Lompat ke isi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 saat ini telah disahkan dan berlaku aktif.
Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012, lihat di sini.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 (UU/2012/11)  (2012) 
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 








UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
  2. bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan;
  3. bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum;
  4. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
Mengingat:
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28G, dan Pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
  4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.
  1. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
  2. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
  3. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
  4. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
  5. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
  6. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
  7. Penyidik adalah penyidik Anak.
  8. Penuntut Umum adalah penuntut umum Anak.
  9. Hakim adalah hakim Anak.
  10. Hakim Banding adalah hakim banding Anak.
  11. Hakim Kasasi adalah hakim kasasi Anak.
  1. Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.
  2. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial Anak.
  3. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial Anak.
  4. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah, ibu, dan/atau anggota keluarga lain yang dipercaya oleh Anak.
  5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
  6. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak untuk mendampinginya selama proses peradilan pidana berlangsung.
  7. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya.
  1. Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.
  2. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.
  3. Klien Anak adalah Anak yang berada di dalam pelayanan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan.
  4. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

Pasal 2
Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:
  1. pelindungan;
  2. keadilan;
  3. nondiskriminasi;
  4. kepentingan terbaik bagi Anak;
  5. penghargaan terhadap pendapat Anak;
  6. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;
  7. pembinaan dan pembimbingan Anak;
  8. proporsional;
  9. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan
  10. penghindaran pembalasan.

Pasal 3
Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:
  1. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
  1. dipisahkan dari orang dewasa;
  2. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
  3. melakukan kegiatan rekreasional;
  4. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
  5. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
  6. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
  7. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
  8. tidak dipublikasikan identitasnya;
  9. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
  10. memperoleh advokasi sosial;
  11. memperoleh kehidupan pribadi;
  12. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
  13. memperoleh pendidikan;
  14. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
  15. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4
  1. Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:
    1. mendapat pengurangan masa pidana;
    2. memperoleh asimilasi;
    3. memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
    4. memperoleh pembebasan bersyarat;
    5. memperoleh cuti menjelang bebas;
    6. memperoleh cuti bersyarat; dan
    7. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Anak yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5
  1. Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.
  2. Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
    2. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
    3. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
  3. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.


BAB II
DIVERSI


Pasal 6
Diversi bertujuan:
  1. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
  2. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
  3. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
  4. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
  5. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Pasal 7
  1. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.
  2. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
    1. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
    2. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Pasal 8
  1. Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
  2. Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
  3. Proses Diversi wajib memperhatikan:
    1. kepentingan korban;
    2. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
    3. penghindaran stigma negatif;
    4. penghindaran pembalasan;
    5. keharmonisan masyarakat; dan
    6. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Pasal 9
  1. Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:
    1. kategori tindak pidana;
    2. umur Anak;
    3. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
    4. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
  1. Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
    1. tindak pidana yang berupa pelanggaran;
    2. tindak pidana ringan;
    3. tindak pidana tanpa korban; atau
    4. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

Pasal 10
  1. Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.
  2. Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:
    1. pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
    2. rehabilitasi medis dan psikososial;
    3. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
    4. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
    5. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

Pasal 11
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:
  1. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
  2. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
  1. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
  2. pelayanan masyarakat.

Pasal 12
  1. Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi.
  2. Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.
  3. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.
  4. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
  5. Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.

Pasal 13
Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:
  1. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau
  2. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.

Pasal 14
  1. Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan.
  2. Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan.
  3. Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  4. Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.

Pasal 15
Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB III
ACARA PERADILAN PIDANA ANAK


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 16
Ketentuan beracara dalam Hukum Acara Pidana berlaku juga dalam acara peradilan pidana anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 17
  1. Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan pelindungan khusus bagi Anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya dalam situasi darurat.
  2. Pelindungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi tanpa pemberatan.

Pasal 18
Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.

Pasal 19
  1. Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
  2. Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.

Pasal 20
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang Anak.

Pasal 21
  1. Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
    1. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
    2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
  2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan ke pengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
  3. Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
  4. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Anak dinilai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
  5. Instansi pemerintah dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada Bapas secara berkala setiap bulan.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22
Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan.

Pasal 23
  1. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.
  3. Dalam hal orang tua sebagai tersangka atau terdakwa perkara yang sedang diperiksa, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi orang tua.

Pasal 24
Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau anggota Tentara Nasional Indonesia diajukan ke pengadilan Anak, sedangkan orang dewasa atau anggota Tentara Nasional Indonesia diajukan ke pengadilan yang berwenang.

Pasal 25
  1. Register perkara Anak dan Anak Korban wajib dibuat secara khusus oleh lembaga yang menangani perkara Anak.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman register perkara anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua
Penyidikan


Pasal 26
  1. Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
  2. Pemeriksaan terhadap Anak Korban atau Anak Saksi dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. telah berpengalaman sebagai penyidik;
    2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
    3. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
  4. Dalam hal belum terdapat Penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tugas penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Pasal 27
  1. Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
  2. Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya.
  1. Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap Anak Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.

Pasal 28
Hasil Penelitian Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik diterima.

Pasal 29
  1. Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai.
  2. Proses Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya Diversi.
  3. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
  4. Dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.


Bagian Ketiga
Penangkapan dan Penahanan


Pasal 30
  1. Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam.
  2. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus Anak.
  1. Dalam hal ruang pelayanan khusus Anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di LPKS.
  2. Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.
  3. Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

Pasal 31
  1. Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik berkoordinasi dengan Penuntut Umum.
  2. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak dimulai penyidikan.

Pasal 32
  1. Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
  2. Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
    1. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan
    2. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
  3. Syarat penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan.
  1. Selama Anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial Anak harus tetap dipenuhi.
  2. Untuk melindungi keamanan Anak, dapat dilakukan penempatan Anak di LPKS.

Pasal 33
  1. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari.
  2. Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari.
  3. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
  4. Penahanan terhadap Anak dilaksanakan di LPAS.
  5. Dalam hal tidak terdapat LPAS, penahanan dapat dilakukan di LPKS setempat.

Pasal 34
  1. Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan penuntutan, Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari.
  2. Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh Hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari.
  3. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.

Pasal 35
  1. Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri paling lama 15 (lima belas) hari.
  3. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir dan Hakim belum memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.

Pasal 36
Penetapan pengadilan mengenai penyitaan barang bukti dalam perkara Anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua) hari.

Pasal 37
  1. Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim Banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi paling lama 15 (lima belas) hari.
  3. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim Banding belum memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.

Pasal 38
  1. Dalam hal penahanan terpaksa dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas) hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Hakim Kasasi dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung paling lama 20 (dua puluh) hari.
  3. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim Kasasi belum memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.

Pasal 39
Dalam hal jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), Pasal 34 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) telah berakhir, petugas tempat Anak ditahan harus segera mengeluarkan Anak demi hukum.

Pasal 40
  1. Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan hukum.
  2. Dalam hal pejabat tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penangkapan atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum.


Bagian Keempat
Penuntutan


Pasal 41
  1. Penuntutan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.
  2. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. telah berpengalaman sebagai penuntut umum;
    2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
    3. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
  3. Dalam hal belum terdapat Penuntut Umum yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas penuntutan dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Pasal 42
  1. Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik.
  2. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.
  3. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
  4. Dalam hal Diversi gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.


Bagian Kelima
Hakim Pengadilan Anak


Paragraf 1
Hakim Tingkat Pertama

Pasal 43
  1. Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan negeri yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi.
  2. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum;
    2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
    3. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
  3. Dalam hal belum terdapat Hakim yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas pemeriksaan di sidang Anak dilaksanakan oleh hakim yang melakukan tugas pemeriksaan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Pasal 44
  1. Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal.
  2. Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya.
  3. Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti.

Paragraf 2
Hakim Banding

Pasal 45
Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan.

Pasal 46
Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Banding, berlaku syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).

Pasal 47
  1. Hakim Banding memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat banding dengan hakim tunggal.
  2. Ketua pengadilan tinggi dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya.
  3. Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Banding dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti.

Paragraf 3
Hakim Kasasi

Pasal 48
Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 49
Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Kasasi, berlaku syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).

Pasal 50
  1. Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat kasasi dengan hakim tunggal.
  2. Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya.
  3. Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Kasasi dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti.

Paragraf 4
Peninjauan Kembali

Pasal 51
Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara Anak yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh Anak, orang tua/Wali, dan/atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya kepada Ketua Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Keenam
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan


Pasal 52
  1. Ketua pengadilan wajib menetapkan Hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara Anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara dari Penuntut Umum.
  2. Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai Hakim.
  3. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.
  1. Proses Diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan negeri.
  2. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Hakim menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
  3. Dalam hal Diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.

Pasal 53
  1. Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus Anak.
  2. Ruang tunggu sidang Anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa.
  3. Waktu sidang Anak didahulukan dari waktu sidang orang dewasa.

Pasal 54
Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.

Pasal 55
  1. Dalam sidang Anak, Hakim wajib memerintahkan orang tua/Wali atau pendamping, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak.
  2. Dalam hal orang tua/Wali dan/atau pendamping tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau Pembimbing Kemasyarakatan.
  3. Dalam hal Hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sidang Anak batal demi hukum.

Pasal 56
Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, Anak dipanggil masuk beserta orang tua/Wali, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 57
  1. Setelah surat dakwaan dibacakan, Hakim memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai Anak yang bersangkutan tanpa kehadiran Anak, kecuali Hakim berpendapat lain.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
    1. data pribadi Anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial;
    2. latar belakang dilakukannya tindak pidana;
    3. keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa;
    4. hal lain yang dianggap perlu;
    5. berita acara Diversi; dan
    6. kesimpulan dan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 58
  1. Pada saat memeriksa Anak Korban dan/atau Anak Saksi, Hakim dapat memerintahkan agar Anak dibawa keluar ruang sidang.
  2. Pada saat pemeriksaan Anak Korban dan/atau Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua/Wali, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir.
  1. Dalam hal Anak Korban dan/atau Anak Saksi tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan, Hakim dapat memerintahkan Anak Korban dan/atau Anak Saksi didengar keterangannya:
    1. di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan di daerah hukum setempat dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut Umum dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya; atau
    2. melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual dengan didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya.

Pasal 59
Sidang Anak dilanjutkan setelah Anak diberitahukan mengenai keterangan yang telah diberikan oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi pada saat Anak berada di luar ruang sidang pengadilan.

Pasal 60
  1. Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak.
  2. Dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan.
  3. Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara.
  4. Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum.
  1. Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh Anak.
  2. Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar.

Pasal 62
  1. Pengadilan wajib memberikan petikan putusan pada hari putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.
  2. Pengadilan wajib memberikan salinan putusan paling lama 5 (lima) hari sejak putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.


BAB IV
PETUGAS KEMASYARAKATAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 63
Petugas kemasyarakatan terdiri atas:
  1. Pembimbing Kemasyarakatan;
  2. Pekerja Sosial Profesional; dan
  3. Tenaga Kesejahteraan Sosial.


Bagian Kedua
Pembimbing Kemasyarakatan


Pasal 64
  1. Penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
  2. Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pembimbing Kemasyarakatan sebagai berikut:
    1. berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau yang setara atau telah berpengalaman bekerja sebagai pembantu Pembimbing Kemasyarakatan bagi lulusan:
      1. sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun; atau
      2. sekolah menengah atas dan berpengalaman di bidang pekerjaan sosial paling singkat 3 (tiga) tahun.
    2. sehat jasmani dan rohani;
    3. pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/ II/b;
    4. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang pelayanan dan pembimbingan pemasyarakatan serta pelindungan anak; dan
    5. telah mengikuti pelatihan teknis Pembimbing Kemasyarakatan dan memiliki sertifikat.
  3. Dalam hal belum terdapat Pembimbing Kemasyarakatan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan dilaksanakan oleh petugas LPKA atau LPAS atau belum terbentuknya LPKA atau LPAS dilaksanakan oleh petugas rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan.

Pasal 65
Pembimbing Kemasyarakatan bertugas:
  1. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan;
  2. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA;
  3. menentukan program perawatan Anak di LPAS dan pembinaan Anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;
  4. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan
  5. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.


Bagian Ketiga
Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial


Pasal 66
Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pekerja Sosial Profesional sebagai berikut:
  1. berijazah paling rendah strata satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di bidang pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial;
  2. berpengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun di bidang praktik pekerjaan sosial dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
  1. mempunyai keahlian atau keterampilan khusus dalam bidang pekerjaan sosial dan minat untuk membina, membimbing, dan membantu Anak demi kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental, sosial, dan pelindungan terhadap Anak; dan
  2. lulus uji kompetensi sertifikasi Pekerja Sosial Profesional oleh organisasi profesi di bidang kesejahteraan sosial.

Pasal 67
Syarat untuk dapat diangkat sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagai berikut:
  1. berijazah paling rendah sekolah menengah atas pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial atau sarjana nonpekerja sosial atau kesejahteraan sosial;
  2. mendapatkan pelatihan bidang pekerjaan sosial;
  3. berpengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun di bidang praktik pekerjaan sosial dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan
  4. mempunyai keahlian atau keterampilan khusus dalam bidang pekerjaan sosial dan minat untuk membina, membimbing, dan membantu Anak demi kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental, sosial, dan pelindungan terhadap Anak.

Pasal 68
  1. Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial bertugas:
    1. membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak;
    2. memberikan pendampingan dan advokasi sosial;
    3. menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana kondusif;
    4. membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak;
  1. membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;
  2. memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak;
  3. mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan
  4. melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya.
  1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan.


BAB V
PIDANA DAN TINDAKAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 69
  1. Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang ini.
  2. Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.

Pasal 70
Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.


Bagian Kedua
Pidana


Pasal 71
  1. Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:
    1. pidana peringatan;
    2. pidana dengan syarat:
      1. pembinaan di luar lembaga;
      2. pelayanan masyarakat; atau
      3. pengawasan.
    3. pelatihan kerja;
    4. pembinaan dalam lembaga; dan
    5. penjara.
  2. Pidana tambahan terdiri atas:
    1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
    2. pemenuhan kewajiban adat.
  3. Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
  4. Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 72
Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.

Pasal 73
  1. Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.
  2. Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.
  1. Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat.
  2. Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.
  3. Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada masa pidana dengan syarat umum.
  4. Jangka waktu masa pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun.
  5. Selama menjalani masa pidana dengan syarat, Penuntut Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar Anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan.
  6. Selama Anak menjalani pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Anak harus mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun.

Pasal 74
Dalam hal Hakim memutuskan bahwa Anak dibina di luar lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 1, lembaga tempat pendidikan dan pembinaan ditentukan dalam putusannya.

Pasal 75
  1. Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa keharusan:
    1. mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat pembina;
    2. mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau
    3. mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
  1. Jika selama pembinaan anak melanggar syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4), pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum dilaksanakan.

Pasal 76
  1. Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana yang dimaksudkan untuk mendidik Anak dengan meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan kemasyarakatan yang positif.
  2. Jika Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan masyarakat tanpa alasan yang sah, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang dikenakan terhadapnya.
  3. Pidana pelayanan masyarakat untuk Anak dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua puluh) jam.

Pasal 77
  1. Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
  2. Dalam hal Anak dijatuhi pidana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak ditempatkan di bawah pengawasan Penuntut Umum dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 78
  1. Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c dilaksanakan di lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia Anak.
  2. Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 79
  1. Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan.
  2. Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa.
  3. Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak.
  4. Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 80
  1. Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.
  2. Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan Anak tidak membahayakan masyarakat.
  3. Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
  1. Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 (tiga) bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

Pasal 81
  1. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.
  2. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
  3. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
  4. Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
  5. Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
  6. Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.


Bagian Ketiga
Tindakan


Pasal 82
  1. Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi:
    1. pengembalian kepada orang tua/Wali;
    2. penyerahan kepada seseorang;
    3. perawatan di rumah sakit jiwa;
    4. perawatan di LPKS;
  1. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
  2. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
  3. perbaikan akibat tindak pidana.
  1. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.
  2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 83
  1. Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan untuk kepentingan Anak yang bersangkutan.
  2. Tindakan perawatan terhadap Anak dimaksudkan untuk membantu orang tua/Wali dalam mendidik dan memberikan pembimbingan kepada Anak yang bersangkutan.


BAB VI
PELAYANAN, PERAWATAN, PENDIDIKAN, PEMBINAAN ANAK, DAN PEMBIMBINGAN KLIEN ANAK


Pasal 84
  1. Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS.
  2. Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh pelayanan, perawatan, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. LPAS wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
  3. Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 85
  1. Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di LPKA.
  2. Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
  5. Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 86
  1. Anak yang belum selesai menjalani pidana di LPKA dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda.
  1. Dalam hal Anak telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana, Anak dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan dewasa dengan memperhatikan kesinambungan pembinaan Anak.
  2. Dalam hal tidak terdapat lembaga pemasyarakatan pemuda, Kepala LPKA dapat memindahkan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ke lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 87
  1. Anak yang berstatus Klien Anak menjadi tanggung jawab Bapas.
  2. Klien Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Bapas wajib menyelenggarakan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Bapas wajib melakukan evaluasi pelaksanaan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 88
Pelaksanaan tugas dan fungsi Bapas, LPAS, dan LPKA dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VII
ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI


Pasal 89
Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua pelindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 90
  1. Selain hak yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak Saksi berhak atas:
    1. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
    2. jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
    3. kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 91
  1. Berdasarkan pertimbangan atau saran Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial atau Penyidik dapat merujuk Anak, Anak Korban, atau Anak Saksi ke instansi atau lembaga yang menangani pelindungan anak atau lembaga kesejahteraan sosial anak.
  2. Dalam hal Anak Korban memerlukan tindakan pertolongan segera, Penyidik, tanpa laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional, dapat langsung merujuk Anak Korban ke rumah sakit atau lembaga yang menangani pelindungan anak sesuai dengan kondisi Anak Korban.
  1. Berdasarkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan dan laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani pelindungan anak.
  2. Anak Korban dan/atau Anak Saksi yang memerlukan pelindungan dapat memperoleh pelindungan dari lembaga yang menangani pelindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VIII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


Pasal 92
  1. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu.
  2. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling singkat 120 (seratus dua puluh) jam.
  3. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.


BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT


Pasal 93
Masyarakat dapat berperan serta dalam pelindungan Anak mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial Anak dengan cara:
  1. menyampaikan laporan terjadinya pelanggaran hak Anak kepada pihak yang berwenang;
  2. mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan Anak;
  3. melakukan penelitian dan pendidikan mengenai Anak;
  4. berpartisipasi dalam penyelesaian perkara Anak melalui Diversi dan pendekatan Keadilan Restoratif;
  5. berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial Anak, Anak Korban dan/atau Anak Saksi melalui organisasi kemasyarakatan;
  6. melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan perkara Anak; atau
  7. melakukan sosialisasi mengenai hak Anak serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Anak.


BAB X
KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI


Pasal 94
  1. Kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan anak melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga terkait.
  2. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka sinkronisasi perumusan kebijakan mengenai langkah pencegahan, penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial.
  3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak dilakukan oleh kementerian dan komisi yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF


Pasal 95
Pejabat atau petugas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (3), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1), Pasal 39, Pasal 42 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 55 ayat (1), serta Pasal 62 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XII
KETENTUAN PIDANA


Pasal 96
Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 97
Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 98
Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 99
Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 100
Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 101
Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.


BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 102
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, perkara anak yang:
  1. masih dalam proses penyidikan dan penuntutan atau yang sudah dilimpahkan ke pengadilan negeri, tetapi belum disidang harus dilaksanakan berdasarkan hukum acara Undang-Undang ini; dan
  1. sedang dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan berdasarkan hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pengadilan Anak.

Pasal 103
  1. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, anak negara dan/atau anak sipil yang masih berada di lembaga pemasyarakatan anak diserahkan kepada:
    1. orang tua/Wali;
    2. LPKS/keagamaan; atau
    3. kementerian atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
  2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Pasal 104
Setiap lembaga pemasyarakatan anak harus melakukan perubahan sistem menjadi LPKA sesuai dengan Undang-Undang ini paling lama 3 (tiga) tahun.


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 105
  1. Dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah diberlakukannya Undang-Undang ini:
    1. setiap kantor kepolisian wajib memiliki Penyidik;
    2. setiap kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum;
    3. setiap pengadilan wajib memiliki Hakim;
  1. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun Bapas di kabupaten/kota;
  2. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun LPKA dan LPAS di provinsi; dan
  3. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial wajib membangun LPKS.
  1. Ketentuan mengenai pembentukan kantor Bapas dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf f dikecualikan dalam hal letak provinsi dan kabupaten/kota berdekatan.
  2. Dalam hal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum tidak memiliki lahan untuk membangun kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, pemerintah daerah setempat menyiapkan lahan yang dibutuhkan.

Pasal 106
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 107
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Pasal 108
Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 153

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,


Wisnu Setiawan

Lihat Juga

[sunting]

Keterangan

Status: Berlaku
Menggantikan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997
Tanggal diundangkan: 30 Juli 2012
Peraturan terkait
Belum ada peraturan terkait
Sejarah
Belum ada riwayat sejarah