Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1965

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1965 (UU/1965/4)  (1965) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG Nomor: 4 TAHUN 1965

(LNRI 1965/32; TLN NO. 2747)

Tentang:

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:

bahwa perlu diadakan usaha-usaha untuk memberikan bantuan penghidupan dan perawatan kepada orang-orang jompo;

Mengingat:

1. pasal 5 ayat 1 dan pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tanggal 3 Desember 1960 No. II/MPRS/1960, lampiran A (penyempurnaan) § 388:

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

Memutuskan:

Menetapkan:

Undang-undang tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo.

BAB I.

KETENTUAN-KETENTUAN UMUM.

Pasal 1.

Yang dimaksud dengan orang jompo dalam Undang-undang ini ialah setiap orang yang berhubung dengan lanjutnya usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari.

Pasal 2.

Bantuan penghidupan yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini adalah pemberian tunjangan dan perawatan kepada orang jompo yang diselenggarakan secara umum oleh Pemerintah atau di rumah Badan-badan/Organisasi Swasta Perseorangan.

Pasal 3.

Tunjangan yang diberikan kepada orang jompo berupa pemberian bahan-bahan keperluan hidup atau uang, sedangkan perawatan diberikan di rumah sendiri, di rumah peristirahatan atau pengasuhan/pemondokan pada suatu keluarga.

BAB II.

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO OLEH PEMERINTAH.

Pasal 4.

(1) Pemberian bantuan penghidupan kepada orang-orang jompo tersebut dalam pasal 2 dan 3 ditugaskan kepada Menteri Sosial, dan dilakukan dalam bentuk dan ukuran menurut keperluan yang bersangkutan serta sesuai dengan keadaannya.

(2) Dengan tidak mengurangi wewenang Daerah dalam melaksanakan tugas mengatur dan mengurus rumah-rumah perawatan bagi orang jompo berdasarkan peraturan-peraturan Negara yang telah ada, maka tugas yang diserahkan dalam lapangan pemberian bantuan penghidupan orang jompo disesuaikan dan dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini serta menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Sosial.

Pasal 5.

(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan/subsidi, dan melakukan pengawasan terhadap usaha-usaha pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo yang dilakukan oleh Badan-badan/ Organisasi Swasta/Perseorangan.

(2) Bentuk dan ukuran bantuan - syarat-syarat perawatan dan pemberian subsidi dan lain-lain ditetapkan tersendiri oleh Menteri.

Pasal 6.

Apabila cara menyelenggarakan pemberian bantuan penghidupan orang jompo secara umum oleh sesuatu badan atau organisasi maupun perseorangan menurut pendapat Menteri Sosial tidak memenuhi syarat-syarat pemberian bantuan penghidupan, maka Menteri telah mendengar pendapat Kepala Dinas Sosial Daerah yang bersangkutan dapat melarang pengurus yang bersangkutan untuk menyelenggarakan pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo, dan mengambil tindakan yang dianggapnya perlu dan berfaedah dengan menggantikan kepentingan orang jompo yang bersangkutan.

BAB III.

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO OLEH BADAN-BADAN ATAU ORGANISASI SWASTA.

Pasal 7.

(1) Pengurus dari setiap badan atau organisasi yang menurut anggaran dasarnya seluruh atau sebagian pokok lapangan pekerjaannya memberi bantuan penghidupan secara umum kepada orang jompo, wajib melaporkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Sosial untuk didaftar serta untuk mendapatkan petunjuk- petunjuk yang bersifat bimbingan dalam waktu tiga bulan sejak badan atau organisasi itu didirikan.

(2) Demikian pula pengurus daripada badan atau organisasi tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberitahukan setiap perubahan anggaran dasar atau susunan dari badan atau organisasi yang dipimpinnya kepada pejabat yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dalam waktu satu bulan setelah perubahan itu diadakan.

Pasal 8.

(1) Badan-badan dan organisasi tersebut dalam pasal 7, yang memenuhi syarat dapat memperoleh bantuan atau subsidi dari Pemerintah.

(2) Badan-badan dan organisasi swasta yang mendapat bantuan atau subsidi dari Pemerintah, wajib memenuhi syarat-syarat dan mematuhi peraturan-peraturan dan petunjuk-petunjuk yang bersifat bimbingan tentang pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.

Pasal 9.

(1) Atas permintaan pejabat termaksud dalam pasal 7 ayat (1) pengurus daripada badan atau organisasi yang bersangkutan memberikan keterangan tentang pengurusan maupun tentang orang yang sedang atau pernah diberi tunjangan atau dirawat oleh badan atau organisasi yang dipimpinnya.

(2) Badan-badan dan organisasi tersebut dalam pasal 7 ayat (1) harus memberikan kesempatan dan kerja sama yang diperlukan kepada pejabat-pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Sosial untuk setiap waktu melakukan penilikan tentang pelaksanaan peraturan- peraturan, petunjuk-petunjuk, syarat-syarat serta kewajiban- kewajibannya.

Pasal 10.

(1) Bantuan atau subsidi Pemerintah akan dihentikan apabila pengurus Badan atau Organisasi seperti dimaksud dalam pasal 7 dan 8 melalaikan kewajibannya terhadap pemerintah.

(2) Apabila karena kelalaiannya itu menyebabkan orang jompo dalam tanggung jawabnya menjadi terlantar, maka pengurus Badan atau Organisasi tersebut dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.

(3) Perbuatan dimaksud dalam ayat (2) di atas adalah pelanggaran.

BAB IV.

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO OLEH PERSEORANGAN.

Pasal 11.

(1) Pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo secara umum oleh perseorangan hanya boleh dilakukan dengan izin serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Menteri Sosial.

(2) Kepada perseorangan yang menurut tujuan usahanya seluruh atau sebagian pokok lapangan pekerjaannya memberi bantuan penghidupan kepada orang jompo secara umum diwajibkan untuk melaporkan setiap perubahan tujuan usahanya kepada pejabat dan dalam waktu yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) dan memberi keterangan yang diperlukan pejabat itu mengenai orang yang sedang atau pernah diberinya tunjangan maupun dirawatnya.

(3) Terhadap perseorangan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku juga pasal-pasal 8, 9 dan 10.

BAB V.

KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP.

Pasal 12.

Pengurus badan-badan atau organisasi yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) dan perseorangan yang dimaksud dalam pasal 10 yang sudah mulai dengan usaha pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo sebelum Undang-undang ini mulai berlaku dengan sendirinya tunduk kepada ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini diwajibkan memenuhi ketentuan termaktub dalam pasal-pasal 7 ayat (1) dan 10 ayat (1) dalam waktu tiga bulan sesudah Undang-undang ini mulai berlaku.

Pasal 13.

Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini segala peraturan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangan.

Pasal 14.

(1) Undang-undang ini dinamakan,,Undang-undang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo".

(2) Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Mei 1965.
Presiden Republik Indonesia,

SUKARNO.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Mei 1965
Sekretaris Negara,

MOHD. ICHSAN.

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG No. 4 TAHUN 1965

tentang

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO

UMUM

Perwujudan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini adalah suatu langkah permulaan untuk mewujudkan kesejahteraan masyrakat khususnya orang jompo dan untuk memenuhi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/MPRS/ 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama (1961 - 1969) Lampiran Ketetapan No. II/MPRS/1960 A (Penyempurnaan) § 388 angka 9 huruf (b) ke (IV) yang berbunyi : "9. Sesuai dengan maksud dan tujuan negara yang dibangun berdasarkan Pancasila dan Sosialisme Indonesia, maka untuk mencegah timbulnya dan menjalarnya penyakit masyarakat, supaya Pemerintah: a. melarang dengan perundangan:

(I) dan sebagainya;

(II) dan sebagainya;

(III) dan sebagainya;

(IV) dan sebagainya; (V) dan sebagainya; (VI) dan sebagainya; (VII) dan sebagainya;

b. mengatur dengan perundangan: (I) dan sebagainya; (II) dan sebagainya; (III) dan sebagainya; (IV) pemeliharaan orang tua/jompo";

serta untuk melaksanakan jiwa pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar yang berbunyi : Tiap-tiap warga-negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".

Undang-undang ini terutama memuat dasar hukum untuk menentukan siapakah yang dimaksudkan dengan orang jompo itu dan memungkinkannya mendapatkan bantuan penghidupan yang selayaknya sebagai manusia, apalagi sebagai seorang warga-negara.

Yang mendorong dikeluarkannya Undang-undang ini adalah kenyataan bahwa masyarakat kita dalam perjuangannya untuk senantiasa maju dan meningkat, menjadi semakin kompleks sehingga berbagai fungsi sosial masyarakat yang tradisionil - seperti hanya dalam soal kaum jompo - tak dapat ditampung dan dilaksanakan lagi dengan sebaik-baiknya oleh masing-masing kesatuan masyarakat itu.

Gejala-gejala dari proces menghilangnya berbagai fungsi sosial masyrakat lebih dipercepat lagi dalam suatu masyarakat yang sedang pada tingkat revolusi mental (dan kulturil), yang berada dalam taraf peralihan dan perubahan disegala lapangan. Maka karenanya dalam rangka penyempurnaan susunan masyarakat yang adil dan makmur Pemerintah berkewajiban untuk memberikan bantuan penghidupan kepada orang-orang jompo menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

Mengenai pembiayaan, disamping menggunakan mata anggaran belanja Negara, juga akan dikerahkan usaha-usaha pengumpulan dana dan dari zakat dan wakaf.

Pasal-pasal yang memberi kemungkinan berkembang bagi usaha-usaha memberikan bantuan penghidupan kepada orang-orang jompo oleh fihak swasta sebenarnya adalah suatu pengakuan terhadap adanya berbagai pemeliharaan orang-orang jompo yang telah timbul dan diselenggarakan atas kegiatan masyarakat itu sendiri.

Pada hakekatnya Pemerintah dengan kebijaksanaan ini hendaknya terus memupuk jiwa gotong-royong dan tolong-menolong yang merupakan suatu tiang dasar yang utama dari rakyat Indonesia. Akan tetapi segala ini dengan ketentuan bahwa kegiatan-kegiatan dari masyarakat ini senantiasa berada dibawah bimbingan dan pengawasan Pemerintah sejalan dengan alam Sosialisme Indonesia.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Seorang baru dapat dikatakan jompo dalam arti Undang-undang ini apabila ia telah : a. lanjut usianya, dan b. tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari, dan c. tidak menerima nafkah secukupnya dari orang lain.

ad. a. Umur untuk ini bagi pria atau wanita ialah 55 tahun, namun demikian dalam keadaan tertentu Menteri Sosial dapat menentukan umur lebih muda, apabila keadaan physik orang itu memerlukan.

ad. b. Jika ia masih mempunyai dan sanggup mencari nafkah untuk keperluan hidupnya yang mutlak, maka ia belum dapat disebut orang jompo. ad c. Kemungkinan ada bahwa yang bersangkutan, memang tak berdaya mencari nafkahnya sendiri akan tetapi bila ada orang lain yang memberikan kebutuhan hidupnya yang pokok masih memberikan pertolongan kepadanya, maka orang demikian belumlah termasuk jompo.

Pasal 2

Yang dimaksud dengan pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo secara umum ialah bilamana gerak usaha tersebut diperuntukkan bagi orang jompo pada umumnya, tidak terbatas misalnya pada kerabat atau sanak-keluarga sendiri.

Pasal 3

Yang dimaksud dengan bahan keperluan hidup adalah sandang-pangan dan uang saku yang besarnya akan diperinci dengan keputusan Menteri Sosial, agar dengan mudah dapat disesuaikan dengan tingkat hidup yang sebenarnya.

Dalam hal perawatan ada kemungkinan bahwa seseorang jompo (dalam pengertian Undang-undang ini) sekalipun tiada mempunyai nafkah, tetapi masih memiliki/menempati rumah tinggal sendiri. Dalam keadaan demikian bila dikehendakinya, dapatlah perawatan dilakukan dirumahnya sendiri, ataupun tempat perawatan lainnya yang diingininya.

Apabila seorang jompo dalam keadaan sakit dirawat dalam rumah sakit maka pembiayaannya Sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah.

Demikianlah sesuai dengan maksud Undang-undang ini maka Pemerintah dalam pasal ini memungkinkan kebijaksanaan agar seseorang jompo akan merasa dirinya terjamin, dan dihargai pribadinya sebagai orang tua sehingga tiada perasaan khawatir atau gelisah, bahkan dapat menghabiskan hari tuanya dengan tenteram dan damai.

Pasal 4

Ayat (1). Bentuk dan ukuran pertolongan (baik harga-benda/ harta-cita, materiil/immateriil, jasmaniah/rohaniah) serta perawatan harus dipertimbangkan sedapat mungkin dengan mengingat batas-batas ukuran yang akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Sosial.

Ayat (2). Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini bermaksud untuk menjamin agar semua pertolongan dan pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Daerah Swatantra dilaksanakan berdasarkan garis-garis kebijaksanaan yang sama.

Pasal 5

Sesuai dengan tugas membimbing dari Pemerintah, maka Pemerintah c.q. Menteri Sosial akan mengatur dan menetapkan bentuk dan ukuran bantuan dan syarat-syarat perawatan dan pemberian subsidi

Pasal 6

Jikalau Menteri, setelah mengikuti dan mempelajari dengan seksama perkembangan usaha suatu badan/perseorangan, beranggapan bahwa pengurus badan atau perseorangan tersebut tidak mampu (kapabel) atau tidak tepat untuk menyelenggarakan pemeliharaan terhadap orang jompo, maka atas kebijaksanaannya Menteri dapat mengambil tindakan terhadap pengurus atau perseorangan tersebut dengan memperlihatkan kepentingan orang jompo yang bersangkutan.

Berhubung Kepala Dinas Sosial Daerah yang bersangkutan dimana badan atau perseorangan yang menyelenggarakan pemeliharaan orang jompo lebih mengetahui keadaan yang sebenarnya, maka adalah wajar, apabila Menteri mendengar pendapatnya terlebih dahulu, setelah memperhatikan pertimbangan Pemerintah Daerah.

Pasal 7

Dalam masyarakat disamping pemeliharaan orang jompo oleh Pemerintah, ada juga pemeliharaan orang jompo yang diselenggarakan oleh badan-badan swasta yang berdasarkan agama atau perikemanusiaan.

Usaha sosial serupa itu dengan sukarela timbul dalam masyarakat dan merupakan suatu pertanda bahwa semangat gotong-royong dan perikemanusiaan masih hidup dengan kokohnya di Indonesia.

Karena itu Pemerintah menyambutnya dengan gembira. Tetapi karena pada Pemerintah dilekatkan tugas untuk membimbing dan mengawasinya, maka untuk menjaga agar pemeliharaan orang jompo diselenggarakan sebagaimana mestinya serta memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan maksud Undang-undang ini maka ketentuan-ketentuan ini perlu diadakan dan dilaksanakan dengan cermat.

Pasal 8

Ayat (1). Sesuai dengan tugas membimbing dari Pemerintah maka berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah c.q. Menteri Sosial suatu badan swasta yang sudah memenuhi segala kewajiban dan syarat-syarat dapat diberikan bantuan atau subsidi.

Bantuan adalah berbentuk barang, uang atau jasa yang bersifat pemberian tidak permanen.

Subsidi adalah dalam bentuk uang dan bersifat permanen dalam arti selama menurut Menteri Sosial, badan tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

Ayat (2). Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12 s/d 14

Cukup jelas, lihat pasal 7.

Mengetahui:
Sekretaris Negara,

MOHD. ICHSAN.