Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
NOMOR 1 TAHUN 1979
TENTANG
EKSTRADISI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang: | a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 Nomor 26 (Staatsblad 1883-188) tentang "Uitlevering van Vreemdelingen" tidak sesuai lagi dengan perkembangan tata hukum di dalam Negara Republik Indonesia; b. bahwa berhubung dengan itu Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 Nomor 26 (Staatsblad 1883-188) tentang "Uitlevering van Vreemdelingen" tersebut perlu dicabut dan sebagai gantinya perlu disusun suatu Undangundang baru tentang ekstradisi sesusia dengan tata hukum dan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia; |
Mengingat: | 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; |
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG EKSTRADISI |
KETENTUAN UMUM
Dalam Undnag-undang ini yang dimaksud dengan Ekstadisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka tau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut karena berwenag untuk mengadili dan memindananya. |
ASAS-ASAS EKSTRADISI
(1) Ekstradisi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian. (2) Dalam hal belum ada perjanjian tersebut dlam ayat (1), maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar hubungan baik dan jika kepentingan Negara Republik Indonesia menghendakinya. |
(1) Yang dapat diekstradisi ialah orang yang oleh yang berwenang dari negara asing diminta karena disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahan. (2) Ekstradisi dapat juga dilakukan terhadap orang yang disangka melakukan atau telah dipidana karena melakukan pembantuan, percobaan dan permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam ayat (1), sepanjang pembantuan, percobaan, dan permufakatan jahat itu dapat dipidana menurut hukum negara yang meninta ekstradisi. |
(1) Ekstradisi dilakuka terhadap kejahatan yang tersebut dlam daftar kejahatan terlampir sebagai suatu naskah yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini. (2) Ekstradisi dapat juga dilakukan atas kebijaksanaan dari negara yang diminta terhadap kejahatan lain yang tidak disebut dalam daftar kejahatan. |
(1) Ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik. (2) Kejahatan yang ada pada hakekatnya lebih merupakan kejahatan biasa daripada kejahatan politik, tidak dianggap sebagai kejahatan politik. |
Ekstradisi terhadap kejahatan menurut hukum pidana militer yang bukan kejahatan menurut hukum pidana umum, tidak dilakukan kecuali apabila dalam suatu perjanjian ditentukan lain. |
(1) Permintaan ekstradis terhadap warga negara Republik Indonesia ditolak. (2) Penyimpangan terhadap ketentuan ayat (1) tersebut di atas dapat dilakukan apabila orang yang bersangkutan karena keadaan lebih baik diadili di tempat dilakukannya kejahatan. |
Permintaan ekstradisi dapat ditolak jika kejahatan yang dituduhkan di atas dapat dilakukan apabila orang yang bersangkutan karena keadaan lebih baik diadili di tempat dilakukannya kejahatan. |
Permintaan eksradisi dapat ditolak jika orang yang diminta sedang diproses di Negara Republik Indonesia untuk kejahatan yang sama. |
Permintaan eksradisi ditlak, jika putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Republik Indonesia yang berwenang mengenai kejahatan yang dimintakan ekstradisinya telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. |
Permintan ekstradisi ditolak, apabila orang yang dimintakan ekstradisinya tela diadili dan dibebaskan atau telah selesai menjalani pidanannya di negara lain mengenai kejahatan yang dimintakan ekstradisinya. |
Permintaan ekstradisi ditolak, jika menurut hukum negara Republik Indonesia hak untuk menuntut atau hak untuk melaksanakan putusan pidana telah kedaluwarsa. |
Permintaan ekstradisi ditolak, jka kejahatan yangdimintakan ekstradisi, diancam dengan pidana mati menurut hukum negara peminta sedangkan menurut hukum negara Republik Indonesia kejahatan itu tidak diancam dengan pidana mati atau pidana mati tidak selalu dilaksanakan, kecuali jika negara peminta memberikan jaminan yang cukup meyakinkan, bahwa pidana mati tidak akan dilaksanakan. |
Permintaan ekstradisi ditlak, jika menurut instansi yang berwenang terdapat sangkaan yang cukup kuat, bahwa orang yang dimintakan ekstradisinya akan dituntut, dpidana, atau dikenakan tindakan lain karena alasan yang bertalian dengan agamanya, keyakinan politiknya, atau kewarganegaraannya, ataupun karena ia termasuk suku bangsa atau golongan penduduk tertentu. |
Permintaan ekstradisi ditolak, jika orang yang dimintakan ekstradisinya akan diserahkan kepada negara ketiga untuk kejahatan-kejahatan lain yang dilakukan sebelum ia dimintakan ekstradisi. |
Permintaan eksradisi ditolak, jika orang yang dimintakan ekstradisinya akan diserahkan kepada negara ketiga untuk kejahatan-kejahatan lain yang dilakukan sebelum ia dimintakan ekstradisi itu. |
Permintaan ekstradisi yang telah memenuhi syarat ditunda apabila orang yang akan diminta seang diperiksa atau diadili atau seang menjalani pidana untuk kejahatan lain yang dilakukan di Indonesia. |
SYARAT-SYARAT PENAHANAN YANG DIAJUKAN OLEH NEGARA PEMINTA
(1) Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Repubik Indonesia dapat memerintahkan penahanan yang diminta oleh negara lain atas dasar alasan yang mendesak jika penahanan itu tidak bertentangan dengan hukum Negara Republik Indonesia. (2) Dalam permintaan untuk penahanan itu, negara peminta harus menerangkan, bahwa dokumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 sudah tersedia dan bahwa negara tersebut segera dalam waktu tersebut dalam Pasal 21 akan menyampaikan permintaan ekstradisi. |
(1) Permintaan untuk penahanan disampaikan oleh pejabat berwenang dari negara peminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui INTERPOL Indonesia atau melalui saluran diplomatik atau langsung dengan dengan pos atau telegram. (2) Pengaturan surat perintah untuk menangkap dan atau menahan orang yang bersangkutan dilakuka berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, kecuali ditentukan lain seperti yang diatur dalam ayat (3). |
Keputusan atas permintaan penahanan diberitahukan kepada negara peminta oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui INTERPOL Indonesia atau saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram. |
Dalam hal terhadap orang yang bersangkutan dilakukan panahanan, maka orang tersebut dibebaskan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Inodonesia jika dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan, Presiden melalui Menteri Kehakiman Republik Indonesia tidak menerima permintaan ekstradisi beserta dokumen sebagaimana tersebut dalam Pasal 22 dari negara peminta. |
PERMINTAAN EKSTRADISI DAN SYARAT-SYATRAT YANG HARUS DIPENUHI OLEH NEGARA PEMINTA
(1) Permintaan ekstradisi hanya akan dipertimbangkan apabila memenuhi syarat-syarat seperti tersebut dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). (2) Surat permintaan ekstradisi harus diajukan secara tertulis melalui saluran diplomatik kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia untuk diteruskan kepada Presiden.
(4) Surat permintaan ekstradisi bagi orang yang disangka melakukan kejahatan harus disertai:
|
Jika menurut pertimbangan Menteri Kehakiman Republik Indonesia surat yang diserahkan itu tidak memenuhi syarat dalam Pasal 22 atau syarat lain yang ditetapkan dalam perjanjian, maka kepada pejabat negara peminta diberikan kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut, dalam jangka waktu yang dipandang cukup oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. |
Setelah syarat-syarat dan surat-surat dimaksud dalam Pasal 22 dan 23 dipenuhi, Menteri Kehakiman Republik Indonesia mengirimkan surat permintaan ekstradisi beserta surat-surat lampirannya kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk mengadakan pemeriksaan. |
PEMERIKSAAN TERHADAP ORANG YANG DIMINTAKAN EKSTRADISI
Apabila kejahatan merupakan kejahatan yang dapat dikenakan penahanan menurut Hukum Acara Pidana Republik Indonesia dan ketentuan-ketentuan yang disebut dalam Pasal 19 ayat (2), dan (3) dan diajukan permintaan penahanan oleh negara peminta , orang tersebut dikenakan penahanan. |
(1) Apabila yang melakukan penahanan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka setelah menerima surat permintaan ekstradisi, Kepolisian Negara Republik Indonesia mengadakan pemeriksaan tentang orang tersebut atas dasar keterangan atau bukti dari negara peminta. (2) hasail pemeriksaan dicatat dalam berita acara dan segera diserahkan kepada Kejaksaan Indonesia setempat. |
Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah menerima berita acara tersebut, Kejaksaan dengan mengemukakan alasannya secara tertulis, meminta kepada Pengadilan Negeri di daerah tempat ditahannya orang itu untuk memeriksa dan kemudian menetapkan dapat atau tidaknya orang tersebut diestradisikan. |
Perkara-perkara ekstradisi termasuk perkara-perkara yang didahulukan. |
Kejaksaan menyampaikan surat panggilan kepada orang yang bersangkutan untuk menghadap Pengadilan pada hari sidang dan surat panggilan tersebut harus sudah diterima oleh orang yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari sidang. |
Pada hari sidang oarng yang bersangkutan ke muka Pengadilan Negeri. |
(1) Pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri dilakukan dalam sidang terbuka, kecuali apabila Ketua Sidang menganggap perlu sidang dilakukan tertutup. (2) Jaksa menghadiri sidang dan memberikan pendapatnya. |
Dalam sidang terbuka Pengadilan Negeri memeriksa apakah: a. identitas dan kewarganegaraan oarng yang dimintakan ekstradisi itu sesuai dengan keterangan dan bukti-bukti yang diajukan oleh negara peminta; |
(1) Dari hasil pemeriksaan tersebut pada Pasal 32 Pengadilan menetapkan dapat atau tidaknya orang tersebut diekstradisikan. (2) Penetapan tersebut beserta surat-suratnya ang berhubungan dengan perkara itu segera diserahkan kepada Menteri Kehakiman untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan penyelesaian lebih lanjut. |
PENCABUTAN DAN PERPANJANGAN PENAHANAN
Penahanan yang diperintahkan berdasarkan Pasal 25 dicabut, jika: a. diperintahkan oleh Pengadilan; |
(1) Jangka waktu penahanan yang dimaksud dalam Pasal 34 huruf b setiap kali dapat diperpanjang dengan 30 (tiga puluh) hari. (2) Perpanjangan hanya dapat dilakukan dalam hal:
|
KEPUTUSAN MENGENAI PERMINTAAN EKSTRADISI
(1) Sesudah menerima penetapan Pengadilan yang dimaksud dalam Pasal 33, Menteri Kehakiman segera menyampaikan penetapan tersebut kepada Presiden dengan disertai pertimbangan-pertimbangan Menteri Kehakiman, Menteri Luar Negeri, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, untuk memperoleh keputusan. (2) Setelah menerima penetapan Pengadilan beserta pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud dalam ayat (1), maka Presiden memutuskan dapat tidaknya seseorang diekstradisikan. |
Jika 2 (dua) negara atau lebih meminta ekstradisi seseorang berkenaan dengan kejahatan yang sama atau yang berlainan dalam waktu yang bersamaan, maka dalam menolak atau mengabulkan permintaan ekstradisi Presiden dengan mempertimbangkan demi kepentingan keadilan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
|
Keputusan Presiden mengenai permintaan ekstradisi yang dimaksud dlam Pasal 36 oleh Menteri Kehakiman segera diberitahukan kepada Menteri Luar Negeri, aksa agung, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. |
(1) Dalam hal tidak ada perjanjian ekstradisi anatara negara peminta dengan Negara Republik Indonesia, maka permintaan ekstradisi diajukan melalui saluran diplomatik, selanjutnya oleh Menteri Luar Negeri Republk Indonesia disampaikan kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia disertai pertimangan-pertimbagannya. (2) Menteri Kehakiman Republik Indonesia setelah menerima permintaan dari negara peminta da pertimbangan dari Menteri Luar Negeri Republik Indonesia melaporkan kepada Presiden tentang permintaan ekstradisi sebagaimana dimaksud ayat (1). |
PENYERAHAN ORANG YANG DIMINTAKAN EKSTRADISI
(1) Jika permintaan ekstradisi disetujui, orang yang dimintaka ekstradisi segera diserahkan kepada pejabat yang bersangkutan dari negara peminta, di tempat dan pada waktu yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. (2) Jika orang yang dimintakan ekstradisi tidak diambil pada tanggal yang ditentukan, maka ia dapat dilepaskan sesudah lampau 15 (lima belas) hari dan bagaimanpun juga ia wajib dilepaskan sesudah lampau 30 (tiga puluh) hari. |
Jika keadaan di luar kemampuan kedua negara baik negara peminta untuk mengambil maupun yang negara diminta untuk menyerahkan orang yang bersangkutan, negara dimaksud wajib memberitahukan kepada negara lainnya dan kedua negara akan memutuskan bersama tanggal yang lain untuk pengambilan atau menyerahkan yang dimaksud. Dalam hal demikian berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 40 ayat (3) yang waktunya dihitung sejak tanggal ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut. |
BARANG BUKTI
(1) Barang-barang yang diperlukan sebagai bukti yang terdpat pada orang yang diminta ekstradisinya dapat disita atas permintaan pejabat yang berwenang dari negara peminta. (2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku ketentuan-ketentuan dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Acara Pidana Indonesia mengenai penyitaan barang-barang bukti. |
(1) dalam penetapannya mengenai permintaan ekstradisi Pengadilan Negeri menetapkan pula barang-barang yang diserahkan kepada negara peminta dan yang dikembalikan kepada orang yang bersangkutan. (2) Pengadilan Negeri dapat menetapkan bahwa barang-barang tertentu hanya diserahkan kepada negara peminta dengan syarat bahwa barang-barang tersebut segera akan dikembalikan sesudah selesai digunakan. |
PERMINTAAN EKSTRADISI OLEH PEMERINTAH INDONESIA
Apabila seseorang disangka melakukan sesuatu kejahatan atau harus menjalani pidana karena melakukan sesuatu kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam yurisdiksi Negara Republik Indonesia dan diduga berada di negara asing, maka atas permintaan Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Menteri Kehakiman Republik Indonesia atas nama Presiden dapat meminta ekstradisi orang tersebut yang diajkannya melalui saluran diplomatik. |
Apabila orang yang dimintakan ekstradisinya tersebut dalam Pasal 44 telah diserahkan oleh negara asing, orang tersebut di bawa ke Indonesia dan diserahkan kepada instansi yang berwenang. |
Tata cara permintaan penyerahan dan penerimaan orang yang diserahkan diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua perjanjian ekstradisi yang telah disahkan sebelumnya adalah perjanjian ekstradsis sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang ini. |
KETENTUAN PENUTUP
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Januari 1979 |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal, 18 Januari 1979,
|
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1979 No. 2
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1979
TENTANG
A. | UMUM Peraturan perundang-undangan tentang ekstradisi yang sekarang ada, ialah Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad 1883-188) tentang "Uitlevering van Vreemdelingen", dianggap masih berlaku berdasarkan Pasal 11 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Keputusan tentang permintaan ekstradisi adalah bukan keputusan badan judikatif tapi merupakan keputusan badan eksekutif, oleh sebab itu pada taraf terakhir terletak dalam tangan Presiden, setelah mendapat nasehat juridis dari Menteri Kehakiman berdasarkan penetapan Pengadilan. |
B. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1. Pembunuhan. |
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3130