Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 masih berlaku aktif, namun telah mengalami perubahan.
Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, lihat di sini.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 (UU/2007/40)  (2007) 
tentang Perseroan Terbatas

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
  2. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;
  3. bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
  4. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
  2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.
  3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
  4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
  5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
  1. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
  2. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
  3. Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
  4. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
  5. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
  6. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
  7. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.
  8. Surat Tercatat adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan.
  9. Surat Kabar adalah surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional.
  1. Hari adalah hari kalender.
  2. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Pasal 2
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Pasal 3
  1. Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
    1. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
    2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
    3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
    4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Pasal 4
Terhadap Perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5
  1. Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
  1. Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
  2. Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan.

Pasal 6
Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.


BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR PERSEROAN DAN PENGUMUMAN


Bagian Kesatu
Pendirian


Pasal 7
  1. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
  2. Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
  4. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
  5. Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
  1. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
  2. Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi :
    1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
    2. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.

Pasal 8
  1. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.
  2. Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
    1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
    2. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
    3. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
  3. Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.

Pasal 9
  1. Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
    1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
    2. jangka waktu berdirinya Perseroan;
    3. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
    4. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
    5. alamat lengkap Perseroan.
  2. Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan.
  3. Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10
  1. Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
  2. Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
  3. Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
  1. Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik.
  2. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
  3. Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik.
  4. Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur.
  5. Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
  6. Dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
  7. Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi permohonan pengajuan kembali.

Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum mempunyai atau tidak dapat digunakan jaringan elektronik diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12
  1. Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian.
  2. Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.
  3. Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan.
  4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan.

Pasal 13
  1. Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.
  2. RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
  3. Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara bulat.
  4. Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
  1. Persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian Perseroan.

Pasal 14
  1. Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.
  2. Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.
  3. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum.
  4. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan.
  5. RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.


Bagian Kedua
Anggaran Dasar dan Perubahan Anggaran Dasar


Paragraf 1
Anggaran Dasar

Pasal 15
  1. Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
  1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
  2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
  3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
  4. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
  5. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
  6. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
  7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
  8. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
  9. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
  1. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
  2. Anggaran dasar tidak boleh memuat:
    1. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
    2. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

Pasal 16
  1. Perseroan tidak boleh memakai nama yang:
    1. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama Perseroan lain;
    2. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
    3. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
    4. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
    5. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; atau
    6. mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
  1. Nama Perseroan harus didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”.
  2. Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 17
  1. Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
  2. Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.

Pasal 18
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Perubahan Anggaran Dasar

Pasal 19
  1. Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.
  2. Acara mengenai perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS.

Pasal 20
  1. Perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan, kecuali dengan pesetujuan kurator.
  2. Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.

Pasal 21
  1. Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
  2. Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
    2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
    3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
    4. besarnya modal dasar;
    5. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
    6. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
  3. Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri.
  4. Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
  5. Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
  6. Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
  7. Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
  8. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
  9. Setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (7) permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri.

Pasal 22
  1. Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir.
  2. Menteri memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan.

Pasal 23
  1. Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.
  2. Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku dalam hal Undang-Undang ini menentukan lain.

Pasal 24
  1. Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, wajib mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut.
  2. Direksi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 25
  1. Perubahan anggaran dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka mulai berlaku sejak tanggal:
    1. efektif pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal bagi Perseroan Publik; atau
    2. dilaksanakan penawaran umum, bagi Perseroan yang mengajukan pernyataan pendaftaran kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
  2. Dalam hal pernyataan pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak menjadi efektif atau Perseroan yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melaksanakan penawaran umum saham, Perseroan harus mengubah kembali anggaran dasarnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal persetujuan Menteri.

Pasal 26
Perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan berlaku sejak tanggal:
  1. persetujuan Menteri;
  2. kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau
  3. pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan.

Pasal 27
Permohonan persetujuan atas perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) ditolak apabila:
  1. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar;
  2. isi perubahan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan; atau
  1. terdapat keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.

Pasal 28
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, dan keberatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 mutatis mutandis berlaku bagi pengajuan permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar dan keberatannya.


Bagian Ketiga
Daftar Perseroan dan Pengumuman


Paragraf 1
Daftar Perseroan

Pasal 29
  1. Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.
  2. Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang Perseroan yang meliputi:
    1. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan;
    2. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
    3. nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
    4. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
    5. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
    6. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar;
    7. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan;
  1. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
  2. berakhirnya status badan hukum Perseroan;
  3. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
  1. Data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam daftar Perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:
    1. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
    2. penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau
    3. penerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mengenai nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
  3. Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2
Pengumuman

Pasal 30
  1. Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:
    1. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
    2. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
    3. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
  1. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB III
MODAL DAN SAHAM


Bagian Kesatu
Modal


Pasal 31
  1. Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal.

Pasal 32
  1. Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
  2. Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33
  1. Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
  1. Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
  2. Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.

Pasal 34
  1. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
  2. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
  3. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.

Pasal 35
  1. Pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS.
  2. Hak tagih terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi dengan setoran saham adalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul karena:
    1. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang;
    2. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau
    3. Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan.
  1. Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 36
  1. Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
  2. Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat.
  3. Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam Perseroan.
  4. Dalam hal Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.


Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan


Pasal 37
  1. Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
    1. pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
- 21 b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang

dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang undangan di bidang pasar modal. (2)

Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan ayat (1) batal karena hukum.

(3)

Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4)

Saham yang dibeli kembali Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun. Pasal 38

(1)

Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

(2)

Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Pasal 39

(1)

RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(2)

Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. (3) Penyerahan . . . Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/22 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/23 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/24 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/25 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/26 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/27 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/28 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/29 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/30 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/31 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/32 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/33 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/34 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/35 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/36 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/37 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/38 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/39 - 40 (8)

RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.

(9)

RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(10) Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini sepanjang ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak menentukan lain. Pasal 80 (1)

Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

(2)

Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.

(3)

Penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga ketentuan mengenai: a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau

b. perintah . . . Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/41 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/42 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/43 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/44 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/45 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/46 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/47 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/48
  1. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
  2. Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan.
  3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri.

Pasal 95
  1. Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
  2. Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
  3. Perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
  4. Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104.
Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/50 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/51 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/52 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/53 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/54 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/55 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/56 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/57 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/58 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/59 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/60 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/61 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/62 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/63 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/64 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/65 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/66 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/67 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/68 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/69 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/70 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/71 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/72 Halaman:UU Nomor 40 Tahun 2007.pdf/73
  1. Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.

Pasal 144
  1. Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
  2. Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
  3. Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.

Pasal 145
  1. Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
  2. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
  3. Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.

Pasal 146
  1. Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
    1. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
    2. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
    3. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
  1. Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.

Pasal 147
  1. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
    1. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
    2. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.
  2. Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
    1. pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
    2. nama dan alamat likuidator;
    3. tata cara pengajuan tagihan; dan
    4. jangka waktu pengajuan tagihan.
  3. Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  4. Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi dengan bukti:
    1. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
    2. pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

Pasal 148
  1. Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
  2. Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.

Pasal 149
  1. Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan:
    1. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
    2. pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;
    3. pembayaran kepada para kreditor;
    4. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
    5. indakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
  2. Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
  3. Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
  4. Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.

Pasal 150
  1. Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
  1. Kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1).
  2. Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
  3. Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham.
  4. Pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan.

Pasal 151
  1. Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama.
  2. Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya.

Pasal 152
  1. Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
  2. Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
  1. Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga bagi kurator yang pertanggungjawabannya telah diterima oleh hakim pengawas.
  3. Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi.
  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
  5. Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.
  6. Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia.


BAB XI
BIAYA


Pasal 153
Ketentuan mengenai biaya untuk:
  1. memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
  2. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
  3. memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
  4. memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan;
  5. pengumuman yang diwajibkan dalam Undang-Undang ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
  1. memperoleh salinan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan atau persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 154
  1. Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan Undang- Undang ini jika tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
  2. Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 155
Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Pidana.

Pasal 156
  1. Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-Undang ini dibentuk tim ahli pemantauan hukum Perseroan.
  2. Keanggotaan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
    1. pemerintah;
    2. pakar/akademisi;
    3. profesi; dan
    4. dunia usaha.
  1. Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan perubahan anggaran dasar yang diperoleh atas inisiatif sendiri dari tim atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, serta memberikan pendapat atas hasil kajian tersebut kepada Menteri.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim ahli diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 157
  1. Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum Undang- Undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
  2. Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
  3. Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang- Undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang ini.
  4. Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Pasal 158
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 159
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 160
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 161
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 106

Salinan sesuai dengan aslinya

DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,


MUHAMMAD SAPTA MURTI

Lihat Juga[sunting]

Keterangan

Status: Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
Menggantikan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995
Tanggal diundangkan: 16 Agustus 2007
Peraturan terkait
Belum ada peraturan terkait
Sejarah
Belum ada riwayat sejarah