Lompat ke isi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 (UU/2000/29)  (2000) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2000
TENTANG
PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris, maka pertanian yang maju, efisien, dan tangguh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional;
b. bahwa untuk membangun pertanian yang maju, efisien, dan tangguh perlu didukung dan ditunjang antara lain dengan tersedianya varietas unggul;
c. bahwa sumberdaya plasma nutfah yang merupakan bahan utama pemuliaan tanaman, perlu dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka merakit dan mendapatkan varietas unggul tanaman tanpa merugikan pihak manapun yang terkait guna mendorong pertumbuhan industri perbenihan;
d. bahwa guna lebih meningkatkan minat dan peranserta perorangan maupun badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru, kepada pemulia tanaman atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman perlu diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut secara memadai;
e. bahwa sesuai dengan konvensi internasional, perlindungan varietas tanaman perlu diatur dengan undang-undang;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b, c, d, dan e, dipandang perlu menetapkan pengaturan mengenai perlindungan varietas tanaman dalam suatu undang-undang.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3398) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3680);
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888).

Dengan persetujuan bersama antara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN.

== Teks judul == uu perkebunan

BAB I KETENTUAN UMUM

[sunting]
  • Teks judul
  • Butir daftar berpoin
====

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
  2. Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
  3. Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
  4. Pemuliaan tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
  5. Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman.
  6. Konsultan Perlindungan Varietas Tanaman adalah orang atau badan hukum yang telah tercatat dalam daftar konsultan Perlindungan Varietas Tanaman di Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.
  7. Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.
  8. Pemeriksa Perlindungan Varietas Tanaman adalah pejabat yang berdasarkan keahliannya diangkat oleh Menteri dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif dan memberikan rekomendasi atas permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman.
  9. Kantor Perlindungan Varietas Tanaman adalah unit organisasi di lingkungan departemen yang melakukan tugas dan kewenangan di bidang Perlindungan Varietas Tanaman.
  10. Menteri adalah Menteri Pertanian.
  11. Departemen adalah Departemen Pertanian.
  12. Hak prioritas adalah hak yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum yang mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia setelah mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk varietas tanaman yang sama di negara lain.
  13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan seluruh atau sebagian hak Perlindungan Varietas Tanaman.
  14. Lisensi Wajib adalah lisensi yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada pemohon berdasarkan putusan Pengadilan Negeri.
  15. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis yang diberikan kepada pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman dalam rangka pemberian lisensi.
  16. Daftar Umum Perlindungan Varietas Tanaman adalah daftar catatan resmi dari seluruh tahapan dan kegiatan pengelolaan Perlindungan Varietas Tanaman.
  17. Berita Resmi Perlindungan Varietas Tanaman adalah suatu media informasi komunikasi resmi dari kegiatan pengelolaan Perlindungan Varietas Tanaman yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman untuk kepentingan umum.

BAB II LINGKUP PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

[sunting]

Bagian Pertama

Varietas Tanaman Yang Dapat Diberi Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 2

(1) Varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama.

(2) Suatu varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan.

(3) Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT.

(4) Suatu varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda.

(5) Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut.

(6) Varietas yang dapat diberi PVT harus diberi penamaan yang selanjutnya menjadi nama varietas yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa:

a. nama varietas tersebut terus dapat digunakan meskipun masa perlindungannya telah habis;
b. pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap sifat-sifat varietas;
c. penamaan varietas dilakukan oleh pemohon hak PVT dan didaftarkan pada Kantor PVT;
d. apabila penamaan tidak sesuai dengan ketentuan butir b, maka Kantor PVT berhak menolak penamaan tersebut dan meminta penamaan baru;
e. apabila nama varietas tersebut telah dipergunakan untuk varietas lain, maka pemohon wajib mengganti nama varietas tersebut;
f. nama varietas yang diajukan dapat juga diajukan sebagai merek dagang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Varietas Tanaman Yang Tidak Dapat Diberi Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 3

Varietas yang tidak dapat diberi PVT adalah varietas yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, norma-norma agama, kesehatan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Bagian Ketiga

Jangka Waktu Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 4

(1) Jangka waktu PVT

a. 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim;
b. 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.

(2) Jangka waktu PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal pemberian hak PVT.

(3) Sejak tanggal pengajuan permohonan hak PVT secara lengkap diterima Kantor PVT sampai dengan diberikan hak tersebut, kepada pemohon diberikan perlindungan sementara.

Bagian Keempat Subjek Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 5

(1) Pemegang hak PVT adalah pemulia atau orang atau badan hukum,

atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak PVT sebelumnya.

(2) Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan perjanjian kerja, maka pihak yang memberi pekerjaan itu adalah pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.

(3) Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan pesanan, maka pihak yang memberi pesanan itu menjadi pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.

Bagian Kelima Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 6

(1) Pemegang hak PVT memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk:

a. varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi atau varietas yang telah terdaftar dan diberi nama;
b. varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
c. varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilindungi.

(3) Hak untuk menggunakan varietas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

a. memproduksi atau memperbanyak benih;
b. menyiapkan untuk tujuan propagasi;
c. mengiklankan;
d. menawarkan;
e. menjual atau memperdagangkan;
f. mengekspor;
g. mengimpor;
h. mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, c, d, e, f, dan g.

(4) Penggunaan hasil panen yang digunakan untuk propagasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari varietas yang dilindungi, harus mendapat persetujuan dari pemegang hak PVT.

(5) Penggunaan varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat persetujuan dari pemegang hak PVT dan/atau pemilik varietas asal dengan ketentuan sebagai berikut:

a. varietas turunan esensial berasal dari varietas yang telah mendapat hak PVT atau mendapat penamaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukan merupakan varietas turunan esensial sebelumnya;
b. varietas tersebut pada dasarnya mempertahankan ekspresi sifat-sifat esensial dari varietas asal, tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan varietas asal dari sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri;
c. varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada butir a dan butir b dapat diperoleh dari mutasi alami atau mutasi induksi, variasi somaklonal, seleksi individu tanaman, silang balik, dan transformasi dengan rekayasa genetika dari varietas asal.

(6) Varietas asal untuk menghasilkan varietas turunan esensial harus telah diberi nama dan didaftar oleh Pemerintah.

(7) Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas sebagai varietas asal untuk varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 7

(1) Varietas lokal milik masyarakat dikuasai oleh Negara.

(2) Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah.

(3) Pemerintah berkewajiban memberikan penamaan terhadap varietas lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 8

(1) Pemulia yang menghasilkan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) berhak untuk mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari varietas tersebut.

(2) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibayarkan:

a. dalam jumlah tertentu dan sekaligus;
b. berdasarkan persentase;
c. dalam bentuk gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; atau
d. dalam bentuk gabungan antara persentase dengan hadiah atau bonus, yang besarnya ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama sekali tidak menghapuskan hak pemulia untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat pemberian hak PVT.

Pasal 9

(1) Pemegang hak PVT berkewajiban:

a. melaksanakan hak PVT-nya di Indonesia;
b. membayar biaya tahunan PVT;
c. menyediakan dan menunjukkan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT di Indonesia.

(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, apabila pelaksanaan PVT tersebut secara teknis dan/atau ekonomis tidak layak dilaksanakan di Indonesia.

(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat disetujui Kantor PVT apabila diajukan permohonan tertulis oleh pemegang hak PVT dengan disertai alasan dan bukti-bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang.

Bagian Keenam

Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 10

(1) Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak PVT, apabila :

a. penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi, sepanjang tidak untuk tujuan komersial;
b. penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan penelitian, pemuliaan tanaman, dan perakitan varietas baru;
c. penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi dalam rangka kebijakan pengadaan pangan dan obat-obatan dengan memperhatikan hak-hak ekonomi dari pemegang hak PVT.

(2) Ketentuan mengenai penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

[sunting]

Bagian Pertama

Umum

Pasal 11

(1) Permohonan hak PVT diajukan kepada Kantor PVT secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(2) Surat permohonan hak PVT harus memuat:

a. tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
b. nama dan alamat lengkap pemohon;
c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemulia serta nama ahli waris yang ditunjuk;
d. nama varietas;
e. deskripsi varietas yang mencakup asal-usul atau silsilah, ciri-ciri morfologi, dan sifat-sifat penting lainnya;
f. gambar dan/atau foto yang disebut dalam deskripsi, yang diperlukan untuk memperjelas deskripsinya.

(3) Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:

a. orang atau badan hukum selaku kuasa pemohon harus disertai surat kuasa khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang berhak;
b. ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris.

(4) Dalam hal varietas transgenik, maka deskripsinya harus juga mencakup uraian mengenai penjelasan molekuler varietas yang bersangkutan dan stabilitas genetik dari sifat yang diusulkan, sistem reproduksi tetuanya, keberadaan kerabat liarnya, kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan, dan kesehatan manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan; dengan disertai surat pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari instansi yang berwenang.

(5) Ketentuan mengenai permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas.

(2) Permohonan hak PVT dapat diajukan oleh:

a. pemulia;
b. orang atau badan hukum yang mempekerjakan pemulia atau yang memesan varietas dari pemulia;
c. ahli waris; atau
d. konsultan PVT.

(3) Permohonan hak PVT yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a, b, atau c yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di wilayah Indonesia, harus melalui Konsultan PVT di Indonesia selaku kuasa.

Pasal 13

(1) Konsultan PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) butir d, harus:

a. terdaftar di Kantor PVT;
b. menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh dokumen permohonan hak PVT, sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan hak PVT yang bersangkutan.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat pendaftaran sebagai konsultan PVT, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 14

(1) Selain persyaratan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas harus pula memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. diajukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penerimaan pengajuan permohonan hak PVT yang pertama kali di luar Indonesia;
b. dilengkapi salinan surat permohonan hak PVT yang pertama kali dan disahkan oleh yang berwenang di negara dimaksud pada butir a paling lambat tiga bulan;
c. dilengkapi salinan sah dokumen permohonan hak PVT yang pertama di luar negeri;
d. dilengkapi salinan sah penolakan hak PVT, bila hak PVT tersebut pernah ditolak.

(2) Ketentuan mengenai permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Kedua Penerimaan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 15

(1) Permohonan hak PVT dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT oleh Kantor PVT dan telah diselesaikannya pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

(2) Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal pada saat Kantor PVT menerima surat permohonan hak PVT yang telah memenuhi syarat-syarat secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau Pasal 14 ayat (1).

(3) Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT dicatat dalam Daftar Umum PVT oleh Kantor PVT.

Pasal 16

(1) Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau Pasal 14, Kantor PVT meminta agar kekurangan tersebut dipenuhi dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permohonan pemenuhan kekurangan tersebut oleh Kantor PVT.

(2) Berdasarkan alasan yang disetujui Kantor PVT, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama tiga bulan atas permintaan pemohon hak PVT.

Pasal 17

Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka tanggal penerimaan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) adalah tanggal diterimanya pemenuhan kelengkapan terakhir kekurangan tersebut oleh Kantor PVT.

Pasal 18

Apabila kekurangan kelengkapan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Kantor PVT memberitahukan secara tertulis kepada pemohon hak PVT bahwa permohonan hak PVT dianggap ditarik kembali.

Pasal 19

(1) Apabila untuk satu varietas dengan sifat-sifat yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan hak PVT, hanya permohonan yang telah diajukan secara lengkap terlebih dahulu yang dapat diterima.

(2) Permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan pada saat yang sama, maka Kantor PVT meminta dengan surat kepada pemohon tersebut untuk berunding guna memutuskan permohonan yang mana diajukan dan menyampaikan hasil keputusan itu kepada Kantor PVT selambat-lambatnya enam bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat tersebut.

(3) Apabila tidak tercapai persetujuan atau keputusan di antara pemohon hak PVT atau tidak dimungkinkan dilakukan perundingan atau hasil perundingan tidak disampaikan kepada Kantor PVT dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka permohonan hak PVT tersebut ditolak dan Kantor PVT memberitahukan hal tersebut secara tertulis kepada pemohon hak PVT tersebut.

(4) Apabila varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut varietas yang diajukan dengan hak prioritas, maka yang dianggap sebagai tanggal penerimaan adalah tanggal penerimaan permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan di luar negeri.

Bagian Ketiga Perubahan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 20

(1) Permohonan hak PVT dapat diubah sebelum dan selama masa pemeriksaan.

(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penambahan atau pengurangan uraian mengenai penjelasan sifat-sifat varietas yang dimohonkan hak PVT.

(3) Perubahan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan permohonan semula.

Bagian Keempat Penarikan Kembali Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 21

(1) Surat permohonan hak PVT dapat ditarik kembali dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kantor PVT.

(2) Ketentuan mengenai penarikan kembali surat permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Kelima Larangan Mengajukan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman dan Kewajiban Menjaga Kerahasiaan

Pasal 22

Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau berhenti karena se== bab apapun dari Kantor PVT, pegawai == Kantor PVT atau orang yang karena penugasannya bekerja untuk dan atas nama Kantor PVT, dilarang mengajukan permohonan hak PVT, memperoleh hak PVT atau dengan cara apapun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan PVT, kecuali bila pemilikan hak PVT itu diperoleh karena warisan.

Pasal 23

Terhitung sejak tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT, seluruh pegawai di lingkungan Kantor PVT berkewajiban menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh dokumen permohonan hak PVT sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan hak PVT yang bersangkutan.

BAB IV PEMERIKSAAN

[sunting]

Bagian Pertama

Pengumuman Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 24

(1) Kantor PVT mengumumkan permohonan hak PVT yang telah memenuhi ketentuan Pasal 11 dan/atau Pasal 14 serta tidak ditarik kembali.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya:

a. enam bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT;
b. 12 (dua belas) bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT dengan hak prioritas.

Pasal 25

(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan:

a. menggunakan fasilitas pengumuman yang mudah dan jelas diketahui oleh masyarakat;
b. menempatkan dalam Berita Resmi PVT.

(2) Tanggal mulai diumumkannya permohonan hak PVT dicatat oleh Kantor PVT dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 26

Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan:

a. nama dan alamat lengkap pemohon hak PVT atau pemegang kuasa;
b. nama dan alamat lengkap pemulia;
c. tanggal pengajuan permohonan hak PVT atau tanggal, nomor dan negara tempat permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan dalam hal permohonan hak PVT dengan hak prioritas;
d. nama varietas;
e. deskripsi varietas;
f. deskripsi yang memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) untuk varietas transgenik.

Pasal 27

Kantor PVT menyediakan tempat yang khusus untuk memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang berkepentingan untuk melihat dokumen permohonan hak PVT yang diumumkan.

Pasal 28

(1) Selama jangka waktu pengumuman, setiap orang atau badan hukum setelah memperhatikan pengumuman permohonan hak PVT dapat mengajukan secara tertulis pandangan atau

keberatannya atas permohonan hak PVT yang bersangkutan dengan mencantumkan alasannya.

(2) Dalam hal terdapat pandangan atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor PVT segera mengirimkan salinan surat yang berisikan pandangan atau keberatan tersebut kepada yang mengajukan permohonan hak PVT.

(3) Pemohon hak PVT berhak mengajukan secara tertulis sanggahan dan penjelasan terhadap pandangan atau keberatan tersebut kepada Kantor PVT.

(4) Kantor PVT menggunakan pandangan, keberatan, dan sanggahan serta penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam memutuskan permohonan hak PVT.

Bagian Kedua

Pemeriksaan

Pasal 29

(1) Permohonan pemeriksaan substantif atas permohonan hak PVT harus diajukan ke Kantor PVT secara tertulis selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan tersebut.

(2) Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 30

(1) Pemeriksaan substantif dilakukan oleh Pemeriksa PVT, meliputi sifat kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kestabilan varietas yang dimohonkan hak PVT.

(2) Dalam melaksanakan pemeriksaan, Kantor PVT dapat meminta bantuan ahli dan/atau fasilitas yang diperlukan termasuk informasi dari institusi lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

(3) Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menjaga kerahasiaan varietas yang diperiksanya.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan, kualifikasi Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 31

(1) Pemeriksa PVT berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat oleh Menteri berdasarkan syarat-syarat tertentu.

(2) Kepada Pemeriksa PVT diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32

(1) Atas hasil laporan pemeriksaan PVT, apabila varietas yang dimohonkan hak PVT ternyata mengandung ketidakjelasan atau kekurangan kelengkapan yang dinilai penting, Kantor PVT memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan tersebut kepada pemohon hak PVT.

(2) Pemberitahuan hasil pemeriksaan harus secara jelas dan rinci mencantumkan hal-hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan kelengkapan yang dinilai penting berikut jangka waktu untuk melakukan perbaikan dan perubahan.

(3) Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemohon hak PVT tidak memberikan penjelasan atau tidak memenuhi kekurangan kelengkapan termasuk melakukan perbaikan atau perubahan terhadap permohonan yang telah diajukan, Kantor PVT berhak menolak permohonan hak PVT tersebut.

Bagian Ketiga

Pemberian atau Penolakan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 33

(1) Kantor PVT harus memutuskan untuk memberi atau menolak permohonan hak PVT dalam waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).

(2) Apabila diperlukan perpanjangan waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor PVT harus memberitahukan kepada pemohon hak PVT dengan disertai alasan dan penjelasan yang mendukung perpanjangan tersebut.

Pasal 34

(1) Apabila laporan tentang hasil pemeriksaan atas varietas yang dimohonkan hak PVT yang dilakukan oleh Pemeriksa PVT menyimpulkan bahwa varietas tersebut sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, Kantor PVT memberitahukan secara resmi persetujuan pemberian hak PVT untuk varietas yang bersangkutan kepada pemohon hak PVT.

(2) Hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Sertifikat hak PVT.

(3) Hak PVT yang telah diberikan, dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

(4) Kantor PVT dapat memberikan salinan dokumen PVT kepada anggota masyarakat yang memerlukan dengan membayar biaya.

Pasal 35

(1) Apabila permohonan hak PVT dan/atau hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa PVT menunjukkan bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 11 dan/atau Pasal 14, maka Kantor PVT menolak permohonan hak PVT tersebut dan memberitahukan penolakan secara tertulis kepada pemohon hak PVT.

(2) Surat penolakan permohonan hak PVT harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan serta dicatat dalam Daftar Umum PVT.

(3) Pemberian hak PVT atau penolakan permohonan hak PVT diumumkan oleh Kantor PVT dengan cara yang sama seperti halnya pengumuman permohonan hak PVT.

(4) Ketentuan mengenai pemberian atau penolakan permohonan hak PVT berikut bentuk dan isinya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Keempat

Permohonan Banding

Pasal 36

(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan hak PVT yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 28, dan Pasal 32.

(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon hak PVT atau kuasa hukumnya kepada Komisi Banding PVT disertai uraian secara lengkap keberatan terhadap penolakan permohonan hak PVT berikut alasannya selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal pengiriman surat penolakan permohonan hak PVT dengan tembusan kepada Kantor PVT.

(3) Alasan banding harus tidak merupakan alasan atau penyempurnaan permohonan hak PVT yang ditolak.

(4) Komisi Banding PVT merupakan badan khusus yang diketuai secara tetap oleh seorang ketua merangkap anggota dan berada di departemen.

(5) Anggota Komisi Banding PVT berjumlah ganjil dan sekurang-kurangnya tiga orang, terdiri atas beberapa ahli di bidang yang diperlukan dan pemeriksa PVT senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan hak PVT yang bersangkutan.

(6) Ketua dan anggota Komisi Banding PVT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Pasal 37

Apabila jangka waktu permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, maka penolakan permohonan hak PVT dianggap diterima oleh pemohon hak PVT dan keputusan penolakan tersebut dicatat dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 38

(1) Permohonan banding mulai diperiksa oleh Komisi Banding PVT selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding PVT.

(2) Keputusan Komisi Banding PVT bersifat final.

(3) Dalam hal Komisi Banding PVT menyetujui permohonan banding, Kantor PVT wajib melaksanakan keputusan Komisi Banding dan mencabut penolakan hak PVT yang telah dikeluarkan.

(4) Apabila Komisi Banding PVT menolak permohonan banding, Kantor PVT segera memberitahukan penolakan tersebut.

Pasal 39

Susunan organisasi, tata kerja Komisi Banding PVT, tata cara permohonan dan pemeriksaan banding, serta penyelesaiannya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

BAB V PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

[sunting]

Bagian Pertama

Pengalihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 40

(1) Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:

a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau
e. sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

(2) Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, dan c harus disertai dengan dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.

(3) Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(4) Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 41

Pengalihan hak PVT tidak menghapus hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lainnya dalam Sertifikat hak PVT yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan.

Bagian Kedua Lisensi

Pasal 42

(1) Pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada orang atau badan hukum lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.

(2) Kecuali jika diperjanjikan lain, maka pemegang hak PVT tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya.

(3) Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi satu atau beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 43

(1) Perjanjian lisensi harus dicatatkan pada Kantor PVT dan dimuat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(2) Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatatkan di Kantor PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

(3) Ketentuan mengenai perjanjian lisensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga Lisensi Wajib

Pasal 44

(1) Setiap orang atau badan hukum, setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian hak PVT, dapat mengajukan permintaan Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri untuk menggunakan hak PVT yang bersangkutan.

(2) Permohonan Lisensi Wajib hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa:

a. hak PVT yang bersangkutan tidak digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b. hak PVT telah digunakan dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.

Pasal 45

Lisensi Wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan suatu hak PVT yang diberikan oleh Pengadilan Negeri setelah mendengar konfirmasi dari pemegang hak PVT yang bersangkutan dan bersifat terbuka.

Pasal 46

(1) Selain kebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), Lisensi Wajib hanya dapat diberikan apabila:

a. Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan mempunyai kemampuan dan fasilitas untuk menggunakan sendiri hak PVT tersebut serta telah berusaha mengambil langkah-langkah untuk mendapatkan lisensi dari pemegang hak PVT atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak berhasil.
b. Pengadilan Negeri menilai bahwa hak PVT tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dan bermanfaat bagi masyarakat.

(2) Pemeriksaan atas permohonan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pendapat tenaga ahli dari Kantor PVT dan pemegang hak PVT yang bersangkutan.

(3) Lisensi Wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari hak PVT.

Pasal 47

Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Pengadilan Negeri memperoleh keyakinan bahwa belum cukup jangka waktu bagi pemegang hak PVT untuk menggunakannya secara komersial di Indonesia, Pengadilan Negeri dapat menetapkan penundaan untuk sementara waktu proses persidangan tersebut atau menolaknya.

Pasal 48

(1) Pelaksanaan Lisensi Wajib disertai dengan pembayaran royalti oleh pemegang Lisensi Wajib kepada pemegang hak PVT.

(2) Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan tata cara pembayarannya ditetapkan Pengadilan Negeri.

(3) Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi PVT atau perjanjian lain yang sejenis.

Pasal 49

Dalam putusan Pengadilan Negeri mengenai pemberian Lisensi Wajib dicantumkan hal-hal sebagai berikut:

a. alasan pemberian Lisensi Wajib;
b. bukti termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan dasar pemberian Lisensi Wajib;
c. jangka waktu Lisensi Wajib;
d. besarnya royalti yang harus dibayarkan pemegang Lisensi Wajib kepada pemegang hak PVT dan tata cara pembayarannya;
e. syarat berakhirnya Lisensi Wajib dan hal yang dapat membatalkannya;
f. Lisensi Wajib semata-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri;
g. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan pihak yang bersangkutan secara adil.

Pasal 50

(1) Pemegang Lisensi Wajib berkewajiban mencatatkan Lisensi Wajib yang diterimanya pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.

(2) Lisensi Wajib yang telah dicatatkan, secepatnya diumumkan oleh Kantor PVT dalam Berita Resmi PVT.

(3) Lisensi Wajib baru dapat dilaksanakan setelah dicatatkan dalam Daftar Umum PVT dan pemegangnya telah membayar royalti.

(4) Pelaksanaan Lisensi Wajib dianggap sebagai pelaksanaan hak PVT.

Pasal 51

(1) Atas permohonan pemegang hak PVT Pengadilan Negeri setelah mendengar pemegang Lisensi Wajib dapat membatalkan Lisensi Wajib yang semula diberikannya apabila:

a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib tidak ada lagi;
b. penerima Lisensi Wajib ternyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;
c. penerima Lisensi Wajib tidak lagi menaati syarat dan ketentuan lainnya, termasuk kewajiban membayar royalti.

(2) Pemeriksaan atas permohonan pembatalan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pendapat tenaga ahli dari Kantor PVT.

(3) Dalam hal Pengadilan Negeri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan, Pengadilan Negeri wajib menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Kantor PVT untuk dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

(4) Kantor PVT wajib memberitahukan pencatatan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang hak PVT, pemegang Lisensi Wajib yang dibatalkan, dan Pengadilan Negeri yang memutuskan pembatalan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak Kantor PVT menerima salinan putusan Pengadilan Negeri tersebut.

Pasal 52

(1) Lisensi Wajib berakhir karena:

a. selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya;
b. dibatalkan atau dalam hal pemegang Lisensi Wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya kepada Kantor PVT sebelum jangka waktu tersebut berakhir.

(2) Kantor PVT mencatat Lisensi Wajib yang telah berakhir jangka waktunya dalam buku Daftar Umum PVT, mengumumkan dalam Berita Resmi PVT, dan memberitahukannya secara tertulis kepada pemegang hak PVT serta Pengadilan Negeri yang memutuskan pemberiannya.

Pasal 53

Batal atau berakhirnya Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52 berakibat pulihnya pemegang hak PVT atas hak PVT yang bersangkutan.

Pasal 54

(1) Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan kecuali jika dilakukan bersamaan dengan pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang menggunakan hak PVT yang bersangkutan atau karena pewarisan.

(2) Lisensi Wajib yang beralih tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 55

Ketentuan mengenai Lisensi Wajib diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI BERAKHIRNYA HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

[sunting]

Bagian Pertama
Umum

Pasal 56

Hak PVT berakhir karena:

a. berakhirnya jangka waktu;
b. pembatalan;
c. pencabutan.

Bagian Kedua
Berakhirnya Jangka Waktu Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 57

(1) Hak PVT berakhir dengan berakhirnya jangka waktu perlindungan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2) Kantor PVT mencatat berakhirnya hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Bagian Ketiga
Pembatalan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 58

(1) Pembatalan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.

(2) Hak PVT dibatalkan apabila setelah hak diberikan ternyata:

a. syarat-syarat kebaruan dan/atau keunikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan/atau ayat (3) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
b. syarat-syarat keseragaman dan/atau stabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan/atau ayat (5) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
c. hak PVT telah diberikan kepada pihak yang tidak berhak.

(3) Hak PVT tidak dapat dibatalkan dengan alasan-alasan di luar alasan-alasan yang ditetapkan pada ayat (2).

Pasal 59

(1) Dengan dibatalkannya hak PVT, maka semua akibat hukum yang berkaitan dengan hak PVT hapus terhitung sejak tanggal diberikannya hak PVT, kecuali apabila ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Negeri.

(2) Kantor PVT mencatat putusan pembatalan hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Bagian Keempat
Pencabutan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 60

(1) Pencabutan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.

(2) Hak PVT dicabut berdasarkan alasan:

a. pemegang hak PVT tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu enam bulan;
b. syarat/ciri-ciri dari varietas yang dilindungi sudah berubah atau tidak sesuai lagi dengan ketentuan dalam Pasal 2;
c. pemegang hak PVT tidak mampu menyediakan dan menyiapkan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT;
d. pemegang hak PVT tidak menyediakan benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT; atau
e. pemegang hak PVT mengajukan permohonan pencabutan hak PVT-nya, serta alasannya secara tertulis kepada Kantor PVT.

Pasal 61

(1) Dengan dicabutnya hak PVT, hak PVT berakhir terhitung sejak tanggal pencabutan hak tersebut.

(2) Kantor PVT mencatat putusan pencabutan hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 62

Dalam hal hak PVT dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, apabila pemegang hak PVT telah memberikan lisensi maupun Lisensi Wajib kepada pihak lain dan pemegang lisensi tersebut telah membayar royalti secara sekaligus kepada pemegang hak PVT, pemegang hak PVT berkewajiban mengembalikan royalti dengan memperhitungkan sisa jangka waktu penggunaan lisensi maupun Lisensi Wajib.

BAB VII BIAYA

[sunting]

Pasal 63

(1) Untuk kelangsungan berlakunya hak PVT, pemegang hak PVT wajib membayar biaya tahunan.

(2) Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT, permintaan pemeriksaan, petikan Daftar Umum PVT, salinan surat PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan pengalihan hak PVT, pencatatan surat perjanjian lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang ini wajib membayar biaya.

(3) Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VIII PENGELOLAAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

[sunting]

Pasal 64

(1) Untuk pengelolaan PVT dibentuk Kantor PVT.

(2) Pengelolaan PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kewenangan instansi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Kantor PVT menyelenggarakan administrasi, dokumentasi, pemeriksaan, dan pelayanan informasi PVT.

Pasal 65

(1) Dalam melaksanakan pengelolaan PVT, Kantor PVT bertanggung jawab kepada Menteri.

(2) Menteri membentuk komisi, yang keanggotaannya terdiri dari para profesional dan bersifat tidak tetap, yang berfungsi memberikan pertimbangan tentang pengelolaan PVT sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan PVT.

BAB IX HAK MENUNTUT

[sunting]

Pasal 66

(1) Jika suatu hak PVT diberikan kepada orang atau badan hukum selain orang atau badan hukum yang seharusnya berhak atas hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka orang atau badan hukum yang berhak tersebut dapat menuntut ke Pengadilan Negeri.

(2) Hak menuntut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal diberikan Sertifikat hak PVT.

(3) Salinan putusan atas tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 67

(1) Pemegang hak PVT atau pemegang lisensi atau pemegang Lisensi Wajib berhak menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri kepada siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(2) Tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) hanya dapat diterima apabila terbukti varietas yang digunakan sama dengan varietas yang telah diberi hak PVT.

(3) Putusan Pengadilan Negeri tentang tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 68

(1) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, maka Hakim dapat memerintahkan pelanggar hak PVT tersebut, selama masih dalam pemeriksaan Pengadilan Negeri, untuk menghentikan sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

(2) Hakim dapat memerintahkan penyerahan hasil pelanggaran hak PVT untuk dilaksanakan, apabila putusan Pengadilan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan setelah orang atau badan hukum yang dituntut, membayar ganti rugi kepada pemilik barang yang beritikad baik.

Pasal 69

Hak untuk mengajukan tuntutan sebagaimana diatur dalam == BAB ini == tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak PVT.

BAB X PENYIDIKAN

[sunting]

Pasal 70

(1) Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan PVT, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang PVT.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang PVT;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di bidang PVT;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang PVT;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang PVT;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang PVT;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang PVT.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XI KETENTUAN PIDANA

[sunting]

Pasal 71

Barangsiapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) tanpa persetujuan pemegang hak PVT, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 72

Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 23, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 73

Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (1) untuk tujuan komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 74

Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 75

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam == BAB ini adalah tindak == pidana kejahatan.

BAB XII KETENTUAN PENUTUP

[sunting]

Pasal 76

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 241



PENJELASAN

[sunting]

ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

I. UMUM

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumberdaya hayati yang sangat beragam dan sering dinyatakan sebagai negara yang memiliki "mega-biodiversity". Keanekaragaman hayati ini adalah rahmat karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, yang merupakan sumber plasma nutfah dan dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas unggul masa depan yang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi sektor pertanian pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.

Dalam masa pembangunan nasional yang ditandai dengan terjadinya globalisasi di segala bidang, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Dinamika perekonomian nasional dan perekonomian global harus selalu menjadi pertimbangan penting. Situasi perkembangan perekonomian global akan segera menimbulkan dampak yang nyata atas perekonomian nasional, termasuk sektor pertanian dalam berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan praproduksi, budidaya, panen, pasca panen, distribusi, dan perdagangan. Selama ini dan juga masa yang akan datang keberhasilan pembangunan pertanian sangat ditentukan antara lain oleh keunggulan varietas tanaman yang dipakai, yang memiliki potensi hasil panen tertentu sesuai dengan karakteristik varietas tanaman tersebut. Upaya peningkatan produktivitas sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam memperbaiki potensi genetik varietas tanaman. Kegiatan yang dapat menghasilkan varietas tanaman yang lebih unggul perlu didorong melalui pemberian insentif bagi orang atau badan usaha yang bergerak di bidang pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas baru sehingga mampu memberikan nilai tambah lebih besar bagi pengguna.

Untuk memenuhi berbagai keinginan di dalam negeri dan antisipasi perubahan lingkungan strategis internasional, sektor pertanian harus mampu meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Peningkatan daya saing ini bukan hanya penting bagi komoditas berorientasi ekspor, tetapi juga bagi komoditas untuk kebutuhan domestik. Upaya peningkatan daya saing dapat dilakukan antara lain dengan peningkatan produktivitas, mutu, dan pengembangan sistem agribisnis secara terpadu. Peningkatan produktivitas dan mutu sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pengembangan inovasi, terutama dalam memperbaiki potensi genetik varietas tanaman. Oleh karena itu individu atau badan usaha yang bergerak di bidang pemuliaan tanaman harus diberi penghargaan dalam menghasilkan varietas tanaman yang baru, unik, seragam, dan stabil.

Salah satu penghargaan adalah memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual dalam menghasilkan varietas tanaman, termasuk dalam menikmati manfaat ekonomi dan hak-hak pemulia lainnya. Perlindungan semacam itu akan mendorong semangat dan kreativitas di bidang pemuliaan tanaman, sehingga dapat dihasilkan penemuan berbagai varietas unggul yang sangat diperlukan masyarakat. Perlindungan hukum tersebut pada hakekatnya sekaligus merupakan pelaksanaan dari berbagai kewajiban internasional yang harus dilakukan oleh Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity), Konvensi Internasional tentang Perlindungan Varietas Baru Tanaman (International Convention for the Protection of New Varieties of Plants), dan World Trade Organization/Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights yang antara lain mewajibkan kepada negara anggota seperti Indonesia mempunyai dan melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) termasuk perlindungan varietas tanaman. Pemberian perlindungan varietas tanaman juga dilaksanakan untuk mendorong dan memberi peluang kepada dunia usaha meningkatkan perannya dalam berbagai aspek pembangunan pertanian. Hal ini semakin penting mengingat perakitan varietas unggul di Indonesia saat ini masih lebih banyak dilakukan oleh lembaga penelitian pemerintah. Pada waktu yang akan datang diharapkan dunia usaha dapat semakin berperan sehingga lebih banyak varietas tanaman yang lebih unggul dan lebih beragam dapat dihasilkan. Namun, varietas baru yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, norma-norma agama, kelestarian lingkungan hidup, dan kesehatan tidak akan memperoleh perlindungan. Perlindungan tersebut juga tidak dimaksudkan untuk menutup peluang bagi petani kecil memanfaatkan varietas baru untuk keperluannya sendiri, serta dengan tetap melindungi varietas lokal bagi kepentingan masyarakat luas.

Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, perkembangan sistem agribisnis harus diarahkan untuk menggalang seluruh potensi bangsa dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati berupa plasma nutfah melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan varietas unggul baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan petani dan masyarakat luas. Mengingat saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara komprehensif mengatur dan memberi perlindungan pada usaha untuk menghasilkan dan mengembangkan varietas baru, maka keberadaan Undang-undang tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) menjadi sangat penting.

Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang kuat bagi upaya mendorong terciptanya varietas unggul baru dan pengembangan industri perbenihan. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini dilandasi dengan prinsip-prinsip dasar yang mempertemukan keseimbangan kepentingan umum dan pemegang hak PVT. Jangkauan pengaturan dalam undang-undang ini meliputi pemberian hak kepada pemulia sehubungan dengan varietas tanaman yang dihasilkan yang mempunyai ciri baru, unik, stabil, seragam, dan diberi nama. Untuk mendapatkan hak PVT, pemulia atau pihak yang dikuasakan untuk itu harus mengajukan permohonan hak PVT dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini kepada kantor PVT. Hak PVT diberikan kepada pemohon untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim atau 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan setelah diberikan Sertifikat hak PVT. Untuk mendapatkan Sertifikat hak PVT, permohonan wajib didaftarkan, diperiksa, diumumkan, dan dicatat oleh kantor PVT. Hak tersebut dapat dilaksanakan sendiri dan/atau dialihkan kepada pihak lain untuk memanfaatkan varietas tanaman tersebut secara komersial melalui perjanjian. Hak yang diatur dalam undang-undang ini mencakup antara lain memproduksi atau memperbanyak benih, menyiapkan untuk tujuan propagasi, menjual atau memperdagangkan, mengekspor dan mengimpor. Kepada pemulia atau pihak lain yang memperoleh hak PVT diwajibkan untuk melaksanakannya di Indonesia.

Apabila hak PVT tidak dilaksanakan tanpa alasan yang sah menurut undang-undang ini, maka pemegang hak PVT dapat dituntut untuk memberikan Lisensi Wajib kepada pihak lain yang memenuhi syarat melalui Pengadilan Negeri. Hak PVT berakhir apabila telah habis jangka waktu berlakunya, dibatalkan, atau dicabut karena syarat-syarat kebaruan dan keunikan tidak dipenuhi, atau keseragaman dan kestabilan yang diatur dalam undang-undang ini tidak dipenuhi, atau pemegang hak PVT mengajukan permohonan pencabutan hak PVT-nya secara tertulis. Pihak lain yang dirugikan sehubungan dengan pemberian hak PVT dapat menuntut pembatalan melalui Pengadilan Negeri.

Undang-undang ini disusun atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kebenaran ilmiah, manfaat, kompetitif, keberlanjutan fungsi dan mutu lingkungan, serta kelestarian budaya masyarakat. Hal-hal yang lebih operasional dapat diatur dalam peraturan pelaksanaan yang lebih mudah ditetapkan, diubah, dan dicabut sesuai dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebijakan nasional serta kesepakatan global lainnya.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 s.d. 17

Cukup jelas

Pasal 2 Ayat (1)

Pengertian varietas secara umum, pada dasarnya sama dengan pengertian varietas sebagaimana dijelaskan dalam [[Undang-undang nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman]], dengan ditambahkan penjelasan tentang sifat genotipe atau kombinasi genotipe sebagai salah satu unsur karakter dasar yang membedakan varietas tanaman yang satu dengan varietas lainnya. Yang dimaksud dengan genotipe adalah susunan gen yang menghasilkan karakter tertentu. Penilaian dilakukan baik terhadap salah satu atau beberapa sifat atau karakter tanaman yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan varietas yang apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan adalah varietas tersebut tetap stabil di dalam proses perbanyakan benih atau propagasi dengan metode tertentu, misalnya produksi benih hibrida, kultur jaringan, dan stek.

Sedangkan yang dimaksud dengan varietas dari spesies tanaman yang dapat diberi hak PVT adalah semua jenis tanaman, baik yang berbiak secara generatif maupun secara vegetatif, kecuali bakteri, bakteroid, mikoplasma, virus, viroid dan bakteriofag.

Perbanyakan generatif adalah perbanyakan tanaman melalui perkawinan sel-sel reproduksi, sedangkan perbanyakan vegetatif adalah perbanyakan tanaman tidak melalui perkawinan sel-sel reproduksi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan siklus perbanyakan khusus dalam ayat ini adalah siklus perbanyakan untuk varietas tanaman hibrida atau pola perbanyakan melalui kultur jaringan dan stek dari daun/batang.

Ayat (6)

Pada prinsipnya pemberian nama varietas bertujuan untuk memberikan identitas dari karakteristik yang ada pada varietas tersebut dan akan melekat selama varietas itu ada.

Pasal 3

Yang dimaksud dengan varietas tanaman yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, kesehatan, kesusilaan, dan lingkungan hidup, misalnya tanaman penghasil psikotropika, sedangkan yang melanggar norma agama misalnya varietas yang mengandung gen dari hewan yang bertentangan dengan norma agama tertentu.

Pasal 4

Ayat (1)

Pengertian tanaman tahunan ditujukan untuk jenis pohon-pohonan (tree) dan tanaman merambat (vine) yang masa produksinya lebih dari satu tahun, sedangkan yang lainnya disebut tanaman semusim.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan perlindungan sementara adalah perlindungan yang diberikan sejak diserahkannya pengajuan permohonan secara lengkap sampai diterbitkan Sertifkat PVT. Selama jangka waktu perlindungan sementara tersebut, pemohon mendapatkan perlindungan atas penggunaan varietas.

Pasal 5

Ayat (1)

Pemulia, dalam proses kegiatan pemuliaan tanaman, dapat bekerja sendiri, atau bersama-sama dengan orang lain, atau bekerja dalam rangka pesanan atau perjanjian kerja dengan perorangan atau badan hukum.

Sebagai pembuat/perakit varietas, maka pemulia mempunyai hak yang melekat terhadap hak PVT dari varietas yang bersangkutan, yang meliputi hak pencantuman nama dan hak memperoleh imbalan.

Pengertian penerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak PVT sebelumnya, adalah perorangan atau badan hukum yang menerima pengalihan dari pemegang hak PVT terdahulu. Pemegang hak PVT tidak memiliki hak yang melekat pada pemulia, yaitu pencantuman nama dan hak memperoleh imbalan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Seperti halnya bidang HaKI lainnya, hak atas PVT merupakan hak yang bersifat khusus. Berdasarkan hak tersebut pemegang hak PVT dapat menggunakan varietas yang mendapat hak PVT atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menggunakan varietas tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Pada dasarnya segala keunggulan yang dimiliki suatu varietas diwujudkan melalui bahan propagasi (perbanyakan) berupa benih. Namun dengan teknik tertentu produk hasil panen berupa bagian-bagian vegetatif dapat pula digunakan sebagai bahan propagasi. Oleh karena itu, hak PVT perlu diberlakukan baik untuk penggunaan benih maupun penggunaan hasil panen untuk bahan propagasi.

Ayat (2)

Hak PVT atas suatu varietas berlaku juga untuk penggunaan sebagai varietas asal untuk pembuatan varietas turunan esensial, varietas yang tidak dapat dibedakan, maupun penggunaan secara berulang dalam menghasilkan varietas lain.

Ketentuan ini menjamin varietas yang memiliki PVT memperoleh imbalan atas penggunaan varietas tersebut dalam pembuatan varietas turunan esensial dengan teknik rekayasa genetika.

Ketentuan ini untuk melindungi penggunaan varietas yang dilindungi dari penggunaan dengan nama lain, serta dari penggunaan secara berulang-ulang dalam memproduksi varietas lain seperti penggunaan galur inbrida dalam pembuatan hibrida.

Ayat (3)

butir a

Perbanyakan benih adalah usaha produksi benih; benih dapat berwujud dalam berbagai bentuk, seperti biji, batang, mata tempel, batang bawah, dan bibit kultur jaringan.

butir b

Penyiapan untuk tujuan propagasi lebih ditekankan pada usaha-usaha proses dan teknik dari propagasi, seperti penyiapan mata tempel, bibit kultur jaringan dan sebagainya.

butir c s.d. h

Cukup jelas

Ayat (4)

Perlindungan terhadap penggunaan hasil panen untuk propagasi, perlu diberikan untuk mencegah penggunaan bagian dari hasil panen yang diusahakan menjadi benih perbanyakan. Sebagai contoh, bagian tanaman dari bunga potong yang diperdagangkan, yang dikembangkan jadi benih melalui kultur jaringan, tetap mendapat perlindungan PVT.

Ayat (5)

butir a

Perkembangan bioteknologi modern seperti rekayasa genetika akan mampu dilakukan kegiatan pemuliaan untuk merakit varietas baru dengan pemindahan gen yang memiliki ekspresi sifat spesifik dengan ketepatan yang tinggi. Melalui rekayasa genetika dapat diperoleh varietas baru yang memiliki sifat-sifat dasar yang masih seperti varietas asal, kecuali satu atau dua sifat tertentu yang berbeda, umumnya meningkatkan sifat keunggulan. Varietas baru ini dapat memperoleh hak PVT, tetapi harus mendapatkan persetujuan dari pemilik varietas asal yang digunakan. Hal ini bertujuan agar pemegang hak PVT atau pemilik nama varietas asal tetap masih perlu mendapat perlindungan dan hak ekonomi dari penggunaan PVT dari varietas turunan esensial.

butir b

Varietas tersebut adalah varietas yang diturunkan dari varietas asal, atau varietas turunan lain dari varietas asal, yang mempertahankan sebagian besar sifat-sifat esensial dari varietas asal tetapi dapat dibedakan secara jelas dari varietas asal untuk sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri.

butir c

Cukup jelas

Ayat (6)

Varietas asal adalah varietas yang digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan varietas turunan esensial. Varietas tersebut meliputi varietas yang mendapat PVT atau tidak mendapat PVT tetapi telah diberi nama dan didaftar oleh Pemerintah.

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik masyarakat.

Ayat (2)

Pengertian pelaksanaan penguasaan varietas lokal oleh Pemerintah meliputi pengaturan hak imbalan dan penggunaan varietas tersebut dalam kaitan dengan PVT serta usaha-usaha pelestarian plasma nutfah.

Ayat (3)

Dalam rangka penamaan varietas lokal yang bersifat spesifik lokasi, perlu diperhatikan ketentuan penamaan yang terkait dengan deskripsi, asal-usul, dan lokasi.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan penggunaan varietas lokal mencakup antara lain kepemilikan dan pengaturan manfaat ekonomi bagi masyarakat pemilik varietas lokal.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Imbalan, yang merupakan hak pemulia sebagai penemu varietas, diatur dan ditetapkan dalam suatu perjanjian tertulis secara jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Beberapa varietas secara teknis maupun ekonomis pada waktu tertentu mungkin masih menghadapi kendala untuk dikembangkan di Indonesia.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

butir a

Yang dimaksud dengan tidak untuk tujuan komersial adalah kegiatan perorangan terutama para petani kecil untuk keperluan sendiri dan tidak termasuk kegiatan menyebarluaskan untuk keperluan kelompoknya. Hal ini perlu ditegaskan agar pangsa pasar bagi varietas yang memiliki PVT tadi tetap terjaga dan kepentingan pemegang hak PVT tidak dirugikan.

butir b

Pemulia diberikan kebebasan untuk menggunakan varietas yang dilindungi untuk kegiatan pemuliaan sebagai induk persilangan, sepanjang tidak digunakan sebagai varietas asal sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 ayat (5).

butir c

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengakomodasi kemungkinan terjadinya kerawanan pangan dan ancaman terhadap kesehatan. Penggunaan oleh pemerintah setidaknya merupakan salah satu cara untuk mengatasi ancaman tadi. Namun demikian pelaksanaannya harus tetap memperhatikan kepentingan pemulia atau pemegang hak PVT, karenanya penetapan tersebut harus dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden.

Ayat (2)

Yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah diantaranya menyangkut alasan dan tatacara pengusulan serta penetapannya.

Pasal 11

Ayat (1)

Bagi pemohon hak PVT dari luar wilayah Republik Indonesia baik untuk pertama kali ataupun dengan hak prioritas, apabila ada beberapa bagian dari dokumen permohonan yang secara teknis sulit untuk diterjemahkan, maka bagian ini tidak perlu diterjemahkan.

Ayat (2)

butir a

Cukup jelas

butir b

Cukup jelas

butir c

Cukup jelas

butir d

Cukup jelas

butir e

Yang dimaksud dengan ciri-ciri morfologi yaitu antara lain ciri-ciri tanaman yang tampak jelas berupa bentuk, ukuran, dan warna dari bagian-bagian tanaman.

butir f

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan varietas transgenik adalah varietas yang dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika. Yang dimaksud dengan aman di sini adalah tidak membahayakan bagi lingkungan, termasuk sumberdaya hayati, dan bagi kesehatan manusia. Mengingat varietas transgenik dalam proses pembuatannya mungkin menggunakan bahan atau bagian dari organisme yang dalam bentuk asalnya memiliki resiko berbahaya bagi lingkungan, termasuk sumberdaya hayati, dan kesehatan manusia maka varietas transgenik perlu dikaji terlebih dahulu potensi bahayanya oleh instansi yang berwenang sebelum digunakan secara luas oleh masyarakat. Hasil pemeriksaan tersebut perlu disertakan pada berkas permohonan hak PVT untuk suatu varietas transgenik.

Ayat (5)

Ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Pemerintah itu meliputi bentuk formulir permohonan dan tatacara pengisiannya, serta komponen dan besarnya biaya pemrosesan permohonan, contoh surat kuasa khusus, dan bentuk surat pernyataan aman untuk varietas transgenik.

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

butir d

Konsultan ini adalah perorangan atau lembaga yang secara khusus memberikan jasa yang berkaitan dengan pengajuan permohonan hak PVT. Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberi kemudahan bagi pemulia atau pemohon hak PVT yang tidak memahami segi-segi hukum ataupun segi -segi teknis administrasi mengenai PVT.

Ayat (3)

Untuk pemohon hak PVT dari luar wilayah Republik Indonesia, permohonan dilakukan melalui Konsultan PVT yang ada di Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku kalau pemohon hak PVT yang bersangkutan tidak memiliki perwakilan yang merupakan badan hukum resmi di Indonesia. Sebab, yang ingin dijangkau dari ketentuan ini adalah penanganan pengajuan permohonan hak PVT dengan baik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Selain memberi kemudahan bagi pemulia, ketentuan ini akan memperlancar penanganannya oleh Kantor PVT.

Pasal 13

Ayat (1)

butir a

Pekerjaan konsultan PVT memerlukan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang khusus agar proses permohonan hak PVT dan langkah-langkah selanjutnya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait serta tidak merugikan pemohon hak PVT.

butir b

Kewajiban Konsultan PVT untuk menjaga kerahasiaan tersebut berlaku pula terhadap pihak yang terkait yang dipekerjakan oleh konsultan tersebut seperti penterjemah dan lain-lainnya. Kewajiban tersebut berakhir pada saat permohonan hak PVT mulai diumumkan oleh Kantor PVT.

Ayat (2)

Syarat-syarat yang diatur oleh Pemerintah itu meliputi syarat-syarat kelengkapan administratif, kelengkapan fasilitas perkantoran, kriteria pengetahuan dan keterampilan teknis staf yang memadai, serta dedikasi dan kemampuan tugas dan fungsi konsultan PVT yang dinilai secara periodik.

Pasal 14

Ayat (1)

butir a

Cukup jelas

butir b

Pihak yang berwenang mengesahkan salinan surat permohonan hak PVT yang pertama kali adalah pejabat Kantor PVT suatu Negara di mana permohonan hak PVT untuk pertama kali diajukan.

butir c

Cukup jelas

butir d

Cukup jelas

Ayat (2)

Ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Pemerintah itu meliputi persyaratan teknis, finansial dan administratif yang harus dipenuhi.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dicatat dalam Daftar Umum PVT mencakup: permohonan, pemeriksaan, pemberian hak, penolakan hak, pengalihan hak, peralihan hak, lisensi, Lisensi Wajib, berakhirnya jangka waktu, pembatalan, dan pencabutan dengan mencantumkan saat atau waktu penerimaan surat permintaan tersebut.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Alasan yang dapat dipertimbangkan tersebut hanya dibatasi untuk hal-hal yang bersifat teknis saja, misalnya karena belum terselesaikannya pembuatan uraian atau deskripsi varietas tanaman dan gambar yang mendukungnya.

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan saat penerimaan yang sama adalah tanggal, bulan, dan tahun yang sama pada jam kerja resmi Kantor PVT.

Dengan ketentuan ini permohonan PVT yang diterima pada jam yang berbeda, tetapi masih dalam jam kerja resmi pada hari yang sama dianggap mempunyai waktu penerimaan yang sama.

Dalam hal melaksanakan perundingan, Kantor PVT memfasilitasi perundingan.

Ayat (3)

Persetujuan antara pihak-pihak yang mengajukan permohonan hak PVT harus diberitahukan secara tertulis ke Kantor PVT dalam jangka waktu yang ditetapkan. Apabila pemberitahuan tertulis itu tidak diterima Kantor PVT sampai batas waktu yang telah ditetapkan, maka Kantor PVT memberitahukan secara tertulis penolakan permohonan tersebut.

Ayat (4)

Hal ini sesuai dengan Konvensi Internasional tentang Perlindungan Varietas Tanaman, di mana yang dianggap sebagai tanggal penerimaan untuk varietas yang diajukan dengan hak prioritas adalah tanggal penerimaan permohonan hak PVT yang pertama kali di luar negeri. Untuk pemohon hak PVT dari Indonesia yang mengajukan permohonan hak PVT di negara lain juga akan diberi perlakuan prioritas yang sama.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Ketentuan-ketentuan mengenai penarikan kembali permohonan hak PVT yang diatur oleh Pemerintah meliputi ketentuan-ketentuan teknis, finansial, dan administratif.

Pasal 22
Yang dimaksud dengan orang yang karena penugasannya bekerja untuk dan atas nama Kantor PVT adalah orang yang bekerja pada instansi di luar Kantor PVT yang ditugasi secara tetap sebagai pemeriksa substantif pada Kantor PVT sehingga orang yang ditugasi secara tidak tetap masih dapat mengajukan permohonan hak PVT.

Pasal 23
Kewajiban tersebut bersifat mutlak dan dimaksudkan terutama untuk menjamin kepentingan pemulia atau yang berhak atas varietas terhadap segala bentuk pelanggaran haknya. Kewajiban ini berlangsung sejak tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT sampai dengan tanggal dimulainya pengumuman.

Pasal 24

Ayat (1)

Pengumuman suatu permohonan hak PVT dimaksudkan agar masyarakat luas mengetahui adanya permohonan hak PVT atas suatu varietas. Dengan pengumuman tersebut masyarakat khususnya pihak yang berkepentingan dengan adanya permohonan hak PVT tersebut dapat memperoleh kesempatan untuk memeriksa ada atau tidaknya pelanggaran terhadap hak yang mungkin dimilikinya atau dimiliki orang lain kalau hak PVT diberikan kepada pemohon. Pengumuman dilakukan dengan cara menempatkannya dalam papan pengumuman yang khusus disediakan di Kantor PVT dan dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat luas. Selain itu, pengumuman juga dilakukan dengan menempatkannya dalam Berita Resmi PVT yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor PVT. Pelaksanaan pengumuman tersebut dilakukan setelah Kantor PVT berpendapat bahwa berdasarkan pemeriksaan, segala persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 11 dan Pasal 14 terpenuhi dan permohonan tersebut tidak ditarik kembali.

Ayat (2)

Tenggat waktu untuk permohonan hak PVT dengan hak prioritas diberikan lebih lama mengingat proses pemeriksaan persyaratan permohonan dengan hak prioritas oleh Kantor PVT memerlukan waktu yang lebih lama.

Pasal 25

Ayat (1)

Jangka waktu enam bulan tersebut untuk memberi kesempatan kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang berkepentingan, untuk mengetahui adanya varietas yang dimohonkan hak PVT. Pengumuman tersebut selain ditempatkan pada papan pengumuman Kantor PVT, dimuat dalam Berita Resmi PVT.

butir a

Cukup jelas

butir b

Berita Resmi PVT meliputi pengumuman permohonan PVT, pemberian, penolakan, pembatalan, dan pencabutan serta informasi penting lainnya mengenai PVT kepada masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Pandangan atau keberatan terhadap permohonan yang telah diumumkan, diajukan selambat-lambatnya dalam jangka waktu enam bulan. Apabila lewat dari jangka waktu tersebut, pandangan atau keberatan tidak dapat diterima. Dalam hal ini Kantor PVT memberitahukan secara tertulis kepada orang yang mengajukan pandangan atau keberatan mengenai keterlambatan tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Penyampaian sanggahan atau keberatan oleh pemulia atau yang mengajukan hak PVT tidak terikat pada jangka waktu tersebut. Segala sanggahan dan penjelasan tersebut dijadikan tambahan pertimbangan oleh pemeriksa dalam pemeriksaan permohonan hak PVT yang bersangkutan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Apabila dalam jangka waktu satu bulan setelah berakhirnya pengumuman, Kantor PVT belum menerima permohonan pemeriksaan tersebut, maka permohonan PVT dianggap ditarik kembali.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Ada kemungkinan bahwa bidang keahlian yang diperlukan untuk pemeriksaan varietas yang dimohonkan hak PVT tidak atau kurang dikuasai oleh Pemeriksa. Begitu pula fasilitas yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan secara baik, dimiliki oleh institusi lain. Dalam hal demikian, Kantor PVT dapat minta bantuan ahli dan/atau menggunakan fasilitas dari institusi lain. Hal ini tidak berarti bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan oleh fihak lain dan bukan oleh Kantor PVT. Pemeriksaan tetap dilakukan oleh Kantor PVT, institusi yang memiliki tenaga ahli atau fasilitas yang diperlukan hanyalah sekedar membantu. Tanggung jawab dan kewenangan serta keputusan akhir tentang dapat diberi atau ditolaknya permohonan hak PVT tetap ada pada Kantor PVT.

Ayat (3)

Dalam hal Kantor PVT menggunakan bantuan ahli dan/atau fasilitas yang ada pada institusi lain, maka mereka yang terlibat secara keseluruhan terikat dengan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan varietas dan segala dokumen permohonan hak PVT, termasuk penjelasan atau informasi yang diberikan untuk melengkapinya.

Ayat (4)

Ketentuan yang diatur oleh Pemerintah mengenai tata cara pemeriksaan meliputi substansi, metodologi, dan jangka waktu pemeriksaan. Sedangkan ketentuan mengenai kualifikasi pemeriksa dan pejabat, meliputi jenjang dan bidang keahlian.

Pasal 31

Ayat (1)

Pemeriksaan substantif atas permohonan PVT hanya dilakukan oleh Pemeriksa PVT. Yang dimaksud dengan Pemeriksa PVT adalah tenaga ahli yang secara khusus dididik dan diangkat untuk tugas tersebut. Pemeriksa PVT adalah pejabat di lingkungan Kantor PVT, tetapi dapat juga berasal dari instansi Pemerintah lainnya, yang dididik secara khusus sehingga memiliki kualifikasi pemeriksa PVT dan diangkat sebagai Pemeriksa PVT. Karena sifat keahlian dan lingkup pekerjaan yang bersifat khusus, jabatan Pemeriksa PVT diberi status sebagai jabatan fungsional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ketidakjelasan atau kekurangan kelengkapan yang dinilai penting misalnya asal-usul atau silsilah yang kurang jelas, deskripsi yang kurang sesuai atau kurang jelas, serta gambar yang kurang mendukung. Bila hal-hal tersebut dipandang perlu untuk diketahui lebih lanjut, maka masalahnya diberitahukan secara tertulis oleh Kantor PVT kepada pemohon hak PVT.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam kasus tertentu dan untuk sebagian besar tanaman tahunan, pemeriksaan substantif persyaratan baru, unik, seragam, dan stabil perlu diselesaikan dalam waktu yang lebih lama dari 24 (dua puluh empat) bulan. Dalam hal tersebut kantor PVT perlu memberitahukan keperluan perpanjangan waktu pemeriksaan tersebut kepada pemohon. Pemberitahuan itu dapat diberikan ketika menerima permohonan pemeriksaan substantif atau setelah itu, tergantung kapan diketahuinya keperluan perpanjangan waktu tersebut.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Pemerintah itu meliputi bentuk dan isi sertifikat hak PVT, formulir permohonan salinan atau kutipan dokumen PVT serta tatacara pencatatannya.

Pasal 36

Ayat (1)

Banding tidak dapat dimohonkan dalam hal penolakan yang disebabkan karena tidak dilakukannya perbaikan atau penyempurnaan klaim yang disarankan selama pemeriksaan substantif. Banding juga tidak dapat dimohonkan karena dianggap ditariknya kembali permohonan hak PVT sebagai hasil pemeriksaan awal sebelum permohonan hak PVT diumumkan.

Ayat (2)

Yang dimaksudkan selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal penolakan permohonan hak PVT adalah terhitung sejak tanggal yang tertera pada stempel pos surat penolakan permohonan hak PVT.

Ayat (3)

Alasan, penjelasan atau bukti yang disertakan dalam permohonan banding harus bersifat pendalaman atas alasan atau bukti yang telah atau seharusnya disampaikan sewaktu pemeriksaan substantif berlangsung. Hal ini untuk mencegah timbulnya kemungkinan bahwa banding sekedar digunakan sebagai alat untuk melengkapi kekurangan dalam permohonan hak PVT.

Ayat (4)

Komisi Banding PVT adalah badan yang secara khusus dibentuk untuk memeriksa permohonan banding atas penolakan permohonan hak PVT dan memberikan hasilnya kepada Kantor PVT. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Banding PVT bekerja berdasarkan keahlian dan bersifat independen.

Ayat (5)

Komisi Banding PVT beranggotakan beberapa orang ahli di bidang yang diperlukan dan Pemeriksa PVT Senior. Kecuali ketua yang merangkap anggota, para anggota Komisi Banding PVT diangkat setiap kali ada permohonan banding dan hanya untuk memeriksa permohonan banding yang bersangkutan.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Keputusan Komisi Banding PVT bersifat final, artinya tidak dapat dimohonkan peninjauan lebih lanjut kepada lembaga atau pejabat lainnya, karena penilaian atas varietas menyangkut pertimbangan yang sangat bersifat teknis.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan menerima permohonan banding adalah mengabulkan permohonan banding tersebut dan dengan demikian Kantor PVT wajib memberikan sertifikat PVT.

Ayat (4)

Pemberitahuan penolakan atas permohonan banding disampaikan kepada yang mengajukan permohonan banding. Dalam hal permohonan banding diajukan oleh kuasanya, maka pemberitahuan tersebut disampaikan kepada kuasa yang bersangkutan dan salinannya diberikan kepada pihak yang memberi kuasa.

Pasal 39 Ketentuan lebih lanjut yang diatur oleh Pemerintah meliputi: penetapan organisasi, tata kerja, permohonan, dan pemeriksaan banding.

Pasal 40

Ayat (1)

Hak PVT pada dasarnya dapat beralih dari, atau dialihkan oleh pemegang hak PVT kepada perorangan atau badan hukum lain.

Yang dimaksud dengan se== bab lain yang dibenarkan oleh undang-undang == misalnya pengalihan hak PVT melalui putusan pengadilan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Pemerintah meliputi persyaratan pengalihan, formulir permohonan pengalihan dan dokumen kelengkapannya, serta komponen dan besarnya biaya pencatatan pengalihan hak PVT.

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Ayat (1)

Berbeda dengan pengalihan hak PVT dimana pemilikan hak juga beralih, pemberian lisensi melalui perjanjian pada dasarnya hanya pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari hak PVT dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu pula. Kepemilikan hak PVT tetap berada pada pemegangnya tidak dialihkan kepada pemegang lisensi. Dengan demikian pemegang lisensi tidak boleh memberikan lisensi kepada pihak yang lain.

Oleh karena pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada pihak ketiga, maka apabila terjadi perjanjian lisensi, harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian, apa saja hak yang berpindah kepada pihak ketiga, selama jangka waktu sesuai dalam perjanjian lisensi. Apabila pemegang hak PVT akan membuat perjanjian lisensi kepada pihak ketiga lainnya hanya terbatas kepada hak yang belum diberikan lisensi. Pemegang hak PVT wajib memberitahukan kepada para pemegang lisensi atas pemberian lisensi baru.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai perjanjian lisensi meliputi hak dan kewajiban pemberi dan penerima lisensi termasuk bagian-bagian dari pelaksanaan hak PVT yang dilisensikan, jangka waktu serta bentuk perjanjian lisensi tersebut.

Pasal 44

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong kemungkinan pemakaian hak PVT yang luas dan bermanfaat bagi masyarakat dan sekaligus menutup kemungkinan dimanfaatkannya hak PVT untuk tujuan yang bertentangan dengan maksud undang-undang ini. Permohonan lisensi dalam rangka Lisensi Wajib ini hanya diajukan kepada Pengadilan Negeri, bukan kepada Kantor PVT.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "tidak digunakan" adalah bahwa dalam kurun waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak hak PVT diberikan tanpa alasan yang didasarkan pada faktor teknis dan/atau force majeur (bencana alam, kebakaran, ledakan hama penyakit yang tidak dapat dikendalikan dan kebijaksanaan pemerintah). Akibat hak PVT yang bersangkutan tidak digunakan, masyarakat kehilangan kesempatan untuk memperoleh manfaat dari varietas yang bersangkutan.

Pasal 45 Pengadilan Negeri memutuskan untuk memberikan atau menolak permohonan Lisensi Wajib setelah mendengar penjelasan dari pemegang hak PVT di depan sidang, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan alasan tidak digunakannya hak PVT dan/atau benar tidaknya alasan-alasan pemberian Lisensi Wajib. Yang dimaksud dengan Lisensi Wajib bersifat terbuka (non-eksklusif) yaitu hak PVT tersebut dapat dilisensikan kepada lebih dari satu pihak baik berdasarkan jangka waktu, jenis kegiatan, atau lokasi.

Pasal 46

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa pemberian Lisensi Wajib tidak digunakan untuk tujuan persaingan yang tidak sehat, melainkan benar-benar ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

Ayat (2)

Pendapat tenaga ahli dari Kantor PVT dan pendapat pemegang hak PVT tersebut diperlukan agar Pengadilan Negeri dapat mempertimbangkan dan memutuskan secara objektif dan benar. Tenaga ahli tersebut dapat berasal dari Kantor PVT atau dari Instansi Pemerintah atau pihak lain yang terkait, atas permohonan Kantor PVT.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 47 Penundaan tersebut dapat berlangsung selama waktu yang dinilai wajar untuk melihat dan memberi kesempatan kepada Pemegang hak PVT bahwa ia benar-benar berusaha dan dapat menunjukkan bukti nyata mengenai kegiatan dan hasil pelaksanaan hak PVT-nya. Apabila pemegang hak PVT dapat membuktikan kegiatan dan hasil pelaksanaan, maka Pengadilan Negeri selanjutnya dapat menolak permohonan Lisensi Wajib. Tetapi kalau sampai akhir penundaan tersebut memang terbukti lain, atau selama waktu penundaan tidak ada tanda-tanda atau bukti akan dilaksanakannya hak PVT tersebut secara komersial, Pengadilan membuka kembali persidangan dan melanjutkan pemeriksaan terhadap permohonan Lisensi Wajib.

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Perjanjian lain yang sejenis adalah perjanjian yang lazim dibuat dalam perjanjian lisensi Hak Kekayaan Intelektual lainnya.

Pasal 49 Yang dimaksud dengan lain-lain yang diperlukan diantaranya fakta-fakta yang terungkap di dalam proses peradilan.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)

Pada prinsipnya Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan, se== bab lisensi == seperti ini hanya diberikan dalam keadaan khusus, dan terikat pada syarat-syarat yang khusus dalam pelaksanaannya. Adapun yang dimaksud dengan pengecualian karena pewarisan adalah apabila orang yang memperoleh Lisensi Wajib tersebut meninggal dunia. Sedangkan bagi badan hukum, tidak berlaku ketentuan tentang pewarisan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 55

Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah meliputi ketentuan pelaksanaan, kriteria kemampuan menggunakan sendiri hak PVT secara penuh, penyediaan kelengkapan fasilitas, dan kemampuan teknis dan finansial pemohon untuk menggunakan hak PVT yang berasal dari Lisensi Wajib.

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembatalan hak PVT secara sewenang-wenang oleh Kantor PVT.

Pasal 59

Ayat (1)

Pihak ketiga yang merasa dirugikan sebagai akibat dari putusan pembatalan hak PVT dapat mengajukan gugatan keberatan atas dihapuskannya akibat hukum yang berkaitan dengan hak PVT ke Pengadilan Negeri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pemegang lisensi adalah termasuk pemegang Lisensi Wajib.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Kantor PVT ditangani oleh tenaga profesional, serta dapat bekerja sama dengan tenaga ahli dan/atau institusi baik di dalam maupun di luar negeri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Penyelenggaraan administrasi, dokumentasi, pemeriksaan, dan pelayanan informasi PVT dilaksanakan dengan membentuk suatu sistem dokumentasi dan jaringan informasi PVT.

Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengelolaan PVT senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosial ekonomi masyarakat.

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 67

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 68

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pemilik barang yang beriktikad baik adalah pemilik barang yang barangnya berasal dari transaksi dengan pemegang hak PVT yang hak PVT-nya kemudian terbukti diperoleh dari pelanggaran.

Pasal 69

Hal tersebut ditentukan mengingat hak PVT memiliki dampak yang sangat luas terhadap tatanan kehidupan sosial ekonomi dan politik.

Pasal 70

Ayat (1)

Pemberian wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil dalam ayat ini, sama sekali tidak mengurangi wewenang penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menyidik tindak pidana di bidang PVT.

Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya pejabat pegawai negeri sipil tersebut berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, diminta atau tidak diminta memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut pada ayat (1).

Yang dimaksud dengan petunjuk meliputi teknik dan taktik penyidikan, sedangkan yang dimaksud dengan bantuan penyidikan meliputi penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sejak awal wajib memberitahukan tentang penyidikan tersebut kepada penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya hasil penyidikan berupa berkas perkara tersangka dan barang bukti, diserahkan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4043