Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007/Penjelasan

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Galat templat: mohon jangan hapus parameter kosong (lihat petunjuk gaya dan dokumentasi templat).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007/Penjelasan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008


I UMUM

APBN Tahun Anggaran 2008 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2008 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2008 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2008 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik, yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam tahun 2008.

Dengan memperhatikan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2008 diperkirakan akan mencapai sekitar 6,8% (enam koma delapan persen). Pemerintah optimis bahwa pertumbuhan tersebut dapat tercapai karena pertama, konsumsi masyarakat diperkirakan masih cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya daya beli masyarakat. Kedua, iklim investasi yang semakin kondusif diharapkan dapat menjadi daya tarik para investor baik domestik maupun asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga perluasan lapangan kerja dapat terwujud yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Faktor lain yang juga mendorong perekonomian Indonesia tahun 2008 adalah meningkatnya nilai ekspor Indonesia, terutama ekspor nonmigas. Sementara itu, impor Indonesia akan lebih difokuskan pada barang modal sehingga dapat memicu perkembangan industri pengolahan dalam negeri.

Sementara itu, melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp9.100,00 (sembilan ribu seratus rupiah) per satu dolar Amerika Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai peranan penting terhadap pencapaian sasaran inflasi tahun 2008, dan perkembangan suku bunga perbankan. Dalam tahun 2008, dengan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan terjaminnya pasokan dan lancarnya arus distribusi kebutuhan bahan pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada level 6,0% (enam koma nol persen). Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai rata-rata 7,5% (tujuh koma lima persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan minyak dunia yang tetap kuat, terutama oleh industri Cina dan India, serta ketatnya spare capacity di negara-negara produsen minyak karena investasi di sektor perminyakan yang relatif lambat, maka rata-rata harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional dalam tahun 2008 diperkirakan akan berada pada kisaran US$60,0 (enam puluh dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat lifting minyak mentah diperkirakan sekitar 1,034 (satu koma nol tiga empat) juta barel per hari.

Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di tahun 2008, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu, sasaran program kerja pemerintah dalam tahun 2008 diharapkan dapat memberikan kemajuan penting dalam pelaksanaan tiga agenda pembangunan sebagaimana digariskan dalam RPJMN 2004-2009, yaitu: (a) mewujudkan Indonesia yang aman dan damai; (b) mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; dan (c) mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Sementara itu, tantangan pokok kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan yang dihadapi pada tahun 2008, adalah: (a) mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi; (b) mempercepat pengurangan pengangguran dan kemiskinan; dan (c) menjaga stabilitas ekonomi.

Berdasarkan tiga agenda dan tantangan pokok yang dihadapi tersebut, 

penyusunan Rancangan APBN Tahun Anggaran 2008 diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu: (a) peningkatan investasi, ekspor, dan kesempatan kerja; (b) revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan pembangunan perdesaan; (c) percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan pengelolaan energi; (d) peningkatan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan; (e) peningkatan efektifivitas penanggulangan kemiskinan; (f) pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi; (g) penguatan kemampuan pertahanan dan pemantapan keamanan dalam negeri; serta (h) penanganan bencana, pengurangan risiko bencana, dan peningkatan penanggulangan flu burung.

Dengan demikian, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2008 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan, disamping tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, maka prioritas alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2008 adalah: (i) belanja investasi, terutama di bidang infrastruktur dasar untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional; (ii) bantuan sosial, terutama untuk menyediakan pelayanan dasar kepada masyarakat, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, dengan

Text Box: memperhatikan … memperhatikan peningkatan rasio anggaran pendidikan sesuai amanat UUD 1945, serta meningkatkan upaya pemerataan; (iii) perbaikan penghasilan dan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (iv) peningkatan kualitas pelayanan dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan; (v) penyediaan subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa pada tingkat yang terjangkau masyarakat; serta (vi) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang.

Selanjutnya, APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi 

dalam rangka memenuhi hak warga negara atas: (i) pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (ii) hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan (iii) jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat pendidikan yang layak. Di samping itu, keseimbangan pembangunan termasuk di dalamnya penganggaran perlu tetap harus dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Di bidang transfer ke daerah, sebagai salah satu fokus utama pembangunan 

nasional, negara memprioritaskan anggaran pendapatan dan belanja negara untuk meningkatkan belanja daerah melalui efisiensi anggaran belanja pusat dengan mengalihkan dana tersebut untuk belanja modal daerah. Terkait dengan hal ini, ke depan diharapkan anggaran belanja barang dan belanja modal pemerintah pusat dapat dialihkan untuk pembangunan sejumlah infrastruktur strategis seperti di bidang pertanian, perairan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi di seluruh daerah di tanah air.

Penambahan alokasi transfer ke daerah tersebut menuntut kesiapan 

daerah, karena jika daerah tidak siap, pengalihan dana tersebut tidak akan efisien dan selanjutnya tidak berdampak pada pertumbuhan daerah. Di samping itu, instrumen dan mekanisme pengalokasiannya harus tetap diperhatikan.

Oleh karena itu, dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab, juga diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara proporsional, demokratis, adil dan transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan kebijakan belanja ke daerah dalam tahun 2008 akan tetap diarahkan untuk: (i) meningkatkan efisiensi pelayanan publik; (ii) mengakomodasi aspirasi masyarakat; (iii) memperbaiki struktur fiskal (APBD); (iv) mobilisasi sumber-sumber keuangan (PAD); (v) meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi; (vi) mengurangi disparitas fiskal antardaerah; (vii) menjamin penyediaan pelayanan dasar sosial; (viii) memperbaiki kesejahteraan masyarakat; dan (ix) menstimulasi perekonomian dan investasi di daerah.

Selanjutnya, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, negara memprioritaskan APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan mengalokasikan sekurang- kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) APBN dan APBD untuk pendidikan nasional. Namun mengingat amanat konstitusi untuk memperhatikan berbagai bidang lainnya secara keseluruhan, dalam tahun 2008 anggaran pendidikan diperkirakan masih mencapai sekitar 12,0% (dua belas koma nol persen) dari APBN. Perhitungan anggaran pendidikan tersebut didasarkan atas nilai perbandingan (dalam persen) antara alokasi anggaran pada fungsi pendidikan di dalam belanja negara (tidak termasuk gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan) terhadap keseluruhan belanja negara (tidak termasuk keseluruhan gaji). Definisi ini telah digunakan pada APBN 2007. Perhitungan anggaran pendidikan tersebut konsisten dengan amanat dalam Pasal 31 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 49 Ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, pengalokasian anggaran pendidikan harus sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah menetapkan fungsi pendidikan (beserta anggarannya) dilimpahkan ke Daerah, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang mendukung perbaikan kesejahteraan para pendidik.

Apabila gaji para guru dan pendidik yang merupakan komponen utama pendidikan dalam rasio anggaran pendidikan, maka anggaran pendidikan tahun 2008 telah mencapai 18,0% (delapan belas koma nol persen). Rasio tersebut diperoleh dari nilai perbandingan (dalam persen) antara alokasi anggaran fungsi pendidikan di dalam belanja negara (termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk pendidikan kedinasan) terhadap keseluruhan belanja negara. Sedangkan apabila, rasio anggaran pendidikan hanya memperhitungkan belanja pemerintah pusat tanpa memperhitungkan gaji guru dan pendidik, maka anggaran pendidikan tahun 2008 mencapai 10,0% (sepuluh koma nol persen). Rasio tersebut diperoleh dari nilai perbandingan (dalam persen) antara alokasi anggaran fungsi pendidikan di dalam belanja pemerintah pusat (tidak termasuk gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan) terhadap belanja pemerintah pusat.

Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah tersebut, diperlukan sumber-sumber pendapatan negara dan pembiayaan anggaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam RAPBN tahun 2008, baik perpajakan maupun PNBP yaitu: kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan pada tahun sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subjek dan objek pengenaan, serta perbaikan dan efektivitas administrasi pemungutan.

Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan target pendapatan tahun 2008, yaitu adanya perundang- undangan dan peraturan pelaksanaannya yang telah selesai pada tahun 2007. Undang-Undang dimaksud antara lain: paket UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Cukai, serta berbagai UU sektoral. Perubahan UU perpajakan akan berdampak pada penerimaan negara dan perekonomian, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, perubahan UU perpajakan tersebut diperkirakan akan memberikan dampak penurunan penerimaan perpajakan (tax potential loss), yang terdiri dari perubahan UU Ketentuan Umum Perpajakan dan UU Pajak Penghasilan.

Namun di sisi lain, penyempurnaan terhadap administrasi perpajakan diperkirakan akan memberikan dampak positif pada penerimaan perpajakan diantaranya mencakup langkah-langkah: (i) peningkatan kepatuhan wajib pajak; (ii) pembentukan kantor-kantor pelayanan pajak modern dengan penerapan sistem pemungutan berbasis tekonologi informasi; (iii) reorganisasi pada struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak dari organisasi berdasarkan jenis pajak menjadi organisasi berdasarkan fungsi; (iv) penciptaan Kode Etik Pegawai; (v) perbaikan sistem remunerasi; dan (vi) pembentukan Account Representative.

Sementara itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP merupakan seluruh penerimaan pemerintah pusat yang berasal dari luar perpajakan yang berasal dari penerimaan sumber daya alam (SDA), bagian pemerintah atas laba BUMN, dan PNBP lainnya. Kebijakan PNBP tahun 2008 akan lebih dititikberatkan pada peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP pada masing-masing kementerian/lembaga, antara lain melalui: (i) penyusunan peraturan perundang-undangan PNBP, serta evaluasi dan penyempurnaan tarif di bidang PNBP, dan (ii) melakukan verifikasi besaran PNBP dan penegakan hukum (law enforcement) di bidang PNBP. Di lain pihak, optimalisasi penerimaan hibah akan dilakukan antara lain melalui monitoring pencairan atas komitmen para donor dalam rangka hibah, khususnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah bencana.

Selanjutnya, kebijakan umum pembiayaan anggaran antara lain dititikberatkan pada penetapan sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun rencana alokasi belanja negara. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam RAPBN Tahun Anggaran 2008 diperkirakan masih terdapat defisit anggaran. Defisit tersebut, akan ditutup melalui pembiayaan anggaran yang berasal dari utang dan nonutang. Pemerintah memiliki pilihan pembiayaan anggaran yaitu melalui rekening Pemerintah, privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penjualan aset program restrukturisasi perbankan melalui PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PT PPA), dan pengadaan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan Pinjaman Luar Negeri.

Di masa mendatang, sumber pembiayaan anggaran akan lebih diprioritaskan pada penerbitan Surat Berharga Negara Rupiah di pasar domestik dengan pertimbangan: (i) semakin terbatasnya sumber pembiayaan defisit dari nonutang yang berasal dari penjualan aset negara yang dikelola PT PPA, privatisasi BUMN, dan saldo Kas Negara; (ii) untuk mengurangi exposure terhadap pinjaman luar negeri dalam rangka mengurangi risiko nilai tukar (exchange rate risk); (iii) untuk mendukung pengembangan pasar modal sebagai sumber pembiayaan dalam negeri; dan (iv) untuk mendukung implementasi kebijakan moneter berbasis pasar (market-based monetary policy). Terkait hal tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut digunakan seoptimal mungkin guna menghindari terjadinya beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Selain itu, strategi pembiayaan anggaran harus diimplementasikan secara terkoordinasi agar dapat tercapai pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel, dan pengelolaan utang yang sehat serta pengelolaan kas yang efisien.


II PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.


Pasal 2 Cukup jelas.


Pasal 3 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Penerimaan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut tidak diperhitungkan dalam besaran dana alokasi umum (DAU), dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama.


Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a antara lain adalah sektor migas, panas bumi, listrik, penerbangan, pelayaran, industri terpilih, dan transportasi publik.

Ayat (4)

Penerimaan perpajakan sebesar Rp591.978.380.000.000,00 (lima ratus sembilan puluh satu triliun sembilan ratus tujuh puluh delapan miliar tiga ratus delapan puluh juta rupiah) terdiri dari:

(dalam rupiah)

a. Pajak dalam negeri 569.971.680.000.000,00

4111 Pajak penghasilan (PPh) 305.961.420.000.000,00

41111 PPh minyak bumi dan gas alam 41.649.820.000.000,00

411111 PPh minyak bumi 15.125.760.000.000,00

411112 PPh gas alam 26.524.060.000.000,00

41112 PPh nonmigas 264.311.600.000.000,00

411121 PPh Pasal 21 39.500.500.000.000,00

411122 PPh Pasal 22 non impor 6.720.800.000.000,00

411123 PPh Pasal 22 impor 21.638.140.000.000,00

411124 PPh Pasal 23 25.285.130.000.000,00

411125 PPh Pasal 25/29 orang pribadi 2.954.800.000.000,00

411126 PPh Pasal 25/29 badan 111.161.120.000.000,00

411127 PPh Pasal 26 17.323.800.000.000,00

411128 PPh final dan fiskal luar negeri 39.727.310.000.000,00

4112 Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan

pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) 187.626.700.000.000,00 

4113 Pajak bumi dan bangunan (PBB) 24.159.700.000.000,00

4114 Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) 4.852.700.000.000,00

4115 Pendapatan cukai 44.426.530.000.000,00

41151 Pendapatan Cukai 44.426.530.000.000,00

411511 Pendapatan Cukai Hasil Tembakau 43.571.000.000.000,00

411512 Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol 196.800.000.000,00

411513 Pendapatan Cukai Minuman

Mengandung Ethyl Alkohol 658.730.000.000,00 

4116 Pendapatan pajak lainnya 2.944.630.000.000,00

b. Pajak perdagangan internasional 22.006.700.000.000,00

4121 Pendapatan bea masuk 17.940.800.000.000,00

4122 Pendapatan bea keluar 4.065.900.000.000,00


Pasal 4 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp187.236.083.476.000,00 (seratus delapan puluh tujuh triliun dua ratus tiga puluh enam miliar delapan puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) terdiri dari:

(dalam rupiah)

421 Penerimaan sumber daya alam 126.203.170.475.000,00

4211 Pendapatan minyak bumi 84.317.000.000.000,00

42111 Pendapatan minyak bumi 84.317.000.000.000,00

4212 Pendapatan gas alam 33.605.010.000.000,00

42121 Pendapatan gas alam 33.605.010.000.000,00

4213 Pendapatan pertambangan umum 5.306.410.475.000,00

421311 Pendapatan iuran tetap 66.608.329.000,00

421312 Pendapatan royalti batubara 5.239.802.146.000,00

4214 Pendapatan kehutanan 2.774.750.000.000,00

42141 Pendapatan dana reboisasi 1.271.300.000.000,00

42142 Pendapatan provisi sumber daya hutan 1.498.700.000.000,00

42143 Pendapatan iuran hak pengusahaan hutan 4.750.000.000,00

4215 Pendapatan perikanan 200.000.000.000,00

421511 Pendapatan perikanan 200.000.000.000,00

422 Pendapatan Bagian Laba BUMN 23.404.346.000.000,00

4221 Bagian pemerintah atas laba BUMN 23.404.346.000.000,00

423 Pendapatan PNBP Lainnya 37.628.567.001.000,00

42311 Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan 2.623.023.391.000,00

423111 Pendapatan penjualan hasil pertanian,

kehutanan, dan perkebunan 2.510.115.000,00 

423112 Pendapatan penjualan hasil peternakan

dan perikanan 9.778.910.000,00 

423113 Pendapatan penjualan hasil tambang 2.593.589.525.000,00

423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/

rampasan dan harta peninggalan 9.465.178.000,00 

423115 Pendapatan penjualan obat-obatan dan

hasil farmasi lainnya 231.911.000,00 

423116 Pendapatan penjualan informasi,

penerbitan, film, survei, pemetaan dan 
hasil cetakan lainnya 5.848.788.000,00 

423117 Penjualan dokumen-dokumen pelelangan 234.603.000,00

423119 Pendapatan penjualan lainnya 1.364.361.000,00

42312 Pendapatan penjualan aset 43.913.719.000,00

423121 Pendapatan penjualan rumah, gedung,

bangunan, dan tanah 721.529.000,00 

423122 Pendapatan penjualan kendaraan bermotor 1.813.944.000,00

423123 Pendapatan penjualan sewa beli 30.026.309.000,00

423124 Penjualan aset bekas milik asing 10.000.000.000,00

423129 Pendapatan penjualan aset lainnya yang berlebih/rusak/dihapuskan 1.351.937.000,00

42313 Pendapatan sewa 54.566.090.000,00

423131 Pendapatan sewa rumah dinas/rumah

negeri 15.394.614.000,00 

423132 Pendapatan sewa gedung, bangunan,

dan gudang 33.223.785.000,00 

423133 Pendapatan sewa benda-benda bergerak 3.983.254.000,00

423139 Pendapatan sewa benda-benda tak

bergerak lainnya 1.964.437.000,00 

42314 Pendapatan jasa I 12.774.412.135.000,00

423141 Pendapatan rumah sakit dan instansi

kesehatan lainnya 2.800.929.603.000,00 

423142 Pendapatan tempat hiburan/taman/

museum dan pungutan usaha pariwisata 
alam (PUPA) 30.172.066.000,00 

423143 Pendapatan surat keterangan, visa,

paspor, SIM, STNK, dan BPKB 2.571.036.960.000,00 

423144 Pendapatan hak dan perizinan 4.685.682.977.000,00

423145 Pendapatan sensor/karantina,

pengawasan/pemeriksaan 51.302.889.000,00 

423146 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan,

informasi, pelatihan, teknologi, 
pendapatan BPN, pendapatan DJBC 
(jasa pekerjaan dari cukai) 2.058.115.895.000,00 

423147 Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama 68.849.760.000,00

423148 Pendapatan jasa bandar udara,

kepelabuhanan, dan kenavigasian 505.864.300.000,00 

423149 Pendapatan jasa II lainnya 2.457.685.000,00

42315 Pendapatan jasa II 2.022.984.414.000,00

423151 Pendapatan jasa lembaga keuangan

(jasa giro) 39.923.001.000,00 

423152 Pendapatan jasa penyelenggaraan

telekomunikasi 1.067.857.143.000,00 

423155 Pendapatan biaya penagihan pajak-pajak

negara dengan surat paksa 3.328.140.000,00 

423157 Pendapatan bea lelang 31.384.307.000,00

423158 Pendapatan biaya pengurusan piutang

dan lelang negara 42.269.350.000,00 

423159 Pendapatan jasa II lainnya 838.222.473.000,00

42316 Pendapatan bukan pajak dari luar negeri 379.409.943.000,00

423161 Pendapatan dari pemberian surat

perjalanan Republik Indonesia 56.648.876.000,00 

423162 Pendapatan dari jasa pengurusan

dokumen konsuler 322.761.067.000,00 

42317 Pendapatan bunga 1.342.531.103.000,00

423179 Pendapatan bunga lainnya 1.342.531.103.000,00

42321 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 33.766.987.000,00

423211 Pendapatan legalisasi tanda tangan 1.163.642.000,00

423212 Pendapatan pengesahan surat di bawah

tangan 275.505.000,00 

423213 Pendapatan uang meja (leges) dan upah

pada panitera badan pengadilan (peradilan) 676.830.000,00 

423214 Pendapatan hasil denda/tilang dan

sebagainya 20.834.900.000,00 

423215 Pendapatan ongkos perkara 9.303.210.000,00

423219 Pendapatan kejaksaan dan peradilan

lainnya 1.512.900.000,00 

42331 Pendapatan pendidikan 4.599.509.370.000,00

423311 Pendapatan uang pendidikan 4.027.998.545.000,00

423312 Pendapatan uang ujian masuk,

kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan 23.543.285.000,00 

423313 Uang ujian untuk menjalankan praktik 25.227.186.000,00

423319 Pendapatan pendidikan lainnya 522.740.354.000,00

42341 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja

tahun anggaran berjalan 1.431.993.000,00 

423411 Penerimaan kembali belanja pegawai

pusat 996.993.000,00 

423412 Penerimaan kembali belanja pensiun 170.000.000,00

423413 Penerimaan kembali belanja lainnya

rupiah murni 265.000.000,00 

42342 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja

tahun anggaran yang lalu 2.507.502.000,00

423421 Penerimaan kembali belanja pegawai

pusat 983.648.000,00 

423423 Penerimaan kembali belanja lainnya

rupiah murni 1.519.224.000,00 

423424 Penerimaan kembali belanja lain

pinjaman luar negeri 4.630.000,00 

42343 Pendapatan laba bersih hasil penjualan BBM 6.456.470.000.000,00

423431 Pendapatan minyak mentah DMO 6.456.470.000.000,00

42344 Pendapatan pelunasan piutang 4.831.411.555.000,00

423441 Pendapatan pelunasan piutang non-

bendahara 4.828.980.000.000,00 

423442 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas

kerugian yang diderita oleh negara 
(masuk TP/TGR) bendahara 2.431.555.000,00 

42347 Pendapatan lain-lain 2.006.227.969.000,00

423471 Penerimaan kembali persekot/uang

muka gaji 2.066.213.000,00 

423472 Penerimaan denda keterlambatan

penyelesaian pekerjaan pemerintah 3.739.322.000,00 

423473 Pendapatan atas denda administrasi

BPHTB 38.318.000,00 

423475 Pendapatan denda pelanggaran di

bidang pasar modal 12.500.000.000,00 

423476 Pendapatan dari gerakan nasional

rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL) 325.000.000.000,00 

423477 Pendapatan regestrasi dokter/dokter gigi 2.500.000.000,00

423479 Pendapatan anggaran lain-lain 1.660.384.116.000,00

42348 Pendapatan Iuran Badan Usaha 429.900.830.000,00

423481 Pendapatan iuran badan usaha dan

kegiatan usaha penyediaan dan 
pendistribusian BBM 329.842.200.000,00 

423482 Pendapatan iuran badan usaha dan

kegiatan usaha pengangkutan gas bumi 
melalui pipa 100.058.630.000,00 

42411 Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil

Korupsi 26.500.000.000,00 

424111 Pendapatan uang sitaan hasil korupsi

yang telah ditetapkan pengadilan 25.000.000.000,00 

424112 Pendapatan gratifikasi yang ditetapkan

KPK menjadi milik negara 1.500.000.000,00 


Pasal 5 Cukup jelas.


Pasal 6 Cukup jelas.


Pasal 7 Cukup jelas.


Pasal 8 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama.

Yang dimaksud dengan perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan ijin penggunaan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan penarikan pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan PHLN. Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah PHLN yang belum disetujui dalam APBN tahun 2008 dan pinjaman yang bersumber dari kredit ekspor.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2008 diajukan kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan pemerintah pusat adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran yang dilakukan sepanjang tahun 2008.


Pasal 9 Cukup jelas.


Pasal 10 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.



Text Box: Ayat (3)… Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Dana perimbangan sebesar Rp266.780.135.210.000,00 (dua ratus enam puluh enam triliun tujuh ratus delapan puluh miliar seratus tiga puluh lima juta dua ratus sepuluh ribu rupiah), terdiri dari:

(dalam rupiah)

1. Dana Bagi Hasil (DBH) 66.070.849.339.000,00

a. DBH Pajak 36.333.640.960.000,00

i. DBH Pajak Penghasilan 8.491.060.000.000,00

- Pajak penghasilan Pasal 21 7.900.100.000.000,00

- Pajak penghasilan Pasal 25/29 orang pribadi 590.960.000.000,00

ii. DBH Pajak Bumi dan Bangunan 22.989.880.960.000,00

iii. DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 4.852.700.000.000,00

b. DBH Sumber Daya Alam 29.737.208.379.000,00

i. DBH SDA Minyak Bumi 12.850.650.000.000,00

ii. DBH SDA Gas Alam 10.770.150.000.000,00

iii. DBH SDA Pertambangan Umum 4.245.128.379.000,00

- Iuran Tetap 53.286.663.000,00

- Royalti 4.191.841.716.000,00

iv. DBH SDA Kehutanan 1.711.280.000.000,00

- Provisi Sumber Daya Hutan 1.198.960.000.000,00

- Iuran Hak Pengusahaan Hutan 3.800.000.000,00

- Dana Reboisasi 508.520.000.000,00

v. DBH SDA Perikanan 160.000.000.000,00

2. Dana Alokasi Umum (DAU) 179.507.144.871.000,00

3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 21.202.141.000.000,00



Pasal 11 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dana otonomi khusus sebesar Rp7.510.285.794.000,00 (tujuh triliun lima ratus sepuluh miliar dua ratus delapan puluh lima juta tujuh ratus sembilan puluh empat ribu rupiah) terdiri dari:


1. Alokasi Dana Otonomi Khusus Papua sebesar Rp3.590.142.897.000,00 (tiga triliun lima ratus sembilan puluh miliar seratus empat puluh dua juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah), terutama digunakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Papua tersebut diperuntukkan bagi kabupaten/kota/provinsi di Provinsi Papua dan kabupaten/ kota di Provinsi Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. 2. Alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh sebesar Rp3.590.142.897.000,00 (tiga triliun lima ratus sembilan puluh miliar seratus empat puluh dua juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) untuk mendanai pembangunan, terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional. 3. Dana tambahan infrastruktur Provinsi Papua sebesar Rp330.000.000.000,00 (tiga ratus tiga puluh miliar rupiah), terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.


Ayat (3) Dana penyesuaian sebesar Rp6.939.041.714.000,00 (enam triliun sembilan ratus tiga puluh sembilan miliar empat puluh satu juta tujuh ratus empat belas ribu rupiah) terdiri dari:


1. Dana penyeimbang DAU sebesar Rp242.835.500.000,00 (dua ratus empat puluh dua miliar delapan ratus tiga puluh lima juta lima ratus ribu rupiah), yang dialokasikan kepada daerah tertentu yang mengalami penurunan DAU sebesar 75 persen atau sampai dengan 100 persen dibandingkan dengan perolehan DAU tahun 2007 di luar dana penyesuaian. 2. Dana tunjangan kependidikan sebesar Rp1.200.000.000.000,00 (satu triliun dua ratus miliar rupiah) yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka mendanai kebutuhan tunjangan kependidikan. 3. Dana sarana dan prasarana Provinsi Papua Barat sebesar Rp670.000.000.000,00 (enam ratus tujuh puluh miliar rupiah) yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana fisik. 4. Dana infrastruktur sarana dan prasarana sebesar Rp4.626.206.214.000,00 (empat triliun enam ratus dua puluh enam miliar dua ratus enam juta dua ratus empat belas ribu rupiah) yang dialokasikan kepada daerah tertentu sebagai penguatan desentralisasi fiskal melalui penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana fisik, serta sarana lainnya yang juga menjadi urusan daerah. 5. Dana Alokasi Cukai sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) yang dialokasikan kepada daerah penghasil cukai tembakau untuk melaksanakan penugasan dari Pemerintah dalam rangka mengurangi cukai palsu (cukai ilegal), sosialisasi peraturan dan pemetaan industri rokok sesuai amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.


Pasal 12 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp73.305.994.670.000,00 (tujuh puluh tiga triliun tiga ratus lima miliar sembilan ratus sembilan puluh empat juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah) terdiri dari:


1. Pembiayaan Dalam Negeri sebesar Rp89.975.295.500.000,00 (delapan puluh sembilan triliun sembilan ratus tujuh puluh lima miliar dua ratus sembilan puluh lima juta lima ratus ribu rupiah) terdiri dari:


(dalam rupiah) 

a. Perbankan dalam negeri 300.000.000.000,00

b. Non-perbankan dalam negeri 89.675.295.500.000,00

i. Privatisasi 1.500.000.000.000,00

ii. Penjualan aset program

restrukturisasi perbankan 600.000.000.000,00 

iii. Surat berharga negara (neto) 91.575.295.500.000,00

iv. Dana Investasi Pemerintah -4.000.000.000.000,00



Pembiayaan perbankan dalam negeri berasal dari rekening 

Pemerintah di Bank Indonesia.

Surat Berharga Negara (SBN) neto merupakan selisih antara 

penerbitan dengan pembayaran pokok dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak hanya dalam mata uang

Text Box: domestik . . . rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup penerbitan SBN dalam valuta asing di pasar internasional.

Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan 

diterbitkan, pembayaran pokok dan pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah dengan mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar, sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai.

Untuk mendukung pembangunan transportasi di Ibukota Negara 

Republik Indonesia, Pemerintah memberikan jaminan pembangunan proyek monorail di Jakarta. Dalam rangka mendukung pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batu bara oleh PT Perusahaan Listrik Negara, Pemerintah memberikan jaminan penuh dari segi pembiayaan. Jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai pinjaman pemerintah kepada PLN apabila terealisir. Jaminan Pemerintah tersebut diberikan dengan memperhitungkan risiko fiskal yang mungkin terjadi ke depan.

Pencairan dana penjaminan infrastruktur dalam belanja lain-lain 

mengikuti pencairan dana dukungan infrastruktur, yang sekarang disebut dana investasi Pemerintah, yang telah berjalan selama ini.

2. Pembiayaan Luar Negeri neto sebesar negatif Rp16.669.300.830.000,00 (enam belas triliun enam ratus enam puluh sembilan miliar tiga ratus juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah) terdiri dari:

(dalam rupiah)

a. Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) 42.989.310.000.000,00

– Pinjaman program 19.110.000.000.000,00 
– Pinjaman proyek 23.879.310.000.000,00 

b. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri -59.658.610.830.000,00

Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri 

dari selain surat berharga negara.

Pasal 13 Cukup jelas.


Pasal 14 Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah:


1. Keadaan darurat, yaitu keadaan yang sulit direncanakan, baik dari aspek saat kejadian dan/atau aspek kebutuhan dana pada saat kejadian, yang memungkinkan adanya risiko politik, ekonomi, dan sosial yang besar manakala kebutuhan dana tidak dapat dipenuhi pada saat kejadian. 2. Keadaan yang menyebabkan adanya tambahan kewajiban negara yang timbul akibat perubahan asumsi indikator ekonomi makro (harga minyak, lifting, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia tiga bulan) yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Kewajiban dimaksud berupa pembayaran bunga utang, subsidi bahan bakar minyak, dan subsidi listrik. Hal ini dilakukan selain untuk menghindari adanya tagihan-tagihan kepada Pemerintah pada tahun-tahun mendatang, juga dalam upaya menjaga kinerja arus kas bagi pihak-pihak terkait, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara yang menerima penugasan dari Pemerintah.


Pasal 15 Cukup jelas.


Pasal 16 Cukup jelas.


Pasal 17 Ayat (1)

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan adalah 

Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Ayat (3)

Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diperiksa oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial statements) sebagaimana diuraikan pada Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.


Pasal 18 Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4778