Lompat ke isi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 saat ini telah disahkan dan berlaku aktif.
Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020, lihat di sini.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 (UU/2020/10)  (2020) 
tentang Bea Meterai

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 





UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2020
TENTANG
BEA METERAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
  1. bahwa untuk meningkatkan peran serta masyarakat sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban kewarganegaraan secara berkeadilan dan untuk mengoptimalkan penerimaan negara, perlu upaya penghimpunan dana pembiayaan yang memadai dan mandiri untuk melaksanakan pembangunan nasional, yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan komunikasi serta kelaziman internasional dalam kegiatan perekonomian, perlu dibuat ketentuan perundang-undangan yang memberikan kemudahan dan ketertiban administratif dalam pengelolaan dan pengawasan penerimaan perpajakan;
  3. bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan tata kelola Bea Meterai sehingga perlu diganti;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Bea Meterai.
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BEA METERAI


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen.
  2. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.
  3. Tanda Tangan adalah tanda sebagai lambang nama sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan atau cap nama, atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan, atau tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang informasi dan transaksi elektronik.
  4. Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen.
  1. Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea Meterai yang terutang.
  2. Pemeteraian Kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh Menteri.
  3. Setiap Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum.
  4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

Pasal 2
  1. Pengaturan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan asas:
    1. kesederhanaan;
    2. efisiensi;
    3. keadilan;
    4. kepastian hukum; dan
    5. kemanfaatan.
  2. Pengaturan Bea Meterai bertujuan untuk:
    1. mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera;
    2. memberikan kepastian hukum dalam pemungutan Bea Meterai;
    3. menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat;
    4. menerapkan pengenaan Bea Meterai secara lebih adil; dan
    5. menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


BAB II
OBJEK, TARIF, DAN SAAT TERUTANG BEA METERAI


Bagian Kesatu
Objek Bea Meterai


Pasal 3
  1. Bea Meterai dikenakan atas:
    1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
    2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
  2. Dokumen yang bersifat perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
    1. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
    2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
    3. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
    4. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
    5. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
    6. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
    7. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
      1. menyebutkan penerimaan uang; atau
      2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
      dan
  1. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 4
Bea Meterai dikenakan 1 (satu) kali untuk setiap Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.


Bagian Kedua
Tarif Bea Meterai


Pasal 5
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

Pasal 6
  1. Besarnya batas nilai nominal Dokumen yang dikenai Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat.
  2. Besarnya tarif Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat.
  3. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap yang berbeda dalam rangka melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan/atau sektor keuangan.
  1. Perubahan besarnya batas nilai nominal Dokumen yang dikenai Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besarnya tarif Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau Dokumen dan besaran tarif tetap yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 7
Bea Meterai tidak dikenakan atas Dokumen yang berupa:
  1. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang:
    1. surat penyimpanan barang;
    2. konosemen;
    3. surat angkutan penumpang dan barang;
    4. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
    5. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
    6. surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5;
  2. segala bentuk ijazah;
  3. tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
  4. tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
  1. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
  3. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
  4. surat gadai;
  5. tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
  6. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.


Bagian Ketiga
Saat Terutang Bea Meterai


Pasal 8
  1. Bea Meterai terutang pada saat:
    1. Dokumen dibubuhi Tanda Tangan, untuk:
      1. surat perjanjian beserta rangkapnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a;
      2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b; dan
  1. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c.
  1. Dokumen selesai dibuat, untuk:
    1. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d; dan
    2. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e.
  2. Dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa Dokumen tersebut dibuat, untuk:
    1. surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a;
    2. Dokumen lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf f; dan
    3. Dokumen yang menyatakan jumlah uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) hurug g.
  3. Dokumen diajukan ke pengadilan, untuk Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
  4. Dokumen digunakan di Indonesia, untuk Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang dibuat di luar negeri.
  1. Menteri dapat menentukan saat lain terutangnya Bea Meterai.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan saat lain terutangnya Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB III
PIHAK YANG TERUTANG DAN PEMUNGUT BEA METERAI


Bagian Kesatu
Pihak Yang Terutang Bea Meterai


Pasal 9
  1. Dokumen yang dibuat sepihak, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima Dokumen.
  2. Dokumen yang dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang oleh masing-masing pihak atas Dokumen yang diterimanya.
  3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Dokumen berupa surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerbitkan surat berharga.
  4. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bea Meterai terutang oleh pihak yang mengajukan Dokumen.
  5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dibuat di luar negeri dan digunakan di Indonesia, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima manfaat atas Dokumen.
  6. Ketentuan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) tidak menghalangi pihak atau para pihak untuk bersepakat atau menentukan mengenai pihak yang membayar Bea Meterai.


Bagian Kedua
Pemungut Bea Meterai


Pasal 10
  1. Pemungutan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan oleh pemungut Bea Meterai.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 11
  1. Pemungut Bea Meterai wajib:
    1. memungut Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari Pihak Yang Terutang;
    2. menyetorkan Bea Meterai ke kas negara; dan
    3. melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
  2. Pemungut Bea Meterai yang tidak melaksanakan kewajiban pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
  3. Jumlah kekurangan Bea Meterai dalam surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak atau kurang disetor, ditambah sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak atau kurang disetor.
  1. Pemungut Bea Meterai yang:
    1. terlambat menyetorkan Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan/atau
    2. tidak atau terlambat melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

    diterbitkan surat tagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

  2. Ketentuan mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB IV
PEMBAYARAN BEA METERAI YANG TERUTANG


Pasal 12
  1. Pembayaran Bea Meterai yang terutang pada Dokumen dilakukan dengan menggunakan:
    1. Meterai; atau
    2. surat setoran pajak.
  2. Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
    1. Meterai tempel;
    2. Meterai elektronik; atau
    3. Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri.
  3. Setiap Orang wajib memperoleh izin untuk membuat Meterai dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
  2. Pengadaan, pengelolaan, dan penjualan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.


BAB V
METERAI TEMPEL, METERAI ELEKTRONIK, DAN METERAI DALAM BENTUK LAIN


Pasal 13
  1. Meterai tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a memiliki ciri umum dan ciri khusus.
  2. Ciri umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. gambar lambang negara Garuda Pancasila;
    2. frasa "Meterai Tempel"; dan
    3. angka yang menunjukkan nilai nominal.
  3. Setiap Meterai tempel selain memiliki ciri umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga memiliki ciri khusus sebagai unsur pengaman yang terdapat pada desain, bahan, dan teknik cetak.
  4. Ciri khusus pada Meterai tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat bersifat terbuka, semi tertutup, dan tertutup.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan ciri umum dan ciri khusus pada Meterai tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) serta pemberlakuannya diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 14
  1. Meterai elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b memiliki kode unik dan keterangan tertentu.
  2. Ketentuan mengenai kode unik dan keterangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 15
  1. Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c merupakan Meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan Meterai digital, sistem komputerisasi, teknologi percetakan, dan sistem atau teknologi lainnya.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Meterai dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 16
  1. Pemerintah berwenang menentukan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
  2. Ketentuan mengenai tata cara untuk menentukan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB VI
PEMETERAIAN KEMUDIAN


Pasal 17
  1. Pemeteraian Kemudian dilakukan untuk:
    1. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar; dan/atau
  1. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
  1. Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

Pasal 18
  1. Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ditentukan sebesar:
    1. Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a ditambah dengan sanksi administratif; dan
    2. Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebesar l00% (seratus persen) dari Bea Meterai yang terutang.

Pasal 19
  1. Pihak Yang Terutang yang tidak atau kurang membayar Bea Meterai yang terutang, diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
  2. Jumlah kekurangan Bea Meterai dalam surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar ditambah sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).

Pasal 20
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB VII
LARANGAN BAGI PEJABAT YANG BERWENANG


Pasal 21
  1. Pejabat yang berwenang dalam menjalankan tugas atau jabatannya, dilarang:
    1. menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar;
    2. melekatkan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar pada Dokumen lain yang berkaitan;
    3. membuat salinan, tembusan, rangkap, atau petikan dari Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar; dan/atau
    4. memberikan keterangan atau catatan pada Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar.
  2. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.


BAB VIII
FASILITAS PEMBEBASAN DARI PENGENAAN BEA METERAI


Pasal 22
  1. Bea Meterai yang terutang dapat diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
    1. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam;
    2. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial;
    3. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan; dan/atau
    4. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang terkait pelaksanaan perjanjian internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perjanjian internasional atau berdasarkan asas timbal balik.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23
Bea Meterai yang terutang menjadi kedaluwarsa setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutang.


BAB IX
KETENTUAN PIDANA


Pasal 24
Setiap Orang yang:
  1. meniru atau memalsu Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai Meterai tersebut sebagai Meterai asli, tidak dipalsu, atau sah; atau
  2. dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, membuat Meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum, termasuk membuat Meterai elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Meterai dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, secara melawan hukum,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Pasal 25
Setiap Orang yang memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
  1. Meterai yang dipalsu atau dibuat secara melawan hukum seolah-olah asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak melawan hukum; atau
  2. barang yang dibubuhi Meterai sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah barang tersebut asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak melawan hukum,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Pasal 26
Setiap Orang yang:
  1. menghilangkan tanda yang gunanya untuk menunjukkan suatu Meterai tidak dapat dipakai lagi pada Meterai Pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakainya seolah-olah Meterai tersebut belum dipakai;
  2. dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, menghilangkan Tanda Tangan, ciri, atau tanda saat dipakainya Meterai Pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus dibubuhkan di atas atau pada Meterai tersebut; atau
  3. memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Meterai yang tandanya, Tanda Tangannya, cirinya, atau tanggal dipakainya dihilangkan, seolah-olah Meterai tersebut belum dipakai,

dipidana dengan pidaha penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).


BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 27
Terhadap hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini, berlaku ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.


BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 28
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
  1. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar yang dibuat sebelum Undang-Undang ini berlaku, Bea Meterainya tetap terutang dan dibayar berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
  2. Meterai tempel yang telah dicetak berdasarkan UndangUndang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan peraturan pelaksanaannya yang masih tersisa, masih dapat digunakan sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini mulai berlaku dan tidak dapat ditukarkan dengan uang atau dalam bentuk apa pun.
  3. Meterai tempel yang digunakan untuk melakukan pembayaran Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dapat digunakan dengan nilai total Meterai tempel yang dibubuhkan pada Dokumen paling sedikit Rp9.000,00 (sembiian ribu rupiah).

Pasal 29
Tata cara pembayaran Bea Meterai yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini, yang dibayar dengan menggunakan Meterai tempel yang telah dicetak berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai beserta peraturan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 30
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 31
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, UndangUndang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 Oktober 2020

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Oktober 2020

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 240

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Deputi Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,


cap dan ttd.

Lydia Silvanna Djaman

Lihat juga

[sunting]

Keterangan

Status
Menggantikan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985
Tanggal diundangkan: 26 Oktober 2020
Peraturan terkait
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 (31 Desember 1983)
Sejarah
Belum ada riwayat sejarah