Karantina Kesehatan dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
Pasal 75
Pemerintah Pusat mengatur penempatan Pejabat
Karantina Kesehatan di Pintu Masuk dalam rangka
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Pemerintah Daerah mengatur penempatan Pejabat
Karantina Kesehatan di wilayah dalam rangka
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan, Pejabat Karantina Kesehatan berwenang:
melakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);
menetapkan tindakan Kekarantinaan Kesehatan;
menerbitkan surat rekomendasi deportasi atau penundaan keberangkatan kepada instansi yang berwenang; dan
menerbitkan surat rekomendasi kepada pejabat yang berwenang untuk menetapkan karantina di wilayah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 76
Pejabat Karantina Kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berhak mendapatkan:
pelindungan hukum;
pelindungan kesehatan dari risiko kerusakan organ; dan
keselamatan jiwa.
Setiap Pejabat Karantina Kesehatan yang melakukan kelalaian dalam melaksanakan tugasnya dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap Pejabat Karantina Kesehatan berhak mendapat pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sepanjang sesuai dengan standar prosedur operasional dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat Penelitian dan Pengembangan
Pasal 77
Penelitian dan pengembangan dilaksanakan untuk
menapis dan menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang dipergunakan dalam
rangka penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan
kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Ketentuan mengenai penelitian dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima Pendanaan
Pasal 78
Pendanaan kegiatan penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja
daerah, dan/atau masyarakat.
Pendanaan kegiatan penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan di Pintu Masuk pada Alat Angkut di luar
situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia dibebankan pada pemilik Alat
Angkut.
Pendanaan mengenai pelaksanaan tindakan penyehatan yang dimohonkan pengelola Alat Angkut menjadi tanggung jawab pemohon dan merupakan penerimaan negara.
BAB X INFORMASI KEKARANTINAAN KESEHATAN
Pasal 79
Informasi Kekarantinaan Kesehatan diselenggarakan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan masuk dan/atau keluarnya kejadian dan/atau faktor risiko yang dapat menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Pasal 80
Penyelenggaraan informasi Kekarantinaan Kesehatan
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
Penyelenggaraan informasi Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga
kesehatan, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Penyelenggaraan informasi Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 81
Dalam rangka penyelenggaraan informasi Kekarantinaan Kesehatan, Pemerintah Pusat memberi wewenang kepada Pejabat Karantina Kesehatan untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan badan/lembaga kesehatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu Pembinaan
Pasal 82
Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu
Masuk.
Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah
dengan melibatkan Pemerintah Daerah.
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diarahkan untuk:
meningkatkan mutu pelayanan dan
profesionalisme Pejabat Karantina Kesehatan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka kerja sama antarnegara baik secara bilateral, regional, dan
internasional;
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
menunjang peningkatan penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan; dan
meningkatkan keterpaduan berbagai sektor
terkait dalam rangka koordinasi dan kerja sama
dalam melaksanakan Kekarantinaan Kesehatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua Pengawasan
Pasal 83
Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di
Pelabuhan, Bandar Udara, dan Pos Lintas Batas
Darat Negara.
Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan di daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
BAB XII PENYIDIKAN
Pasal 84
Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 85
PPNS Kekarantinaan Kesehatan berwenang:
menerima laporan tentang adanya tindak pidana di
bidang Kekarantinaan Kesehatan;
mencari keterangan dan alat bukti;
melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki
tempat kejadian perkara untuk kepentingan
penyidikan;
memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap,
atau menahan seseorang yang disangka melakukan
tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan;
menahan, memeriksa, dan menyita dokumen;
menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau
tersangka dan memeriksa identitas dirinya;
memeriksa atau menyita surat, dokumen, atau benda
yang ada hubungannya dengan tindak pidana
Kekarantinaan Kesehatan;
memanggil seseorang untuk diperiksa dan didengar
keterangannya sebagai tersangka atau saksi;
mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang
diduga terdapat surat, dokumen, atau benda lain
yang ada hubungannya dengan tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan;
mengambil foto dan sidik jari tersangka;
meminta keterangan dari masyarakat atau sumber
yang berkompeten;
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat
cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan; dan/atau
mengadakan tindakan lain menurut hukum.
Pasal 86
Alat bukti yang sah dalam pemeriksaan tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan berupa:
alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum
acara pidana; dan
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, dan diterima atau disimpan secara elektronik atau yang serupa dengan itu.
Pasal 87
PPNS Kekarantinaan Kesehatan dapat melaksanakan kerja sama dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Kekarantinaan Kesehatan dengan lembaga penegak hukum dalam negeri dan negara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai administrasi penyidikan atau berdasarkan perjanjian internasional yang telah diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 88
Persyaratan, tata cara pengangkatan PPNS Kekarantinaan Kesehatan, dan administrasi penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 89
Dalam melakukan penyidikan, PPNS Kekarantinaan Kesehatan berkoordinasi dan bekerja sama dengan penyidik di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan penyidik di lingkungan Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 90
Nakhoda yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum memperoleh persetujuan Karantina Kesehatan berdasarkan hasil pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dengan maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 91
Kapten Penerbang yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum memperoleh Persetujuan Karantina Kesehatan berdasarkan hasil pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dengan maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 92
Pengemudi Kendaraan Darat yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum dilakukan pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dengan maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 93
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 94
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90, Pasal 91, dan pasal 92 dilakukan
oleh korporasi pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana terhadap suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usahanya
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau
ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang
bersangkutan.
Pidana dijatuhkan kepada korporasi jika tindak pidana:
dilakukan atau diperintahkan oleh personel
pengendali korporasi;
dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
tujuan korporasi;
dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan/atau
dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
Dalam hal tindak pidana dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau pengurus korporasi, pidana pokok yang dijatuhkan adalah pidana penjara maksimum dan pidana denda maksimum yang masing-masing ditambah dengan pidana pemberatan 2/3 (dua pertiga).
Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda maksimum ditambah dengan pidana pemberatan 2/3 (dua pertiga).
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 95
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur karantina udara dan karantina laut tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 96
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini
harus telah ditetapkan paling lambat 3 (tiga) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pemerintah Pusat harus melaporkan pelaksanaan
Undang-Undang ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Pasal 97
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang
Karantina Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 23731; dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Karantina Udara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2374), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 98
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 128
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan,