Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020/Bab III/Bagian Kelima

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
Bab III – Bagian Kelima

Klik untuk menuju bagian lainnya dari Bab III: Kesatu - Kedua - Ketiga - Keempat - Kelima


Bagian Kelima
Penyederhanaan Persyaratan Investasi Pada Sektor Tertentu


Paragraf 1
Umum

Pasal 76
Untuk mempermudah masyarakat terutama Pelaku Usaha dalam melakukan investasi pada sektor tertentu yaitu penanarnan modal, perbankan, dan perbankan syariah, Undang-Undang Cipta Kerja ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
  1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); dan
  3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867).

Paragraf 2
Penanaman Modal

Pasal 77
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724) diubah sebagai berikut:
  1. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 2
    Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku dan menjadi acuan utama bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 12
    1. Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
    2. Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      1. budi daya dan industri narkotika golongan I;
      2. segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino;
      3. penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);
      4. pemanfaatan atau pengambilan koral dan pemanfaatan atau pengambilan karang dari alam yang digunakan untuk bahan bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam;
      5. industri pembuatan senjata kimia; dan
      6. industri bahan kimia industri dan industri bahan per-usak lapisan ozon.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
  1. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 13
    1. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pelaksanaan penanaman modal berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
    2. Pelindungan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembinaan dan pengembangan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui:
      1. program kemitraan;
      2. pelatihan sumber daya manusia;
      3. peningkatan daya saing;
      4. pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar;
      5. akses pembiayaan; dan
      6. penyebaran informasi yang seluas-luasnya.
    3. Pelindungan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
    4. Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a merupakan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.
  1. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 18
    1. Pemerintah Pusat memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal.
    2. Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman modal yang:
      1. melakukan perluasan usaha; atau
      2. melakukan penanaman modal baru.
    3. Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memenuhi kriteria:
      1. menyerap banyak tenaga kerja;
      2. termasuk skala prioritas tinggi;
      3. termasuk pembangunan infrastruktur;
      4. melakukan alih teknologi;
      5. melakukan industri pionir;
      6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;
      7. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
      8. melaksanakan kegiatan penelitian pengembangan, dan inovasi;
      9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi;
      10. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri; dan/atau
      11. termasuk pengembangan usaha pariwisata.
    4. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  1. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 25
    1. Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
    2. Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    3. Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    4. Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Paragraf 3
Perbankan

Pasal 78
Ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22
  1. Bank Umum dapat didirikan oleh:
  1. warga negara Indonesia;
  2. badan hukum Indonesia; atau
  3. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Paragraf 4
Perbankan Syariah

Pasal 79
Ketentuan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9
  1. Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
    1. warga negara Indonesia;
    2. badan hukum Indonesia;
    3. pemerintah daerah; atau
    4. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
  2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
    1. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia;
    2. pemerintah daerah; atau
    3. dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
  1. Maksimum kepemilikan Bank Umum Syariah oleh badan hukum asing ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.