Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006
Tampilan
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
NOMOR 1 TAHUN 2006
TENTANG
BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mendukung dan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran;
b. bahwa tindak pidana terutama yang bersifat transnasional atau lintas negara mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum suatu negara dengan negara lain yang memerlukan penanganan melalui hubungan baik berdasarkan hukum di masing-masing negara;
c. bahwa penanganan tindak pidana transnasional harus dilakukan dengan bekerja sama antarnegara dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang sampai saat ini belum ada landasan hukumnya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Keterangan adalah informasi yang diberikan secara lisan dan/atau tertulis.
2. Pernyataan adalah keterangan yang diberikan oleh saksi, ahli, terdakwa yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau direkam secara elektronik seperti rekaman, kaset, video, atau bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan itu tentang apa yang diketahui, dilihat, didengar, atau dialami sendiri.
3. Dokumen adalah alat bukti berupa data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. tulisan, suara, atau gambar;
b. peta, desain, foto, atau sejenisnya;
b. peta, desain, foto, atau sejenisnya;
c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makan atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
4. Surat adalah segala dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Indonesia atau di negara asing.
5. Perampasan adalah upaya paksa pengambilalihan hak atas kekayaan atau keuntungan yang telah diperoleh, atau mungkin telah diperoleh oleh orang dari tindak pidana yang dilakukannya, berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia atau negara asing.
6. Pemblokiran adalah pembekuan sementara harta kekayaan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tujuan untuk mencegah dialihkan atau dipindahtangankan agar orang tertentu atau semua orang tidak berurusan dengan harta kekayaan yang telah diperoleh, atau mungkin telah diperoleh dari dilakukannya tindak pidana tersebut.
7. Hasil tindak pidana adalah setiap harta kekayaan yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari suatu tindak pidana, termasuk kekayaan yang ke dalamnya kemudian dikonversi, diubah, atau digabungkan dengan kekayaan yang dihasilkan atau diperoleh langsung dari tindak pidana tersebut, termasuk pendapatan, modal, atau keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut dari waktu ke waktu sejak terjadinya tindak pidana tersebut.
8. Pejabat adalah orang yang diperintahkan atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang terkait dengan bantuan timbal balik.
9. Kapolri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang hukum dan hak asasi manusia.
11. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.
(1) Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang selanjutnya disebut Bantuan, merupakan permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:a. mengidentifikasi dan mencari orang;
b. mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya;
c. menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya;
f. melaksanakan permintaan penggeledahan dan penyitaan;
g. perampasan hasil tindak pidana;
b. mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya;
c. menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya;
d. mengupayakan kehadiran orang untuk memberikan keterangan atau membantu penyidikan;
e. menyampaikan surat;f. melaksanakan permintaan penggeledahan dan penyitaan;
g. perampasan hasil tindak pidana;
h. memperoleh kembali sanksi denda berupa uang sehubungan dengan tindak pidana;
i. melarang transaksi kekayaan, membekukan aset yang dapat dilepaskan atau disita, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana;
j. mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana; dan/atau
k. Bantuan lain yang sesuai dengan Undang-Undang ini.a. ekstradisi atau penyerahan orang;
b. penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan orang;
c. pengalihan narapidana; ataud. pengalihan perkara.
(2) Dalam hal belum ada perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip resiprositas.
a. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang dianggap sebagai:
1. tindak pidana politik, kecuali pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara/kepala pemerintahan, terorisme; atau
2. tindak pidana berdasarkan hukum militer;b. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap orang atas tindak pidana yang pelakunya telah dibebaskan, diberi grasi, atau telah selesai menjalani pemidanaan;
c. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang jika dilakukan di Indonesia tidak dapat dituntut;
d. permintaan Bantuan diajukan untuk menuntut atau mengadili orang karena alasan suku, jenis kelamin, agama, kewarganegaraan, atau pandangan politik;
e. persetujuan pemberian Bantuan atas permintaan Bantuan tersebut akan merugikan kedaulatan, keamanan, kepentingan, dan hukum nasional;
f. negara asing tidak dapat memberikan jaminan bahwa hal yang dimintakan Bantuan tidak digunakan untuk penanganan perkara yang dimintakan; atau
g. negara asing tidak dapat memberikan jaminan pengembalian barang bukti yang diperoleh berdasarkan Bantuan apabila diminta.
a. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang jika dilakukan dalam wilayah Indonesia, bukan merupakan tindak pidana;
b. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang jika dilakukan di luar wilayah Indonesia, bukan merupakan tindak pidana;
c. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang terhadap orang tersebut diancam dengan pidana mati; atau
d. persetujuan pemberian Bantuan atas permintaan Bantuan tersebut akan merugikan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia, membahayakan keselamatan orang, atau membebani kekayaan negara.
PERMINTAAN DARI PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Bagian Kesatu
Pengajuan Permintaan Bantuan
Pasal 9
(1) Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada negara asing secara langsung atau melalui saluran diplomatik.
(2) Permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari Kapolri atau Jaksa Agung.
(3) Dalam hal tindak pidana korupsi, permohonan Bantuan kepada Menteri selain Kapolri dan Jaksa Agung juga dapat diajukan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Persyaratan Pengajuan Permintaan
Pasal 10
a. identitas dari institusi yang meminta;
b. pokok masalah dan hakekat dari penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang berhubungan dengan permintaan tersebut, serta nama dan fungsi institusi yang melakukan penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan;
c. ringkasan dari fakta-fakta yang terkait kecuali permintaan Bantuan yang berkaitan dengan dokumen yuridis;
d. ketentuan undang-undang yang terkait, isi pasal, dan ancaman pidananya;e. uraian tentang Bantuan yang diminta dan rincian mengenai prosedur khusus yang dikehendaki termasuk kerahasiaan;
f. tujuan dari Bantuan yang diminta; dang. syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Negara Diminta.
Bantuan untuk Mencari atau Mengidentifikasi Orang
Pasal 11
a. diduga atau patut diduga mempunyai hubungan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia; atau
b. dapat memberikan pernyataan atau Bantuan lain dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Bantuan untuk Mendapatkan Alat Bukti
Pasal 12
(1) Apabila diyakini terdapat alat bukti yang terkait dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia, Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada negara asing untuk mengupayakan:
a. pengambilan pernyataan di negara asing; atau
b. penyerahan dokumen atau alat bukti lainnya yang berada di negara asing.
b. penyerahan dokumen atau alat bukti lainnya yang berada di negara asing.
(2) Pernyataan yang diterima dari negara asing berdasarkan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diterima sebagai alat bukti dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan permintaan tersebut sepanjang telah diakui dan/atau ditandatangani oleh orang yang menyatakan dan pejabat yang mengambil pernyataan tersebut.
(3) Dokumen atau alat bukti lainnya dari negara asing berdasarkan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diterima sebagai alat bukti dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan permintaan Bantuan.
a. penyidik, penuntut umum, atau hakim; atau
b. tersangka, terdakwa, atau
c. kuasa hukumnya.
Bantuan untuk Mengupayakan Kehadiran Orang di Indonesia
Pasal 14
(1) Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada negara asing untuk mengupayakan kehadiran orang di Indonesia untuk memberikan keterangan, dokumen, alat bukti lainnya, atau memberikan Bantuan lain dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
(2) Dalam hal orang yang diminta kehadirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersedia untuk memberikan kesaksian dan melakukan perjalanan ke Indonesia, Menteri dapat mengadakan pengaturan dengan negara asing tersebut untuk:
a. membawa orang tersebut ke Indonesia;
b. mengembalikan orang tersebut ke negara asing; atau
c. hal terkait lainnya.
b. mengembalikan orang tersebut ke negara asing; atau
c. hal terkait lainnya.
(1) Dalam hal orang yang dimintakan kehadirannya berstatus tahanan dan bersedia atas kemauan sendiri untuk memberikan kesaksian, dan negara asing meminta orang tersebut ditempatkan dalam tahanan, Menteri berkoordinasi dengan instansi yang meminta agar orang tersebut ditempatkan dalam tahanan.
(2) Penempatan dalam tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap orang tersebut selama ia berada di Indonesia dan selama perjalanan dari atau ke Indonesia.
(3) Dalam hal orang yang dimintakan kehadirannya berstatus tahanan, Menteri dapat mengadakan pengaturan dengan otoritas yang berwenang di negara asing tersebut untuk keperluan:
a. membawa orang tersebut ke Indonesia;
b. melakukan penahanan orang tersebut selama berada di Indonesia;
c. mengembalikan orang tersebut ke negara asing tersebut; dan
d. hal terkait lainnya.
b. melakukan penahanan orang tersebut selama berada di Indonesia;
c. mengembalikan orang tersebut ke negara asing tersebut; dan
d. hal terkait lainnya.
(1) Setiap orang yang berada di Indonesia atas permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 diberikan kekebalan hukum dan hak istimewa.
(2) Kekebalan hukum dan hak istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terlindunginya hak orang tersebut untuk tidak:
a. ditahan, dituntut, diadili, dan dipidana berdasarkan hukum Indonesia untuk setiap tindak pidana yang diduga telah dilakukan atau yang dilakukan orang tersebut sebelum keberangkatannya dari negara asing untuk memenuhi permintaan tersebut;
b. digugat pada setiap perkara perdata di Indonesia berkaitan dengan perbuatan atau kelalaian yang telah terjadi sebelum keberangkatan orang tersebut dari negara asing untuk memenuhi permintaan tersebut;
c. diharuskan untuk memberikan keterangan atau Bantuan lainnya berkaitan dengan setiap masalah hukum di Indonesia selain masalah pidana yang terkait dengan permintaan tersebut;
d. diharuskan dalam proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan permintaan tersebut untuk memberikan jawaban yang menurut hukum negaranya tidak diperbolehkan dijawab; atau
e. diharuskan menyerahkan dokumen atau apa pun yang menurut hukum negaranya tidak memberikan kewenangan untuk menyerahkannya.
(3) Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jaminan kekebalan hukum berdasarkan hukum negara asing diakui kebenarannya dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila:a. orang tersebut telah meninggalkan Indonesia dan kemudian kembali tetapi tidak berdasarkan pada permintaan Bantuan yang sama atau permintaan lain; atau
b. orang tersebut telah diberikan kesempatan untuk meninggalkan Indonesia tetapi tetap berada di Indonesia untuk keperluan selain dari:
1. keperluan yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut; atau
2. memberikan kesaksian atau Bantuan secara sukarela dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia berdasarkan keputusan Menteri.
a. yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut atau pemeriksaan perkara tindak pidana sebagai tindak lanjut dari penyidikan yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut; atau
b. yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (4) huruf b angka 2 berkaitan dengan orang tersebut;
maka keterangan tersebut tidak dapat diajukan atau digunakan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana lainnya terhadap orang tersebut atas perbuatan yang dilakukannya yang diduga melanggar hukum Indonesia, kecuali pemeriksaan dugaan tindak pidana pemberian keterangan palsu atau sumpah palsu berkaitan dengan pemberian pernyataan tersebut.Bantuan untuk Permintaan Dikeluarkannya Surat Perintah di Negara Asing
dalam Mendapatkan Alat Bukti
Pasal 19
a. pemblokiran;
b. penggeledahan;
c. penyitaan; atau
d. lainnya yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemeriksaan perkara tindak pidana di Indonesia.
Bantuan untuk Penyampaian Surat
Pasal 21
Bantuan untuk Menindaklanjuti Putusan Pengadilan
Pasal 22
Pembatasan Penggunaan Pernyataan, Dokumen, dan Alat Bukti
Pasal 24
a. Negara Diminta yang menerima permintaan Bantuan tersebut menyetujui penggunaan pernyataan, dokumen, dan alat bukti tersebut untuk keperluan lain; dan
b. orang yang dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 menyetujui penggunaan pernyataan, dokumen, dan alat bukti tersebut untuk keperluan lain.
Transit
Pasal 26
PERMINTAAN KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Bagian Kesatu
Pengajuan Permintaan Bantuan
Pasal 27
(1) Setiap negara asing dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada Pemerintah Republik Indonesia.
(2) Negara asing dapat mengajukan permintaan Bantuan secara langsung atau dapat memilih melalui saluran diplomatik.
a. maksud permintaan Bantuan dan uraian mengenai Bantuan yang diminta;
h. batas waktu yang dikehendaki dalam melaksanakan permintaan tersebut.
b. instansi dan nama pejabat yang melakukan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan permintaan tersebut;
c. uraian tindak pidana, tingkat penyelesaian perkara, ketentuan undang-undang, isi pasal, dan ancaman hukumannya;
d. uraian mengenai perbuatan atau keadaan yang disangkakan sebagai tindak pidana, kecuali dalam hal permintaan Bantuan untuk melaksanakan penyampaian surat;
e. putusan pengadilan yang bersangkutan dan penjelasan bahwa putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam hal permintaan Bantuan untuk menindaklanjuti putusan pengadilan;
f. rincian mengenai tata cara atau syarat-syarat khusus yang dikehendaki untuk dipenuhi, termasuk informasi apakah alat bukti yang diminta untuk didapatkan perlu dibuat di bawah sumpah atau janji;
g. jika ada, persyaratan mengenai kerahasiaan dan alasan untuk itu; danh. batas waktu yang dikehendaki dalam melaksanakan permintaan tersebut.
(2) Pengajuan permintaan Bantuan, sejauh itu diperlukan dan dimungkinkan harus juga memuat:
a. identitas, kewarganegaraan, dan domisili dari orang yang dinilai sanggup memberikan keterangan atau pernyataan yang terkait dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
b. uraian mengenai keterangan atau pernyataan yang diminta untuk didapatkan;c. uraian mengenai dokumen atau alat bukti lainnya yang diminta untuk diserahkan, termasuk uraian mengenai orang yang dinilai sanggup memberikan bukti tersebut; dan
d. informasi mengenai pembiayaan dan akomodasi yang menjadi kebutuhan dari orang yang diminta untuk diatur kehadirannya di negara asing tersebut.
(3) Menteri dapat meminta informasi tambahan jika informasi yang terdapat dalam suatu pengajuan permintaan Bantuan dinilai tidak cukup untuk menyetujui pemberian Bantuan.
(4) Pengajuan permintaan Bantuan, informasi, atau komunikasi lainnya yang dibuat berdasarkan Undang-Undang ini dapat dibuat dalam bahasa Negara Peminta dan/atau bahasa Inggris serta dibuat terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
(1) Dalam hal permintaan Bantuan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Menteri meneruskan kepada Kapolri atau Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti.
(2) Menteri melakukan koordinasi dengan instansi terkait sebelum permintaan tersebut dipenuhi.
Bantuan Untuk Mencari atau Mengindentifikasi Orang
Pasal 31
(1) Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada Menteri untuk mencari atau mengidentifikasi orang yang diyakini berada di Indonesia.
(2) Permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di samping harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, harus memuat pula keterangan bahwa:
a. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta tersebut;
b. orang yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut diduga atau patut diduga berhubungan dengan suatu tindak pidana, atau dapat memberikan Pernyataan atau Bantuan lainnya dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan; dan
c. orang tersebut diduga berada di Indonesia.(3) Apabila permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dalam Pasal 28, Menteri meminta Kapolri untuk melaksanakan, memberitahukan, serta menyerahkan hasilnya kepada Menteri.
(4) Menteri memberitahukan kepada Negara Peminta hasil pelaksanaan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bantuan untuk Mendapatkan Pernyataan, Dokumen,
dan Alat Bukti Lainnya Secara Sukarela
Pasal 32
a. mengambil pernyataan seseorang di Indonesia; atau
b. menyerahkan dokumen atau alat bukti lainnya yang berada di Indonesia.
b. menyerahkan dokumen atau alat bukti lainnya yang berada di Indonesia.
(2) Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dalam permintaan Bantuan tersebut harus juga memuat:
a. uraian bahwa permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta dan statusnya sebagai tersangka atau saksi;
b. hal-hal yang akan ditanyakan dalam bentuk daftar pertanyaan; dan/atauc. uraian pernyataan dapat diambil di Indonesia atau dokumen atau alat bukti lain yang diminta berada di Indonesia.
(3) Dalam hal permintaan Bantuan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri meminta Kapolri atau Jaksa Agung sesuai dengan tahap pemeriksaan perkara di Negara Peminta untuk menindaklanjuti.
(4) Dalam hal Kapolri atau Jaksa Agung telah melaksanakan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kapolri atau Jaksa Agung menyerahkan hasilnya kepada Menteri.
(5) Dalam hal pemberian Bantuan disetujui sesuai dengan ketentuan pada ayat (2), dan Negara Peminta meminta salinan dokumen dilegalisasi maka Menteri meminta pejabat yang berwenang di lingkungannya untuk melegalisasi dan menyerahkannya kembali kepada Menteri.
(1) Orang yang terkait dengan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta tidak dapat dipaksa untuk memberikan pernyataan di Indonesia.
(2) Orang yang terkait dengan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) tidak dapat dipaksa untuk memberikan pernyataan, menyerahkan dokumen, atau alat bukti lainnya dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta tersebut jika hukum Indonesia melarang orang yang dalam kedudukan dan jabatan yang sama dengan orang tersebut melakukan hal tersebut.
(3) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) mempunyai hak untuk tidak:
a. ditahan, dituntut, diadili, dan dipidana berdasarkan hukum Negara Peminta untuk setiap tindak pidana yang diduga telah dilakukan atau yang dilakukan sebelum keberangkatannya dari Indonesia untuk memenuhi permintaan tersebut;
b. digugat pada setiap perkara perdata Negara Peminta berkaitan dengan perbuatan atau kelalaian yang telah terjadi sebelum keberangkatan orang tersebut dari Indonesia untuk memenuhi permintaan tersebut;
c. diharuskan untuk memberikan keterangan atau Bantuan lainnya berkaitan dengan setiap masalah hukum di Indonesia selain masalah pidana yang terkait dengan permintaan tersebut; atau
d. diharuskan, dalam proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan permintaan tersebut untuk memberikan jawaban yang menurut hukum negaranya tidak diperbolehkan dijawab.
(4) Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), surat keterangan kekebalan hukum yang disahkan berdasarkan hukum Negara Peminta diakui sebagai bukti yang diterima kebenarannya kecuali dapat dibuktikan sebaliknya tentang hal-hal yang disebutkan dalam pernyataan.
(5) Orang yang terkait dengan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 memiliki hak yang sama berkaitan dengan pemberian Pernyataan, atau penyerahan dokumen atau alat bukti lain dan diperlakukan seolah-olah suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas diri orang tersebut belum mendapatkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap di Indonesia.
(1) Orang yang terkait dengan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) atau Pasal 33 ayat (4), harus menghadap dan memberikan keterangan sendiri atau dengan didampingi advokatnya serta dapat dihadiri pejabat perwakilan Negara Peminta.
(2) Penyerahan dokumen dan/atau alat bukti lainnya dapat dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada kuasanya serta dapat dihadiri pejabat perwakilan Negara Peminta.
Bantuan untuk Mengupayakan Kehadiran Orang di Negara Peminta
Pasal 35
(1) Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada Menteri untuk mengatur kehadiran orang yang berada di Indonesia ke Negara Peminta tersebut.
(2) Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, permintaan Bantuan harus juga memuat:
a. uraian bahwa permintaan Bantuan tersebut berkaitan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, termasuk kehadiran di sidang pengadilan di Negara Peminta tersebut;
b. uraian bahwa orang yang diminta kehadirannya dinilai sanggup memberikan atau menunjukkan keterangan yang terkait dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta tersebut; dan
c. jaminan yang memadai berkaitan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
(3) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dipenuhi dan orang yang diminta kehadirannya, tanpa adanya tekanan, menyetujui untuk hadir maka permintaan Bantuan dapat dipenuhi.
(4) Dalam hal pemberian Bantuan dipenuhi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri dapat:
a. dalam hal orang yang diminta untuk diatur kehadirannya adalah narapidana, memerintahkan agar narapidana tersebut dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan dan mengatur perjalanannya ke Negara Peminta tersebut dengan pengawalan;
b. dalam hal orang yang diminta untuk diatur kehadirannya adalah tahanan, dapat meminta pejabat yang melakukan penahanan untuk mengeluarkan dari tahanan dan mengatur perjalanannya ke Negara Peminta tersebut dengan pengawalan.
a. bahwa orang yang diminta untuk diatur kehadirannya tidak akan:
1. ditahan, dituntut, atau diadili atas pelanggaran terhadap hukum Negara Peminta tersebut yang dituduhkan telah dilakukan orang tersebut sebelum keberangkatannya dari Indonesia;
2. digugat dalam perkara perdata yang dapat diajukan kepada orang tersebut apabila ia berada di Negara Peminta; atau
3. diminta memberikan keterangan atau menunjukkan alat bukti lainnya sehubungan dengan setiap suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta tersebut selain dari suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan permintaan tersebut;
kecuali yang bersangkutan telah meninggalkan negara asing atau telah mendapatkan kesempatan untuk meninggalkan negara asing tersebut, tetapi tetap berada di negara asing tersebut di luar keperluan memberikan keterangan atau menunjukkan alat bukti lainnya sehubungan dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang berkaitan dengan permintaan tersebut.b. bahwa setiap keterangan yang diberikan oleh orang yang diminta kehadirannya tidak dapat digunakan dalam penuntutan terhadap orang tersebut atas pelanggaran terhadap hukum Negara Peminta tersebut, kecuali pelanggaraan berupa pemberian keterangan palsu atau sumpah palsu.
c. bahwa orang yang diminta kehadirannya akan dipulangkan ke Indonesia sesuai dengan pengaturan yang disetujui oleh Menteri sesegera mungkin setelah memberikan Keterangan tersebut.
Transit
Pasal 40
(1) Negara asing dapat mengajukan permintaan transit kepada Menteri untuk memperoleh izin transit untuk saksi yang berstatus sebagai tahanan atau narapidana.
(2) Pengajuan permintaan transit harus memuat:a. uraian mengenai rute perjalanan, waktu, keterangan transportasi yang digunakan, dan lama transit;
b. identitas dan dokumen perjalanan tahanan atau narapidana dan pengawal; danc. fasilitas yang diminta.
(3) Menteri meminta kepada Kapolri atau pejabat terkait untuk menindaklanjuti atau memberikan fasilitas yang diperlukan selama masa transit.
(4) Atas perrmintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kapolri atau pejabat terkait menindaklanjuti:
a. dengan menempatkan di ruang transit dalam pengawalan pejabat negara asing dalam waktu paling lama 12 (dua belas) jam; dan
b. dalam hal pesawat atau kapal yang mengangkutnya mendarat atau berlabuh di suatu tempat di Indonesia lebih dari 12 (dua belas) jam maka orang tersebut harus dititipkan sementara di rumah tahanan Negara terdekat.
(5) Apabila waktu transit telah melebihi dari permintaan, Menteri dapat memerintahkan agar orang tersebut dipulangkan ke negara asing di mana orang tersebut pertama kali diberangkatkan.
Bantuan untuk Penggeledahan dan Penyitaaan
Barang, Benda, atau Harta Kekayaan
Pasal 41
(1) Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada Menteri untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan suatu barang, benda, atau harta kekayaan yang berada di Indonesia berdasarkan izin dan/atau penetapan pengadilan untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di samping harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, harus melampirkan juga surat perintah penggeledahan dan surat perintah penyitaan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Negara Peminta.
(3) Dalam hal permintaan Bantuan tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini, Menteri dapat meneruskan kepada Kapolri untuk kepentingan penyidikan atau kepada Jaksa Agung untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan Negara Peminta.
(4) Untuk melaksanakan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kapolri atau Jaksa Agung mengajukan permohonan surat izin penggeledahan dan penyitaan kepada ketua pengadilan negeri setempat.
a. diduga diperoleh atau sebagai hasil dari suatu tindak pidana menurut hukum Negara Peminta yang telah atau diduga telah dilakukan;
b. telah dipergunakan untuk melakukan atau mempersiapkan tindak pidana;c. khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
d. terkait dengan tindak pidana;
e. diyakini dapat menjadi barang bukti dalam tindak pidana; atau
f. dipergunakan untuk menghalangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas tindak pidana.
a. dugaan tindak pidana yang terkait dengan dikeluarkannya surat izin;
b. tempat yang dapat digeledah berdasarkan surat izin;
c. uraian mengenai barang, benda atau harta kekayaan yang disetujui untuk disita;
d. jangka waktu pelaksanaan surat perintah; dane. persyaratan dan kondisi lainnya yang berhubungan dengan barang, benda, atau harta kekayaan tersebut.
(1) Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 memberi kewenangan kepada petugas kepolisian atau kejaksaan untuk melaksanakan penggeledahan dan penyitaan.
(2) Tindakan penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan hukum acara pidana.
(1) Petugas kepolisian atau kejaksaan yang melakukan penyitaan atas setiap barang, benda, atau harta kekayaan berdasarkan surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 harus menyerahkan barang, benda, atau harta kekayaan tersebut kepada rumah penyimpanan benda sitaan negara untuk disimpan.
(2) Dalam hal barang, benda, atau harta kekayaan tidak dapat disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara, kepala rumah penyimpanan benda sitaan negara dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pengamanan.
(3) Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama sampai dengan adanya putusan pengadilan Negara Peminta yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau pemberitahuan dari negara asing bahwa penyitaan tersebut tidak diperlukan lagi.
(4) Dalam hal ada pihak yang dirugikan atas tindakan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan atau kuasa hukumnya dapat mengajukan keberatan atau perlawanan kepada pengadilan negeri yang mengeluarkan surat izin penyitaan sesuai hukum acara pidana.
Bantuan Penyampaian Surat
Pasal 48
(1) Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada Menteri untuk melaksanakan penyampaian Surat kepada seseorang di Indonesia.
(2) Menteri dapat menyetujui pemberian Bantuan atas permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila:
a. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta tersebut;
b. orang yang akan menerima Surat tersebut diyakini berada di Indonesia; danc. dalam hal permintaan Bantuan berkaitan dengan penyampaian Surat panggilan untuk memberikan keterangan di Negara Peminta tersebut maka:
1. permintaan Bantuan harus diajukan sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) hari sebelum tanggal kehadiran orang yang dipanggil diperlukan; dan
2. Negara Peminta tersebut telah memberi jaminan yang memadai berkaitan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
(3) Dalam hal pemberian Bantuan disetujui sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri meminta Kapolri untuk menyampaikan Surat tersebut.
(4) Kapolri harus berusaha agar Surat tersebut disampaikan:a. sesuai dengan prosedur yang diajukan dalam permintaan; atau
b. sesuai dengan hukum Indonesia apabila:
b. sesuai dengan hukum Indonesia apabila:
1. prosedur sebagaimana dimaksud dalam huruf a melanggar hukum;
2. tidak sesuai untuk dilaksanakan di Indonesia; atau
3. Negara Peminta tidak mengajukan prosedur.
2. tidak sesuai untuk dilaksanakan di Indonesia; atau
3. Negara Peminta tidak mengajukan prosedur.
(5) Dalam hal Surat tersebut telah disampaikan, Kapolri harus mengirimkan surat keterangan tentang penyampaian Surat tersebut kepada Menteri untuk diteruskan kepada Negara Peminta.
(6) Dalam hal Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat disampaikan, Kapolri harus mengembalikannya dan disertai alasan kepada Menteri.
Bantuan untuk Menindaklanjuti Putusan Pengadilan Negara Peminta
Pasal 51
(1) Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada Menteri untuk menindaklanjuti putusan berupa:
a. penyitaan dan perampasan harta kekayaan;
b. pengenaan denda; atau
c. pembayaran uang pengganti.
b. pengenaan denda; atau
c. pembayaran uang pengganti.
(2) Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, permintaan Bantuan harus juga memuat:
a. uraian mengenai harta kekayaan yang dimaksud;
b. lokasi harta kekayaan; dan
c. bukti-bukti kepemilikan.
b. lokasi harta kekayaan; dan
c. bukti-bukti kepemilikan.
(3) Dalam hal permintaan Bantuan tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat meminta Jaksa Agung untuk menindaklanjuti.
(1) Berdasarkan permintaan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk oleh Jaksa Agung mengajukan kepada pengadilan negeri setempat permohonan izin penyitaan atas harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51.
(2) Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan negeri setempat:
a. meneliti dan memeriksa berkas permohonan beserta lampirannya;
b. mengeluarkan surat izin penyitaan; dan
c. memerintahkan kepada kejaksaan agar melaksanakan penyitaan.
b. mengeluarkan surat izin penyitaan; dan
c. memerintahkan kepada kejaksaan agar melaksanakan penyitaan.
(3) Setelah mendapat surat izin penyitaan dari pengadilan negeri, kejaksaan dapat melakukan penyitaan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana dan mengumumkan penyitaan sekurang-kurangnya dalam 2 (dua) surat kabar harian nasional.
(4) Bagi pemilik yang keberatan dengan penyitaan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan negeri setempat dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pemberitahuan penyitaan disampaikan secara sah kepada yang bersangkutan.
(5) Dalam hal terdapat pihak lain yang dirugikan atas penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat mengajukan surat keberatan atau perlawanan kepada pengadilan negeri yang mengeluarkan surat izin penyitaan paling lambat 6 (enam) bulan sejak diumumkan.
(6) Apabila tidak terdapat perlawanan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), pengadilan negeri dapat mengeluarkan penetapan perampasan berdasarkan permohonan dari kejaksaan.
(1) Negara Peminta dapat mengajukan perubahan permintaan Bantuan berupa penambahan, pengurangan, atau pembatalan kepada Menteri sebelum pengumuman penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3).
(2) Dalam hal terdapat perubahan permintaan Bantuan berupa penambahan, Menteri meminta kepada Jaksa Agung untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri setempat agar mengeluarkan surat izin penyitaan dalam bentuk penetapan baru.
(3) Dalam hal terdapat perubahan permintaan Bantuan berupa pengurangan, Menteri meminta kepada Jaksa Agung untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri setempat agar mengeluarkan surat izin penyitaan dalam bentuk penetapan baru dan membatalkan penetapan sebelumnya.
(4) Dalam hal terdapat pembatalan permintaan Bantuan, Menteri meminta kepada Jaksa Agung untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri setempat untuk membatalkan surat izin penyitaan yang telah dikeluarkan dengan mengeluarkan penetapan baru dan meminta Negara Peminta untuk memberikan kompensasi dan/atau rehabilitasi sesuai dengan perjanjian.
(5) Dalam hal perubahan permintaan diterima pada saat proses pemeriksaan karena ada perlawanan atau keberatan maka Menteri meminta Jaksa Agung untuk memohon kepada pengadilan negeri yang sedang memeriksa perkara tersebut untuk mempertimbangkan perubahan permintaan dalam putusannya melalui pengadilan negeri.
Pembiayaan
Pasal 55
KETENTUAN LAIN
Pasal 56
a. di negara asing, sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan berdasarkan putusan perampasan atas permintaan Menteri; atau
b. di Indonesia, sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan di Indonesia berdasarkan putusan perampasan atas permintaan negara asing.
(1) Menteri dapat meminta Negara Peminta untuk merahasiakan adanya pengajuan permintaan Bantuan, isi permintaan dan setiap dokumen pendukung lainnya, dan adanya pemberian Bantuan atas permintaan Bantuan tersebut.
(2) Dalam hal permintaan Bantuan tidak dapat disetujui oleh Negara Peminta tanpa melanggar kerahasiaan maka Menteri dapat memutuskan apakah permintaan itu akan tetap diajukan meskipun melanggar kerahasiaannya.
(3) Menteri harus merahasiakan informasi, Keterangan, Dokumen, atau barang atau alat bukti lainnya yang diberikan atau diserahkan oleh negara asing, kecuali jika informasi, Keterangan, Dokumen, atau barang atau alat bukti lainnya tersebut diperlukan untuk pemeriksaan perkara tindak pidana yang terkait dengan permintaan tersebut.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
a. semua perjanjian Bantuan yang telah diratifikasi sebelum berlakunya Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku;
b. semua permohonan Bantuan yang diajukan baik berdasarkan perjanjian maupun tidak berdasarkan perjanjian, tetap diproses sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Maret 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 3 Maret 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 3 Maret 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERM,
YUSRIL IHZA MAHENDRA
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2006
TENTANG
BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
I. UMUM
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mendukung dan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran. Pembangunan hukum nasional diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang dilakukan dengan pembentukan hukum baru yang dibutuhkan untuk mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Produk hukum baru tersebut diharapkan mampu mengamankan dan mendukung penyelenggaraan politik luar negeri yang bebas aktif untuk mewujudkan tatanan baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama perkembangan transportasi, komunikasi, dan informasi mengakibatkan satu negara dengan negara lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat. Hal ini mengakibatkan pula perkembangan kejahatan dan modus operandinya semakin canggih sehingga penanggulangannya diperlukan kerja sama antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Kerja sama antarnegara diperlukan untuk mempermudah penanganan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas suatu masalah pidana yang timbul baik di Negara Peminta maupun Negara Diminta.
Untuk memberikan dasar hukum yang kuat mengenai kerja sama antarnegara dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah pidana diperlukan perangkat hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk membuat perjanjian dan melaksanakan permintaan bantuan kerja sama dari negara asing. Perangkat hukum tersebut berupa undang-undang yang mengatur beberapa asas atau prinsip, prosedur dan persyaratan permintaan bantuan, serta proses hukum acaranya.
Asas atau prinsip bantuan timbal balik dalam masalah pidana dalam Undang-Undang ini adalah didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana, perjanjian antarnegara yang dibuat, dan konvensi dan kebiasaan internasional. Bantuan timbal balik dalam masalah pidana dapat dilakukan berdasarkan suatu perjanjian dan jika belum ada perjanjian maka bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan baik.
Undang-Undang ini tidak memberikan wewenang untuk mengadakan ekstradisi atau penyerahan orang, penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan orang, pengalihan narapidana, atau pengalihan perkara.
Undang-Undang ini mengatur secara rinci mengenai permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari Pemerintah Republik Indonesia kepada Negara Diminta dan sebaliknya yang antara lain menyangkut pengajuan permintaaan bantuan, persyaratan permintaan, bantuan untuk mencari atau mengindentifikasi orang, bantuan untuk mendapatkan alat bukti, dan bantuan untuk mengupayakan kehadiran orang.
Undang-Undang ini juga memberikan dasar hukum bagi Menteri yang bertanggung jawab di bidang hukum dan hak asasi manusia sebagai pejabat pemegang otoritas (Central Authority) yang berperan sebagai koordinator dalam pengajuan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana kepada negara asing maupun penanganan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari negara asing.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf gCukup jelas.
Huruf hCukup jelas.
Huruf iCukup jelas
Huruf jCukup jelas.
Huruf kYang dimaksud dengan "Bantuan lain" dalam ketentuan ini termasuk tukar menukar informasi yang berkenaan dengan pembuktian.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Yang dimaksud dengan "hubungan baik" dalam ketentuan ini adalah hubungan bersahabat dengan berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan kepada prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.
Pasal 6
Huruf a
Angka 1
Huruf bYang dimaksud dengan "tindak pidana politik" dalam ketentuan ini adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang hukum pidana.
Angka 2Cukup jelas
Cukup jelas.
Huruf cYang dimaksud dengan "tidak dapat dituntut" dalam ketentuan ini adalah berkaitan dengan perbuatan seseorang yang dijadikan dasar permintaan oleh Negara Peminta, namun perbuatan tersebut tidak diklasifikasikan atau dikecualikan dari perbuatan pidana.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf gCukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Dalam hal tidak melalui saluran diplomatik perlu dilakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran" dalam ketentuan ini juga dikenal sebagai freezing atau restrain.
Huruf bYang dimaksud dengan "penggeledahan" dalam ketentuan ini juga dikenal sebagai search.
Huruf cYang dimaksud dengan "penyitaan" dalam ketentuan ini juga dikenal sebagai seizure.
Huruf dCukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Kapolri, Jaksa Agung, atau ketua pengadilan dapat meminta informasi tambahan dari negara asing melalui Menteri.
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Dalam menjalankan tugas, Kapolri atau Jaksa Agung dapat memerintahkan pejabat yang ditunjuk di lingkungannya.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Dalam ketentuan ini pengawalan dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penyitaan" termasuk pemblokiran (freezing atau restrain).
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penyitaan" adalah termasuk juga penyitaan atas bukti kepemilikan atau surat-surat yang berkaitan dengan barang, benda atau harta kekayaan tersebut.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "putusan" adalah putusan pengadilan yang bersifat final.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Dalam hal pengadilan negeri menolak keberatan atau perlawanan pihak yang dirugikan, pihak yang bersangkutan dapat melakukan upaya hukum sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
Ayat (6)Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan susulan terhadap penetapan terdahulu.
Ayat (3)Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan yang mencabut penetapan terdahulu dan mengeluarkan penetapan baru.
Ayat (4)Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan yang mencabut penetapan terdahulu.
Ayat (5)Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Pembagian hasil atas perampasan harta kekayaan disetor dalam kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas