Lompat ke isi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 (UU/2014/6)  (2014) 
tentang Desa

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 





UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG
DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;
  3. bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Desa.


Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG DESA.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
  4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
  1. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
  2. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
  3. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
  4. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
  5. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
  6. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
  7. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
  1. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
  2. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  5. Menteri adalah menteri yang menangani Desa.

Pasal 2
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Pasal 3
Pengaturan Desa berasaskan:
  1. rekognisi;
  2. subsidiaritas;
  3. keberagaman;
  4. kebersamaan;
  5. kegotongroyongan;
  6. kekeluargaan;
  7. musyawarah;
  8. demokrasi;
  9. kemandirian;
  10. partisipasi;
  11. kesetaraan;
  12. pemberdayaan; dan
  13. keberlanjutan.

Pasal 4
Pengaturan Desa bertujuan:
  1. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
  3. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
  4. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
  5. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
  1. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
  2. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
  3. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
  4. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.


BAB II
KEDUDUKAN DAN JENIS DESA


Bagian Kesatu
Kedudukan


Pasal 5
Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.


Bagian Kedua
Jenis Desa


Pasal 6
  1. Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat.
  2. Penyebutan Desa atau Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat.


BAB III
PENATAAN DESA


Pasal 7
  1. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa.
  1. Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
    1. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
    2. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;
    3. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
    4. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan
    5. meningkatkan daya saing Desa.
  3. Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. pembentukan;
    2. penghapusan;
    3. penggabungan;
    4. perubahan status; dan
    5. penetapan Desa.

Pasal 8
  1. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf a merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada.
  2. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.
  3. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
  1. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;
  2. jumlah penduduk, yaitu:
    1. wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;
    2. wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga;
    3. wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga;
    4. wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga;
    5. wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga;
    6. wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga;
    7. wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga;
    8. wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan
    9. wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga.
  3. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
  4. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
  5. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
  6. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota;
  1. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
  2. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. Dalam wilayah Desa dibentuk dusun atau yang disebut dengan nama lain yang disesuaikan dengan asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa.
  2. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Desa persiapan.
  3. Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk.
  4. Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.
  5. Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.

Pasal 9
Desa dapat dihapus karena bencana alam dan/atau kepentingan program nasional yang strategis.

Pasal 10
Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 11
  1. Desa dapat berubah status menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa.
  1. Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang berubah menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kekayaan/aset Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kelurahan tersebut dan pendanaan kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 12
  1. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengubah status kelurahan menjadi Desa berdasarkan prakarsa masyarakat dan memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, sarana dan prasarana menjadi milik Desa dan dikelola oleh Desa yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat Desa.
  3. Pendanaan perubahan status kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 13
Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional.

Pasal 14
Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Pasal 15
  1. Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang telah mendapatkan persetujuan bersama Bupati/Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diajukan kepada Gubernur.
  2. Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
  1. Gubernur menyatakan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah.
  2. Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi Peraturan Daerah paling lama 20 (dua puluh) hari.
  3. Dalam hal Gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah penolakan oleh Gubernur.
  4. Dalam hal Gubernur tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang dimaksud dalam Pasal 15 dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati/Walikota dapat mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam Lembaran Daerah.
  1. Dalam hal Bupati/Walikota tidak menetapkan Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur, Rancangan Peraturan Daerah tersebut dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari setelah tanggal persetujuan Gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya.

Pasal 17
  1. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode Desa dari Menteri.
  2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas wilayah Desa.


BAB IV
KEWENANGAN DESA


Pasal 18
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Pasal 19
Kewenangan Desa meliputi:
  1. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
  2. kewenangan lokal berskala Desa;
  3. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
  4. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20
Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.

Pasal 21
Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa.

Pasal 22
  1. Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
  2. Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.


BAB V
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA


Pasal 23
Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

Pasal 24
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
  1. kepastian hukum;
  2. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
  3. tertib kepentingan umum;
  4. keterbukaan;
  5. proporsionalitas;
  6. profesionalitas;
  1. akuntabilitas;
  2. efektivitas dan efisiensi;
  3. kearifan lokal;
  4. keberagaman; dan
  5. partisipatif.


Bagian Kesatu
Pemerintah Desa


Pasal 25
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain.


Bagian Kedua
Kepala Desa


Pasal 26
  1. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
  2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang:
    1. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
    2. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
    3. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
    4. menetapkan Peraturan Desa;
    5. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
    6. membina kehidupan masyarakat Desa;
    7. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
  1. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
  2. mengembangkan sumber pendapatan Desa,
  3. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,
  4. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa,
  5. memanfaatkan teknologi tepat guna,
  6. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif,
  7. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
  8. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak:
    1. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa,
    2. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa,
    3. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan,
    4. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan: dan
    5. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
  1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:
    1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika:
    2. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,
    3. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa:
    4. menaati dan menegakkan peraturan perundang- undangan,
    5. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender,
    6. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme,
    7. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa,
    8. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik,
    9. mengelola Keuangan dan Aset Desa,
    10. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa,
    11. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa,
    12. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa,
    13. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa,
    14. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa,
    15. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup, dan
    16. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.

Pasal 27
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib:
  1. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
  2. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
  3. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan
  4. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.

Pasal 28
  1. Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
  2. Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Pasal 29
Kepala Desa dilarang:
  1. merugikan kepentingan umum;
  2. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
  3. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
  1. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu,
  2. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa,
  3. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya,
  4. menjadi pengurus partai politik,
  5. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang,
  6. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan,
  7. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah,
  8. melanggar sumpah/janji jabatan, dan
  9. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 30
  1. Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
  2. Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.


Bagian Ketiga
Pemilihan Kepala Desa


Pasal 31
  1. Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota.
  2. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Kepala Desa serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32
  1. Badan Permusyawaratan Desa memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
  2. Badan Permusyawaratan Desa membentuk panitia pemilihan Kepala Desa.
  3. Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mandiri dan tidak memihak.
  4. Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa.

Pasal 33
Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:
  1. warga negara Republik Indonesia;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
  2. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;
  3. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar;
  4. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;
  5. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;
  6. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;
  7. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;
  8. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  9. berbadan sehat;
  10. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; dan
  11. syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Pasal 34
  1. Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa.
  2. Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
- 21 (3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap

pencalonan, pemungutan suara, dan penetapan. (4) Dalam melaksanakan pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan calon Kepala Desa terpilih, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa. (6) Biaya pemilihan Kepala Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota.

Desa dan

dibebankan pada Belanja Daerah

Pasal 35 Penduduk Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih.

Pasal 36 (1) Bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ditetapkan sebagai calon Kepala Desa oleh panitia pemilihan Kepala Desa. (2) Calon Kepala Desa yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat Desa di tempat umum sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa. (3) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 37 . . . Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/22 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/23 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/24 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/25 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/26 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/27 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/28 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/29 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/30 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/31 - 32 Pasal 59 (1) Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris. (2) Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa secara langsung dalam rapat Badan Permusyawaratan Desa yang diadakan secara khusus. (3) Rapat pemilihan pimpinan Badan Permusyawaratan Desa untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. Pasal 60 Badan Permusyawaratan Desa menyusun peraturan tata tertib Badan Permusyawaratan Desa. Pasal 61 Badan Permusyawaratan Desa berhak: a. mengawasi dan penyelenggaraan Pemerintah Desa;

meminta keterangan Pemerintahan Desa

tentang kepada

b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pasal 62 Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhak: a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan/atau pendapat;

d. memilih . . . Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/33 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/34
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.


Bagian Kedelapan
Penghasilan Pemerintah Desa


Pasal 66
  1. Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan.
  2. Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
  3. Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
  4. Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penerimaan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN DESA DAN MASYARAKAT DESA


Pasal 67
  1. Desa berhak:
    1. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
    2. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan
    3. mendapatkan sumber pendapatan.
  2. Desa berkewajiban:
    1. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    2. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa;
    3. mengembangkan kehidupan demokrasi;
    4. mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
    5. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa.

Pasal 68
  1. Masyarakat Desa berhak:
    1. meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
    2. memperoleh pelayanan yang sama dan adil;
  1. menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
  2. memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi:
    1. Kepala Desa;
    2. perangkat Desa;
    3. anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau
    4. anggota lembaga kemasyarakatan Desa.
  3. mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa.
  1. Masyarakat Desa berkewajiban:
    1. membangun diri dan memelihara lingkungan Desa;
    2. mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa yang baik;
    3. mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di Desa;
    4. memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di Desa; dan
    5. berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa.


BAB VII
PERATURAN DESA


Pasal 69
  1. Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa.
  1. Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  2. Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
  3. Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
  4. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota.
  5. Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Desa wajib memperbaikinya.
  6. Kepala Desa diberi waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi untuk melakukan koreksi.
  7. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
  8. Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa.
  9. Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
  10. Peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Lembaran Desa dan Berita Desa oleh sekretaris Desa.
  11. Dalam pelaksanaan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya.

Pasal 70
  1. Peraturan bersama Kepala Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa.
  2. Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama antar-Desa.


BAB VIII
KEUANGAN DESA DAN ASET DESA


Bagian Kesatu
Keuangan Desa


Pasal 71
  1. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
  2. Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.

Pasal 72
  1. Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari:
    1. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
    2. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
    3. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
    4. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/ Kota;
Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/40 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/41 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/42 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/43 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/44 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/45 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/46 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/47 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/48 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/49 b. Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa,

dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.


Pasal 90
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan:
  1. memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
  2. melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
  3. memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.


BAB XI
KERJA SAMA DESA


Pasal 91
Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga.


Bagian Kesatu
Kerja Sama antar-Desa


Pasal 92
  1. Kerja sama antar-Desa meliputi:
    1. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;
    2. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau
    3. bidang keamanan dan ketertiban.
  2. Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa.
  1. Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
  2. Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan dengan:
    1. pembentukan lembaga antar-Desa;
    2. pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
    3. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
    4. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan;
    5. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan
    6. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.
  3. Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan.
  4. Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.


Bagian Kedua
Kerja Sama dengan Pihak Ketiga


Pasal 93
  1. Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
  2. Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/52 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/53 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/54 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/55 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/56 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/57 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/58 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/59 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/60 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/61
  1. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
  2. mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa;
  3. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
  4. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
  5. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
  6. melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan;
  7. melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;
  8. melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama antar-Desa; dan
  9. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 116
  1. Desa yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap diakui sebagai Desa.
  2. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah tentang penetapan Desa dan Desa Adat di wilayahnya.
  1. Penetapan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
  2. Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersama Pemerintah Desa melakukan inventarisasi Aset Desa.

Pasal 117
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang sudah ada wajib menyesuaikannya dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 118
  1. Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa jabatannya.
  2. Periodisasi masa jabatan Kepala Desa mengikuti ketentuan Undang-Undang ini.
  3. Anggota Badan Permusyawaratan Desa yang ada pada saat ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa keanggotaanya.
  4. Periodisasi keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa mengikuti ketentuan Undang-Undang ini.
  5. Perangkat Desa yang tidak berstatus pegawai negeri sipil tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya.
  6. Perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil melaksanakan tugasnya sampai ditetapkan penempatannya yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 119
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 120
  1. Semua peraturan pelaksanaan tentang Desa yang selama ini ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
  2. Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangkan.

Pasal 121
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 122
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 7

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,


cap dan ttd.

Wisnu Setiawan

Penjelasan

[sunting]
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG
DESA

I. UMUM
1. Dasar Pemikiran

Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappern” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.

Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/67 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/68 -4-

2. Tujuan dan Asas Pengaturan a. Tujuan Pengaturan Pemerintah negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia. Desa yang memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Dengan demikian, tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: 1) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; 3) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; 4) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; 5) membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; 6) meningkatkan . . . Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/70 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/71 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/72 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/73 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/74 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/75 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/76 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/77 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/78 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/79 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/80 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/81 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/82 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/83 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/84 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/85 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/86 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/87 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/88 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/89 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/90 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/91 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/92 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/93 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/94 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/95 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/96 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/97 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/98 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/99 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/100 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/101 Halaman:UU Nomor 06 Tahun 2014.pdf/102 - 38 - Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5495