Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009/Penjelasan

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 (UU/2009/20)  (2009) 
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
Penjelasan

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2009
TENTANG
GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN

I. UMUM

Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah bentuk penghormatan dan penghargaan serta simbol pengakuan terhadap warga negara yang berjasa dan mendarmabaktikan hidupnya serta memberikan karya terbaiknya terhadap bangsa dan negara. Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan merupakan pengakuan dan penghayatan terhadap momentum sejarah, peristiwa ataupun kejadian penting dalam sejarah hidup berbangsa dan bernegara, sekaligus menjadi bukti kebesaran bangsa dan merupakan cermin cita-cita perjuangan hidup bernegara.

Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dimaksudkan sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap setiap warga negara yang memajukan dan memperjuangkan pembangunan bangsa dan negara demi kejayaan dan tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan oleh negara untuk menumbuhkan kebanggaan, keteladanan, kepatriotan, sikap kepahlawanan, dan semangat kejuangan di dalam masyarakat.

Pasal 15 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa "Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang". Pasal 15 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut secara tegas mengamanatkan pembentukan undang-undang yang mengatur kewenangan Presiden sebagai kepala negara untuk memberikan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Rumusan pasal tersebut mengamanatkan kepada Presiden agar dalam memberikan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan kepada WNI, kesatuan, institusi pemerintah, organisasi, ataupun WNA mempertimbangkan aspek kesejarahan, keselarasan, keserasian, keseimbangan, bobot perjuangan, karya, prestasi, visi ke depan, objektif, dan untuk mencegah kesan segala bentuk dikotomi.

Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan oleh Presiden selama ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum mengenai Tanda-Tanda Kehormatan (Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789), Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan, Penghargaan dan Pembinaan terhadap

Pahlawan (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2685), serta 15 (lima belas) undang-undang lain. Semua produk perundang-undangan tersebut berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan, sehingga sudah tidak sesuai dengan tuntutan reformasi dan sistem ketatanegaraan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, untuk menjaga tata tertib dan tujuan pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, maka perlu dilakukan penyempurnaan undang-undang sesuai dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dan masa yang akan datang.

Undang-Undang tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ini dimaksudkan sebagai unifikasi dan kodifikasi peraturan perundang-undangan yang saat ini terdiri atas: 17 (tujuh belas) undang-undang dan 1 (satu) Ketetapan MPRS No. XXIX/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera. Undang-Undang ini diharapkan dapat memperjelas konsepsi dan formulasi Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Kejelasan konsepsi tersebut diwujudkan dengan adanya syarat umum, syarat khusus, dan kriteria dalam pemberian penghormatan dan penghargaan. Selain itu, khusus untuk Tanda Jasa diwujudkan dalam bentuk Medali. Selanjutnya, sebagai manifestasi semangat reformasi yang karakteristiknya dicirikan dengan penghormatan tinggi atas hak asasi manusia dan penegakan demokrasi, maka ditambahkan 2 (dua) jenis bintang sipil, yaitu Bintang Kemanusiaan dan Bintang Penegak Demokrasi. Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengatur unifikasi dan penguatan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, penguatan partisipasi masyarakat dan lembaga, serta penguatan legitimasi, akuntabilitas, dan transparansi dalam pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Seluruh upaya perbaikan ini adalah juga untuk lebih mempercepat pembangunan bangsa dan karakternya (nation and character building), serta pelestarian sebagai bangsa pejuang.

Penghormatan dan penghargaan dalam bentuk lain yang diberikan oleh negara harus menyesuaikan pengaturannya dengan Undang-Undang ini. Oleh karena itu, sebutan gelar kehormatan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2826) tetap diakui namun perlu disesuaikan.

Dengan terbentuknya Undang-Undang ini, pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan oleh Presiden sebagai kepala negara mempunyai landasan hukum yang lebih kuat dan kepastian hukum yang lebih terjamin. Seluruh pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dicantumkan dalam bagan tersendiri yang merupakan satu kesatuan dengan Undang-Undang ini.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a
Yang dimaksud dengan "kebangsaan" adalah bahwa pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kemanusiaan" adalah bahwa pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus mencerminkan harkat dan martabat manusia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kerakyatan" adalah bahwa pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus mencerminkan dan mempertimbangkan jiwa kerakyatan, demokrasi, dan permusyawaratan perwakilan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "keadilan" adalah bahwa dalam pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "keteladanan" adalah bahwa pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dilakukan dengan pertimbangan atas integritas moral dan suri tauladan orang yang berhak menerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan terhadap masyarakat.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "kehati-hatian" adalah bahwa dalam proses pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dilakukan dengan cermat dan teliti kepada orang yang berhak dan memenuhi persyaratan.

Huruf g
Yang dimaksud dengan "keobjektifan" adalah bahwa pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus didasarkan pada pertimbangan yang objektif, rasional, murni, tidak memihak, selektif, dan akuntabel.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "keterbukaan" adalah bahwa pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan dapat dikontrol secara bebas oleh masyarakat luas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "kesetaraan" adalah bahwa perlakuan yang setara dan sederajat terhadap siapapun untuk dapat menerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sesuai dengan syaratsyarat yang telah ditetapkan menurut Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "timbal balik" adalah bahwa pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dapat diberikan sebagai ungkapan yang setimpal atau sebagai balas jasa menyangkut pemberian penghormatan dan penghargaan dengan negara lain.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Pahlawan Nasional" adalah Gelar yang diberikan oleh negara yang mencakup semua jenis Gelar yang pernah diberikan sebelumnya, yaitu Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan Revolusi, dan Pahlawan Ampera. Dalam ketentuan ini, tidak termasuk gelar kehormatan Veteran Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "mendapat" adalah pemberian Tanda Kehormatan Bintang kepada Wakil Presiden dilaksanakan setelah mengucapkan sumpah jabatan.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dibantu" adalah dikoordinasikan.

Pasal 19

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tugas pembantuan" adalah penugasan dari Pemerintah kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan tugas tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "3 (tiga) unsur" adalah unsur Gelar, unsur Tanda Jasa, dan unsur Tanda Kehormatan.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud "memiliki integritas moral" adalah beriman atau memiliki keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuktikan dengan tingkah laku dan budi pekerti yang baik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "setia dan tidak mengkhianati" adalah konsisten memperjuangkan dan membela kepentingan bangsa dan negara, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan NKRI.
Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tidak pernah cacat" adalah tidak meninggalkan tugas dan kewajiban pokok kepolisian.
Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Ayat (14)
Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "pejabat yang ditunjuk" adalah pejabat tertinggi di institusi atas nama Presiden untuk mewakilinya.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 33

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sebutan lain" adalah kremasi atau bentuk pemakaman lainnya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "taman makam pahlawan nasional" adalah taman makam pahlawan nasional yang berada di provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah NKRI.
Huruf e
Pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya harus mempertimbangkan kelayakannya.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "hak protokol" adalah hak memperoleh perlakuan khusus yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sebutan lain" adalah kremasi atau bentuk pemakaman lainnya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "taman makam pahlawan nasional" adalah taman makam pahlawan nasional yang berada di provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah NKRI.
Huruf e
Pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya harus mempertimbangkan kelayakannya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "Taman Makam Pahlawan Nasional Utama" adalah Taman Makam Pahlawan Nasional yang terletak di ibukota negara.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "negara lain" adalah negara yang memiliki hubungan diplomatik dan kerja sama dengan NKRI.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5023